Anda di halaman 1dari 25

UJIAN NASIONAL DAN PERMASALAHANNYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Isu-Isu Pendidikan Islam


Kontemporer

Dosen Pengampu: Akhmad Baihaqi, M.Pd.I

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh:

Latif Hakam Albar (17.0401.0003)

Fina Andriany (17.0401.0004)

Selly Puji Hartanto (17.0401.0013)

Zahrul Ricky Fauzan (17.0401.0029)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Sedangkan yang
dimaksud dengan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan berperan penting dalam membentuk sumber daya manusia
yang berkualitas. Hal tersebut sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional
yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab (UU No. 20 Bab II Pasal 3 Tahun 2003). Untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut, disusunlah kurikulum sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, untuk melihat
tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.
Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang
dikeluarkan Pemerintah. Pemerintah melalui Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional No.153/U/2003 menyebutkan bahwa UN berfungsi
sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, pendorong
peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan dalam menentukan
kelulusan peserta didik, dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi
penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi, pada
beberapa tahun terakhir pelaksanaan UN banyak memicu timbulnya pro
dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat. Di antara mereka ada yang
secara tegas menolak keberadaan UN dalam bentuk apapun dan
menggantinya dengan ujian sekolah atau lainnya, dan ada pula kelompok
yang mendukung untuk tetap dilaksanakannya UN. Di tengah gencarnya
pe-merintah menyuarakan perlunya UN, dengan dalih untuk meningkatkan

1
mutu pendidikan, penolakan ter-hadap UN yang tak kalah nyaringnya juga
disuarakan oleh kalangan DPR, masyarakat, orang tua dan sejumlah
elemen masyarakat lainnya. Perdebatanpun masih terus berlanjut.
Pemerintah dan masyarakat, tetap berpegang pada argumentasinya
masing-masing. Di sisi lain, para siswa merasa tertekan dan cemas yang
berlebihan takut tidak lulus, para orang tua merasa khawatir dengan nasib
dan masa depan anaknya. para praktisi pendidikan merasakan
penyelenggaran UN menimbulkan diskriminasi terhadap sejumlah mata
pelajaran, para pengamat dan akademisi menilai UN tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip evaluasi pendidikan dan mengesampingkan aspek
pedagogis dalam pendidikan, sedangkan sebagian anggota legislatif yang
menolak menilai pelaksanaan UN bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasio-nal. UN hanya
sebatas control kualitas untuk meng-awasi taraf pendidikan.
Ketika problematika adanya Ujian Nasional sedang hangat
diperdebatkan oleh banyak pihak, Pemerintah secara tiba tiba menghapus
adanya ujian nasional, Ini menunjukan pendidikan kita yang gugup, karena
dengan adanya sebuah wabah Covid-19 yang sedang melanda dunia dan
terhusus Indonesia, menjadi masalah yang ahirnya berdampak pada
ditiadakannya Ujian Nasional Ini.
Melihat dengan kondisi saat ini dimana Ujian Nasional pada
ahirnya ditiadakan, mendorong penulis untuk mengambil judul makalah
yaitu “ Ujian Nasional dan Permasalahannya ”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul, Penulis menyusun beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana Prespektif Evaluasi terhadap Ujian Nasional ?
2. Apa dasar pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia?
3. Bagaimana permasalahan yang dihadapi dengan pelaksanaan Ujian
Nasional di Indonesia ?
4. Bagaimana Dampak Ujian Nasional terhadap Kualitas
Pendidikan Nasional di Indonesia?

