Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMIAH

Aditiya Rachmawati
120117322
Kp C

Fakultas Hukum

2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………... 3

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………... 4

A. Pertanggung Jawaban Direksi Dalam UUPT


…………………………………………... 4

B. Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Good Corporate Governance (GCG)


…………6

C. Badan Usaha Milik Negara ……………………………………………………………. 8

D. Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik NegarA ………………………..…………………. 9

E. Penerapan CSR (Corporate Social Responsibility) …………………………………….11

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………. 14

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………. 14
B. Saran ……………………………………………………………………….....................14
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. ..15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan definisi dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 ini,


Perseroan terbatas merupakan badan hukum, yang berarti perseroan
terbatas merupakan subjek hukum dan memiliki hak dan kewajiban yang
telah ditentukan, misalnya perseroan terbatas dapat melakukan gugatan
atau digugat. Perseroan terbatas juga memiliki organ didalamnya, yang
meliputi direksi, komisaris, dan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Wewenang dan kewajiban yang diembankan kepada direksi, komisaris, dan
rapat pemegang saham (RUPS) tentu berbeda. Direksi diberikan wewenang
dalam mengelola perusahaan, komisaris memiliki wewenang dalam
pengawasan perusahaan, dan RUPS mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 dan/atau anggaran
dasar.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa badan hukum termasuk subjek


hukum. Badan hukum dalam kenyataannya dipandang sebagai manusia,
yang dapat melakukan hak-hak dan kewajibannya. Demikian pula badan
hukum dapat melakukan perbuatan hukum yang diwakilkan oleh
pengurusnya. Oleh karena itu, kedudukannya sebagai subjek hukum, maka
segala perbuatan badan hukum menjadi tanggungjawab badan hukum itu
sendiri. Bukan tanggung jawab pribadi pengurusnya.1

1
Gatot Pramono, Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di
Pengadilan,Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal: 135.

1
Selain itu, berdasarkan definisi yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa berdirinya perseroan
terbatas didasarkan atas adanya suatu perjanjian antara mereka (para
pihak) yang mendirikannya. Perjanjian untuk mendirikan suatu perseroan
terbatas tersebut dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat dalam Bahasa indonesia. Pada dasarnya, perseroan
terbatas yang didirikan harus sesuai

4
dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau kesusilaan.2

Karena direksi merupakan suatu organ yang sangat penting dalam


sebuah perusahaan, maka setip perusahaan terbatas wajib memiliki direksi
minimal 1 orang atau lebih yang bertindak sebagai pengurus yang mengurus
kegiatan perusahaan. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, yang
berhak menjadi seorang direksi dalam perseroan terbatas adalah dari
perorangan. Hal ini berbeda dengan aturan perusahaan Belanda, yang
membolehkan direksi diambil dari badan hukum, tetapi hanya orang
perorangan yang dapat menjadi komisaris.3
Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola perusahaan
haruslah demi kepentingan perseroan dan berdasarkan iktikad baik dengan
tujuan mengembangkan perusahaan sebagaimana mestinya sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan. Disamping sebagai pengelola perusahaan,
direksi juga harus bertanggung jawab terhadap perusahaan baik tanggung
jawab secara internal maupun eksternal. Tanggung jawab direksi termasuk
juga mengenai kerugian atau kebangkrutan yang terjadi pada perusahaan
yang dipimpinnya, apabila kerugian tersebut disebabkan oleh oleh kelalaian
direksi sendiri, maka direksi berkewajiban untuk menanggung seluruh
kerugian perusahan yang diakibatkan oleh perbuatannya tersebut.
Peran pemerintah yang diimplementasikan melalui BUMN ternyata tidak optimal. Bahkan,
sering kali BUMN justru menjadi tanggungan Ekonomi – politik dari pengusaha. Investasi
pemerintah dalam manajemen BUMN merupakan kasus biasa di Indonesia, terutama
menyangkut pembagian peran antara pemerintah, swasta dan koperasi. Di Indonesia, Badan
Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan

2
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola kemitraan dan Badan
hukum), Refika Aditama, bandung, 2006, hal: 49.
3
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hal; 52.

2
untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Pada beberapa BUMN di Indonesia,
pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN
tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan
pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.

