Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah
dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat
ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di
bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang
memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri
dinamakan septum.

Gambar 1.1 Anatomi Jantung dan Srikulasinya

1
Batas-batas jantung :

1) Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)

2) Kiri : ujung ventrikel kiri

3) Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

4) Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

5) Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang


diafragma sampai apeks jantung

6) Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan


keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan
menjaga agar darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup
ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal,
katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup
aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun
(leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun
(leaflet).

Jantung dipersarafi oleh saraf aferen dan eferen yang keduanya sistem
saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus
melalui preksus jantung. Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA
dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal
dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel.
Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen
vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

2
Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan
berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan
apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai
lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai
arteri posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan
kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi
menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks
jantung. Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium
kanan. Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium
kanan, secara morfologi berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam
celah atrioventrikuler.

1.2 Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait


fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan
bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah
suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan
oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung.
Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi
vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung
sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid
menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami


oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah

3
merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis.
Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan
selanjutnya dipompakan ke aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan


tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel
ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke
ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi
darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua
atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

1.3 Sirkulasi Darah


Jumlah darah yang mengalir dalam sistem sirkulasi pada orang dewasa
mencapai 5-6 liter (4.7-5.7 liter). Darah bersirkulasi dalam sistem sirkulasi
sistemik dan pulmonal.

a. Sirkulasi sistemik

Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah yang mengandung


banyak oksigen yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung
melalui ventrikel kiri ke aorta, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri-
arteri hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya paling kecil
(kapiler) .

Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara


bergantian, yang disebut dengan vasomotion sehingga darah mengalir
secara intermittent. Dengan aliran yang demikian, terjadi pertukaran zat
melalui dinding kapiler yang hanya terdiri dari selapis sel endotel. Ujung
kapiler yang membawa darah teroksigenasi disebut arteriole sedangkan
ujung kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi disebut venule;
terdapat hubungan antara arteriole dan venule “capillary bed” yang
berbentuk seperti anyaman, ada juga hubungan langsung dari arteriole ke
venule melalui arteri-vena anastomosis (A-V anastomosis). Darah dari

4
arteriole mengalir ke venule, kemudian sampai ke vena besar (v.cava
superior dan v.cava inferior) dan kembali ke jantung kanan (atrium
kanan). Darah dari atrium kanan selanjutnya memasuki ventrikel kanan
melalui katup trikuspidalis.

b. Sirkulasi pulmonal

Sistem sirkulasi pulmonal dimulai ketika darah yang


terdeoksigenasi yang berasal dari seluruh tubuh, yang dialirkan melalui
vena cava superior dan vena cava inferior kemudian ke atrium kanan dan
selanjutnya ke ventrikel kanan, meninggalkan jantung kanan melalui
arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan kiri). Di dalam paru, darah
mengalir ke kapiler paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan,
sehingga menghasilkan darah yang teroksigenasi. Oksigen diambil dari
udara pernapasan. Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan
melalui vena pulmonalis (kanan dan kiri), menuju ke atrium kiri dan
selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral (bikuspidalis).
Darah dari ventrikel kiri kemudian masuk ke aorta untuk dialirkan ke
seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi sistemik) .

5
Gambar 1.2 Sirkulasi Paru dan Sistemik

Jadi, secara ringkas, aliran darah dalam sistem sirkulasi normal


manusia adalah :

Darah dari atrium kiri → melalui katup mitral ke ventrikel kiri → aorta
ascendens – arcus aorta – aorta descendens – arteri sedang – arteriole →
capillary bed → venule – vena sedang – vena besar (v.cava superior dan
v.cava inferior) → atrium kanan → melalui katup trikuspid ke ventrikel
kanan → arteri pulmonalis → paru- paru → vena pulmonalis → atrium
kiri.

1.4 Katup Jantung

a. Anatomi Katup Jantung

Gambar 1.3 Katup Jantung

1) Katup Trikuspid

6
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya
aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat
kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3
daun katup.

2) Katup Pulmonal

Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus


pulmonalis sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus
pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang
terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel
kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.

3) Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
4) Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan
menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah
masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

Pembuluh darah yang terdiri dari arteri, arteriole, kapiler dan venula serta
vena merupakan pipa darah dimana didalamnya terdapat sel-sel darah dan cairan
plasma yang mengalir keseluruh tubuh. Pembuluh darah berfungsi mengalirkan

7
darah dari jantung ke jaringan serta organ2 diseluruh tubuh dan sebaliknya. Arteri,
arteriole dan kapiler mengalirkan darah dari jantung keseluruh tubuh, sebaliknya
vena dan venula mengalirkan darah kembali ke jantung.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Seorang laki-laki berusia 52 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan


nyeri pada dada kiri selama 3 bulan terakhir. Keluhan disertai rasa sulit bernapas
terutama apabila naik tangga. Pasien riwayat merokok 2 bungkus per hari.
Riwayat keluarga dengan Ayah meninggal meninggal mendadak pada usia 40
tahun
Dari pemeriksaan Laboratorium ditemukan LDL kolesterol 171 mg/dl,
HDL 21 mg/dl, HbA1c 11 %. Asam Urat 9,1 mg/dl
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/95 mmHg, denyut
nadi 92 kali/menit. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

2.2 Kata Sulit


1. LDL Kolesterol : Low Density Lipoprotein merupakan senyawa
lipoprotein berat jenis rendah. Lipoprotein ini disusun oleh inti berupa
1500 molekul kolesterol yang dibungkus oleh lapisan fosfolipid dan
molekul kolesterol tidak teresterifikasi. Bagian hidrofilik molekul terletak
di sebelah luar, sehingga memungkinkan LDL larut dalam darah atau
cairan ekstraseluler. Protein berukuran besar yang disebut apoprotein B-
100 mengenal dan mengikat reseptor LDL yang mempunyai peranan
penting dalam pengaturan metabolisme kolesterol. Protein utama
pembentuk LDL adalah Apo B (apoipoprotein-B) Kandungan lemak jenuh
tinggi membuat LDL mengambang di dalam darah. LDL dapat
menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah.

8
2. HDL Kolesterol : High Density Lipoprotein kolesterol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan, karena dapat
mengangkut kolesterol dari pembuluh darah ke hati untuk dibuang
sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah
terjadinya proses ateroslerosis.
3. HbA1c : merupakan cara pengukuran untuk menentukan tinggi rendahnya
kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir.
Referensi :
1. Raditya, I Gede Bayu Adi.dkk.,Gambaran Kadar Kolesterol Low Density
Lipoprotein (LDL) pada Perokok Aktif.2018.Jurnal Analis
Kesehatan.Denpasar
2. Annisa,Fitri.Pemeriksaan Kadar HDL pada penderita penyakit jantung
koroner.2019.karya tulis ilmiah.medan
3. Utomo,Mohammad.Kadar HbA1c Pada Pasien diabetes melitus tipe 2.
2015.Jurnal e-Biomedik.manado

3.3 Kalimat Kunci


1. Laki-laki 52 tahun
2. Nyeri dada sebelah kiri selama 3 bulan terakhir
3. Sulit bernapas terutama apabila naik tangga
4. Riwayat merokok 2 bungkus per hari
5. Riwayat keluarga dengan Ayah meninggal mendadak pada usia 40 tahun
6. Pemeriksaan laboraturium :
LDL kolesterol = 171 mg/dl
HDL kolesterol = 21 mg/dl
HbA1c = 11 %
Asam Urat 9,1 mg/dl
7. Pemeriksaan Fisik :
TD = 170/95 mmHg
Nadi = 92 kali/menit

9
3.4 Pertanyaan Penting
1. Bagaimana etiologi dan klasifikasi nyeri dada pada kasus diatas?
2. Bagaimana patofisiologi gejala nyeri dada serta sulit bernapas terkait
skenario?
3. Bagaimana hubungan interpretasi pemeriksaan laboraturium pasien
dengan keluhan pasien?
4. Bagaimana hubungan merokok dengan keluhan pasien pada skenario?
5. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit keluarga dengan
penyakit yang diderita pasien pada kasus tersebut?
6. Bagaimana tata laksana awal pada kasus tersebut?
7. Bagaimana langkah diagnosis terkait kasus?
8. Apa saja diagnosis banding pada skenario tersebut?
9. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus tersebut?
10. Bagaimana prespektif islam terkait skenario diatas?

3.5 Jawaban Pertanyaan


1. Etiologi Nyeri Dada
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak
dijumpai pada ruang perawatan akut. Penyebab nyeri dada akut
meliputi: kardiak, gastroesofageal, muskuloskeletal, dan pulmonal.
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak
di Amerika Serikat. Oleh karena itu mengenali penyebab kardiak
sangatlah penting pada keadaan nyeri dada akut.

Walaupun demikian, patut diperhati- kan bahwa penyebab


nonkardiak pun dapat berakibat fatal. Walaupun teknologi kedokteran
berkembang sangat maju, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
masih menjadi komponen terpenting dalam mengevaluasi pasien

10
dengan nyeri dada. Karakterikstik nyeri, meliputi lokasi, durasi,
radiasi, dan kualitas serta gejala penyerta penting untuk ditelusuri.

a. Penyebab Kardiak Nyeri Dada Akut

Penyebab kardiak nyeri dada akut meliputi keadaan iskemik dan


noniskemik (Tabel-1). Penyebab iskemik meliputi penyakit jantung koroner,
stenosis aorta, spasme arteri koroner, dan kardiomiopati hipertrofi. Penyebab
noniskemik meliputi perikarditis, diseksi aorta, aneurisma aorta, dan prolaps
katup mitral. Mengetahui adanya faktor risiko penyakit jantung seperti
hipertensi, diabetes, hiperdislipidemia, mero- kok, dan riwayat keluarga
sangatlah penting dalam melakukan anamnesis pasien dengan nyeri dada akut
.

Jenis Nyeri Penyebab Nyeri Dada Akut Jenis/ tipe


Dada
Iskemik Non Iskemik

Kardiak • Angina + +

• Infark miokard + +

• Kardiomiopati + +
hipertrofi
+
• Vasopasme koroner

• Perikarditis

• Diseksi aorta

• Prolaps katup aorta

Non • Gastroesofageal - -

11
Kardiak • Pulmonal - -

• Muskuloskeletal - -

• Dermatologis - -

• psikologis - -

Tabel 2.1 Jenis Nyeri Dada Akut

1) Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan menjadi penyakit
jantung koroner kronis, sindroma koroner akut, dan kematian mendadak.
Klinis penyakit jantung koroner bermacam-macam, mulai dari
asimptomatik sampai fatal. Angina pektoris merupakan nyeri dada kardiak
yang disebabkan oleh insufisiensi pasokan oksigen miokardium. Pasien
seringkali mengemukakan rasa ditekan beban berat atau diremas yang
timbul setelah aktivitas atau stress emosional. Gejala penyerta meliputi
diaforesis, mual, muntah, dan kelemahan. Nyeri dada dan diaforesis
merupakan 2 gejala paling umum dari infark miokard. Tanda Levine, di
mana pasien me- letakkan kepalan tangannya di atas sternum ketika
mencoba untuk menggambarkan nyeri dadanya juga merupakan salah satu
tanda nyeri iskemik .

Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang dipakai untuk


meng- gambarkan hasil akhir dari iskhemia miokard akut. Sindroma
koroner akut terdiri dari angina pektoris tidak stabil, Non-ST Segment
Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST Elevation Myocardial
Infarction (STEMI). Sindroma koroner akut dapat mengancam nyawa,
oleh karena itu diagnosis dan penatalaksanaan yang efektif sangat
dibutuhkan .

Berdasarkan penelitian Dharmarajan et al, mengevaluasi gejala dari

12
88 pasien infark miokard akut, 78% pasien melaporkan diaforesis, 64%
melaporkan nyeri dada, 52% melaporkan mual, 47% melaporkan sesak
nafas. Menurut Kannel dan Abbott (1984) yang harus diperhatikan adalah
25% kejadian infark miokard tidak disadari oleh pasien, dan hal ini
ditemukan pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG). Infark yang tidak
disadari bisa merupakan infark silent (asimptomatik) maupun infark
dengan gejala atipikal yang berbeda dengan pasien angina.

Banyak pasien terlambat pergi ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).