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Ujian Nasional dalam Perspektif Evaluasi Pendidikan
Ujian nasional disebut merupakan bagian dari
evaluasi pendidikan. Oleh sebab itu, kajian tentang
evaluasi pendidikan perlu diketengahkan lebih awal untuk
memberi pijakan teoretis dalam menjelaskan posisi ujian
nasional dalam konteks evaluasi pendidikan.
Menurut definisi, evaluasi pendidikan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang
keberhasilan peserta didik dalam belajar dan keberhasilan
guru dalam mengajar.
Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes
objektif akan membuat peserta didik mengejar
kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan
cara mengafal saja. Artinya, anak yang lulus ujian dalam
bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut
cerdas apalagi terampil bekerja. Sebagai konsekuensinya
harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat
menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan
diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu,
evaluasi pendidikan harus mampu membedakan antara
anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak
mengikuti pendidikan. Kata lainnya adalah evaluasi tidak
bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus
dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan
beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan. Evaluasi harus mampu memberikan
informasi penting, antara lain: penempatan, mastery, dan
diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level
belajar yang mana seorang anak dapat ditempatkan
sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi. Mastery

1
berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menuju
ke tingkat berikutnya. Diagnosis berkaitan dengan pada
bagian mana yang dirasa sulit oleh anak. Secara garis
besar dalam proses belajar, evaluasi memiliki fungsi pokok
sebagai berikut:
1) Mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik
setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama
jangka waktu tertentu.
2) Mengukur sampai di mana keberhasilan sistem
pengajaran yang digunakan.
3) Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan
perbaikan proses belajar mengajar.
4) Sebagai dasar untuk keperluan bimbingan dan
konseling.
Ditinjau dari pelaksanaannya. Adapun jenis evaluasi
serta manfaatnya adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan
setiap kali selesai dipelajari suatu unit pelajaran
tertentu. Manfaatnya sebagai alat penilai proses
pembelajaran suatu unit materi pembelajaran tertentu.
2) Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan
setiap akhir pembelajaran suatu program atau sejumlah
unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat
untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan
suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu,
seperti semester atau akhir tahun pelajaran.
3) Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilaksanakan
sebagai sarana diagnosis. Evaluasi ini bermanfaat untuk
meneliti atau mencari sebab kegagalan pembelajaran
yang tercermin dari hasil evaluasi formatif dan sumatif.

2
4) Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan
untuk menempatkan siswa dalam suatu program
pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan
kemampuan (baik potensial maupun lokal) dan
minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam rangka proses
penentuan jurusan sekolah.
Dilihat dari perspektif evaluasi pendidikan dan teknik
penilaian seperti yang telah dikemukakan di atas, ujian
nasional tampak mengabaikan beberapa aspek yang
semestinya dinilai sebagai tolok ukur keberhasilan peserta
didik. Ujian nasional tidak merepresentasikan seluruh
keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik selama
menempuh pembelajaran di sekolah, terutama pada aspek
afeksi dan psikomotoriknya.

B. Dasar Pelaksanaan Ujian Nasional


Ujian nasional (UN) adalah kegiatan penilaian hasil
belajar peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang
pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang
diselenggarakan secara nasional. Undang-Undang RI
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bab XVI pasal 57 menyebutkan bahwa “evaluasi hasil
belajar dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.” Prosedur Operasi Standar Pelaksanaan
UN Tahun 2014 menyebutkan, UN adalah “kegiatan
pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi
lulusan secara nasional meliputi mata pelajaran tertentu.”
Sedangkan menurut Permendiknas No. 20 tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan, UN adalah kegiatan
pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada

3
beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
secara sederhana UN merupakan alat untuk menilai
ketercapaian standar nasional pendidikan dalam rangka
memberikan informasi untuk pengambilan keputusan bagi
pemegang kebijakan pendidikan di Indonesia.
Selanjutnya bertujuan akhir dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa
pertimbangan yang berkaitan dengan dasar yuridis,
historis, dan teoretis telah dijadikan sebagai landasan
kebijakan penyelenggaraan ujian nasional. Dasar yuridis
pelaksanaan ujian nasional adalah:
1) Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2) Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
3) Peraturan Menteri nomor 20 tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan.
4) Prosedur Operasi Standar Pelaksanaan Ujian Nasional
yang ditetapkan oleh BSNP setiap tahunnya.
Dasar historis penyelenggaraan UN mengacu pada
realitas sejarah bahwa sejak Indonesia merdeka pernah
diterapkan ujian negara yang sifatnya dan skalanya
nasional, sampai dengan era awal tahun 1970-an. Saat era
ujian negara, ada suatu standar mutu pendidikan dalam
skala nasional, dan ketika itu mutu pendidikan Indonesia
relatif baik dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Waktu itu, Indonesia banyak mengirimkan tenaga guru ke
luar negeri (misalnya ke Malaysia). Sebaliknya, pemerintah
Malaysia juga banyak mengirimkan mahasiswa untuk