6
Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum
wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang
mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum
mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun
laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga kurang
mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham
perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Akhir-akhir ini  sering terdengar  sengketa antara
masyarakat dan perusahaan karena tidak terciptanya hubungan harmonis antara perusahaan
dengan lingkungan masyarakat disekitarnya. Masyarakat merasa perusahaan hanya
memperhatikan kepentingan bisnis tanpa memperhatikan kesulitan kehidupan sosial masyarakat
seperti pencemaran dan kerusakan jalan akibat aktivitas perusahaan. Konflik antara perusahaan
dengan masyarakat sangat mengancam kelangsungan kegiatan produksi. Untuk menjaga
kelangsungan perusahaan dan mendorong terciptanya hubungan baik dengan masyarakat
pemerintah mengeluarkan kebijakan mewajibkan perusahaan melakukan tanggung jawab sosial
terhadap lingkungan yang disebut " coperate social responsibility (CSR)". Kebijakan CSR diatur
dalam UU No. 40 tahun 2007 pasal 64 yang mengatakan perusahaan yang menjalankan kegiatan
usaha dibidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Seperti apa tanggung jawab direksi menurut undang undang no 19 tahun 2003 ?
2. Apakah arti BUMN dan berapa macam bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) ?
3. Seperti apakah kebijakan CSR yang diwajibkan oleh perusahaan ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertanggung Jawaban Direksi Dalam UUPT

Pengaturan tentang tanggung jawab dan kewenangan direksi diatur


dalam Pasal 92 sampai 107 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan.
Pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud, wajib dilaksanakan setiap
anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Yang
dimaksud dengan penuh tanggung jawab adalah memperhatikan perseroan
dengan seksama dan tekun dalam menjalankan perusahaan sebagaimana
fungsinya sesuai dengan tujuan dan maksud dari perusahaan tersebut. 4

Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang


diberikan hak dan kewenangan penuh untuk bertindak untuk dan atas nama
perseroan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa jalanya perseoran,
termasuk mengenai pengelolaan harta kekayaan perseroan bergantung
sepenuhnya pada direksi perseroan. Direksi sebagai orang kepercayaan
dalam perseroan, diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan
mamfaat yang optimum bagi para pemegang saham, serta dapat pula
menjalankan dan mengembangkan perusahaan berdasarkan maksud dan
tujuan perseroan. Hal ini sesuai dengan UUPT dalam Pasal 92 ayat (1) dan
ayat (2), yaitu:

Pasal 92

1) Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan


perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
2) Bahwa direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang

4
Jamil Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (menurut Undang-Undang No. 40 Tahun
2007), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal; 117.

4
tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar.

Berdasarkan pasal tersebut, sangat jelas bahwa direksi dalam


menjalankan dan melakukan pengelolaan terhadap perusahaan haruslah
berdasarkan asas good faith (iktikad baik), yaitu semata-mata demi tujuan
perseroan dan harus berdasarkan UUPT dan anggaran dasar yang telah
disepakati bersama.

Tindakan direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha perseroan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, dianggap
merupakan tindakan yang melampaui kapasitas perseroan. Tindakan yang
tidak sesuai dengan kapasitas perseroan, berkaitan dengan doktrin ultra
vires (ultra vires doctrine). Dalam dictionary of english laws asas ultra vires
diartikan sebagai beyond the powers, tindakan diluar kekuasaannya
(beyond the power)5, yaitu tindakan direksi yang tidak sesuai dengan
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Selain doktrin ultra vires, ada juga
doktrin yang berdasarkan prinsip piercing the corporate veil, yang diartikan
sebagai suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang
atau perusahaan lain atas tindakan hukum yang dilakukan oleh perusahaan
pelaku, tanpa mempertimbangkan bahwa sebenarnya perbuatan tersebut
dilakukan oleh/atas nama perseroan pelaku.6

Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi
hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal ini ada dua
hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires perseroan, yaitu:

a. Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang


berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang
berada diluar maksud dan tujuan perseroan.

5
M Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal: 66.
6
Munir Fuady, Op.Cit., hal: 87.

5
b. Merupakan tindakan dari direksi perseoan yang berada diluar
kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang
berlaku, termasuk anggran dasar.7
c. Mengenai kelalaian atau kesalahan direksi perseroan dalam
menjalankan tugasnya sebagai direksi telah diatur dalam UUPT yaitu:
Pasal 97
1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 92 ayat (1)
2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan
setiap anggota direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab.