Hal ini disebabkan pasien merasakan banyak gejala- gejala yang bukan
nyeri dada. Dharmarajan et al. (2003) mengemukakan rerata waktu
keterlambatan 7,3 jam pada pasien infark miokard pertama kali. Gejala
awal dan lokasi infark miokard berkorelasi dengan pembuluh darah
koroner yang tersumbat. Ada 3 lokasi infark antara lain anterior, lateral,
dan inferior. Nyeri dada merupakan gejala paling umum tanpa bergantung
pada lokasi infark. Infark anterior sering me- nimbulkan sesak nafas
karena gangguan ventrikel kiri. Infark inferior sering me- nimbulkan mual,
muntah, diaforesis, dan cegukan. Nervus vagus mempunyai peran
menimbulkan mual dan muntah pada pasien infark inferior. Infark lateral
sering me- nimbulkan nyeri lengan kiri

2) Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta meliputi katup bikuspid kongenital,
sklerosis aorta, demam rematik. Penyakit jantung koroner seringkali ada
bersamaan dengan sklerosis aorta. Nyeri dada aorta stenosis bergantung
pada aktivitas. Tanda dan gejala dari gagal jantung juga dapat dijumpai.
Sinkop merupakan gejala lanjutan dan berhubungan dengan aktivitas. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai murmur ejeksi sistolik yang paling jelas
didengar di ruang antar iga kedua kanan yang menjalar ke karotis.
Splitting paradoks bunyi jantung kedua juga dapat dijumpai pada stenosis
aorta. Pola kenaikan denyut karotis terlambat dan beramplitudo rendah.
Tanda lainnya adalah adanya kuat angkat (heaving) pada apeks jantung

13
dan thrill pada ruang antar iga kedua kanan.
3) Kardiomiopati Hipertrofi
Hipertrofi septum interventrikel pada kardiomiopati hipertrofi
menyebabkan obstruksi aliran ventrikel kiri. Gejala paling umum
kardiomiopati hipertrofi adalah dispnea dan nyeri dada. Berkurangnya
pengisian ventrikel kiri yang dikenal sebagai disfungsi diastolik
menyebabkan dispnea. Sinkope juga sering dijumpai dan dipengaruhi
aktivitas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai murmur sistolik yang
bertambah keras pada Valsalva maneuver , bunyi jantung (S4), denyut
karotis bifid, dan denyut triple apikal karena adanya S4 dan celah tekanan
midsistolik. Nyeri dada pada kardiomiopati hipertrofi menyerupai angina.

4) Vasospasme Koroner
Angina Prinzmetal atau variant angina disebabkan vasospasme
koroner. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada wanita di bawah 50 tahun
dan biasanya terjadi pagi hari, saat baru bangun tidur. Pasien mengalami
nyeri dada iskemik berulang yang berbeda dari angina tipikal karena
dirasakan pada saat istirahat. Spasme koroner dapat terlihat jelas pada
angiografi.
Ketika pasien risiko rendah atau tanpa risiko atherosklerosis
mengalami nyeri dada nontraumatik, pemeriksa harus mencurigai adanya
konsumsi kokain. Kokain dapat memincu vasokonstriksi arteri koroner
dan risiko terjadinya infark miokard bergantung dari jumlah konsumsinya.
Infark miokard atau iskhemia miokard akibat kokain biasa- nya terjadi
dalam 1 jam setelah konsumsi
5) Diseksi Aorta
Pasien diseksi aorta biasanya menge- luh nyeri dada hebat akut
anterior menjalar ke belakang atas. Marfan syndrome me- rupakan salah
satu penyebab diseksi aneurisma aorta . Hipertensi sering dijumpai dan
merupakan faktor risiko. Diseksi tipe A terjadi pada aorta asendens,

14
sedangkan tipe B terjadi pada distal arteri subklavia sinistra. Pemeriksaan
fisik menunjukkan adanya murmur insufisiensi aorta. Intensitas denyut
arteri radialis dapat berbeda-beda.
b. Penyebab Nonkardiak Nyeri Dada Akut
Nyeri dada non kardiak akut sering dijumpai pada populasi umum.
Suatu penelitian di Cina meneliti nyeri dada dari 2.209 penduduk. Hasil
penelitian menunjuk- kan nyeri dada terjadi pada 20,6% penduduk, dan
68% di antaranya merupakan nyeri dada akut nonkardiak. Lebih dari
setengah pasien dengan nyeri dada nonkardiak merasa tidak yakin bahwa
nyeri dada mereka bukan berasal dari jantung. Selain itu kecemasan dari
pasien ini seringkali melebihi pasien dengan nyeri dada akut kardiak
1) Penyebab Gastroesofageal Nyeri Dada

Menurut Fruergaard et al., penyakit gastroesofageal merupakan


penyebab nyeri dada nonkardiak tersering, mencapai 42%. Penyakit
gastroesofageal yang mengakibat- kan nyeri dada akut meliputi
perforasi esofagus, spasme esofagus, esofagitis reflux, ulkus peptikum,
pankreatitis, dan kolesistitis.

a) Kelainan Esofagus
Perforasi esofagus bisa disebabkan oleh pemakaian instrumen
secara iatrogenik, muntah hebat, dan penyakit esofagus (contoh:
esofagitis atau neoplasma). Erosi esofagus yang terjadi pada saat
endoskopi mencapai 10-70% dari pasien nyeri dada nonkardiak.
Pasien perforasi esofagus me- ngeluhkan nyeri hebat, mendadak,
dan terus menerus dari leher sampai epigastrium yang diperberat
dengan menelan. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
pembengkakan leher dan emfisema subkutan yang jelas di- rasakan
sebagai krepitasi. Hal ini disebabkan oleh udara yang merembes ke
mediastinum dan jaringan sekeliling. Efusi pleura juga dapat
ditemukan.

15
Spasme esofagus sering sulit dibeda- kan dengan nyeri dada
iskemik kardiak karena nyeri ini juga hilang atau berkurang dengan
pemberian nitrat. Namun nyeri dada spasme esofagus tidak
dipengaruhi oleh aktivitas. Menelan makanan dingin atau hangat
dapat memicu terjadinya spasme.

Esofagitis reflux merupakan penyebab utama dari nyeri


dada nonkardiak yang berasal dari esophagus. Penyakit ini sering
digambarkan sebagai sensasi terbakar, suatu gejala yang diasosiasi-
kan sebagai heartburn atau pyrosis. Pyrosis dipicu dengan
berbaring dan memburuk setelah makan. Gejala penyerta lain
meliputi batuk kronis dan disfagia. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa getir di mulut yang merupakan isi lambung.

Esofagitis juga berkaitan degan infeksi seperti Candida


albicans. Anamnesis riwayat infeksi HIV atau kemoterapi
meningkatkan asumsi ke arah esofagitis Candida. Trush dapat tidak
atau terlihat pada pemeriksaan fisik. Trush terjadi pada selaput
mukosa pipi bagian dalam, lidah, palatum mole dan permukaan
rongga mulut yang lain dan tampak sebagai bercak-bercak
(pseudomembran) putih cokelat muda kelabu yang sebagian besar
terdiri atas pesudomiselium dan epitel yang terkelupas, dan hanya
terdapat erosi minimal pada selaput. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri menelan (odynophagia).

Penyebab lain esofagitis meliputi be- berapa obat seperti


anti inflamasi nonsteroid dan alendronate. Sebenarnya semua pil
dapat memicu terjadinya esofagitis bila tidak disertai air yang
cukup, namun alendronate mendapatkan perhatian khusus.
Alendronate sebaiknya diminum dengan 150-250 cc air dengan
berdiri. Esofagitis karena zat kimia yang disebabkan tertelannya zat
kaustik juga patut dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab.

16
b) Kondisi Abdomen Atas
Kondisi abdomen atas meliputi kolesistitis, pankreatitis akut,
dan perforasi ulkus peptikum dapat menyerupai tanda dan gejala
infark atau iskhemia miokard inferior. Kondisi abdomen atas patut
dipertimbang- kan sebagai salah satu penyebab nyeri dada bawah.
Tanda Murphy, yang merupakan tanda kolesistitis akut, dapat
diperlihatkan dengan menginstruksikan pasien menarik nafas
dalam sementara dokter melakukan palpasi daerah subkosta kanan.
Terhentinya inspirasi karena nyeri merupakan hasil positif tanda
Murphy. Pankreatitis akut menyebab- kan nyeri terus menerus di
daerah epigastrium. Riwayat alkoholik, kolelitiasis, dan
hipertrigliseridemia meningkatkan kecurigaan pankreatitis akut.
Pasien perforasi ulkus peptikum umumnya menderita nyeri
epigastrium hebat. Tanda-tanda peritonitis, seperti perut keras
seperti papan, dapat segera ditemukan pada pasien perforasi ulkus
peptikum
2) Penyebab Pulmonal Nyeri Dada
Nyeri dada yang sering berkaitan dengan penyakit paru
mempunyai sifat nyeri pleura. Terminologi nyeri pleura meng-
implikasikan nyeri yang berubah-ubah sesuai dengan siklus
pernapasan (bertambah ketika inspirasi dan berkurang ketika
ekspirasi). Nyeri pleura bersifat tajam dan unilateral. Pleuritis
merupakan penyebab klasik yang menimbulkan nyeri pleura. Pleuritis
disebab- kan oleh inflamasi pleura akut. Pleuritis umumnya
disebabkan oleh infeksi saluran nafas bawah. Penyebab lain pleuritis
adalah penyakit autoimun. Nyeri bersifat tajam dan bertambah ketika
batuk, menarik nafas dalam, atau bergerak. Pleural friction rub
biasanya terdengar dengan auskultasi. Penyebab paru lain adalah
pneumothoraks spontan, emboli paru, pneumonitis, bronkitis, dan
neoplasma intratorakal Pneumothoraks spotan menghasilkan nyeri
tajam yang menjalar ke bahu ipsilateral. Pneumothoraks spontan dapat

17
terjadi pada pasien dengan penyakit paru seperti emfisema. Biasanya
penyakit ini mengenai laki-laki tinggi, kurus, dan perokok.
Pemeriksaan fisik menunjukkan hilangnya suara nafas dan hipersonor
dari paru yang sakit.

Emboli paru dicurigai pada keadaan dispnea akut, nyeri dada


pleura, hipoksia berat, dan faktor risiko seperti riwayat operasi baru-
baru ini, keganasan, tirah baring lama, atau sikap hidup yang bermalas-
malasan. Kebanya- kan emboli paru berasal dari tromboemboli
ekstremitas bawah. Stein et al. menemukan gejala paling umum yaitu
dispnea (73%), nyeri pleura (28%), hemoptisis (13%). Pemeriksaan
fisik menunjukkan adanya ronki (51%) dan takikardia (30%).

3) Penyebab Lain Nyeri Dada

a) Penyebab muskuloskeletal
Berdasarkan Fruergaard et al, nyeri dinding dada mencapai
28% dari seluruh penyebab nyeri dada nonkardiak pasien Unit
Perawatan Koroner. Penyebab muskulos- keletal (dinding dada)
dari nyeri dada akut meliputi kostokondritis (Sindrom Tietze),
yang disebabkan oleh inflamasi costochondral junction; fraktur iga,
dan mialgia. Untuk pasien dengan nyeri dinding dada, palpasi dada
dapat mencetuskan nyeri. Pergerakan vertebra pasif seperti fleksi,
ekstensi, dan rotasi vertebra thorakal dan servikal juga dapat
menimbulkan nyeri.

Fibromialgia adalah suatu sindrom dari nyeri muskular


regional, kelelahan, dan gangguan tidur yang mempunyai ciri khas
berupa rasa nyeri pada palpasi daerah yang sakit. Patofisiologi
fibromialgia masih belum sepenuhnya jelas, namun meliputi
hipersensitivitas jangka panjang. Hal ini berupa allodynia (suatu
nyeri yang dicetuskan oleh rangsang nonnoxious), hiperalgesia
(suatu respon nyeri yang lebih berat dan lebih lama dari

18
seharusnya)

b) Herpes Zoster
Herpes zoster dapat menimbulkan nyeri dada akut. Nyeri
disebabkan herpes zoster menyerupai sensasi terbakar dan
mengikuti distribusi dermatomal unilateral bagian yang sakit. Pada
pemeriksaan fisik tidak dijumpai hal yang spesifik karena nyeri
biasanya timbul sebelum adanya lesi vesikuler. Serangan panik
dapat menimbulkan nyeri dada akut. Nyeri dapat berupa rasa
tertekan, ditusuk, seringkali disertai sesak dan berlangsung 30
menit atau lebih. Nyeri ini tidak berkaitan dengan aktivitas dan dari
anamnesis dapat diperoleh riwayat gangguan emosional
sebelumnya.

Referensi :

HRampengan,Starry.,2012.Mencari Penyebab Nyeri Dada:Kardiak dan


Nonkardiak.Jurnal Kedokteran Yarsi 20 (I).Manado

2. Patofisiologi Nyeri dada dan sulit bernapas


a. Nyeri Dada :
Nyeri dada disebut juga sebagai angina pektoris. Angina
pektoris stabil memiliki tampilan klinis yang khas yaitu rasa tidak
nyaman (jarang digambarkan sebagai nyeri) yang dalam dan lokasi
yang sulit ditunjuk di daerah dada atau lengan, dipicu oleh
aktivitas fisik atau stress emosional dan membaik dalam 5- 10
menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin sublingual.
Sedangkan angina pektoris tidak stabil didefinisikan sebagai
angina pektoris (atau ekuivalen rasa tidak nyaman di dada tipe
iskemik) dengan satu diantara tampilan klinis (1) terjadi saat
istirahat (atau aktivitas minimal) dan biasanya berlangsung lebih
dari 20 menit (jika tidak ada nitrat atau analgetik): (2) nyeri hebat

19
dan biasanya nyeri nya jelas; atau (3) biasanya lambat laun
bertambah berat (misalnya nyeri yang membangunkan pasien dari
tidur atau yang semakin parah, terus menerus sering dari
sebelumnya).
Keadaan klinis angina pectoris yaitu :
 Kelas A. Angina tak stabil sekunder. Berasal dari ekstra
kardiak yang dapat memperberat iskemia miokard. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke
miokard atau meningkatnya kebutuhan oksigen. Keadaan ini
meliputi anemia, demam, infeksi, hipotensi, hipertensi tidak
terkontrol, takiaritmia, stress emosional tirotoksikosis dan
hipoksemia sekunder sampai gagal napas.
 Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra
kardiak.
 Kelas C. Angina yang timbul 2 minggu setelah serangan infark
jantung.

