Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERILAKU KEORGANISASIAN

MENGENAI BUDAYA ORGANISASI

Dosen Pengampu: Dian Triyani, SE. MM

Nama : Awang Megananda


NIM : B.131.18.0398

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEMARANG
2020
BAB  I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi mempunyai budayanya masing-masing yang menjadi ciri khas suatu
organisasi. Budaya sebuah organisasi memegang peranan yang cukup penting dalam
organisasi tersebut karena budaya yang baik akan dapat memberikan kenyamanan yang
kemudian menunjang peningkatan kinerja anggotanya. Sebaliknya, budaya organisasi yang
kurang baik atau yang kurang sesuai dengan pribadi anggotanya akan memicu penurunan
kinerja setiap anggota.

Dewasa ini banyak perusahaan yang mengubah budayanya agar dapat menunjang
kemajuan perusahaan tersebut. Hal ini semakin membuktikan bahwa budaya suatu organisasi
dapat sedemikian mempengaruhi sebuah organisasi. Keberlangsungan suatu organisasipun
sedikit-banyak terpengaruh oleh budaya organisasi. Sebagai contoh, budaya nepotisme di
suatu organisasi atau perusahaan sudah tentu akan mengantarkan organisasi atau perusahaan
tersebut ke gerbang kehancuran. Bagaimana tidak, dengan merekrut orang-orang yang hanya
satu ras saja atau satu keluarga dalam perusahaan tersebut tanpa merujuk pada prestasi,
kredibilitas, kemampuan serta kesetiaan pada perusahaan sudah pasti akan menurunkan
kualitas suatu perusahaan yang lama kelamaan akan tersingkir oleh perusahaan lain yang
lebih merekrut karyawan dengan kualitas yang baik tanpa melihat ras, agama atau warna
kulit.

Namun, dalam hal menciptakan serta menumbuhkan sebuah budaya organisasi tidak
hanya bertitik tumpu pada kenyamanan anggota saja. Ada banyak faktor-faktor lain yang
harus diperhatikan. Diperlukan pemikiran yang matang untuk dapat menciptakan dan
menumbuh-kembangkan budaya yang akan dapat berdampak baik perusahaan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi ?
2. Bagaimana asal muasal budaya organisasi ?
3. Bagaimanakah tingkatan budaya organisasi ?
4. Apa saja fungsi dan peran budaya organisasi ?
5. Apa saja jenis dan tipe budaya organisasi ?
6. Apa saja karakteristik budaya organisasi ?
7. Bagaimanakah membuat budaya organisasi yang etis ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Budaya Organisasi


Pengaruh budaya organisasi terhadap sikap organisasi sangat signifikan. Karena itu
membuat busaya organisasi yang sifatnya unik untuk setiap organisasi amatlah penting.
Untuk itu perlu dipahami apa budaya organisasi itu.
Budaya organisasi mempunyai makna yang luas. Walter R. Freytag mendefinisikan
budaya organisasi sebagai “a distint and shared set of conscious and unconscious
assumptions and values that binds organizational members together and prescribes
appropriate patters of behavior.”  Freytag menitik beratkan pada asumsi-asumsi dan nilai-
nilai yang disadari atau tidak disadari yang bisa mengikat kepaduan suatu organisasi. Asumsi
dan nilai tersebut menentukan pola sikap para anggota di dalam organisasi.
Peneliti lain ibarat Larissa A. Grunig, et.al., mendefinisikan budaya organisasi
sebagai “the sum total of shared values, symbols, meaning, beliefs, assumption, and
expectations that organize and integrate a group of people who work together.”
Definisi Grunig et.al. ini ibarat dengan yang telah disampaikan Freytag sebelumnya,
yaitu bahwa budaya organisasi yakni totalitas nilai, simbol, makna, asumsi, dan keinginan
yang bisa mengorganisasikan suatu kelompok orang yang bekerja secara bersama-sama.
Menurut Lathans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai
yang mengarahkan sikap anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku
sesuai dengan budaya yang berlaku semoga diterima oleh lingkungannya. Sarplin (1995)
mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu system nilai, kepercayaan dan kebiasaan
dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur system formalnya untuk
menghasilkan norma-norma sikap organisasi. Sebagai suatu cognitive framework yang
meliputi sikap, nilai-nilai, norma sikap dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh
anggota organisasi. Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai- nilai (value)
organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut
memperlihatkan arti tersendiri dan menjadi dasar hukum berperilaku dalam organisasi.
Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi
dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan
maksud semoga organisasi berguru mengatasi dan menanggulangi masalah-masalahnya yang
timbul akhir pembiasaan eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup
baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota gres sebagai cara yang benar untuk
memahami, memikirkan dan mencicipi berkanaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Mondy dan Noe (1996), budaya organisasi yakni system dari shared values,
keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan
struktur formalnya untuk membuat norma-norma perilaku.
Budaya organisasi juga meliputi nilai-nilai dan standar- standar yang mengarahkan
sikap organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan. Sedangkan Hodge,
Anthony dan Gales (1996) mendefinisikan budaya organisasi (corporate culture) sebagai
konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan
(observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level observable, budaya
organisasi meliputi beberapa aspek organisasi ibarat arsitektur, seragam pola perilaku,
peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada
level unobservable budaya organisasi meliputi shared values, norma-norma, asumsi-asumsi,
kepercayaan para anggota organisasi untuk mengelola dilema dan keadaan-keadaan
disekitarnya. Budaya perusahaan juga dianggap sebagai alat untuk menentukan arah
organisasi, megarahkan apa yang boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan, serta
bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya perusahaan, dan
sebagai alat untuk menghadapi dilema dan peluang dari lingkungan.
Dari sejumlah pengertian diatas, tampak bahwa budaya organisasi mempunyai kiprah
yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi,
khususnya kinerja administrasi dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Peran budaya organisasi yakni sebagai alat untuk menentukan arah
organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan,
bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya organisasional, dan
juga sebagai alat untuk menghadapi dilema dan peluang dari lingkungan internal dan
eksternal.
Menurut Susanto, “Budaya organisasi yakni nilai-nilai yang menjadi aliran sember daya
insan untuk menghadapi permasalahan eksternal dan perjuangan penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai
yang ada dan bagaimana mereka harus bertingkah laris atau berperilaku.”
Menurut Robbins, “Budaya organisasi yakni suatu system makna bersama yang dianut
oelh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan yang lain. “
Menurut Gareth R. Jones, “Budaya organisasi yakni suatu persepsi bersama yang dianut
oleh anggota-anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.” Kaprikornus budaya
organisasi itu yakni suatu budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan itu menjadi pembeda
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
Dari semua pendapat para hebat diatas sanggup disimpulkan bahwa budaya organisasi
merupakan nilai-nilai dan norma sikap yang diterima dan dipahami bersama oleh anggota
organisasi sebagai dasar hukum sikap di dalam organisasi