7
Gunawan Wijaya, Tanggung JAwab Direksi Atas Kepalitian Perseoan, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hal: 22.

5
3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).

Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) tersebut di atas, dengan jelas dan


tegas menyebutkan bahwa apabila direksi melakukan kesalahan dalam
menjalankan tugasnya sebagai direksi perusahan maka ia bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian perseroan akibat kelalaiannya
tersebut.

B. Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Good Corporate


Governance (GCG)

Tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih biasa disebut
dengan corporate good governance (GCG) sangatlah penting untuk
diterapkan dalam menjalankan suatu perusahaan, karena dalam good
corporate governance, masing-masing organ perusahaan dalam
melakukan pengelolaan terhadap perusahaan memiliki perencanaan
dan pengawasan yang sangat memperhatikan tujuan perusahaan
berlandaskan aturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran
dasar.

Good corporate governance adalah sistem dan struktur untuk


mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang
saham (stakeholders value) serta mengalokasi berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditor,
supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan
masyarakat luas. 8

Good Corporate Governance sendiri dapat didefinisikan sebagai


suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ
perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai

8
Hessel Nogi Tangkilisan, Mengelola Kredit berbasis Good Corporate Governance,
Balairung, Yogyakarta, 2003, hal: 11.

6
tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma
yang berlaku.9

Direksi dalam menjalankan perusahaan haruslah memperhatikan


kepentingan shareholder (pemegang saham), kreditur, karyawan, dan
seluruh stakehoder yang terlibat dalam kepegurusan perusahaan.
Sehingga dalam mengelola perusahaan, direksi harus memiliki iktikad
baik dan harus memperhatikan tujuan dan kepentingan dari
perusahaan.

Dewan direksi dalam suatu perusahaan juga akan menentukan


kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan secara jangka
panjang maupun jangka pendek, sehingga direksi haruslah melakukan
perencanaan yang matang dalam pengelolaan perusahaan sehingga
strategi yang dirumuskan oleh direksi akan mengacu kepada tujuan
dan kepentingan perusahaan berdasarkan anggaran dasar.

GCG pada prinsipnya memiliki kesamaan makna yang menekan


pada bagaimana mengatur hubungan antara semua pihak
(stakeholder) yang berkepentingan dengan perusahaan yang
diujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan , yang meliputi
hal-hal sebagai berikut :10

a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran


Dewan Komisaris, Direksi,Rapat Umum Pemegang Saham dan para
stakeholder lainnya.
b. Suatu sistem check and balance mencakup perimbangan kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua
9

Siswanto Sutojo & E. John Alridge, Good Corporate Governance Tata Kelola
Perusahaan yang Sehat, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2008, hal: 1.
10
Joni Emirzon, Prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Genta Press, Yogyakarta,
2007, hal: 94.

7
peluang pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset
perusahaan.
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.

Pengendalian terhadap perusahaan oleh direksi, komisaris, dan para


stakeholder lainnya yang dilakukan secara harmonis dan koordinatif maka
akan menghasilkan sistem yang seimbang terkait dengan kewenangan
masing-masing organ yang sesuai dengan tujuan perusahaan dan sekaligus
pengukuran kinerja organ perusahaan yang berlandaskan GCG.

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate


governance yaitu:11

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam


melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.

11

Thomas S. Kaihatu dalam jurnal Good Corporate Governance dan Penerapannya di


Indonesia, hal: 2.

7
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Peran direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan haruslah


berdasarkan tujuan perseroan dan untuk kepentingan perseroan. Direksi
dalam wewenangnya menjalankan perusahaan juga sesuai dengan kebijakan
yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan UU PT dan/atau
Anggaran Dasar. Sehingga, direksi bertanggungjawab atas pengurusan
perseroan dalam hal pengelolaan demi kepentingan dan tujuan perusahaan.
Selain itu setiap anggota direksi juga bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya.

C. Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang permodalannya
seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Di Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan
untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Menurut BUMN merupakan

8
Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang bersal dari kekayaan Negara yang dipisahkan12.