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC)


dan America Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil
dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI=non ST elevation
myocardial infarction ) ialah apakah iskemia yang timbul cukup
berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB,
dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti
adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau
adanya gelombang T yang negatif Karena kenaikan enzim biasanya
dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak
stabil seringkali tak dibedakan dari NSTEMI.

20
Patofisiologi angina pectoris :
Lima proses patofisiologi yang berperan terhadap perkembangan
UA/NSTEMI:
1. Ruptur plak atau erosi plak dengan tumpukan trombus non oklusif
(penyebab ini yang paling berperan dalam terjadinya UA/NSTEMI)
2. Obstruksi dinamis yang disebabkan oleh : a. Spasme arteri koroner
epikardium, seperti pada variant Prinzmetal angina; b. resistensi
pembuluh darah koroner c Vasokonstriktor lokal seperti tromboksan
A2, yang dilepaskan dari trombosit d. Disfungsi dari endotel koroner;
dan e. Stimulus adrenergik termasuk dingin dan kokain.
3. Penyempitan hebat lumen arteri koroner yang disebabkan oleh
pembentukan aterosklerotik yang progresif atau restenosis pasca-
intervensi koroner perkutan
4. Infiamasi; dan
5. Angina pektoris tidak stabil sekunder, yang menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen atau penurunan suplai oksigen (misalnya dalam
keadaan takikardi, demam, hipotensi atau anemia).

Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina
pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang
minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyermpitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan
angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap).Plak yang tidak stabil terdiri dari
inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak.Kadang-kadang keretakan
timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease

21
yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak
(fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen
ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya
menimbuikan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot
polos, makrofag dan kolagen.Inti lemak merupakan bahan terpenting
dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot
polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan
ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.Setelah berhubungan dengan
darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor Vila untuk memulai
kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi
platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi
yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik
dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan
koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada
angina tak stabi. Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai
peran penting pada angina tak stabil.

Vasospasme

22
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada
angina tidak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam
tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir
seperti pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.
Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

b. Sulit Bernapas
Sesak napas atau Dispnea adalah keadaan sulit bernapas dan
merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Seseorang yang
mengalami sesak napas sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau
merasa tercekik. Berikut adalah tabel penyebab sesak napas :

Gambar 2.1 Penyebab Sesak

Sesak napas yang menyertai nyeri dada seperti pada skenario


kemungkinan disebabkan oleh emboli paru, infark miokard, atau penyakit
pleura. Berikut adalah penjelasan dari masing masing penyakit :
a. Emboli paru
Trombus pada tempat asal terjadinya ( misalnya thrombus vena
dalam di vena femoralis atau dari jantung kanan ) lepas dan ikut aliran
darah vena sebagai tromboemboli di arteri pulmunalis, tersangkut di

23
situ, menimbulkan obstruksi total atau parsial, selanjutbya
menimbulkan konsekuensi 2 hal :
1) Gangguan Hemodinamik : timbul vasokontriksi. Emboli paru
menimbulkan obstruksi mekanis total atau parsial pada cabang-
cabang arteri pulmonalis (pulmonary vascular bed) akan
menimbulkan refleks neurohumoral dan menyebabkan
vasokonstriksi pada cabang-cabang arteri pulmonalis yang terkena
obstruksi tadi. Terjadilah dua keadaan, ialah : a).peningkatan
resistensi vaskular paru (pulmonary vascular resistance), dan b).
pada kasus yang berat akan terjadi hipertensi pulmonal sampai
mengakibatkan terjadinya gagal jantung kanan.
2) Gangguan Respirasi : timbul bronkokonstriksi. Adanya obstruksi
total atau parsial oleh tromboemboli paru akan menimbulkan
 refleks bronkokonstriksi yang terjadi setempat pada daerah
paru yang terdapat emboli (pneumokonstriksi),
 wasted ventilation ( suatu peningkatan physiological dead
space), ventilası paru daerah terkena tidak efektif,
 hilang atau menurunnya surfakatan paru pada alveoli
daerah paru vang terkena dan
 hipoksemia arterial.

Reaksi bronkokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja


akibat berkurangnya aliran darah (obstruksi total atau partial) tetapi
juga karena ber- kurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru,
dan terjadi pula akibat pengeluaran histamin dan 5-hidroksi
isoptamin yang dapat membuat vasokonstriksi dan
bronkokonstriksi bertambah berat. Wasted ventilation terjadi
karena adanya obstruksi oleh emboli paru yang menimbulkan suatu
zona paru dengan ventilasi paru yang cukup tetapi tidak terdapat
perfusi, sehingga menimbulkan dead space di calam paru. Bagian
paru ini tidak ikut mengalami proses pertukaran gas. Hilang atau

24
menurunnya produksi surfaktan paru menyebabkan stabitas alveolı
menurun yang berakibat atelektasis pada daerah paru yang terkena.
Hipoksemia arterial disebabkan oleh karena adanya gangguan
ventilasi/perfusi paru yang terkena.
b. Infak Miokard
Infark miokardium juga umum disebut sebaga “serangan jantung,"
merupakan nekrosis otot jantung akibat dari iskemia.
Patogenesis Infark Miokard
Sebagian besar infark miokardium disebabkan oleh thrombosis
arteri koronaria akut. Seringkali, gangguan plak aterosklerotik yang
telah ada sebelumnya berfungsi sebagai nidusterjadinya trombus,
oklusi pembuluh darah dan infark transmural pada bagian hilir
miokardium. Pada sekitar 10% infark miokardium, terjadinya infark
transmural tanpa adanya penyakit vascular aterosklerotik yang oklusif;
infark yang demikian biasanya disebabkan oleh vasospasme arteri
koronaria atau akibat embolisasi dari trombus mural (misalnya, pada
fibrilasi atrium) atau vegetasi katup. Kadang-kadang, terutama jika
infark terbatas pada bagian yang paling dalam (subendokardium) dari
miokardium, trombus atau embolus bisa tidak ditemukan. Pada kasus
yang demikian, aterosklerosis koronaria yang difus dan parah
mengakibatkan sangat berkurangnya perfusi jantung. Pada kondisi
tersebut, peningkatan kebutuhan yang memanjang (misalnya, akibat
takikardia atau hipertensi) dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada
miokardium yang paling jauh dari pembuluh darah epikardium.
Akhirnya, iskemia tanpa adanya aterosklerosis ataupun penyakit
tromboemboli masih bisa terjadi oleh gangguan arteriol kecil
intramiokardium,termasuk vaskulitis, deposisi amiloid, atau stasis,
seperti pada penyakit sel sabit.
c. Penyakit Pleura
Kelainan patologis pleura merupakan, dengan pengecualian yang
jarang, komplikasi sekunder dari suatu penyakit paru yang

25
mendasarinya. Bukti infeksi sekunder dan adhesi pleura merupakan
temuan yang sering pada otopsi. Penyakit primer yang penting adalah
(1) infeksi bakteri intrapleura primer dan (2) neoplasma primer pleura
yang dikenal sebagai mesothelioma maligna.
Pada efusi pleura (adanya cairan di rongga pleura) cairan dapat
berupa transudat atau eksudat. Jika cairan tersebut transudat, kondisi
ini disebut sebagai hidrotoraks. Hidrotoraks akibat gagal jantung
kronik mungkin merupakan penyebab tersering akumulasi cairan di
rongga pleura. Suatu eksudat yang ditandai oleh kandungan protein
lebih besar dari 2,9 mg/dL dan, seringkali, sel radang,
mengindikasikan kemungkinan pleuritis. Empat prinsip utama
terjadinya eksudat pleura adalah (1) invasi mikroba melalui baik
ekstensi langsung dari suatu infeksi paru atau melalui darah (pleuritis
supuratif atau empiema); (2) kanker (karsinoma paru, neoplasma yang
bermetastasis ke paru atau permukaan pleura, mesotelioma); (3) infark
paru; dan (4) pleuritic virus. Penyebab efusi pleura eksudatif lain yang
lebih jarang adalah lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, dan
uremia, selain operasi dada sebelumnya. Efusi ganas secara khas
banyak, dan seringkali berdarah (pleuritis hemoragic). Pemeriksaan
sitologi dapat menunjukkan adanya sel-sel ganas dan sel radang. Apa
pun penyebabnya, transudat dan eksudat serosum biasanya diresorpsi
tanpa efek residual jika pemicunya dikontrol atau sembuh.
Referensi :
1. Kumar, Vijay., K.Abbas, Abul., C.Aster, Jon. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi 9. Canada : Elsevier.
2. Setiati, Siti., Alwi, Idrus., Dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Diponegoro : Publishing.

26
3. Hubungan Interpretasi pemeriksaan laboraturium dengan
keluhan pasien
1) Nilai normal LDL

Kolesterol LDL

<100 Optimal
100-129 Mendekati Optimal
130-159 Border Line
160-189 Tinggi
>/=190 Sangat tinggi

Gambar 2.2 Nilai Normal LDL kolesterol

Pada scenario ditemukan nilai LDL kolestrol 171 mg/dl,


makan interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien,
kolestrol LDL nya sangat tinggi
Ada beberapa factor yang dapat meningkatkan kolestrol LDL
a) Mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, trans fat dan
kolestrol
b) Gaya hidup yang jarang bergerak
c) Merokok, karena dapat merusak dinding pembuluh darah, yang
menyebabkan lemak mudah menumpuk. Merokok juga dapat
menurunkan kadar HDL atau kolestrol baik
d) Riwayat keluarga

27
2) Nilai normal HDL

Kolesterol HDL

<40 Rendah
>/=60 Tinggi

Gambar 2.3 Nilai Normal HDL kolesterol


Pada skenario ditemukan nilai HDL kolestrol 21 mg/dl, maka interpretasi
dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien, kolestrol LDL nya rendah

3) Nilai normal HbA1c


Nilai normalnya adalah <6%, pada skenario ditemukan nilai HbA1c nya
11%, maka interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien, HbA1c nya
meningkat.

4) Nilai normal asma urat


Pria : 3,4-7,0 mg/dl
Wanita : 2,4-5,7 mg/dl
Pada sekenario ditemukan nilai Asam uratnya 9,1 mg/dl, maka
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien, asam uratnya tinggi

5) Nilai normal tekanan darah

Kategori Tekanan Tekanan


sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Hipotensi >90 <60
Normal 90-119 60-79
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109

28
Hipertensi tingkat darurat >/=180 >/= 110
Gambar 2.4 Nilai Normal Tekanan Darah

Pada sekenario ditemukan Tekanan darah 170/95 mmHg, maka


interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien, Tekanan darahnya
termasuk dalam hipertensi tingkat 2.
6) Nilai normal denyut nadi

Usia Kecepatan jantung (BPM)


Bayi batu lahir (new born) 70-170
1-6 tahun 75-160
6-12 tahun 80-120
Dewasa 60-100
Usia lanjut 60-100
Atlet yang terkondisi baik 50-100
Tabel 2.1 Nilai Normal Denyut Nadi

Pada sekenario ditemukan Denyut nadi 92 kali/menit, maka


interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien, denyut nadinya masih
dalam batas normal.
Referensi :
1. Rhonda M. jones. 2008; penilaian umum dan tanda- tanda vital terj. D.
Lyrawati 2009
2. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-VII). NIH publication 03-5233. Bethesda,
2003.

4. Hubungan riwayat merokok dengan keluhan


Secara umum terdapat dua komponen pada rokok yang secara tidak
langsung menimbulkan berbagai gejala yang dikeluhkan pasien pada kasus
serta tanda-tanda yang ditemukan setelah dijalankan pemeriksaan, kedua
komponen ini adalah Karbon Monoksida (CO) dan Nikotin.

a. Nikotin

29
30
Gambar 2.5 Dampak Nikotin pada Sistem Kardiovaskuler

Kandungan nikotin dalam tembakau rokok memiliki banyak faktor


yang pada akhirnya akan menyebabkan penyakit atau kelainan pada sistem
kardiovaskuler, faktor-faktor tersebut antara lain :

1) Disfungsi Vaskuler
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan seseorang dapat
menetralisir radikal bebas yang tersirkulasi dalam tubuh nya. Namun,
bila konsentrasi radikal bebas (Reactive Oxygen Species/ROS) dalam
darah meningkat drastis akibat paparan rokok berkepenjangan, tubuh
akan tidak dapat meregulasi ROS yang akhirnya akan merusak sel-sel
pembuluh darah.
Dampak yang diberikan nikotin dapat pula berupa
melemahnya kerja mekanisme pertahanan tubuh, khususnya
antioksidan seperti Nitrat Oksida/Nitric Oxide (NO). NO bersama
dengan prostacyclin berfungsi sebagai vasodilator, dan NO memberi
efek anti-inflamasi, anti-trombotik, serta antioksidan. Apabila
aktivitas keduanya terganggu atau produksinya berkurang berujung
pada kerusakan dan disfungsi endotel, yang diduga berkeitan dengan
atherosclerosis.