2.2. Asal Muasal Budaya Organisasi


Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melaksanakan segala sesuatu yang ada di
sebuah organisasi dikala ini merupakan hasil atau akhir dari yang telah dilakukan sebelumnya
dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada
sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi mempunyai imbas besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak mempunyai hambatan lantaran kebiasaan atau
ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi gres lebih jauh
memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses
penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara: Pertama, pendiri hanya merekrut dan
mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri
melaksanakan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada
karyawan. Terakhir, sikap pendiri sendiri bertindak sebagai model kiprah yang mendorong
karyawan untuk mengidentifikasi diri. Dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai,
dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri kemudian
dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian
para pendiri jadi menempel dalam budaya organisasi.

2.3. Tingkatan Budaya Organisasi 


Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah
organisasi, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein
(dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
1. Artefak : Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku,
dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2. Nilai-nilai yang mendukung : Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag
dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-
hal lain yag ada dalam organisasi
3. Asumsi dasar : Asumsi dasar adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi
tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain
serta hakekat organisasi mereka
Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan
penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik
utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, antara lain :
1. Artefak : Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku,
dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2. Perspektif : Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam
konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara
anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota
menyadari perspektif ini.
3. Nilai : Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam
filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
4. Asumsi : Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan
nilai 

2.4. Fungsi Dan Peran Budaya Organisasi


fungsi atau peran dari adanya budaya organisasi secara garis besar adalah sebagai berikut;
1. Menambahkan rasa kepemilikan dan menaikkan loyalitas karyawan atau anggota.
2. Digunakan sebagai alat untuk mengorganisasikan setiap anggota yang ada dalam
sebuah organisasi.
3. Memperkuat nilai organisasi yang ada dalam setiap anggota.
4. Sebagai mekanisme untuk mengontrol tata cara dalam berperilaku di dalam sebuah
lingkup lingkungan kerja tertentu
5. Sebagai penentu arah hal apa yang boleh dilakukan dan apa saja yang dilarang untuk
dilakukan dalam organisasi
6. Mendorong semua struktur organisasi untuk meningkatkan kinerja baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang.

Selain fungsi dan peran dari adanya budaya organisasi secara umum yang telah
disebutkan di atas, beberapa tokoh juga menyebutkan pendapatnya masing-masing tentang
fungsi dan peran budaya organisasi ini. Adapun peran dan fungsi budaya organisasi menurut
beberapa ahli ini adalah sebagai berikut;
Menurut Siagian
Siagian menyebutkan ada 5 fungsi atau peran pokok budaya organisasi yaitu sebagai
berikut:
1. Sebagai alat pengendali perilaku setiap anggota organisasi yang bersangkutan
2. Untuk menumbuhkan komitmen dalam diri setiap anggota bahwa kepentingan bersama
di atas kepentingan personal.
3. Menumbuhkan rasa memiliki serta jati diri sebuah organisasi dan anggotanya.
4. Sebagai alat untuk memperkuat ikatan seluruh anggota organisasi
5. Sebagai batasan-batasan perilaku dalam arti menentukan apa yang benar dan yang salah
dilakukan dalam lingkungan organisasi tersebut.