4
belajar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Selanjutnya, mutu pendidikan Indonesia mulai merosot
sejak diterapkan sistem ujian sekolah pada 1970-an. Era
ini, sekolah membuat ujian akhir sendiri-sendiri,
menyiapkan bahan ujian, dan menetapkan kelulusan
sendiri. Tidak ada lagi standar nasional, yang ada adalah
standar sekolah, sangat bervariasi, dan tidak dapat
dijadikan tolok ukur dalam pengendalian dan peningkatan
mutu pendidikan.
Dasar teoritis penyelenggaraan ujian nasional
mengacu pada perkembangan psikologis siswa-siswa
dengan berdasar pada teori perkembangan kognitif dan
intelektual dari Jean Piaget. Oleh karena itu, pemberian
materi/bahan ujian serta tingkat kesulitan soal didasarkan
pada tahapan perkembangan peserta didik, baik pada
tingkatan siswa-siswa yang berada pada jenjang
Pendidikan dasar maupun pada jenjang pendidikan
menengah.
Beberapa alasan sehingga UN perlu untuk
dilaksanakan, yakni:
1) UN mendorong peningkatan mutu pendidikan di
sekolah. UN mendorong semua pihak yang terkait untuk
bekerja lebih baik, karena khawatir dengan
ketidaklulusan.
2) UN merupakan entry point untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia dan daya saing bangsa. UN dapat
mendorong peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan
mutu pendidikan merupakan tuntutan yang mendesak
dan tidak dapat ditawar.
3) UN merupakan instrumen untuk pemerataan mutu
pendidikan. Bertolak pada perspektif pemeratan mutu
pendidikan, UN dapat digunakan sebagai alat untuk

5
memetakan mutu pendidikan, sekolah mana dan daerah
mana yang sudah baik dan sekolah mana dan daerah
mana yang belum baik mutu pendidikannya.

C. Permasalahan Ujian Nasional


Ujian nasional diselenggarakan dengan mengacu
pada beberapa pertimbangan atau dasar kebijakan. Namun
dasar itu perlu untuk ditelaah karena mengandung
kontradiksi. Dasar yuridis, misalnya, ini perlu dicermati
sebab di dalam buku Tanya Jawab UN 2011 yang dibuat
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinyatakan
bahwa landasan pelaksanaan kebijakan UN terdapat pada
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 58 ayat (2) bahwa: “evaluasi peserta didik,
satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan,
dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan.” Lembaga mandiri yang dimaksud adalah
Badan Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan di atas pada dasarnya bertentangan
dengan pasal sebelumnya, yaitu pasal 58 ayat (1)
menyatakan “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.” Ayat (1) sudah jelas menyatakan
bahwa evaluasi dilakukan oleh pendidik. Pendidik yang
dimaksud di sini adalah guru, dan yang dievaluasi adalah
hasil belajar peserta didik. Artinya, perkembangan peserta
didik selama belajar di sekolah dinilai dan dievaluasi oleh
gurunya sendiri, yang mengajarnya di kelas. Sementara
pada ayat selanjutnya yakni ayat (2), yang dimaksud
dengan evaluasi peserta didik di sini bukan untuk

