ADITIYA RACHMAWATI
120117322
KP A
Fakultas Hukum
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat sekarang ini, kebanyakan negara di dunia menggunakan sistem demokrasi
untuk pemerintahannya. Tentu hal ini menjadi pertanyaan: Apa itu demokrasi? Dan
bagaimana system demokrasi yang deterapkan di Indonesia.
Demokrasi merupakan alternative terbaik bagi para penganut paham Negara modern
karena bentuk Negara modern adalah Negara hukum. Dalam setiap Negara Hukum, dianut
dan dipraktekkan adanya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta
masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Dengan adanya
peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tersebut, setiap peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan dapat diharapkan benar-benar
mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan
diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan
untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin
kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Artinya, negara hukum yang
dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau
negara hukum yang demokratis. Dengan perkataan lain, dalam setiap Negara Hukum yang
bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap Negara
Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Seperti apakah yang dimaksud dengan sistem demokrasi?
2. Apa yang dimaksud dengan demokrasi sistem referendum ?
3. Kelemahan dan kelebihan apa saja yang dimiliki oleh sistem referendum ?
4. Selain di Negara Swiss apakah referendum jugs dilakukan di Indonesia ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem demokrasi
2. Mengetahui sistem referendum lebih dalam
3. Mengetahui kelemahan dan kelebihan apa saja yang ada pada sistem referendum
4. Mengetahui lebih jauh mengenai referendum yang dilakukan Indonesia
D. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu,
dengan mengkaji berbagai sumber tertulis diantaranya; buku, dan sumber-sumber dari
internet.
3
BAB II
A. SISTEM DEMOKRASI
4
Maka dari itu banyak kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,
misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran
untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak
akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional
(bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
5
7) Harris Soche berpendapat bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat karena
itu kekuasaan melekat pada rakyat.
6
Demokrasi formal ialah demokrasi yang mengagungkan persamaan pada bidang
politik, tanpa mengurangi kesenjangan di bidang ekonomi. Pada demokrasi jenis itu,
secara formal orang dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama, misalnya
setiap orang mempunyai hak untuk memilih, untuk mengeluarkan pendapat, untuk
menjadi wakil rakyat dan sebagainya. Karena dalam bidang ekonomi digunakan juga
asas persaingan bebas, maka terjadilah jurang pemisah anatar si kaya dan si miskin.
2) Demokrasi Material
Demokrasi material, ialah demokrasi yang mennitik beratnya diarahkan pada usaha-
usaha menghilangkan jurang pemisah pada bidang ekonomi. Pada demokrasi ini
persamaan bidang politik kurang diperhatikan. Bahkan sering kali dihilangkan. Untuk
menghilangkan jurang pemisah pada bidang ekonomi, partai politik yang
berkebetulan berkuasa sering mengatasnamakan negara menjadikan segala sesuatu
sebagai hak milik negara, sehingga tidak diakui adanya hak milik pribadi.
3) Demokrasi Gabungan
Demokrasi gabungan, ialah demokrasi yang mengambil kebiakan dan membuang
keburukan dari demokrasi formal dan demokrasi material. Persamaan derajat dan hak
setiap orang tetap diakui, tetapi sering dibatasi. Usaha-usaha pemerintah untuk
mensejahterakan rakyat diusahakan jangan sampai memperkosa apalagi
menghilangkan persamaan derajat dan hak asasi rakyat.
Bentuk-bentuk demokrasi ditinjau dari pemegang kekuasaan pemerintahan,
antara lain :
7
Pada negara demokrasi yang memakai sistem pemisahan kekuasaan ini, pepala
negara dengan nyata mempunyai kekuasaan yang besar sekali. Dia adalah sebagai
kepala badan eksekutif. Disini badan eksekutif itu terpisah dari badan legislatif,
demikian juga badan yudikatif itu berdiri sendiri.Contoh : Amerika Serikat. Di
amerika serikat, presiden sebagai kepala badan eksekutif dipilih langsung oleh
pemilih-pemilih yang khuus dipilih rakyat intuk itu. Dia mengangkat materi-materi
yang akan memimpin berbagai kementrian. Menteri-menteri itu tidak bertanggung
jawab kepada kongres, melainkan kepada presiden. Presiden dipilih untuk waktu 4
tahun.
8
B. DEMOKRASI SISTEM REFERENDUM
9
Referendum fakultatif (referendum yang tidak wajib)
Referendum fakultatif adalah refendum yang menentukan apakah suatu undang-
undang yang sedang berlaku dapat terus dipergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya
perubahan-perubahan.
referendum konsultatif
Referendun konsultatif adalah referendum yang menyangkut soal-soal teknis.
Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan
persetujuannya.
Sistem referendum ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut yaitu :
1). tugas pembuat undang-undang (legislatif) berada di bawah pengawasan rakyat
yang mempunyai hak pilih
2). legislatif adalah representasi dari rakyat
3). eksekutif dipilih oleh legislatif untuk waktu 3 tahun lamanya dan dapat dipilih
kembali
4). kestabilan dari sistem ini dipengaruhi oleh adanya kesepahaman antara
eksekutif selaku pemegang kebijakan politik dengan rakyat
10
tersebut memungkinkan rakyat untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga legislatif
yang kinerjanya buruk dan lamban, dan sekaligus merupakan alat yang sangat berguna
untuk pendidikan para pemilih. (John H. Ferguson dan Dean E. McHenry, 1961:
232).Namun demikian, ada banyak ahli dan para elit politik yang sedang memegang
kekuasaan, baik sebagai eksekutif maupun legislatif, yang menentang dikembangkannya
lembaga inisatif rakyat dan referendum. Alasan mereka biasanya antara lain, baik inisiatif
maupun referendum merupakan alat yang meletakkan beban tambahan pada para pemilih
yang sudah mendapat beban yang berlebihan.
Beban demikian bisa berupa beban tenaga, karena bisa jadi sebentar-sebentar rakyat
harus meluangkan waktunya untuk memberikan suaranya dalam referendum. Beban juga
dapat berupa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh negara kalau banyak tuntutan
yang mempunyai kekuatan yang sah, untuk dilakukannya referendum.Keberatan lain
yang biasanya dikemukakan adalah bahwa kedua lembaga tersebut dapat berakibat
mengubah pemerintahan perwakilan dengan menghancurkan pertanggungjawaban
lembaga legislatif. Dengan kata lain, dengan adanya inisiatif rakyat dan referendum,
pembuatan kebijakan publik dan penilaian atas kebijakan tersebut yang seharusnya
menjadi tanggungjawab legislatif, dialihkan menjadi tanggungjawab rakyat. Disamping
itu, ada juga yang beralasan, bahwa karena masyarakat bernegara modern telah
sedemikian kompleks, dengan cakupan keterlibatan negara yang sedemikian luas, akan
sulit bagi masyarakat biasa untuk ikut terlibat atau ikut memikirkan secara aktif berbagai
permasalahan kenegaraan.
Akibatnya, referendum bisa jadi akan mengakibatkan kerugian, karena tidak
tepatnya pilihan yang dilakukan oleh rakyat.Ada suatu pengalaman jajak pendapat di
Amerika Serikat yang mendukung kekhawatiran tersebut, dimana suatu jajak pendapat
yang pernah dilaksanakan, telah membuat orang-orang Amerika Serikat memberikan
pandangannya mengenai Metallic metals Act, yang sesungguhnya tidak pernah ada (Ball,
Alan R., 1985: 11). Pengalaman ini digunakan sebagai petunjuk bahwa sesungguhnya
mayoritas publik tidak memiliki perhatian pada masalah-masalah yang tidak langsung
menyangkut kepentingan mereka.Berbagai alasan tersebut sesungguhnya sekedar
11
merupakan alasan elit politik untuk menutup kesempatan rakyat untuk ikut ambil bagian
secara langsung didalam pembuatan kebijakan yang akan dikenakan kepada mereka.
Alasan akan menambah beban para pemilih, jelas merupakan alasan yang dicari-
cari, karena dari pengalaman, rakyat negara kota Ahena dengan senang hati berkumpul
dipusat kota hampir setiap sebulan sekali (sepuluh kali dalam satu tahun, sesuai dengan
pembagian sidang ekklesia dalam 10 prytanis) untuk membahas bukan saja kebijakan
publik, tetapi berbagai masalah kenegaraan, bahkan untuk menentukan apakah seseorang
harus dikenai Ostrakismos atau tidak (semacam hukuman pembuangan untuk selama
sepuluh tahun bagi mereka yang oleh rakyat dipandang membahayakan kehidupan
masyarakat).