Menurut Robbins
Robbins mengemukakan pendapatnya tentang fungsi dan peran budaya organisasi
adalah sebagai berikut:
1. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
2. Menjadi identitas bagi suatu anggota organisasi
3. Berperan untuk menetapkan tapal batas perilaku anggota
4. Untuk mempermudah munculnya komitmen dalam setiap anggota organisasi.

Menurut Ndraha
Sedangkan peran dan fungsi budaya organisasi menurut Ndraha terbagi menjadi
beberapa fungsi yaitu:
1. Sebagai warisan
2. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
3. Sebagai pengganti formalitas
4. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
5. Sebagai sumber daya
6. Untuk mengikat suatu masyarakat
7. Sebagai identitas dan citra
8. Menjadi kekuatan penggerak
9. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
10. sebagai panduan pola perilaku anggota.

2.5. Jenis dan Tipe Budaya Organisasi


Dalam buku yang dikarang oleh Noe dan Mondy, menyebutkan bahwa budaya
organisasi terbagi menjadi dua tipe yaitu;
1. Open and Participative Culture
Budaya organisasi ini ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi dengan di
dukungnya kepercayaan kepada bawahan, komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang
penuh perhatian dan sportif, otonomi pekerja, penyelesaian masalah bersama dan kegiatan
berbagi informasi dengan baik.

2. Closed and Automatic Culture


Budaya organisasi yang ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi, namun
pencapaian ini dapat berupa paksaan dari seorang pemimpin yang bersifat otokrasi dan kuat.

2.6. Karakteristik Budaya Organisasi


Adanya budaya organisasi bergotong-royong tumbuh karna diciptakan dan
dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima
sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru.
Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai aliran bagi setiap anggota selama mereka berada dalam
lingkungan organisasi tersebut, dan sanggup dianggap sebagai Ciri khas yang membedakan
sebuah organisasi dengan organisasi lainnya.
Antonius dan Antonina menyampaikan mengenai karakteristik dan dimensi nilai yang
terkandung dalam budaya organisasi yaitu :
1. Orientasi Hasil.
2. Orientasi Orang.
3. Orientasi Tim.
4. Keagresifan.
5. Kemantapan/stabilitas,
6. Inovasi dan keberanian mengambil resiko.
7. Perhatian pada hal-hal yang lebi rinci.
Dalam teori diatas dijelaskan bahwa sebuah organisasi sanggup mempunyai
karakteristik yang terkandung dalam budaya organisasinya. Sejauh mana organisasi berfokus
kepada hasil, dan bukan hanya pada proses, melihat sejauh mana keputusan administrasi
memperhitungkan imbas hasil pada individu di dalam organisasi itu. Kemudian sejauh mana
kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu, melihat sejauh
mana karyawan itu garang dan kompetitif, bukannya santai-santai, sejauh mana kegiatan
organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan,
kemudian sejauh mana karyawan berani berinovasi dan menghadapi resiko pekerjaan.
Sampai pada akhirnya sejauh mana karyawan mencermati pekerjaan lebih presisi dan
memfokuskan pada hal-hal yang lebih rinci.
Diperkuat dengan pendapat Robbins dan Judge bahwa Kultur Organisasi mengacu
kepada sebuah system makna bersama yang dianut oleh  para anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. System makna bersama ini, bila diceermati
secara lebih seksama, yakni sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara
keseluruhan, merupakan hakikat kultur organisasi.
1. Innovation and Risk Taking (Inovasi dan pengambilan resiko), suatu tingkatan dimana
pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Attention to Detail (Perhatian pada hal-hal detail), dimana pekerja diperlukan
memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.
3. Outcome Orientation (Orientasi pada manfaat), dimana menajemen memfokus pada
hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk
mendapatkan manfaat tersebut.
4. People Orientation (Orientasi pada orang), di mana keputusan administrasi
mempertimbangkan imbas keuntungannya pada orang dalam organisasi.
5. Team Orientation (Orientasi pada tim), dimana acara kerja di organisasi berdasar tim
daripada individual.
6. Aggresiveness (Agresivitas), dimana orang cenderung lebih garang dan kompetitif
daripada easygoing.
7. Stability (Stabilitas), dimana acara organisasional menekankan pada menjaga status quo
sebagai lawan dari perkembangan.