2) Metabolisme Lipid
Nikotin pada rokok memiliki efek yang signifikan pada
metabolisme lipid dan regulasi kadarnnya dalam darah sehingga
mempunyai peran dalam terjadinya atheroskleroris (atherokslerosis
adalah pembentukan deposit lipid dalam dinding arteri). Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah rangsangan
nikotin pada korteks adrenal untuk mengeluarkan hormone adrenalin.

31
Hormon adrenalin akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas
dalam darah. Alhasil, meningkatnya konsentrasi asam lemak berarti
meningkatkan lipolysis, serta secara tidak langsung juga menambah
kapasitas trigliserida dalam darah. Pada jantung, asam lemak bebas
meningkatkan konsumsi oksigen yang nantinya akan meningkatkan
kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat.
Pada proses transportasi kolesterol , terdapat elevasi dari lipoprotein
densitas rendah (Low Density Lipoprotein & Very Low Density
Lipoprotein/ LDL & VLDL) dan penurunan lipoprotein densitas tinggi
(High Density Lipoprotein/ HDL) pada orang yang merokok dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini tentunya menunjang terjadinya
atherosclerosis dikarenakan lipoprotein densitas rendah memindahkan
kolesterol dari hati melalui pembuluh darah lalu ke jaringan
sedangkan lipoprotein densitas tinggi bekerja sebaliknya, yakni
memindahkan kolesterol dari jaringan melalui pembuluh darah dan
dikembalikan ke hati. Karena hal inilah maka kadar kolesterol dalam
darah akan meningkat sehingga besar kemungkinan terjadinya
atherosclerosis.
3) Pembentukan Arteriokslerosis
Arteriosklerosis dan Atherosklerosis merupakan dua hal yang
sedikit berbeda Arteriosklerosis menggambarkan kelainan arteri
secara umumnya dimana terjadi penebalan pada dinding dari segala
jenis arteri, sedangkan atherosclerosis memiliki ciri khas tersendiri,
yakni penumpukan lipid di tunika intima aorta dan arteri muscular
(coroner, femoral, carotis, dll). Merokok diperkirakan menjadi salah
satu faktor risiko terbesar dalam pembentukan atherosclerosis. Tahap
awal terjadinya atherosclerosis dimulai dari agregasi platelet/trombosit
pada lokasi dinding arteri yang mengalami turbulensi aliran darah atau
dinding yang mengalami kerusakan endothelial. Nikotin pada rokok
mampu meningkatkan viskositas darah dan memacu agregasi
trombosit, agregasi trombosit dipacu dengan menekan produktivitas

32
dari prostacyclin (Prostacyclin berfungsi membatasi agregasi
trombosit), agregasi platelet yang berlebih menghasilkan thrombus
(Bekuan darah) dan mempercepat pembetukan plak-plak atheroma.
Kedua hal ini meningkatkan risiko terjadinya iskemik pada perdarahan
jantung.
4) Sistem Saraf Otonom
Nikotin selain mempengaruhi fungsi kardiovaskuler secara
langsung juga dapat mempengaruhi secara tidak langsung, yaitu
secara neurohormonal dengan menyebabkan disfungsi pada sistem
saraf otonom yang meregulasi kerja jantung. Disfungsi ini berupa
respons heart rate (HR) saat istirahat dan heart rate saat beraktivitas
yang abnormal. Pada sirkulasi, nikotin dapat menyebabkan saraf
simpatik lebih banyak berkerja dibanding saraf parasimpatik, dan
apabila hal ini terjadi maka medulla adrenal akan dipaksa untuk
mensekresikan hormone katekolamin (epinefrin dan norepinefrin)
sehingga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah yang akan
diikuti oleh peningkatan HR, kontraktilitas jantung, dan beban kerja
bagi myocardium. Adapun efek dari nikotin terhadap HR adalah
peningkatan HR saat seseorang sedang istirahat dan penurunan batas
HR maksimal saat sedang beraktivitas berat.
5) Resistensi Insulin
Insulin dikenal sebagai hormone penyimpanan karena berperan
dalam anabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin bekerja
dengan berikatan pada reseptor spesifik di sel-sel target pada jaringan
sehingga dapat melancarkan aktivitas metaboliknya. Namun apabila
fungsi ini terganggu maka sel-sel tersebut akan resistens terhadap
insulin mengakibatkan gangguan metabolic.

Nikotin meningkatkan kerja sistem saraf simpatik, yang berarti


saraf simpatik akan lebih banyak mensekresikan hormone
katekolamin yang dikenal antagonis terhadap insulin sehingga dapat

33
menjadi pencetus dari resistensi insulin sekaligus mengurangi
produksinya. Bila terjadi resistensi insulin, glukosa tidak akan dapat
dikatabolisme sehingga menumpuk dalam tubuh atau diubah menjadi
trigliserida yang nantinya akan mendorong terjadinya atherosclerosis.
Secara keseluruhan, konsumsi rokok yang lama akan merusak
struktur endotel pembuluh darah melalui proses oksidasi radikal
bebas, meningkatkan kadar lipid, kolesterol, VLDL, LDL, agregasi
trombosit dan disaat yang bersamaan mengurangi faktor defensif,
seperti HDL, antioksidan, vasodilator, antitrombotik, dan anti
inflamasi (seperti NO dan Prostacylin), dan resistensi insulin sehingga
berujung pada pembentukan plak-plak atheroma atau atherosclerosis.
Atherosklerosis merupakan salah satu hambatan aliran darah yang
akan meningkatkan tahanan resistensi perifer, yang utamanya
menaikkan tekanan darah. Terhambatnya aliran darah mengurangi
suplai oksigen ke seluruh tubuh dan jantung itu sendiri, menyebabkan
iskemik hingga memberikan manifestasi sesak dan nyeri dada pada
pasien.
Adapun penyebab secara tidak langsung dari sesak nafas
adalah terganggunya kerja sistem saraf otonom dimana terdapat
aktivasi saraf simpatik yang berlebihan dan penahanan kerja saraf
parasimpatik oleh efek nikotin. Akibatnya terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah, peningkatan HR dan kontraktilitas otot jantung .

b. Karbon Monoksida (CO)

34
Gambar 2.6 Dampak Karbon Monoksida pada Sistem Kardiovaskuler

Karbon monoksida (CO) dapat membahayakan tubuh dikarenakan


afinitas atau daya ikatnya terhadap hemoglobin (Hb) dari sel darah merah.
Bila karbon monoksida terikat hemoglobin (HbCO) maka daya ikatnya
akan lebih besar dibandingkan ikatan antara O2 dengan hemoglobin. Oleh
karena itu, paparan terhadap CO yang panjang dan berlebih akan
mengurangi saturasi O2 di sirkulasi, kurangnya saturasi O2 mengartikan
kurangnya O2 yang dibawa ke jaringan dan otot sehingga pada kasus ini
nyeri dada dan sesak pada pasien diduga disebabkan oleh iskemik kartena
kurangnya pasokan O2 ke jaringan perifer dan myocardium. Apabila
jantung kekurangan suplai O2, jantung tidak akan memiliki sumber energy
untuk berkontraksi guna memompa darah sehingga sebagai
kompensasinya jantung mencoba untuk mendapatkan energi dengan
proses anaerobic. Proses anaerobic akan menghasilkan asam laktat yang
juga diduga akan menjadi penyebab terjadinya nyeri pada jantung.

Referensi :

1) Papathanasiou, George. 2014. Effects of Smoking on Cardiovascular


Function : The Role of Nicotine and Carbon Monoxide. Health Science
Journal. Department of Nursing and Technological Educational Institute
of Athens.

2) Cope, Graham. 2013. The Effect of Smoking on Cardiovascular System.


British Journal of Cardiac Nursing. University of Birmingham.

5. Hubungan Riwayat Penyakit yang diderita dengan riwayat keluarga

35
Nyeri dada merupakan keluhan utama pada pasien dengan gejala
penyerta lainnya. Nyeri dada sering diidentikkan dengan penyakit jantung
ataupun paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat bergantung pada
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, terutama anamnesa yang berkaitan
dengan lokasi, penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus.

Apabila nyeri dada yang dimaksud berjenis non pleuritik, maka


Penyakit Jantung Koroner (PJK) dapat kita curigai sebagai salah satu
penyakit yang dapat berkaitan dengan riwayat keluarga. Sebuah penelitian
yang dilakukan pada 100 orang di rumah sakit khusus jantung Sumatera
Barat dan RS Ibnu Jamil Padang menunjukkan bahwa 99% penderita PJK
mengikuti pola pewarisan autosomal dominan dan 1% mengikuti pola
pewarisan autosomal resesif. Dari persentase ini dapat dilihat bahwa PJK
pada etnis Minangkabau memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara
autosomal dominan. Pola pewarisan autosom dominan dicirikan dengan
terdapatnya penderita pada setiap generasi. Jumlah penderita pada setiap
generasi biasanya lebih dari satu orang.

Sementara, penyakit lainnya berjenis pleuritik maupun non


pleuritik tidak ditemukan referensi yang kuat untuk menjelaskan
keterkaitannya dengan riwayat keluarga. Seperti pada penyakit GERD
yang biasanya lebih dikaitkan dengan pola hidup maupun pola makan.

Hasil pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan fisik mampu


menunjukkan kecurigaan yang tinggi pada pasien dengan diagnosa
Sindroma Metabolik. Sindroma Metabolik yang didefinisikan sebagai
kumpulan gejala yang mampu mengakibatkan aterosklerosis pada jantung
tidak dapat dicurigai berkaitan langsung dengan riwayat keluarga.
Walaupun, salah satu gejala yang dialami seperti resistensi insulin terbukti
mampu diwariskan, namun permasalahan utama pada sindroma metabolic
ialah obesitas. Obesitas menunjukkan keterkaitan yang lebih, pasien
terhadap pola hidup terkhusus pola diet disbanding riwayat keluarga.

36
Referensi :
Klug WS and Cummings MR. Essensial of Genetics 5th edition. USA: Pearson
Education, Inc; 2005

6. Tata Laksana Awal

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia


(2015) terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan
diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di
ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan marka
jantung adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang
tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

a. Tirah baring

b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi


O2 arteri < 95% atau yang mengalami distres respirasi

c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6


jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arter

d. Aspirin 160- 320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah) yang lebih
cepat. Pada pembuluh darah koroner, agregrasi platelet dan
pembentukan trombus dilakukan oleh troboksan A2 (TXA-2) yang
dihasilkan oleh platelet yang teraktivasi dan dikatalisis oleh enzim
siklooksigenase 1 (COX-1). Pemberian Aspirin bertujuan untuk
membatasi trombus. Aspirin menghambat COX-1 dalam platelet,
menghambat produksi TXA-2 dan agregrasi platelet. Pasien yang alergi
aspirin bisa diberikan clopidogrel 300 mg (Fletcher, 2007).

37
e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/ hari. Pada pasien yang
direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel. Pasien
STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik dengan dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 75 mg/ hari.

f. Nitrogliserin (NTG) spray/ tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri


dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap
lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan
pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti.

g. Morfin diberikan sebagai analgesik, untuk mengurangi kecemasan


pasien dan menurunkan respon adrenalin, frekuensi nadi (heart rate),
tekanan darah dan kebutuhan oksigen miokard (Fletcher, 2007).
Pemakaian morfin dosis rendah 5- 10 mg memiliki efek analgesia yang
disertai hilangnya fungsi sensorik, eksitasi, depresi nafas, miosis, suhu
badan menurun, psikomotor menurun, letargi dan apatis. Masa kerja
morfin 4-5 jam (Hartadi & Liman, 2000).

Referensi :

Sindrom Koroner Akut.Repository.Unimus.ac.id

7. Langkah Diagnosis

1. Anamnesis.

38
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten
(>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta
seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan
sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion),
sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia
muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita
diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina
atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai
angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina
setelah terapi nitrat
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas
risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National
Cholesterol Education Program) sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA.