Berdasarkan Undang- Undang No. 19 tahun 2003 Pasal 1 dijelaskan bahwa


pengertian dari Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, dan
kegiatan utamanya adalah untuk mengelola cabang- cabang produksi yang penting bagi
negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.13

Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1232/kmk.013/1989 pasal 2 yang


dimaksud dengan badan usaha milik negara adalah badan usaha dan anak perusahaan
BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara. Karena seluruh modalnya dimiliki
14
oleh negara berarti manajernya sangat dipengaruhi oleh pemerintah. Menurut
instruksi presiden no. 7 tahun 1967, perusahaan negara diubah bentuknya menjadi
BUMN dan disederhanakan menjadi perusahaan jawatan (PERJAN), perusahaan umum
(PERUM) , dan perusahaan perseroan (PERSERO).

D. Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara


a. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah BUMN yang seluruh modalnya termasuk dalam
anggaran belanja negara yang menjadi hak dari departemen yang bersangkutan . Tujuan
perjan adalah pengabdian dan melayani kepentingan masyarakat yang ditujukan untuk
kesejahteraan umum. Sekarang sudah tidak ada perusahaan BUMN yang menggunakan
model perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-perjan tersebut sesuai
dengan Undang Undang (UU) Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, khususnya tentang
Ketentuan Peralihan Pasal 93 dinyatakan bahwa dalam waktu dua tahun terhitung sejak
undang – undang berlaku, semua BUMN yang berbentuk perjan harus sudah diubah
bentuknya menjadi perum atau perseroan. Contoh BUMN yang dahulunya Perjan, yaitu
Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang berada di bawah Departemen Perhubung,
tahun 1991 berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), kemudian
12
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2005/45TAHUN2005PP.HTM
13
PP Undang-undang Nomor 19 tahun 2003
14
https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=8686

9
menjadi Perusahaan Negara Kereta api (Penka), terakhir berubah menjadi PT Kereta Api
Indonesia (PT.KAI). Serta Perjan Pegadaian yang berada di bawah Departemen
Keuangan Berubah menjadi Perum Pegadaian. Dengan demikian, sejak tahun 2003 tidak
ada lagi BUMN yang berbentuk Perjan.

9
b. Perusahaan Umum (Perum)
Perusahaan umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
atau jasa yang bermutu dan sekaligus mencari keuntungan yang berdasar prinsip
pengelolaan perusahaan. Statusnya adalah suatu badan hukum berbentuk perusahaan
negara yaitu UU No.19 PP tahun 1960 dan PP tentang pendirian usaha. Modal seluruhnya
dimiliki oleh negara dan kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN. Dapat melakukan
penyertaan modal dalam badan usaha lain dan dapat memperoleh kredit dari dalam dan
luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi. Kepengurusan atau alat
kelengkapan perum terdiri dari menteri, direksi, dan dewan pengawas. Direksi bertugas
sebagi pemimpin perum yang pengangkatan dan pemberhentiannya ditetapkan oleh
menteri. Dewan pengawasan bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi. Usaha perum adalah melayani kepentingan umum berupa penyediaan
barang atau jasa yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh masyarakat dan sekaligus
memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Menteri yang ditunjuk diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemilik modal dan
memiliki kewenangan dalam mengatur kebijakan melalui mekanisme dan ketentuan
peraturan perundang – undangan. Berstatus badan hukum, sebagian besar kegiatannya
bergerak di bidang jasa layanan umum. Contoh Perum diantaranya Perum Pegadaian
(Perusahaan Umum Pengadaian), Perum DAMRI (Perusahaan Umum Djawatan
Angkutan Motor Republik Indonesia), Perum Jasatirta, Perum Peruri, Perum Perumnas,
Perum Balai Pustaka, dll.
c. Perseroan Perusahaan perseroan (perseroan)
perusahaan negara yang modalnya berbentuk saham dan sebagian dari modal tersebut
milik negara. Perseroan bergerak pada bidang usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Perangkat perseroan terdiri dari RUPS, direksi, dan komisaris. Contoh
perseroan milik negara yaitu PT PLN, PT Pos Indonesia, PT Kereta Api Indonesia, PT
Telkom, dan sebagainya. Kepengurusan Persero terdiri atas:
 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ
Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Menteri

10
bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan
bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal
tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
 Direksi, Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS. Dalam
hal ini Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi
ditetapkan oleh Menteri. Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
 Komisaris, Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS.
Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian
Komisaris ditetapkan oleh Menteri. Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5
(lima) tahun .