6
menentukan lulus dan ketidaklulusan peserta didik dari
satuan pendidikan, tetapi untuk menilai pencapaian
standar nasional pendidikan. Landasan lain yang
dikemukakan oleh pemerintah dalam buku Tanya Jawab UN
2011 adalah mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No.
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal
63 ayat (1) tertulis: Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
3) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas mengamanatkan bahwa evaluasai hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik dan bukan oleh
pemerintah, maka tugas tersebut merupakan hak mutlak
dari seorang guru. Pemerintah tidak berhak mengevaluasi
hasil belajar peserta didik, terlebih dalam menentukan
kelulusan. Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 68 menyatakan
bahwa: Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk
1) Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
3) Penentuan kelulusan peserta didik dari program
dan/atau satuan pendidikan;
Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan.Berdasarkan pasal ini maka ujian nasional
digunakan sebagai penentu kelulusan yang tertera pada
butir (c). Patut dikritisi, apakah pemerintah telah
menjalankan butir-butir lainnya khususnya butir (a) dan
(d)? Tampaknya belum ada upaya yang dilakukan oleh

7
pemerintah terhadap hasil ujian nasional. Hasil ujian
nasional dari tahun ke tahun belum bermakna bagi
pemetaan dan pembinaan serta pemberian bantuan.
Apakah sudah ada langkah-langkah konkret yang dilakukan
terhadap sekolah-sekolah yang nilai ujiannya jauh di bawah
standar? Sejauh yang teramati selama ini justru sekolah
yang dianggap unggulan yang mendapatkan prioritas
bantuan.
Sementara itu mengenai kelulusan peserta didik
mengacu pada PP No. 19 tahun 2005 pasal 72 ayat (1)
yang menyatakan: Peserta didik dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir
untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri atas
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan;
c) lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d) lulus Ujian Nasional.
Butir (d) itulah yang juga menjadi dasar mengapa
ujian nasional digunakan sebagai penentu kelulusan.
Terlihat jelas bahwa ketentuan Ujian Nasional menekankan
pentingnya mewujudkan suasana dan proses pembelajaran
yang mendorong peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Sementara suasana dan
proses pembelajaran yang demikian tidak dapat terwujud
dengan berlakunya sistem ujian nasional yang model

8
pembelajarannya menekankan pada kemampuan verbal
untuk menjawab soal pilihan ganda. Ujian nasional malah
mendorong proses pembelajaran yang mengutamakan
kegiatan mendengar, mencatat, dan menghafal
pengetahuan.
Dampak lainnya dari kebijakan ujian nasional adalah
guru akan membantu peserta didik untuk menghadapi
ujian dengan cara melatih peserta didik menjawab soal-
soal ujian. Sekolah dan pemerintah daerah akan berusaha
agar siswanya banyak yang lulus termasuk dengan cara-
cara yang tidak etis, misalnya pembentukan “tim sukses
UN.” Hal ini terjadi karena menyangkut akreditasi dan citra
sekolah serta daerah, yang berpengaruh terhadap
pandangan masyarakat terhadap sekolah dan daerah
tersebut. Sekolah yang siswanya banyak yang tidak lulus
akan dianggap sebagai sekolah tidak bermutu, sehingga
tahun berikutnya masyarakat tidak mau menyekolahkan
anaknya ke sekolah tersebut. Dampak-dampak di atas
sebagai akibat diterapkannya kebijakan ujian nasional
tidak mungkin mampu mewujudkan proses pembelajaran
yang mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan
keterampilan.
Permasalahan yang lain yaitu mengenai fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, UU RI No. 20 tahun 2003 pasal
3 menyatakan: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

