PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan ARDS?
2. Apa penyebab dari ARDS?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk ARDS?
6. Bagaimana komplikasi ARDS?
7. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
kasus ARDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang ARDS.
2. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
3. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
4. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
6. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.
8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru
total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma
dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi
darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut,
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan
langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo,
2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupun intra alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)
2.2 Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya
paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000
pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang
mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain
termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap
atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan
intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
3
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.
http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html
09.42, 140909
2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya
bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-
paru:
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
4
l. Terapi radiasi
m. Trauma hebat, Cedera pada dada
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya
penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi
bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu
faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah
sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya
ARDS adalah:
Sistemik : a. Syok karena beberapa penyebab
b. Sepsis gram negative
c. Hipotermia, Hipertermia
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,
Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
f. Eklampsia
g. Luka bakar
Pulmonal : a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
d. Pneumositis
Non-Pulmonal : a. Cedera kepala
b. Peningkatan TIK
c. Pascakardioversi
d. Pankreatitis
e. Uremia
2.4 Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
5
dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium,
inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi
fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding
alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan
yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi
lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling
dan fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12
bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan
cederanya.
6
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area
permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel
yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami
trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat
segera sebelum awitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya
terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai
berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari beberapa
hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari ARDS.
Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat
serangan sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal
125).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah
sampai 3 kali normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk
ke jaringan interstisiel dan terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000, hal 109).
7
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai
koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
( YasminAsih Hal 128 ).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah
kelainan dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya
berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen
dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak
akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat
menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma terjadi atau
beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi
serius seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya
menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya. Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan:
a. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba
b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh
kegagalan organ lain)
c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak
sangat sakit.
http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html
09.42, 140909
2.6. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru
maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya
ARDS dapat dicurigai ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang
8
luas dimana tidak terdapat pneumonia. Kadar FiO 2 yang tinggi diperlukan untuk
mempertahankan PO2. Kecurigaan tergadap ARDS bils didapatkan sesak napas
yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada paru yang terjadi secara akut
sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
• Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi,
yakni, bunyi gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi
basal susah untuk dibedakan antara ARDS dengan edema jantung, akan
tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS. Demikian pula tanda
bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan pada
ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada
edema jantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema
kristaloid pada ARDS koloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung
dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian oksigen dimana pada
edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt
sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada FiO 2 dan
PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru.
Kriteria yang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus
infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru
(lung compliance) dan bertambahnya shunt (QS/QT). PaO2/FiO2 < 200
sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter
2.7 Penatalakasanaan
Tujuan terapi
a. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
b. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
c. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
a. Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
b. Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang
inflamasi eosinofilik)
9
c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienesmungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
a. Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian, menggunakan
ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b. Pembatasan cairan
c. Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin
10
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keadaan Umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk
kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat,
Tenggelam DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation),
Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass yang lama, PIH (Pregnand
Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala,
cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak
berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat
merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi
2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi
basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi
pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi
jantung normal tanpa murmur atau gallop.
11
B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi),
tremor.
B4 (Bowel) :-
B5 (Bladder) : -
B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari
dirawat.
3. Pemeriksaan Diagnostik
LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya
normal.
Tes fungsi paru : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai
gangguan pertukaran udara.
BGA : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.
Biopsi Darah :
PaO2/FiO2 < 200 = ARDS
PaO2/FiO2 < 300=ALI
Foto thorak dan CT : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada
region perihilir paru yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial
bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan
semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru
kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambaran kemajuan
hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan
hiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada
tahap lanjut terjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau,
dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).
Shunt Measurement (Qs/Qt) : tidak terdapat korelasi antara FiO2 dengan PaO2.
Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
Berguna dalam membedakan ekstrapulmoner dan paru penyebab resp.
failure. kegagalan.
For any age, an Aa gradient > 20 mm of Hg is always abnormal. Untuk
setiap usia, seorang Aa gradien> 20 mm Hg selalu abnormal.
A-a O2 Gradient = [ (FiO2) * (Atmospheric Pressure - H2O Pressure) - (PaCO2/0.8) ] -
12
PaO2 from ABG
Normal Gradient Estimate = (Age/4) + 4
High gradients result from impaired diffusion or, more commonly, by ventilation-
perfusion inequality of the "shunting" variety. A normal A-a gradient is less than
10 torr. The age (years) / 4 + 4 is another conservative estimate of a normal
gradient.
The calculations above assume 100% humidity at sea level and a respiratory
quotient of 0.8, using the alveolar gas equation to determine PAO2:
PAO2 = ( FiO2 * (760 - 47)) - (PaCO2 / 0.8)
A-a gradient = PAO2 - PaO2
13
vena dan
penurunan curah jantung, edema, hipotensi.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan
sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau
kelelahan.
6. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan gangguan kesadaran, agitasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Kriteria hasil :
Tidak mengalami aspirasi
Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru
RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit
14
Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas
kepala dan gunakan jalan nafas dengan paten.
tambahan bila perlu
Penggunaan otot-otot interkostal atau
- Catat perubahan dalam bernafas abdominal/leher dapat meningkatkan
dan pola nafasnya. usaha dalam bernafas.
15
- Peningkatan oral intake jika
memungkinkan. Peningkatan cairan per oral dapat
mengencerkan sputum.
KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV;
tempatkan di kamar humidifier sesuai Mengeluarkan sekret dan
indikasi. meningkatkan transport oksigen.
16
Intervensi Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau perubahan kompensasi untuk hipoksemia dan
pola nafas. peningkatan usaha nafas.
17
-Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi. Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi.
- Berikan pencegahan IPPB.
Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif.
- Review X-ray dada.
Untuk mencegah ARDS.
Intervensi Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan Mengetahui keadaan umum pasien.
darah, heart rate, denyut nadi (jumlah
dan volume)
Memberikan informasi tentang status
Hitung intake output dan balance cairan. Keseimbangan cairan negatif
cairan. Amati “insesible loss” merupakan indikasi terjadinya defisit
cairan.
18
tanda peningkatan total body water.
KOLABORASI
Pemberian Diuretik Mengeluarkan kelebihan cairan melalui
farmakoterapi.
19
BAB 4
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
4.2 SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21