Bahkan rakyat bersedia dengan senang hati untuk menduduki jabatan-jabatan
publik, yang dari sudut ekonomi pejabat sama sekali tidak menguntungkan, dan sama
sekali tidak memberi posisi terhormat, karena semua orang melalui sistem undian dapat
menduduki jabatan yang sama.Kalau rakyat sudah tidak bersedia untuk menyediakan
sedikit waktu untuk membahas masalah kenegaraan, menurut Rousseau (1712 1778),
negara demikian sedang menghadapi keruntuhannya. Menurut pendapatnya, meluasnya
kemalasan warganegara untuk ikut ambil bagian didalam urusan-urusan publik
merupakan awal keruntuhan negara yang bersangkutan:Sekali pengabdian publik berhenti
sebagai urusan utama dari warganegara dan mereka memilih mengabdi dengan kekayaan
mereka dari pada dengan pribadi mereka, maka negara telah mendekati keruntuhannya.
Jika tentara dibutuhkan untuk perang, warganegara membayar tentara (bayaran) dan tetap
tinggal dirumah; jika dewan harus diadakan, mereka menunjuk wakil dan tinggal
dirumah.
Dengan menjadi malas dan membelanjakan uang, mereka pada akhirnya
memperoleh tentara untuk memperbudak negeri dan wakil untuk menjualnya (Rousseau,
1974: 78).
12
biaya yang tidak jelas, atau untuk menyediakan berbagai fasilitas mewah bagi para
pejabat. Bahkan, dengan adanya hak referendum akan mengurangi biaya tour keluar
negeri para pembuat kebiiakan negara, yang selama ini alasannya adalah untuk
mempelajari perundang-undangan dinegara lain, karena penentuan diterima tidaknya
suatu rancangan undang-undang tergantung pada kehendak rakyat, yang tidak perlu
belajat keluar negeri.
Bagaimanapun, dengan kedua hak tersebut, suara dan kehendak rakyat menjadi
lebih nyata didalam menentukan jalannya pemerintahan negara. Selain itu rakyat juga
tidak bisa menyelesaikan semua masalah kenegaraan, karena keterbatasan kemampuan
rakyat mengenai pemerintahan.Dan juga Tidak semua rakyat memiliki pengetahuan
tentang undang-undang yang baik danbenar serta pembuatan undang-undang sehingga
prosesnya akan berjalan lambat.
13
masih bertahan di Timor Timur untuk melakukan evakuasi ke Pulau Kambing
(Pulau Atauro).
Selepas kepergian Portugal, partai-partai mulai berdiri di Timor Timur. Ada
tiga partai yang merupakan partai terbesar di Timor Timur, yakni UDT (Uniao
Democratica Timorense), APODETI (Associacao Popular
Democratica Timorense), dan FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste
Independente). Ketiga partai tersebut memiliki visi yang berbeda bagi Timor
Timur kedepannya. UDT menginginkan bila Timur Timur tetap berada di bawah
kekuasaan Portugal. APODETI menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan
Indonesia. Sementara FRETILIN yang beraliran komunis menginginkan Timor
Timur menjadi negara yang meredeka.
Perbedaan ini kemudian menyebabkan kerusuhan menyebar di sepenjuru
Timor Timur. Keadaan diperparah dengan adanya vacum of power di Timor Timur
antara bulan Spetember, Oktober, dan November. Laporan resmi yang dirilis oleh
PBB menyebutkan bila selama masa tersebut FRETELIN melakukan pembantaian
terhadap 60.000 penduduk sipil. Sebagian besar dari penduduk yang dibantai
adalah wanita dan anak-anak yang suami mereka merupakan pendukung faksi
integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Lalu pada tanggal 28 November 1975,
FRETELIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Timur
sebagai Republik Demokratik Timur Leste.
Atas kejadian pembantaian serta deklarasi kemerdekaan Timor Timur yang
dilakukan oleh FRETELIN, kemudian pada tanggal 30 November 1975 kelompok
pendukung integrasi mengadakan proklamasi di Balibo yang menyatakan bahwa
Timor Timur menjadi bagian dari NKRI dimana naskah proklamasi tersebut
ditandatangani oleh ketua APODETI, Arnaldo dos Reis Araujo , dan ketua UDT
yaitu Francisco Xavier Lopes da Cruz. Mereka juga meminta dukungan Indonesia
untuk mengambil alih Timor Timur dari kekuasaan FRETILIN.
Pada tanggal 7 Desember 1975 dengan sandi Operasi Seroja, pasukan
Indonesia tiba di Timor Timur. FRETILIN lalu memaksa ribuan rakyat untuk
14
mengungsi ke daerah pegunungan.Mereka dijadikan sebagai human shieldsguna
melawan tentara Indonesia.
Berdasarkan pada UU No. 7 tahun 1976dan Peraturan Pemerintah No 19
tahun 1976, Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia. Hanya ada
beberapa negara yang mengakui integrasi Timor Timur dengan Indonesia
diantaranya negara-negara ASEAN serta Argentina. Sementara PBB beserta
negara-negara barat menolak untuk mengakui integrasi tersebut.