9
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Apabila fungsi dan tujuan pendidikan seperti yang
digariskan dalam ketentuan UU Sisdiknas tersebut
tercapai, Indonesia akan menjadi negara yang maju dan
cerdas kehidupannya. Namun faktanya, ujian nasional
tidak akan dapat mewujudkan fungsi dan tujuan
pendidikan tersebut karena ujian nasional tidak dapat
mengukur seberapa jauh perkembangan kemampuan dan
watak peserta didik. Fungsi dan tujuan pendidikan
nasional tidak akan tercapai melalui proses pembelajaran
yang mengutamakan belajar mencatat, mendengar, dan
menghafal. Walaupun begitu, pemerintah berpendapat
bahwa ujian nasional mampu meningkatkan mutu
pendidikan dan meningkatkan etos kerja serta semangat
belajar peserta didik. Bagi pemerintah, ujian nasional yang
secara statistik mengalami peningkatan nilai kelulusan dari
tahun ke tahun diartikan sebagai peningkatan mutu
pendidikan. Apakah mutu bisa diartikan sesempit dan
sedangkal itu? Lalu semangat belajar peserta didik agar
dapat lulus ujian diartikan juga sebagai peningkatan etos
kerja. Apakah hal-hal yang menjadi akibat diterapkannya
kebijakan ujian nasional benar mampu menciptakan
masyarakat yang beretos kerja tinggi? Justru yang terjadi
di lapangan adalah maraknya kecurangan dan manipulasi
nilai, yang bukan saja tidak berlaku valid untuk
menyatakan peningkatan mutu, bahkan kondisi seperti ini
telah menyebabkan kemerosotan karakter.
Permasalahan selanjutnya yaitu selama sarana
prasarana tidak memadai, kualitas pendidikan dan
pelatihan guru masih buruk, media belajar yang terbatas,
manajemen sekolah yang kacau, dan kurikulum tidak tepat

10
guna, apa yang bisa diharapkan dari peningkatan mutu
pendidikan? Jika pemerintah tetap menekankan pada
ketercapaian standar kompetensi lulusan tanpa mendorong
secara maksimal pemenuhan ketujuh standar lainnya
(standar isi, standar proses, standar sarana prasarana,
standar pembiayaan, standar pengelolaan, standar
penilaian, dan standar pendidik dan tenaga kependidikan)
usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing
di dunia internasional tidak akan banyak berarti.
Berdasarkan laporan UNDP, Indeks Prestasi Manusia
Indonesia tahun 2010 berada di peringkat 108 dari 169
negara di dunia. Peringkat ini berada di bawah
negaranegara tetangga lain seperti Malaysia yang berada
di 57, China pada posisi 89, Thailand di peringkat 92, dan
Filipina di posisi 97. Studi ini menilai tingkat ekonomi,
kesehatan, dan pendidikan suatu negara. Artinya Indonesia
masih dalam keadaan miskin, sakit, dan bodoh.
Bedasarkan data Depdiknas tahun 2007/2008
sebanyak 35% ruang kelas TK dalam keadaan rusak. Di SD
terdapat 48% ruang kelas rusak. Di SMP sebanyak 20%
ruang kelas yang ruasak. Sementara di SMA dan SMK 10%
dinyatakan rusak. Untuk fasilitas perpustakaan di SMP
hanya memenuhi 23% dari seluruh SMP di Indonesia.
Artinya 77% SMP tidak dilengkapi dengan perpustakaan.
Laboratorium hanya 27% untuk tingkat SMP. Artinya 73%
SMP tidak memiliki laboratorium. Untuk SMA/SMK, baru
39% sekolah yang sudah dilengkapi perpustakaan
sementara 61% belum mempunyai perpustakaan.
Laboratorium SMA/SMK hanya memenuhi 59% sehingga
41% SMA/SMK tidak memiliki laboratorium. Data tersebut
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana sekolah masih

11
belum memadai. Hal-hal di atas yang mesti dibenahi oleh
pemerintah sebelum menyeragamkan standar kelulusan
peserta didik melalui ujian nasional.

D. Dampak Ujian Nasional terhadap Kualitas Pendidikan


Nasional
Penyelenggaraan ujian nasional memiliki keuntungan
dan kelemahan. Adapun keuntungannya adalah:
1) UN dapat menggambarkan indikator kondisi pendidikan
di Indonesia secara umum.
2) UN dapat memacu sekolah, dinas pendidikan (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk berkompetisi dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
3) UN dapat memotovasi guru untuk senantiasa
meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga guru
senantiasa meningkatkan kompetensinya untuk menuju
guru yang profesional.
4) UN juga dapat memotivasi siswa untuk terus belajar
sehingga mampu meraih nilai UN yang tinggi. Artinya,
UN dapat membelajarkan peserta didik sehingga
mampu berkembang secara optimal dalam
mengembangkan potensinya.
Selain keuntungan di atas, pelaksanaan UN juga
memiliki kelemahan dan dampak negatif. Apabila kondisi
ini terus berlanjut dikhawatirkan kualitas pendidikan akan
semakin merosot dan tujuan pendidikan nasional akan sulit
untuk diwujudkan, dan pada akhirnya kondisi masyarakat
dan bangsa ini tidak akan pernah berubah, terus berada
dalam keterpurukan.
Berbagai dampak negatif yang nyata terjadi di
sekolah sebagai akibat diterapkannya UN di sekolah, yaitu:
1) Terjadi disorientasi pendidikan di sekolah