D. Penerapan CSR (Corporate Social Responsibility)

CSR merupakan singkatan dari Corporate Social Responsibility yang berarti


tanggung jawab sosial  sebuah perusahaan terhadap stakeholder yang terdiri dari 3P
(Profit, People, Planet). Pada intinya CSR adalah bagaimana dari sebuah perusahaan itu
memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat (people) dan kelestarian
lingkungan hidup (planet) disekitar mereka dengan tetap tidak lupa memperhitungkan
keuntungan (profit) jangka panjang yang akan didapat. CSR sendiri diatur dalam UU No.
40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, kewajiban pemberian CSR tersebut hanya
terbatas pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
Sumber Daya Alam (SDA).

Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR ) salah satunya yaitu terhadap
lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup yang menegaskan bahwa setiap orang
yang melakukan kegiatan usaha berkewajiban:

 Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu.
 Menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan hidup.

11
 Mentaati kententuan tentang mutu lingkungan hidup atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.

11
Tujuan CSR jelas agar perusahaan yang berproduksi memanfaatkan sumber daya
alam memperhatikan dampak yang timbul terhadap kerusakan kelestarian lingkungan
sehingga menganggu kehidupan sosial masyarakat. Eksploitasi terhadap sumber daya
alam tanpa memperhatikan lingkungan mampu merusak ekosistem yang mengancam
kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakat karena tercemarnya fungsi sungai sebagai
15
sumber kehidupannya dalam bertani atau mencari ikan. Perusahaan diminta
memprogramkan pembangunan lingkungan yang menyentuh langsung kepentingan
masyarakat seperti membangun sarana kesehatan, sekolah dan bantuan bea siswa dan
modal bagi UKM sehingga memperkecil kesenjangan sosial antara kehidupan karyawan
dan penduduk asli.

Kebijakan program CSR juga diwajibkan bagi perusahaan dalam rangka penanaman
modal. Kewajiban tersebut diatur dalam UU No.25 tahun 2007 pasal 15 ayat b yang menegaskan
setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan
pasal 16 ayat d mengatakan setiap penanaman modal bertanggung jawab menjaga kelestarian
lingkungan. Artinya perusahaan penanaman modal berkewajiban memprogramkan kegiatan CSR
sehingga dapat meningkatkan jaminan kelangsungan aktivitas perusahaan karena ada nya
hubungan yang serasi dan saling ketergantungan antara pengusaha dan masyarakat.

CSR merupakan kewajiban perusahaan harus mengalokasikan anggaran setiap tahun,


namun bagi perusahaan anggaran CSR bukan merupakan sumbangan sosial tetapi dihitung
sebagai biaya perseroaan artinya perusahaan tidak merugi bahkan dapat diperhitungkan biaya
waktu menghitung pajak perusahaan. Bagi perusahaan yang melanggar kewajiban CSR
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kelemahan
penerapan sanksi saat ini dikarenakan sampai sekarang pemerintah belum mengeluarkan
peraturan pemerintah tentang sanksi.

Sebenarnya manfaat implementasi CSR telah dirasakan jauh sebelumnya oleh Astra
dengan program CSR terpadu berupa pembinaan terhadap UKM melalui lembaga bisnis binaan
Astra yakni Yayasan Astra. Hasilnya sejak tahun 1990 hingga 2011 telah dibina 9.250 UKM

15
https://www.kompasiana.com

12
dimana 432 UKM merupakan sub kontraktor yang menyuplai bahan baku untuk industri
otomotif Astra Group. CRS kontribusinya dalam bisnis sangat signifikan contohnya untuk
industri mobil 68 persen muatan lokal menggunakan produksi dalam negeri dimana 71 persen
merupakan bahan baku yang disuplai subkontraktor UKM binaan Astra (Artikel datangkan profit
untuk perusahaan dan publik, koran Jakarta 27 April 2011)