2. PEMERIKSAAN FISIK 

39
a. Keadaan umum
Pengkajian keadaan umum meliputi kesan secara um
um pada keadaan sakit termasuk ekspresiwajah (cembe
rut, grimace, lemas), dan posisi pasien. Kesadaran yang 
meliputi penilaian secarakualitatif (komposmentis, apati
s, somnolen, sopor, soporokoma, koma) dapat juga men
ggunakanGCS. Lihat juga keadaan status gizi secara um
um (kurus, ideal, kelebihan berat badan).

b. Pemeriksaa tanda-tanda vital
Pemeriksaan tandatanda vital meliputi pemeriksaan t
ekanan darah, nadi (frekuensi, kualitas,irama), pernapa
san (frekuensi, kedalaman, irama pola pernapasan), suh
u tubuh, skala nyeri.
c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
Kulit meliputi warna (adanya pigmentasi, sianosis, ikt
erus, pucat, eritema), turgor, kelembabanedema, bekas 
luka dll.Rambut dapat dinilai dari warna, kelebatan, dist
ribusi, bau keadaan, kusut dan kering dll
d. Kelenjar getah bening dapat dinilai dari bentuknya serta 
tanda-tanda radang yang ada di daerahsevikal anterior, 
inguinal oksipital dan retroaurikular.
e. Pemeriksaan kepala dan leher
Periksa bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kepal
a, ubun-ubun ( fontenal), struktur wajah(simetris atau ti
dak), ada tidaknya pembengkakan, dll.Pada mata dapat 
dilihatdari visus, palpebra, alis bulu mata, konjungtiva, 
sklera, kornea, pupil danlensa.dllPada telinga dapat dili

40
hat dari daun telinga, liang telinga, membran timpani, 
mastoid, ketajaman pendengaran.dllHidung dan mulut, 
ada atau tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), 
bibir, gusi atautidaknya tanda radang, perdarahan lidah
, salvias, faring, laring dll.Periksa ada atau tidaknya kak
u kuduk, massa di leher (jika ada periksa ukuran, bentu
k, posisi,konsistensi) dan ada atau tidaknya nyeri telan 
dll.
f. Pemeriksaan dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung. 
Secara umum periksa bentuk dada dankeadaan paru (si
metris atau tidak), pergerakan napas, ada atau tidakny
a fremitus suara, krepitasi, perkusi daerah dada untuk 
menentukan batas kelainan, dan auskultasi untuk mene
ntukanabnormalitas sistem pernapasan. Pada saat pem
eriksaan jantung, periksa denyut apeks 9dikenaldengan 
iktus kordis) dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thril
l) bunyi jantung tambahan atau bising jantung dll.

h. Pemeriksaan abdomen
Data yang dikumpulkan antara lain adalah ukuran at
au bentuk perut, dinding perut, bising usus,adanya kete
gangan dinding perut, atau adanya nyeri tekan. Selanju
tnya lakukan palpasi padaorgan hati, limpa, ginjal, kand
ung kencing untuk memeriksa ada aau tidaknya nyeri d
an pembesaran pada organ tersebut. Kemudian periksa 
anus, rektum dan genetalia.
i. Pemeriksaan ekstremitas dan neurologis
Pemeriksaan anggota gerak ini meliputi adanya renta
ng gerak, keseimbangan dan gay berjalan,genggam tan

41
gan, dan otot kaki. Periksa apakah ada kontraktur atau t
idak dll.Kemudian, pada pemeriksaan neurologis periks
a tanda-tanda gangguan neurologis sepertikejang, trem
or, parese, dan paralisis, pemeriksaan reflek, kaku kudu
k, pemeriksaan brudzinzki,dan tanda keming ( hambata
n atau rasa sakit daerah ekstremitas bawah ketika dilak
ukan flesksi).

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : Menunjukan peninggian gelombang ST, iskemia b
erarti penurunan atau datanyagelombang T, menunjuka
n cedera dan adanya gelombang Q, nekrosis berarti.
b. Enzim jantung dan iso enzim : CPKMB (isoenzim yang dit
emukan pada otot jantung),meningkat dalam 12-24 jam, 
kembali normal dalam 36-48 jam . LDH meningkat dala
m 12=24 jam, memuncak dalam 24=48 jam, dan mema
kan waktu lama untuk kembali normal.
c. Elektrolit :Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi kon
duksi dan dapat mempengaruhikontraktilitas, contoh, hi
pokalemia/ hiperkalemia.
d. Sel darah putih : Leukosit (10.000=20.000). biasanya ta
mpak pada hari kedua setelah IM.sehubungan dengan p
roses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-
ketiga setelah IM menunjukaninflamasi.
f. Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/
perfusi organ akut/kronis.
g. GDA/Oksimetri nadi : dapat menunjukan hipoksia atau p
roses penyakit paru akut/kronis.8. Kolesterol/trregliserid

42
a serum : meningkat, menunjukan arteriosklesis sebagai 
penyebab IM.
h. Foto dada : mungkin normal atau menunjukan pembesa
ran jantung diduga GJK atauaneurisme ventrikuler
i. Ekoekardiogram : mungkin dilakukan untuk menetukan 
dimensi serambi, gerakan katup/dinding ventrikuler, dan 
konfigurasi/fungsi katup.
j. Pencitraan darah jantung : Mengevaluasi penampilan ve
ntrikel khusus dan umum, gerakandinding regional dan f
raksi ejeksi (aliran darah).
k. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/peny
umbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubun
gan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji 
fungsiventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu d
ilakukan pada fase akut IM kecualimendekati bedah jant
ung angioplasti.
l. Digital Substraction Angiography (DSA) : tekhnik yang di
gunakan untuk menggambarkanstatus penanaman arter
i dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.
m. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) : memungkinkan vis
ualisasi aliran darah, serambi jantung/katup ventrikel, k
atup, lesi veskuler, pembentukan plak, are nekrosis/infar
k, dan bekuandarah.
n. Tes stress olahraga : menetukan respon kardiovaskuler 
terhadap aktivitas (sering dilakukansehubungan dengan 
pencitraan talium pada fase penyembuhan).

43
8. Diagnosis Banding

a. Congestif Heart Failure (CHF)

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terjadi karena


abnormalitas struktur dan fungsi jantung yang diturunkan atau didapat
sehingga mengganggu kemampuan pompa jantung. Berdasarkan onset
terjadinya gagal jantung dibedakan menjadi :

- Gagal jantung akut


- Gagal jantung kronik/kongestif

Gagal jantung kronik/kongestif adalah suatu kondisi


patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai
dengan kebutuhan jaringan yang terjadi sejak lama.

1) Etiologi

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard,


endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan
gangguan irama. Beberapa faktor risiko yang berperan terhadap kejadian
gagal jantung antara lain adalah tekanan darah yang tinggi, penyakit arteri
koroner, serangan jantung, diabetes, konsumsi beberapa obat diabetes,
sleep apnea, defek jantung kongenital, penyakit katup jantung, virus,
konsumsi alkohol, rokok, obesitas, serta irama jantung yang tidak regular.

2) Patofisiologi

Pada gagal jantung, terjadi ketidakmampuan jantung untuk


memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
ataupun dapat menjalankan fungsinya tetapi dengan tekanan pengisian

44
yang lebih tinggi dari normal. Pada kebanyakan kasus gagal jantung,
jantung tidak dapat mengikuti ritme kebutuhan dasar jaringan perifer.
Pada beberapa kasus, gagal jantung terjadi akibat peningkatan
kebutuhan jaringan akan darah yang meningkat (high output failure).
Pada definisi perlu dieksklusikan kondisi dimana cardiac output yang
tidak adekuat yang terjadi karena kehilangan darah maupun proses
lain yang menyebabkan penurunan pengembalian darah ke jantung.
Secara mekanis, jantung yang gagal tidak dapat lagi memompakan
darah yang telah dikembalikan melaui sirkulasi vena. Cardiac output
yang tidak adekuat (forward failure) hamper selalu diikuti oleh
peningkatan kongesti sirkulasi vena (backward failure), dikarenakan
kegagalan ventrikel untuk mengejeksi darah vena yang diterimanya.

3) Klasifikasi

Sistem klasifikasi New York Heart Association (NYHA)


mengkategorikan gagal jantung dengan skala I sampai IV, sebagai
berikut :
- Kelas I: Pasien dengan penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas
fisik
- Kelas II: Pasien dengan penyakit jantung dengan limitasi
ringan terhadap aktivitas fisik
- Kelas III: Pasien dengan penyakit jantung dengan limitasi
bermakna terhadap aktivitas fisik
- Kelas IV: Pasien dengan penyakit jantung dengan
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas apapun tanpa
menimbulkan gejala.
4) Manifestasi Klinis

Pasien gagal jantung dapat mengalami penurunan toleransi


latihan dengan dyspneu, fatigue, kelemahan secara umum dan retensi
cairan, dengan pembengkakan perifer ataupun abdominal dan

45
orthopneu. Hampir seluruh pasien gagal jantung mengalami dyspneu
yang dipicu aktivitas. Manifestasi klinis gagal jantung secara
keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun demikian
dapat digambarkan sebagai berikut :
- Ortopneu yaitu sesak saat berbaring
- Dyspneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktivitas
- Paroxysmal nocturnal dyspneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba
pada malam hari disertai batuk
- Berdebar-debar
- Batuk-batuk

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria


utama atau tambahan
a) Kriteria utama :
- Ortopneu
- Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND)
- Kardiomegali
- Gallop
- Peningkatan JVP
- Reflek hepatojugular

b) Kriteria tambahan :
- Edema pergelangan kaki
- Batuk pada malam hari
- Dyspneu On Effort (DOE)
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Takikardi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya 2 kriteria utama atau 1


kriteria utama disertai 2 kriteria tambahan.

46
5) Tata Laksana

a. Non farmakologis :
- Diet (hindari obesitas, rendah garam : 2g pada gagal jantung
ringan dan 1g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat 1,5 liter pada gagal jantung ringan)
- Hindari/hentikan merokok
- Hentikan minum alkohol
- Istirahat

b. Farmakologis :

Jenis diuretika Dosis inisiasi Frekuensi Dosis max


(mg) pemberian (mg/hari)

Furosemid 20-40 mg 1-2 kali sehari 500 mg

Bumetanid 0,5-1,0 / 1-2 mg 1-2 kali sehari 10 mg

Torasemid 10-20 mg 1 kali sehari 200 mg

Hidroklorotiazid 25 mg 1-2 kali sehari 100 mg

Metolazon 2,5 mg 1 kali sehari 20 mg

Indapamid 2,5 mg 1 kali sehari 2,5 mg

Tabel 2.2 Jenis diuretik pada gagal jantung kongestif

47
Jenis Obat Dosis Inisiasi (mg) Dosis pemeliharaan
(mg)

Obat ACE Inhibitor :


- Captopril 6,25 mg 25-50 mg tid (3x
- Benazepril 2,5 mg sehari)
- Enalapril 2,5 mg 5-10 mg bid (2x

- Lisinopril 2,5-5 mg sehari)

- Ramipril 1,25-2,5 mg 10 mg bid (2x


0,5 mg sehari)
- Trandolapril
5-20 mg (perhari)
2,5-5 mg bid (2x
Obat ARB Inhibitor :
40 mg bid sehari)
- Valsartan
4 mg qd 4 mg qd (setiap hari)
- Candesartan
75 qd
- Irbesartan
12,5 mg qd
- Losartan
80-320 mg
4-32 mg
Obat Penyekat β :
3,125 mg qd 150-300 mg
- Carvedilol
1,25 mg qd 50-100 mg
- Bisoprolol
12,5-25 mg qd
- Metoprolol suksinat

12,5-50 mg bid
2-10 mg qd
10-30 mg

48
Tabel 2.3 Jenis obat yang digunakan pada gagal jantung kongestif

6) Prognosis

Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30-


40%, sedangkan angka dalam 5 tahun 60-70%. Kematian disebabkan
karena perburuhkan klinis mendadakan yang kemungkinan disebabkan
karena aritmia ventrikel. Berdasarkan klasifikasinya NYHA kelas IV
mempunyai angka kematian 30-70% sedangkan NYHA kelas II 5-
10%.

b. SINDROM KORONER AKUT


1) Definisi
Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang
menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction =
STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST
segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris
tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut
berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya
jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis. UAP dan NSTEMI
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP)
dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah
apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker
kerusakan miokardium dapat diperiksa.

49
2) Epidemiologi
Penelitian menunjukkan bahwa penderita yang simtomatis
prognosisnya lebih baik daripada yang penderita yang asimtomatis. Data
saat ini menunjukkan bahwa bila penderita asimtomatis atau dengan
simtom ringan, kematian tahunan pada penderita dengan pada satu dan dua
pembuluh darah koroner adalah 1,5 % dan kira-kira 6 % untuk lesi
pada tiga pembuluh darah koroner. Kalau pada golongan terakhir ini
kemampuan latihan (exercise capacity) penderita baik, kematian tahunan
adalah 4 % dan bila ini tidak baik kematian tahunannya kira-kira 9 %,
karena itu penderita harus dipertimbangkan untuk revaskularisasi.

3) Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor
aterogenik.
b) Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita
sampai menopause, setelah menopause kerentanannya menjadi sama
dengan pria. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita sebelum menopause.
c) Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(yaitu saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum
usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis
prematur. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk
aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti
pada gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula

50
mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup
yang menimbulkan stres atau obesitas.
d) Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
 Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena
efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO)
dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan
mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri,
sedangkan glikoprotein tembakau dapat mengakibatkan reaksi
hipersensitif dinding arteri.

 Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam
lemak bebas) berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak
endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipd yang
relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan
dengan aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak
larut dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama
lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling
tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya
akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
resiko penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner,
sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.
 Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban
kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi
ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan

51
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan
payah jantung. Jantung jadi semakin terancam dengan adanya
aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium
meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya
mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi
infark. Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan
endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi yang lama
(endothelial injury).
 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL
dari sirkulasi akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes
mellitus, degradasi LDL di hepar menurun, dan gikolasi kolagen
meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang
berikatan dengan dinding vaskuler.
 Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri,
karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.

4) Faktor Predisposisi
a) Hipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
rupturnya plak pada pembuluh darah.

b) Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke
jaringan, termasuk ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, jantung dipacu untuk meningkatkan cardiac ouput. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan
gangguan pada jantung.

52
c) Kerja fisik / olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen
terhadap jaringan dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis
mengakibatkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya
mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi infark.