Dari semua pendapat para hebat diatas sanggup disimpulkan bahwa terdapat beberapa
karakteristik budaya organisasi, yaitu penemuan dan pengambilan resiko, perhatian pada
detail, orientasi hasil, orientasi kepada para individu, orientasi kepada tim, keagresifan, serta
stabilitas.

2.7. Menciptakan Budaya Organisasi yang Etis


Isu dan kekuatan suatu kultur menghipnotis suasana etis sebuah organisasi dan sikap
etis para anggotanya. Kultur sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk
membentuk standar susila tinggi yakni kultur yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi,
rendah hingga sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil. Para
manajer dalam kultur semacam ini didorong untuk mengambil resiko dan berani berinovasi,
tidak boleh terlibat dalam persaingan yang tak terkendali, dan akan memperlihatkan perhatian
pada bagaimana tujuan dicapai dan juga pada tujuan apa yang akan dicapai.
Manajemen yang sanggup dilakukan untuk membuat kultur yang lebih etis sanggup
dilakukan dengan praktik-praktik:
1. Menjadi model kiprah yang visibel. Karyawan akan melihat sikap administrasi puncak
sebagai pola standar untuk menentukan sikap yang semestinya mereka ambil. Ketika
administrasi senior dianggap mengambil jalan yang etis, hal ini memberi pesan positif
bagi semua karyawan.
2. Mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas susila sanggup
diminimalkan dengan membuat dan mengomunikasikan isyarat etik organisasi. Kode
etik ini harus menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan banyak sekali hukum etis
yang diperlukan akan dipatuhi para karyawan.
3. Memberikan training etis. Selenggarakan seminar. Lokakarya, dan program-program
training etis. Gunakan sesi-sesi training ini untuk memperkuat standar tuntunan
organisasi, menjelaskan praktik-praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan
menangani dilema susila yang mungkin muncul.
4. Secara faktual memperlihatkan penghargaan atas tindakan etis dan beri eksekusi
terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja terhadap para manajer harus
meliputi penilaian hal demi hal mengenai bagaimana keputusan-keputusannya cukup
baik berdasarkan isyarat etik organisasi. Penilaian harus meliputi sarana yang
digunakan untuk mencapai target dan juga pencapaian tujuan itu sendiri. Orang-orang
yang bertindak etis harus diberi penghargaan yang terperinci atas sikap mereka. Sama
pentingnya, tindakan tidak etis harus diganjar secara terbuka/nyata.
5. Memberikan mekanisme perlindungan. Organisasi perlu mempunyai mekanisme formal
sehingga karyawan sanggup mendiskusikan dilema-dilema susila dan melaporkan sikap
tidak etis tanpa takut. Cara ini bisa meliputi pembentukan konselor etis, tubuh
pengawas (ombudsmen), atau petugas etika.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan teori-teori di atas, maka sanggup ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma sikap yang diterima dan dipahami
bersama oleh anggota organisasi sebagai dasar hukum sikap di dalam organisasi.
2. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara: Pertama, pendiri hanya merekrut dan
mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri
melaksanakan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada
karyawan. Terakhir, sikap pendiri sendiri bertindak sebagai model kiprah yang mendorong
karyawan untuk mengidentifikasi diri.
3. Terdapat beberapa tingkatan pada budaya organisasi, menurut Schein (dalam Mohyi 1996:
85) : artefak, nilai, asumsi dasar. Sedangkan menurut Lundberg (dalam Mohyi,
1999:196) : artefak, perspektif, nilai, asumsi.
4. Terdapat banyak sekali fungsi pada budaya organisasi ini menurut beberapa ahli yang
perlu anda ketahui, pelajari dan pahami.
5. Dalam buku yang dikarang oleh Noe dan Mondy, menyebutkan bahwa budaya organisasi
terbagi menjadi dua tipe yaitu; Open and Participative Culture dan Closed and Automatic
Culture
6. Terdapat 7 karakteristik dalam organisasi, yaitu: orientasi hasil, orientasi orang, orientasi
tim, keagresifan, kemantapan/stabilitas, penemuan dan keberanian mengambil resiko, dan
perhatian pada hal-hal yang lebi rinci.
7. Ada beberapa cara yang sanggup dilakukan oleh seorang pemimpin untuk membuat
budaya organisasi yang etis, yaitu menjadi model kiprah yang visible,
mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis kepada karyawan, memperlihatkan
training etis, memperlihatkan penghargaan atas tindakan etis dan eksekusi terhadap
tindakan yang tidak etis secara nyata, dan memperlihatkan mekanisme perlindungan.
DAFTAR PUSTAKA

https://mataseluruhdunia106.blogspot.com/2018/10/makalah-budaya-organisasi.html
http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/indikator-kinerja.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/indikator-budaya-organisasi.html
https://misbahulilmi.blogspot.com/2015/10/makalah-budaya-organisasi.html
https://moondoggiesmusic.com/budaya-organisasi/

Anda mungkin juga menyukai