Dalam perkembangannya kesadaran perusahaan atas CSR semakin kuat karena CSR yang
dirancang dengan baik mampu mendukung strategi bisnis yang memperkuat brand image
perusahaan. Mengutip koran Jakarta 27 April 2011 " Korporasi sudah menjadikan CSR sebagai
DNA perusahaan yakni faktor penting yang menggerakan sendi-sendi perusahaan didalam
mengembangkan bisnisnya" Program CSR diawal tahun 2011 oleh sejumlah agen tunggal
pemegang merek (ATPM) seperti Toyota Astra Motor (TAM) membangun Toyota Eco Island
(TEI) diatas area ancol Jakarta Utara seluas 15.000 meter persegi. TEI dibangun dengan
mengutamakan estetika, zonasi dengan banyak kawasan yang terbuka hijau dengan jenis
tanaman yang memiliki habitat hidup dipantai dan tanaman langka 50 spepisies. Biaya TEI
diperoleh dari program Car for Tree dimana TAM menyisihkan Rp.35.000 setiap unit mobil
yang terjual selama periode Juli - Desember 2010. Lain lagi yang dilakukan oleh Honda program
CSR tahun 2010 membangun Taman Tebet Honda berlokasi di Tebet Barat, Jakarta Selatan,
karena Honda fokus dan konsisten pada persoalan lingkungan. Nilai anggaran CSR mereka
berbeda-beda tiap tahun dari ratusan juta hingga milyaran.

Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dari aspek kehidupan sosial masyarakat dan
aspek pelestarian lingkungan memberikan image positip kepada masyarakat. Image positip yang
dibangun melalui CSR memberikan dampak kebaikan kepada perusahaan dikarenakan akan
memperkuat brand image perusahaan atau merek yang pada akhirnya merupakan media promosi
yang produktif atas produk-produk yang mereka jual kepasaran.

13
13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertanggung jawaban direksi dikaitkan dengan pasal 97 ayat (3) yaitu Setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. Selain itu, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau
seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa
perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. CSR
bisa dikatakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara
etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada
umumnya.

B. Saran

Sebaiknya direksi dalam melakukan peminjaman utang kepada


perusahaan lain haruslah meminta izin dari komisaris dan direksi dalam
melakukan pengelolaan terhadap perusahaan memiliki prinsip prinsip good
corporate governance agar terciptanya koordinasi yang baik antara
komisaris. Dalam pelaksanaan dan penerapan CSR, sebaiknya tujuan dan fokus utamanya
adalah kesejahteraan masyarakat dan upaya pelestarian lingkungan sebagai bentuk tanggung
jawab sosial perusahaan. Selain itu bahwa Persero, Perjan dan Perum sebagai bentuk dari
BUMN yang merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan

14
negara yang dipisahkan, sebaiknya memiliki tujuan untuk memajukan kesejahteraan

rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Gatot Pramono, Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan


Perdata di Pengadilan,Rineka Cipta, Jakarta, 2007.

Gunawan Wijaya, Tanggung JAwab Direksi Atas Kepalitian Perseoan, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Hessel Nogi Tangkilisan, Mengelola Kredit berbasis Good Corporate


Governance, Balairung, Yogyakarta, 2003.

Jamil Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (menurut Undang-Undang No. 40


Tahun 2007), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola kemitraan dan Badan


hukum), Refika Aditama, bandung, 2006.

Joni Emirzon, Prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Genta Press,


Yogyakarta, 2007.

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003.

M Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Ridwan Khairandy & Camilia Malik, Good Corporate Governance :


Perkembangan Pemikiran, dan Implementasinya di Indonesia, Kreasi
Total, Yogyakarta, 2007.

Siswanto Sutojo & E. John Alridge, Good Corporate Governance Tata Kelola
Perusahaan yang Sehat, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2008.

Thomas S. Kaihatu dalam jurnal Good Corporate Governance dan


Penerapannya di Indonesia.

15
https://www.kompasiana.com

PP Undang-undang Nomor 19 tahun 2003


https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=8686

https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2005/45TAHUN2005PP.HTM

https://www.berpendidikan.com/2015/06/bentuk-bentuk-badan-usaha-milik-negara-bumn.html

https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-bumn.html

15

Anda mungkin juga menyukai