1) Patogenesis
Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan
fibrotik dari plak arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya
agregasi dan adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan
embolisasi trombus distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan
tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya resiko ruptur plak
arteri koronaria. Pembentukan trombus dan terjadinya vasokonstriksi
yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxan A2 oleh platelet
mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan
aliran darah koroner. Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis
dimana terjadi penebalan dan pengerasan dari dinding pembuluh darah
yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga
menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak. Aterosklerosis
bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi
yang dapat mempengaruhi system vaskuler seluruh tubuh sehingga
dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam
manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal tersebut merupakan
penyebab utama penyakit arteri koroner.
Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada
atherogenesis. Inflamasi dengan stress oksidatif dan aktivasi makrofag
adalah mekanisme primer. Diabetes mellitus, merokok, dan hipertensi
dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi
oleh peningkatan kadar angiotensin II melalui stimulasi reseptor AT-I.
Penyebab lain dapat berupapeningkatan C-reactive protein, peningkatan

53
fibrinogen serum, resistensi insulin, stress oksidatif, infeksi dan
penyakit periodontal. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel
dan menyebabkan proliferasi sel otot polos, aktivasi respon imun dan
inflamasi. LDL teroksidasi masuk ke dalam tunika intima dinding
arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung
oksi LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan
maka akan membentuk jejas fatty streak. Pembentukan lesi tersebut dapat
ditemukan pada dinding pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-
anak. Ketika terbentuk, fatty streak memproduksi radikal oksigen
toksik yang lebih banyak dan mengakibatkan perubahan inflamasi
dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih progresif.
Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan
pembentukan plak fibrosa di atas sel otot polos tersebut. Proses
tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi termasuk growth
factor (TGF beta).
Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan
menyumbataliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga,
sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication
intermitten).Banyak plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur)
tidak menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami
ruptur. Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari
proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga
menyebabkan perdarahan pada lesi. Plak atherosklerosis dapat
diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas
dan kerentanan terhadap ruptur. Plak yang menjadi ruptur merupakan
plak kompleks. Plak yang unstable dan cenderung menjadi rupture adalah
plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang
diliputi oleh fibrous caps yang tipis. Plak yang robek (ulserasi atau
rupture) terjadi karena shear forces, inflamasi dengan pelepasan
mediator inflamasi yang multiple, sekresi macrophage-derived
degradative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi. Ketika rupture,

54
terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade
pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat.
Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga
terjadi iskemia dan infark.

2) Patofisiologi
Proses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi
perlahan-lahan. Namun, apabila terjadi obstruksi koroner tiba-tiba
karena pembentukan thrombus akibat plak aterosklerotik yang rupture
atau mengalami ulserasi, maka terjadi sindrom koroner akut.
Unstable angina : adalah akibat dari iskemi miokard reversibel dan
dapat mencetuskan terjadinya infark.
Infark miokard : terjadi apabila iskemia yang berkepanjangan
menyebabkan kerusakan ireversibel dari otot jantung

3) Diagnosis
Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai
keluhan iskemi sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-
MB dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti
adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam
waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak
stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.

Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil


Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita
yang datang dengan keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang
hebat, bukan disebabkan oleh trauma, yang mengarah pada iskemia
miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun atau wanita
terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan evaluasi
lebih lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi,

55
penekanan, pengaruh makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya
faktor resiko. Wanita sering mengeluh nyeri dada atipik dan gejala tidak
khas, penderita diabetes mungkin tidak menunjukkan gejala khas
karena gangguan saraf otonom. Nyeri pada SKA bersifat seperti
dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas, ditikam, ditinju, dan
rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian
tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat
ditunjuk dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang,
bahu, punggung, lengan kiri atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit,
tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau pemberian nitrat. Keluhan pasien
umumnya berupa :
Resting angina: terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit
New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik
sehari-hari, aktifitas ringan/ istirahat
Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama,
sering, nyeri atau dicetuskan aktivitas lebih ringan.
Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di
daerah epigastrium yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat
disertai gejala otonom sesak napas, mual sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada
yang khas.

Elektrokardiografi (ECG)
Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis
maupun stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi
segmen ST yang baru menunjukan kemungkinan adanya iskemi atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T negatif
kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan
karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal,
dan pada NSTEMI 1-6% ECG juga normal.

56
Exercise test
Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan
faal ventrikel kiri, adanya mitral insuffisiensi dan abnormalitas gerakan
dinding reginal jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stress
ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi
miokardium.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah
diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA.
Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap
adanya mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin
tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat
kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di
otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan
meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa
Elevasi ST (NSTEMI). Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
kadangkala epigastrium dengan ciri khas seperti diperas, diikat, perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi
gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan onset
baru angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
berbanding dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat. Gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar terutama pasien lebih dari 65 tahun.

Elektrokardiogram (ECG)
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST
merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada

57
Thrombolysis in Myocardial Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya
depresi segmen ST baru sebanyak 0.05mV merupakan predictor outcome
yang buruk. Outocme yang buruk meningkat secara progresif dengan
memberatnya depresi segmen ST dan baik depresi segmen ST
maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan
informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

Biomarker Kerusakan Miokard


Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard
yang lebih disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti
CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin
pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 3-4 minggu.

Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan


Elevasi ST (STEMI)
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan
anamnesa nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >
2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau >
1mm pada dua sadapan ektremitas. Pmeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun
keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil
pemeriksaan enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.
 Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri
dadanya berasal dari jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah
nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok,
stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.Pada hampir

58
setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau
bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam,
variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien IMA. Harus mampu mengenal nyeri dada angina
dan mamapu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena
gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
 Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.
 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih
benda berat, sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher,
rahang bawah, gigi, punggung interskapular, perut dan dapat
juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan
 Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat
dingin, cemas dan lemas.
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut,
emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan
gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI
tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut

 Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri
dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya
STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyaimanifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir

59
setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisik lain pada
disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI .

 Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di UGD.
Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG
awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-
10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien
dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.Sebagian besar pasien dengan
presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard
gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi
bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA atau
NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah
infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang

60
Q atau menghilangnya gelombang R dan infark miokard
nontransmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara
segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi gambaran
patologis EKG dengan lokasi infark (mural atau transmural).

 Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB)
dan Cardiac Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan
secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada
keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin
dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard) :
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari. CKMB turut meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik.
 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5-10 hari.
 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
 Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada
infark miokard dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan
kembali normal dalam 3-4 hari.

61
 Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila
ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali
normal dalam 8-14 hari.
4) Komplikasi STEMI
a) Disfungsi ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan
dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut hasil ini
berasal dari ekspansi infark. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen non infark, mengakibatan penipisan yang disproporsional dan
elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark dengan
dilatasi pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dengan prognosis yang buruk.
b) Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit karena STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronkhi basah di paru
dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada roentgen sering
dijumpai kongesti paru.
c) Syok kardiogenik
Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk,
sedangkan 90% ditemukan selama perawatan. Biasanya pasien yang
berkembang menjadi syok kardiogenik mempunayi penyakit arteri
koroner multivessel.

62
d) Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark posteroposterior
menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat
ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel
kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST
pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R sering
dijumpai pada 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi
terdiri dariekspansi volume untuk mempertahankan preload
ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk meningkatkan
tampilan dengan reduksi takanan arteri pulmonalis.

e) Aritmia pasien pasca STEMI


Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera
setelah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit,
iskemia dan penghambatan konduksi di zona iskemia miokard.

f) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadik yang tidak sering terjadi
pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.
Penyekat beta efektif dalam mencegah aktifitas ektopik ventrikel pada
pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan harus diberikan
rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan
hipomagnesemia merupakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada
pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayan mencapai 4,5
mmol/liter dan magnesium 2 mmol/liter.
g) Takikardi dan fibrilasi ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardidan fibrilasi ventrikular
dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.

63
h) Komplikasi mekanik
Ruptur muskularpapilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventikel. Penatalaksaan dengan operasi.

5) Penatalaksanaan
a. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)
Tindakan umum Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya
di unit intensif koroner, dan diistirahatkan (bed rest), diberi obat
penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidinperlu pada
pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin.
 Terapi Medikamentosa
 Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena
dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan
afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan
oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan
vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Yang ada di Indonesia terutama Isosorbit dinitrat, yang
dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4mg/jam. Bila
keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per
oral.

 Beta-blocker
Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen
miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya
kontraksi miokardium. Meta-analisis dari 4700 pasien dengan UA
menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark
sebesar 13% (p<0.04). Semua pasien UA harus diberi penyekat
beta kecuali ada kontraindikasi seperti asam bronkiale dan pasien

64
dengan bradiaritmia. Beta-bloker seperti propanolol, metoprolol,
atenolol, telah diteliti pada pasien UA, yang menunjukkan
effektivitas yang serupa.

 Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar:
golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan
nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua
golongan ini dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah.Golongan dihidropiridin mempunyai
efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus
maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif
juga lebih kecil. Verapamil dan diltiazem memperbaiki survival
dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,
pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan
nondihidropiridin pada pasien SKE dengan faal jantung normal.
Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang ada
kontraindikasi dengan beta-bloker.

 Aspirin
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal pada
pasien UA. Oleh karena itu aspirin dianjurkan seumur hidup
dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80-325
mg per hari.

 Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang
menghambat agregasi platelet. Klopidogrel juga terbukti dapat
mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular dan

65
dianjurkan pada pasien yang tidak tahan aspirin. AHA
menganjurkan pemberian klopidogrel bersama aspirin paling
sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg
per hari dan selanjutnya 75 mg per hari

 Unfractionated Heparin
Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari
pelbagai rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan
aktivitas antikoagualn yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila
terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan
faktor Xa. Kelemahan heparin adalah efek terhadap trombus
yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet
faktor 4.

 Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)


LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai
polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang
dari 18 jam dan hanya bekerja pada faktor Xa.LMWH di
Indonesia adalah dalteparin, nadroparin dan enoksaparin.

c) Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)


Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan
pemantauan EKG untuk deviasi semen T dan irama jantung. Empat
komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu:
 Terapi antiiskemia
Terapi antiplatelet/antikoagulan
Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
Terapi antiiskemia

66
Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan
untuk menghilangkan nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan
dengan intravena dan penyekat beta oral antagonis kalsium
nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau
yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
 Nitrat
Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika
pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah
diberikan nitat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit,
direkomendasi pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-
10ug/menit).

 Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi
jantung 50-60kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi
frekuensi jantung seperti diltiazem dan verapamil pada pasien
dengan nyeri dada persisten.
 Terapi antitrombotik
Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran
utama dalam patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari
agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin
bertanggungjawab atas klot.
 Terapi antiplatelet
Aspirin
Peran penting aspirin adalah menghambat
siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis
multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi
tulang punggung dalam penatalaksanaaan UN/NSTEMI.
Klopidogrel

67
Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine
diphosphate P2Y12 pada permukaan platelet dan dengan
demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaanya pada
UA/NSTEMI.
Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien
UA/NSTEMI dengan kondisi: Direncanakan untuk mendapat
pendekatan non-invasif dini, Diketahui memiliki kontraindikasi
untuk operasi, Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-
36jam.
 Terapi antikoagulan
Infark Miokard Dengan ST Elevasi
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan
terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.
 Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
 Mengurangi / menghilangkan nyeri dada
 Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera,
 Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
 Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
 Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jm pertama.
Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis
0.4mg dan dapat diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain

68
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika
nyeri dadaterus berlansung dapat diberikan NTG intravena (iv). NTG
juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Terapi
nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan. Pasien yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor
sildanefil dalam 24 jam karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan
aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
beban jantung.
Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan
dengan dosis 2-4mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit
sampai dosis total 320mg.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325mg di ruangan EMG. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta Blocker
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100
mmHg, interval PR <0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48jam, dan dilanjutkan
100mg setiap 12 jam.

69
c. Emboli Paru

Emboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri


paru, yang dapatmenyebabkan kematian pada semua usia. Penyakit ini
sering ditemukan dan seringdisebabkan oleh satu atau lebih bekuan darah
dari bagian tubuh lain dan tersangkut di paru-paru, sering berasal dari vena
dalam di ekstremitas bawah, rongga perut, dan terkadang ekstremitas atas
atau jantung kanan Selain itu, emboli paru (Pulmonary Embolism) dapat
diartikan sebagai penyumbatanarteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh
suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatuemboli bisa merupakan
gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairanketuban,
sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan
mengikuti alirandarah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam
jumlah yangmemadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga
kematian jaringan bisa dihindari.Tetapi bila yang tersumbat adalah
pembuluh yang sangat besar atau orang tersebutmemiliki kelainan paru-
paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupiuntuk
mencegah kematian paru-paru.Sekitar 10% penderita emboli paru
mengalami kematian jaringan paru-paru, yangdisebut infark paru.

Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan


dapatdiminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama
untuk hancursehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan
yang besar bisa menyebabkankematian mendadak.Emboli paru merupakan
suatu keadaan darurat medis. 1 sampai 2 jam setelahterjadinya emboli
adalah periode yang paling kritis dan mungkin saja dapat terjadikematian
karena komplikasi seperti infark paru-paru (terjadinya nekrosis jaringan
paru)atau hipertensi paru-paru (meningkatnya tekanan arteri pulmonal),
perdarahan paru- paru,kor pulmonal akut dengan gagal jantung dan
disritmias (gangguan irama jantung), usiasangat rentan terhadap

70
komplikasi-komplikasi tersebut sebab telah terjadi perubahan- perubahan
dari keadaan normal dalam sistem pulmonal (penurunan complains
paruklasifikasi tulang rawan di vertebra) dan sistem kardiovaskular
(penyempitan pembuluhdarah, penebalan dinding kapilar)

Patofisiologi

Thrombus dapat berasal dari arteri dan vena. Thrombus arteri


terjadi karenarusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan intima).
Thrombus vena terjad karena aliran darah vena yang lambat, selain itu
dapat pula karena pembekuan darah dalam vena apabilaterjadi kerusakan
endotel vena. Thrombus vena dapat juga berasal dari pecahnya
thrombusbesar yang terbawa aliran vena. Biasanya thrombus berisi
partikel-partikel fibrin(terbanyak), eritrosit dan trombosit. Ukurannya
bervariasi, mulai dari beberapa millimetersampai sebesar lumen venanya
sendiri Adanya perlambatan aliran darah vena (stasis) akan makin
mempercepatterbentuknya thrombus yang makin besar. Adanya kerusakan
dinding pembuluh darah vena(misalnya operasi rekonstruksi vena
femoralis) jarang menimbulkan thrombus vena.Thrombus yang lepas ikut
aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapaisirkulasi
pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat
menimbulkanobstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih
lanjut. Thrombus pada vena dalam tidak seluruhnya akan lepas dan
menjadi tromboemboli tetapi kira-kira 80% nyaakan mengalami pencairan
spontan (lisis endogen).

Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut Vichrow


1856 atausering disebut sebagaiphysiological risk
factors,meliputi:1.Adanya aliran darah lambat (statis)2.Kerusakan dinding
pembuluh darah vena3.Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi).
Aliran darah lambat (statis) dapat ditemukan dalam beberapa keadaan,
misalnyapasien yang mengalami tirah baring cukup lama, kegemukan,

71
varises, dan gagal jantungkongestif. Darah yang mengalir lambat member
kesempatan lebih banyak untuk membeku(thrombus).

Sebagian besar pasien dengan emboli paru memiliki kondisi klinis


yang berkaitandengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor,
pembedahan dalam waktudekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas,
merokok, peningkatan usia, penyakitkeganasan, pil kontrasepsi oral,
kehamilan, terapi sulih hormone, dan keadaan lain yanglebih jarang
(misalnya sindrom hiperviskositas, sindrom nefrotik).Kerusakan dinding
pembuluh darah vena terjadi misalnya akibat operasi, traumapembuluh
darah (suntikan kateterisasi jantung) dan luka bakar. Adanya kerusakan
endotelpembuluh vena menyebabkan dikeluarkan bahan yang dapat
mengaktifkan factorpembekuan darah (factor Hageman)dan kemudian
dimulailah proses pembekuan darah.Keadaan darah mudah membeku
(hiperkoagulabel)juga merupakan factor predisposisiterjadinya thrombus,
misalnya keganasan, polisitemia vera, anemia hemolitik, anemia selstabil,
trauma dada, kelainan jantung bawaan, splenektomi dengan
trombositosis,hemosistinuria, penggunaan obat kontrasepsi oral (estrogen),
dan trombositopati.Selain hal diatas, thrombosis vena juga lebih mudah
terjadi pada keadaan denganpeningkatan factor V, VIII, fibrinogen
abnormal, defisiensi antitrombin III, menurunnyakadar activator
plasminogen pada endotel vena atau menurunnya pengeluaran
activatorplasminogen akibat berbagai rangsangan, defisiensi protein C,
difesiensi protein S.

Beberapa pasien dengan emboli paru memiliki abnormalitas


pembekuan primerdasar yang memudahkan mereka mengalami
hiperkoagulasi, seperti defek fibrinolisis,peningkatan kadar antibody
antifosfolipid dan defisiensi congenital antitrombin III, proteinC, protein
A, atau plasminogen.Abnormalitas koagulasi ini jarang dan tes skrining
rutin tidak efektif dari segi biaya,kecuali untuk pasien yang berusia kurang
dari 50 tahun, pasien dengan riwayat keluargadengan tromboemboli dan

72
pasien dengan episode emboli paru berulang tanpa adanyapenyebab yang
jelas. Resistensi terhadap protein C teraktivasi, yang disebabkan
olehmutasi gen factor V (mutasi Leiden), telah diidentifikasi. Resistensi
ini dapat terjadi pada5% populasi, meningkatkan risiko thrombosis sebesar
8-10 kali pada kelompok ini, danditentukan pada 20% pasien dengan
thrombosis

Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dapat dipakai untuk


menegakkan suatudiagnosis emboli paru. Tidak satupun pemeriksaan yang
bisa memastikan diagnosis, tetapipemeriksaan laboratorium dipakai
sebagai informasi tambahan, menilai kemajuan terapidan dapat menilai
kemungkinan diagnosis lain.Hipoksemia bisa ditemukan pada emboli
paru. Tekanan parsial O2 ditemukan rendah pada kemungkinan emboli
paru akut, walaupun bisa saja ditemukan normal.

1. Tekan parsial CO2 ditemukan < 35 mmHg, tapi ada juga ditemukan
>45mmHg

2. Pemeriksaan D-dimer Trombosis vena terdiri dari fibrin dan eritrosit yang
terperangkap dalam benang– benang fibrin. Fibrin ini terbentuk akibat
adanya aktivasi sistem koagulasi yang tidak dapatdinetralkan oleh
antikoagulan alamiah. Jika terjadi aktivasi koagulasi maka akan
terbentukthrombin dari protrombin dengan melepaskan fragmen
protrombin 1 dan 2.

Trombinakan diikat oleh antitrombin sehingga terbentuk kompleks


trombin-antitrombin (TAT).Trombin juga mengubah fibrinogen menjadi
fibrin monomer yang akan mengalamipolimerasi membentuk fibrin
polimer. Selanjutnya F XIII akan terjadi ikatan silangsehingga terbentuk
cross-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah cross- linkedfibrin
menghasilkan D-dimer. Oleh karena itu, parameter yang dapat dipakai

73
untuk menilaiaktivasi koagulasi adalah F 1.2, TAT, fibrin monomer dan
D-dimer. Dari semua parameter,yang sering dipakai adalah D-dimer.

Pemeriksaan D-dimer cara ELISA dengan nilai cut off 500 ng/ml
mempunyaisensitifitas paling tinggi yaitu > 99%. Namun ELISA cara
klasik membutuhkan waktulama, sehingga dikembangkan berbagai cara
cepat antara lain SimpliRed yang memakaidarah lengkap dan Vidas DD
yang berdasarkan enzyme linked fluorescence assay .SimpliRed
mempunyai sensitifitas 85% dan spesifisitas 71% dan nilai prediksi
negatif92%. Vidas DD mempunyai sensitifitas 98% dan spesifisitas 41%
dengan nilai prediksinegatif 98%. Penelitian prospektif yang dilakukan
Palareti dkk tahun 2006 di Italia mengenaipenggunaan tes D-dimer pada
pasien tromboemboli idiopatik yang menggunakanantikoagulan jangka
panjang dan yang tidak. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasienyang
memiliki nilai abnormal D-dimer abnormal setelah penghentian
pemakaianantikoagulan 1 bulan mempunyai insiden berulang yang
signifikan terjadinyatromboemboli vena (15% dibandingkan dengan yang
tetap memakai antikoagulan 2,9%)dan akan berkurang bila kembali
digunakan antikoagulan.

3. Pemeriksaan Foto Toraks, gambaran foto toraks biasanya menunjukkan


kelainan, walaupun tidak jelas, nonspesifik dan tidak memastikan
diagnosis. Gambaran yang nampak berupa atelektasis atauinfiltrate.
Gambaran lain dapat berupa konsolidasi, perubahan letak diafragma,
penurunangambaran vaskuler paru, edema paru.

4. Pemeriksaan angiogram paru ini merupakan standar baku emas untuk


memastikanemboli paru. Pemeriksaan ini invasif dan mempunyai resiko.
Temuan angiografik emboliparu berupa filling defect dan abrupt cutoff
dari pembuluh darahArteriogram negatif menyingkirkan diagnosis
tromboemboli, sedangkanarteriogram positif merupakan konfirmasi
diagnosis. Di tangan operator yangberpengalaman, komplikasi angiografi

74
paru ini jarang terjadi. Komplikasi ini meliputireaksi pirogen terhadap
kontras, reaksi alergik terhadap kontras, perforasi arteri pulmoner,aritmia,
bronkospasme, perforasi ventrikel kanan dan gagal jantung kongestif.
Arteriografisangat invasif, tidak nyaman pada penderita, mahal dan tidak
selalu dapat dilakukan sertamenimbulkan resiko pada penderita.

5. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)merupakan tes yang dapat


mendiagnosis emboli paru. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 86%
dan spesifisitas 96%. Pada saat sekarangdapat dipakai untuk menyikirkan
diagnosis emboli paru pada pasien dengan resiko rendahdan mendekati
intermediet, serta dapat mengkonfirmasi diagnosis emboli paru pada
pasiendengan resiko intermediat dan tinggi.Pemeriksaan CT Pulmonary
Angiogram (CTPA) telah lama dipakai dalam evaluasiemboli paru.

Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa CT angiografi


mempunyai sensitifitas 50% sampai 100% dan spesifisitasnya 81% sampai
100%.Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Sood dkk tahun 2006
denganmembandingkan CT angiografi dengan angiografi paru
konvensional. Penelitian inimenyimpulkan bahwa CT angiografi dapat
dipakai sebagai alternatif untuk mendiagnosisemboli paru dengan
sensitivitas 80% dan spesifisitas 85% dengan keuntungan tidak invasifdan
harga lebih murah.

6. Pemeriksaan Ventilation Perfusion Scanning. Walaupun ada keterbatasan,


pemeriksaan Ventilation-Perfusion Scanning dapatmemberikan informasi
yang berguna dan dapat diinterpretasikan dengan cepat.
GabunganVentilation-Perfusion Scanning dan penilaian klinis dapat
memberikan akurasi diagnosisyang baik dibandingkan dengan hanya
scan.Payar perfusi (Perfusion Lung Scan) yang benar-benar normal
dapatmenyingkirkan dugaan klinis emboli paru. Kriteria untuk
kemungkinan besar positif ataukemungkinan kecil negatif bervariasi
menurut penafsiran, tetapi secara umum tergantungpada ukuran, jumlah

75
dan distribusi defek perfusi, yang dihubungkan dengan foto toraks
danabnormalitas payar ventilasi. Emboli yang terisolasi di lobus atas
jarang terjadi padapenderita berobat jalan, karena aliran darah saat posisi
berdiri lebih terdistribusi ke basal(berbeda dengan penderita yang harus
tirah baring). Defek perfusi yang lebih luas darikonsolidasi yang tampak
pada foto toraks pada daerah yang sama menyokong ada emboli,defek
dengan ukuran sama atau lebih kecil dari abnormalitas radiologi tidak
mendukungkearah emboli.Payar ventilasi paru (Ventilation Lung Scan)
memperbaiki spesifisitas diagnosisemboli. Daerah dengan pengurangan
aktifitas ventilasi regional yang terganggu.Penelitian yang dilakukan Stein
dkk bertujuan untuk menentukan apakah paparanradiasi untuk pasien yang
diduga dengan emboli paru bisa menurun dengan
meningkatkanpenggunaan ventilasi-perfusi (V/Q) scanning dan
mengurangi penggunaan CT paruangiografi (CTPA) melalui intervensi
pendidikan. Jumlah pemeriksaan yang dilakukanCTPA menurun dari
1.234 pada tahun 2006 untuk 920 tahun 2007, dan jumlah V/Q
scanmeningkat dari 745 pada 2006 menjadi 1.216 pada tahun 2007. Berarti
dosis efektif berkurang sebesar 20%, dari 8,0 mSv pada 2006-6,4 mSv
pada tahun 2007 (p <0,0001).Para pasien yang menjalani CTPA dan V/Q
scan pada tahun 2006 adalah usia yang sama.Pada tahun 2007, pasien yang
menjalani V/Q scan secara signifikan lebih muda. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam tingkat false-negatif (kisaran, 0,8-1,2%) antara
CTPA danV/Q scan pada tahun 2006 dan 2007.

7. Pemeriksaan Elektrokardiografi tidak spesifik. Elektrokardiogram normal


tidakmenyingkirkan diagnosis emboli paru, bila ditemukan perubahan,
seringkali bersifatsementara berupa:Deviasi axis ke kanan, sinus takikardi
atau aritmia supraventrikuler, RBBB komplit atau tidak komplit, inversi
gelombang T

8. Pemeriksaan Ekokardiografi. Pemeriksaan ekhokardiografi transtorakal


atau transesofageal terbatas penggunaannya untuk diagnosis emboli paru.