12
Mata pelajaran yang di-UN-kan tidak seluruh mata
pelajaran. Pembatasan mata pelajaran yang diujikan
dalam UN, berakibat pada fokus proses pembelajaran di
sekolah hanya ditekankan pada penguasaan mata
pelajaran tersebut, sedangkan mata pelajaran lain
dianggap hanya sebagai pelengkap. Hal ini
menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pengabaian
terhadap mata pelajaran lain. Para siswa dan bahkan
orang tua lebih memusatkan perhatiannya terhadap
mata pelajaran yang akan di UN-kan, terutama pada
siswa kelas akhir.
2) Proses pembelajaran yang tidak bermakna
Ketika mempersiapkan para siswanya menghadapi
dan mengerjakan soal-soal UN, para guru biasanya
menggunakan metode pembelajaran drill, di mana para
siswa dilatih untuk mengerjakan sejumlah soal yang
diduga akan keluar dalam ujian. Melalui metode ini guru
mengharapkan para siswa terbiasa menghadapi soal
ujian, dan menguasai teknik-teknik dan trik mengerjakan
soal yang dihadapi. Pembelajaran dengan model ini jelas
tidak bermakna, karena apa yang dipelajari bersifat
mekanistik, bukan pada penguasaan konsep yang
esensial. Pembelajaran seperti ini tidak dapat
mengembangkan kemampuan berpikir dalam
memecahkan masalah, yang menjadi indikator
kecerdasan sebagaimana yang diharapkan dicapai
melalui pembelajaran.
3) Upaya-upaya yang tidak fair
Sekolah yang mampu meluluskan siswanya dengan
persentase dan nilai UN yang tinggi, dinilai sebagai
sekolah yang berkualitas dan unggul. Setiap sekolah
menginginkannya dan berbagai upaya dilakukan untuk

13
mencapai posisi tersebut. Namun, tidak sedikit oknum
guru dan kepala sekolah melakukan upaya-upaya yang
tidak terpuji. Untuk mewujudkan itu, tidak jarang upaya-
upaya yang tidak fair dilakukan oleh oknum guru dan
kepala sekolah untuk mencapai target kelulusan yang
setinggitingginya. Sekolah membentuk “Tim Sukses”
untuk mendapatkan kelulusan 100% supaya memenuhi
standar pelayanan minimal pendidikan. Guru memberi
‘contekan’ kepada siswa adalah suatu upaya yang sering
dilakukan untuk mendongkrak nilai para siswanya dan
prosentase kelulusan di sekolah. Kasus di beberapa
sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang
dibuat secara nasional seperti matematika, bahasa
Inggris, bahasa Inggris dengan berbagai modus memberi
kunci jawaban kepada siswa. Selain itu, pada tingkat
penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas
pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up)
hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim
untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa. Kondisi
seperti ini jelas jauh dari nilai-nilai kejujuran dalam
pendidikan yang seharusnya menjadi bagian yang harus
dikembangkan secara serius di sekolah. Jika ini berlanjut,
dapat dibayangkan manusia-manusia seperti apa yang
dihasilkan oleh dunia pendidikan (formal). Manusia yang
berkembang dalam suasana yang serba tidak jujur
4) Hanya ranah kognitif yang terukur
UN yang menggunakan bentuk soal multiple choise
hanya akan dapat mengukur hasil belajar pada ranah
kognitif. Mengacu pada ranah kognitif dari Bloom,
tingkatan berpikir yang mampu terukur melalui bentuk
soal multiple choise hanya sampai pada tingkat berpikir
aplikasi. Kondisi seperti ini mendorong para siswa belajar