Selama kurun waktu 1975 – 1999 dilaporkan bila korban tewas lebih dari
200.000 jiwa. Seperti yang telah disebutikan diatas bila PBB secara resmi
melaporkan 60.000 orang tewas dibunuh oleh FRETELIN. Sisanya tidak diketahui
secara pasti penyebab kematiannya. Tetapi CAVR (Comissão de Acolhimento,
Verdade e Reconciliação de Timor Leste atau Commission for Reception, Truth
and Reconciliation in East Timor)melaporkan bila 183.000 orang telah tewas di
tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia. Sayangnya dalam laporan
ini tidak secara rinci disebutkan bagaimana proses pembunuhan menggunakan
bahan kimia itu berlangsung. Sehingga kebenaran dari laporan ini dapat
dipertanyakan mengingat bila Portugal juga memiliki kepentingan terhadap Timor
Timur sebagai bekas wilayah jajahannya.
Amerika Serikat dan Australia pun menuduh Indonesia telah melakukan pelanggaran
HAM berat selama masa pendudukan di Timor Timur. Kondisi Indonesia yang menerima
tuduhan seperti itu diperparah
15
sebagai organisasi yang merupakan kepanjangan tangan dunia barat, syarat yang
diberikan oleh IMF ini tidak terlepas dari kepentingan barat terhadap Timor Timur.
Indonesia pada akhirnya bersedia untuk melakukan referendum bagi Timor
Timur. Referendum dilakukan pada tanggal 30 Agustus 1999 saat Indonesia
dipimpin oleh B.J. Habibie. Dalam referendum yang dilaksanakan oleh PBB ini,
Timor Timur diberikan dua opsi. Opsi pertama yakni Timor Timur tetap menjadi
bagian dari Indonesia dan diberikan otonomi yang luas. Sedangkan opsi kedua
adalah Timor Timur melepaskan diri dari Indonesia.
Referendum diikuti oleh 98,6% penduduk yang terdaftar atau sekitar
450.000 penduduk Timor Timur. Hasil referendum diumumkan pada tanggal 4
September 1999 oleh Koffi Anan dengan hasil 344.508 (78,5%) suara untuk
kemerdekaan dan 94.388 (21,5%) untuk integrasi. Hingga tahun 2002 Timor
Timur berada di bawah PBB dan baru tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur resmi
diakui kemerdekaannya secara internasional sebagai Republik Demokratik Timor
Leste.
BAB III
16
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setiap sistem yang dilakukan oleh pemerintah merupakan hasil dari musyawarah bersama
dengan tujuan agar masyarakat menjadi lebih baik dan juga sejahtera. Pada sistem
referendum ini dimana rakyat diikutsertakan dalam urusan pemerintahan dan rakyat juga
diutamakan di dalamnya, tetapi pada sistem ini terdapat kelemahan yaitu referendum
memerlukan biaya yang besar selain itu perbedaan pengetahuan antara rakyat dengan
para pemerintah akan menyulitkan jalannya pemerintahan dan juga dalam pembuatan
undang-undang.
B. SARAN
Sebagai warganegara yang baik, diharapkan agar para pembaca ikut serta dalam
memajukan Negara. Karena pada dasarnya hubungan baik yang terjalin antara
pemerintah dengan rakyat akan membuat suatu Negara menjadi maju dan juga sejahtera
dimana hal itulah yang selalu didambakan di setiap Negara.
DAFTAR PUSTAKA
17
Abdulkarim, Aim. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA Kelas II Jilid 2. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Aminah, Siti, & Wijianti. 2005. Kewarganegaraan: Citizenship. Jakarta: Piranti Darma
Kalokatama.
Dahlan, Saronji. 2004. Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas VIII Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
https://www.scribd.com/doc/226007512/Perbandingan-Referendum-Timor-Leste-Tahun-
1999-Dengan-Referendum-Crimea-Tahun-2014#download
https://www.academia.edu/8208869/MAKALAH_SISTEM_PEMERINTAHAN
http://marisamunte.blogspot.co.id/2014/04/makalah-pkn-tentang-sistem-
pemerintahan.html
http://khairunnasri2.blogspot.co.id/2014/11/demokrasi-dan-demokrasi-di-indonesia.html
http://click-gtg.blogspot.co.id/2009/04/sistem-pemerintahan.html
http://benyyoyoi.blogspot.co.id/2013/03/konsep-demokrasi-bentuk-demokrasi-
dalam_9810.html
18