76
Pada ekokardiografi dapat dilihat perubahanukuran dan fungsi ventrikel
kanan dan regurgitasi trikuspid jantung kanan akutmenandakan adanya
regangan. Dengan penilaian klinis yang tepat, perubahan ventrikelkanan
dapat menandakan emboli paru akut.Pemeriksaan untuk diagnosis harus
disesuaikan dengan tingkat kegawatan klinispasien berdasarkan kondisi
pasien, nilai keadaan hemodinamik stabil atau tidak stabil.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan kepada pasein emboli paru atau dengan infark paru
terdiri atas:

1. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien Karena emboli paru


merupakan kegawat darurat, tindakan pertama pada pasien iniadalah
memperbaiki keadaan umum pasien untuk mempertahankan fungsi-fungsi
vitaltubuh. Yang perlu dilakukan misalnya: pemberian oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksemua, memberikan cairan infuse untuk
mempertahankan kestabilan keluaran Pengobatan atas indikasi khusus
Emboli terutama emboli paru massif merupakan keadaan gawat darurat,
sedikit ataubanyak menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, maka
perlu dilakukan tindakanpengobatan terhadap gangguan pada jantung tadi,
yang dengan sendirinya diberikan atasdasar indikasi khusus sesuai
masalah. Misalnya ada indikasi untuk memberikan obat vasopressor, obat
inotropik, anti aritmia, digitasi dan sebagainya.

2. Pengobatan utama terhadap emboli paru atau infark paru


Pengobatan utama terhadap emboli paru atau infark paru yang sampai
sekarang dilakukan adalah pengobatan antikoagulan dengan heparin dan
warfarin serta pengobatan trombolitik. Tujuan pengobatan utama ini ialah:
segera menghambat pertumbuhan tromboemboli, melarutkan
tromboemboli dan mencegah timbulnya emboli ulang.

a. Pengobatan antikoagulan

77
Heparin sekarang ini merupakan pengobatan standar awal pada
pasientromboemboli vena karena memiliki fungsi seperti membuat
pelarutan thrombus oleh sibatfibrinolitik tetapi tidak dihambat oleh
pertumbuhan thrombus dan heparin mencegahtimbulnya emboli
berulan serta heparin juga menghambat agregasi trombosit.Pemberian
heparin dapat dengan berbagai cara: Drip heparin dengan infuse
IV,suntikan IV intermiten dan suntikan subkutan. Dosis heparin: bolus
3000-5000 unit IVdiikuti sebanyak 30.000-35.000 unit/hari dalam
infuse glukosa 5% atau NaCl 0,9% ataudisesuaikan. Pengobatan
sampai mencapai target PTT (partial tromboplastin time)mencapai 1,5-
2 kali nilai normal. Pengobatan diberikan selama 7-10 hari lalu
dilanjutkandengan obat antikoagulan oral.Pemberian subkutan lebih
menguntungkan karena lebih mudah. Dosis mulai dengansuntikan
bolus IV 3000-5000 unit bersama suntikan subkutan pertama,
kemudian suntikansubkutan diberikan 5000 unit/4 jam atau 10.000
unit/8 jam atau 15.000-20.000 unit tiap 12jam sampai mencapai PTT
1,5-2,5 kali nilai normal. Heparin tidak boleh diberikanintramuscular
karena dapat menyebabkan hematom pada tempat suntikan.Kesuksesan
pengobatan dengan heparin mencapai 92% dan bisa diberikan pada
ibuhamil karena aman tidak melewati plasenta.

Warfarin juga dapat sebagai emboli paru. obat ini bekerja


dengan menghambat aktivitas vitamin K, yaitu denganmempengaruhi
sintersis prokoagulan primer (factor II, VII dan X). Karena awal
kerjanyalambat, oleh karena itu pemberian warfarin dilakukan setelah
heparin. Warfarin diberikanpada pasien dengan thrombosis vena atau
emboli paru berulang dan pada pasien denganfactor risiko
menetap.Dosis yang diberikan ialah 10-15 mg/kg BB, dengan target
sampai terjadipemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai normal
waktu protombin yang maksimum.Pemberian warfarin adalah secara
oral. Lama pemberian warfarin sekitar 3 bulan (12minggu) terus

78
menerus. Warfarin diberikan terus pada pasien defisiensi antitrombin
III,defisiensi protein C atau S, pasien dengan antikoagulan lupus atau
antikardiolipin.

b. Pengobatan Trombolitik

Cara ini merupakan pengobatan difinitif karena bertujuan untuk


menghilangkan sumbatanmekanik karena tromboemboli. Cara kerja
obat ini adalah mengadakan trombolisis. Obatyang tersedia ada dua
sediaan yaitu: streptokinase dan urokinase. Streptokinase adalahprotein
nonenzim, disekresi oleh kuman streptokokus beta hemolitik grup C.
sedangkanurokinase adalah protein enzim, dihasilkan oleh parenkim
ginjal manusia. Urokinasesekarang dapat diproduksi lewat kultur
jaringan ginjal.Dua macam obat ini kerjanya memperkuat aktivitas
fibrinolisis endogen denganlebih mengaktifkan plasmin. Plasmin dapat
langsung melisiskan dan mempunyai efeksekunder sebagai
antikoagulan. Tetapi trombolitik selain mempercepat resolusi emboli
paru, juga dapat menurunkan tekanan arteri pulmonalis dan jantung
kanan sertamemperbaiki fungsi ventrikel kiri dan kanan pada kasus
yang jelas menderita emboli paru.Terapi ini sering diindikasikan pada
pasien emboli paru massif akut, thrombosisvena dalam, emboli paru
dengan gangguan hemodinamik dan teradapat penyakit jantungatau
paru tetapi belum mengalami perbaikan dengan terapi heparin. Terapi
trombolitikboleh diberikan bila gejala-gejala yang timbul (emboli
paru) kurang dari 7 hari. Selamapengobatan trombolitik tidak boleh
melakukan suntikan intra arteri, intravena atauintramuscular pada
pasien, dan jangan memberikan obat antikoagulan, anti platelet
bersama.Dosis awal streptokinase: 250.000 unit dalam larutan garam
fisiologis atau glukosa5%, diberikan IV selama 30 menit. Dosis
pemeliharaannya: 100.000 unit/jam diberikanselama 24-72 jam.Dosis
awal urokinase: 4.400 unit/kg BB, dalam larutan garam fisiologis
atauglukosa 5%, diberikan IV selama 15-30 menit. Dosis

79
pemeliharaannya: 4.400 unit/kg BB/jam selama 12-24 jam. Perbaikan
atau keberhasilan terapi sudah terlihat dalam waktu 12jam untuk
urokinase dan 24 jam untuk streptokinase.Terapi trombolitik tidak
boleh dilakukan apabila pasien dalm 10 hari terakhirterdapat tindakan
atau biopsy didaerah yang sulit dievaluasi, hipertensi maligna
danperdarahan aktif di traktus, gastrointestinal. Komplikasi terapi
trombolitik adalah seringterjadi perdarahan dengan insidensi 5-7%.

c. Pengobatan lainnya seperti pengobatan pembedahan. Pengobatan


pembedahan padaemboli paru diperuntukkan bagi pasien yang tidak
adekuat atau tidak dapat diberikanheparin. Dengan tindakan
pembedahan dapat dilakukan: venous interruption danembolektomi
paru.Tujuanvenous interruptionadalah mencegah emboli ulang dari
thrombus venadalam tungkai bawah. Sekarang yang banyak dilakukan
adalah pemasangan filter di venakava inferior secara intravena, yang
tidak menyumbat aliran vena, dapat mencegah emboliyang lebih besar
dari 2 mm dan jarang mengalami thrombosis di filter
tersebut.Tindakanembolektomi paruini dulu banyak dikerjakan jika
terdapat kontraindikasiterhadap pemakaian antikoagulan atau pada
pasien emboli paru kronik. Karena risikkematian cukup besar, maka
tindakan embolektomi paru ini sekarang ditinggalkan, lebih- lebih
sekarang telah ada kemajuan terapi trombolitik.

9. Pencegahan
Upaya Pencegahan Primer penyakit jantung diberikan kepada individu
yang masih sehat dan berisiko meliputi ;
a. Pencegahan Primer
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan sebelum seseorang
menderita PJK. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk menghambat
berkembangnya dan meluasnya faktor-faktor risiko PJK. Upaya pencegahan
ini berupa ;

80
1) Peningkatan kesadaran pola hidup sehat. Upaya ini lebih baik dilakukan
sejak bayi, dengan tidak membiarkan bayi jadi gemuk dan merubah
kriteria bayi gemuk sebagai pemenang kontes bayi sehat. Kegemukan pada
bayi akan lebih memudahkan waktu ia dewasa. Demikian pula pendidikan
dan pengamalan pola hidup sehat, harus dimulai sejak balita.
Menganjurkan anak-anak banyak makan sayuran dan buah serta
menghindari makanan yang kurang mengandung serat dan banyak
kolesterol. Kampanye stop rokok memang terasa sulit, namun perlu
dibudayakan. Bagi orang yang sudah merasakan sakitnya angina pektoris,
mungkin lebih mudah, tetapi bagi yang belum merasakanya mungkin
memerlukan bantuan orang lain seperti anak dan istrinya. Berhenti
merokok merupakan target yang harus dicapai, juga hindari asap rokok
dari lingkungan, kurangi atau stop minum alkohol. Melakukan olahraga
secara teratur. Biasakan setiap hari untuk melakukan olah raga, setidaknya
3 – 5 kali perminggu dapat melakukan olah raga selama 30 menit sangat
berguna untuk kesehatan jantung kita. Menghindari faktor-faktor risiko
yang lain, khususnya faktor PJK yang dapat dimodifikasi. Secara mudah
pola hidup SEHAT dapat dilakukan, yang dapat dijabarkan yaitu : SEHAT
Seimbang gizi, Enyahkan rokok, indari Stres, Awasi tekanan darah, dan
Teratur berolahraga.
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Banyak orang yang sudah menginjak usia senja (usia diatas 40
tahun) tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit tekanan darah
tinggi, kencing manis ataupun dislipidemia (kelebihan kolesterol), karena
mereka enggan memeriksakan diri ke dokter atau mungkin pula penyakit
tersebut tidak memberikan suatu keluhan. Tidak jarang diantara mereka ini
kemudian meninggal mendadak karena serangan jantung. Karena itu
pemeriksaan kesehatan dalam rangka pencegahan primer perlu dilakukan
terutama pada :
a) Orang sehat (tanpa keluhan) diatas usia 40 tahun.

81
b) Anak dari orang tua dengan riwayat hipertensi, diabetes melitus,
familier dislipidemia, mati mendadak pada usia kurang dari 50 tahun
c) Obesitas, adapun jenis pemeriksaan yang dianjurkan adalah ;
- Pemeriksaan fisik yang mengenai kemungkinan adanya kelainan
organis pada jantung ataupun hipertensi.
- Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) pada waktu istirahat.
- Pemeriksaan laboratorium seperti : gula darah, total kolesterol,
HDL, Kolesterol, LDL kolesterol, Trigliserida, ureum, dan
kreatinin.
- Pemeriksaan treadmill test, terutama bagi penderita yang hasil
EKG nya meragukan dengan adanya keluhan nyeri dada (Chest
pain).
- Pemeriksaan Ekokardiografi terutama untuk melihat kelainan
struktur / organis jantung.

b. Pencegahan Sekunder
Adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menderita PJK.
Tujuan Pencegahan Sekunder adalah supaya :
1) tidak terjadi komplikasi lebih lanjut,
2) tidak merasainvalid (cacat di masyarakat), dan
3) status psikologis penderitamenjadi cukup baik.

Untuk itu kiranya perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikiut ;


1) Pemeriksaan fisik yang lebih teliti untuk mengetahui kemampuan jantung
dalam melaksanakan tugasnya.
2) Mengendalikan faktor risiko yang menjadi dasar penyakitnya
3) Pemeriksaan treadmill test untuk menentukan beban/aktivitas fisik sehari-
hari.
4) Pemeriksaan laboratorium secara rutin
5) Pemeriksaan Ekokardiografi (EKG). Untuk melihat seberapa berat otot
jantung yang telah mati.

82
6) Dilakukan pemeriksaan Angiografi coroner untuk melihat pembuluh darah
koroner mana yang tersumbat dan seberapa berat sumabatannya.
7) Terapi Penykit lebih lanjut : PTCA (ditiup) ataupun bedah pintas koroner
(CABG).
Secara Umum Upaya Pencegahan PJK yang dapat dilakukan pada
orang yang sehat, orang yang berisiko, maupun oleh orang yang pernah
menderita penyakit jantung adalah ;
1) Berolah raga secara teratur, untuk membantu pembakaran lemak dan
menjaga agar peredaran darah tetap lancar.
2) Mengurangi konsumsi makanan berlemak/ berkolesterol tinggi dan
meningkatkan konsumsi makanan tinggi serat, seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan.
3) Menjaga berat badan ideal.
4) Cukup istirahat dan kurangi stress, sehingga jumlah radikal bebas yang
terbentuk dalam tubuh tidak terlalu banyak.
5) Hindari rokok, kopi, danminuman beralkohol.
6) Melakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala untuk memantau
kadar kolesterol dalam darah.
7) Menjaga lingkungan tetap bersih

10.Perspektif Islam
Dalam hadis Rasulullah SAW: Dari Nu’man bin Basyir berkata: saya
mendengar Rasululloh bersabda;

Artinya: ” Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging,


apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila
dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging
tersebut adalah “Qolbu” yaitu hati “. (Hadis Riwayat Bukhori).

83
84

Anda mungkin juga menyukai