14
dengan menghafal. Belum lagi, ranah afektif dan
psikomotorik yang merupakan bagian dari tujuan
pembelajaran yang juga harus diukur ketercapaiannya,
tidak dilakukan. Sulit diharapkan dapat diukur dengan
menggunakan UN, yang sifatnya masal dan dilakukan
dalam waktu yang sangat terbatas. Sekali lagi kondisi ini
akan berakibat pada pembelajaran di sekolah hanya
pada pengembangan kecerdasan intelektual, sementara
kecerdasan lainnya (multiple intelegence Gardner) akan
tidak mendapatkan perhatian yang memadai.
5) Keputusan yang tidak fair
Selama ini hasil UN dijadikan sebagai penentu
kelulusan siswa. Proses belajar yang dilakukan siswa
selama 3 tahun di SLTP dan SLTA, nasibnya ditentukan
oleh hasil ujian yang dilakukan beberapa jam saja.
Ketidaklulusan siswa dalam UN bisa jadi bukan karena
faktor ketidakmampuannya menguasai materi pelajaran,
tetapi karena faktor kelelahan mental (mental fatique),
karena stres pada saat mengerjakan ujian atau karena
kesalahan pengukuran yang biasa terjadi pada setiap tes
(false negative).
6) Menutup akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat
miskin
Selain sebagai persyaratan untuk kelulusan, hasil UN
juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Sekolah-sekolah
yang berkualitas dan ‘favorit’ akan menjadi tujuan para
siswa, yang berakibat pada terjadinya persaingan yang
ketat antarsiswa. Tidak ada pilihan lain bagi mereka,
selain berusaha mendapatkan nilai UN yang setinggi-
tingginya.

15
Tahun 2008 KPAI melakukan kajian secara intens
yang melibatkan banyak pihak di berbagai bidang ilmu
diperoleh kesimpulan bahwa ujian nasional bertentangan
dengan perspektif perlindungan anak yang dilihat dari
empat hal :
1) Ujian nasional sangat diskriminatif karena kondisi siswa
dan sekolah yang sangat berbeda/beragam karena
faktor geografis, budaya, dan sosial ekonominya. Tetapi
anakanak diperlakukan dan dituntut untuk mencapai
target yang sama.
2) Ujian nasional lebih menekankan kepada kepentingan
politik pemerintah daripada kepentingan anak.
Seharusnya yang diutamakan adalah menjalankan
proses pendidikan ramah anak, akses yang mudah,
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, dan
guru-guru yang berkualitas.
3) Ujian nasional mengganggu tumbuh kembang anak
karena di dalam persiapannya ada proses yang tidak
wajar bahkan tidak manusiawi, dengan penuh tekanan,
menciptakan suasana khawatir dan takut, serta
ancaman kekerasan.
4) Ujian nasional tidak menghargai partisipasi anak karena
sementara anak mengalami tekanan kejiwaan, menteri,
bupati, kepala dinas pendidikan, dan kepala sekolah
bergembira dengan angka-angka kelulusan. Selayaknya
anak dihargai dan didengar pendapatnya.

16
BAB III ANALISIS

Jadi, permasalahan Ujian Nasional itu kurang lebih sejak 2011 atau
2012. Sejak saat itu sampai belakangan ini, Ujian Nasional menjadi
sorotan. Bagaimana tidak? Ujian Nasional sebagai standarisasi kelulusan
menuai kontraversi. Salah satunya adalah tidak meratanya penunjang ujian
nasional itu sendiri dari satu sekolah ke sekolah lain. Bisa kita lihat, dari
segi fasilitas antara sekolah di pelosok desa dengan diperkotaan,
mengalami perbedaan yang amat ketara. Selain dari segi fasilitas, dilihat
dari segi SDM guru pun perbedaannya sangat jauh. Jika BOS saat itu
menjadi solusi pemerataan fasilitas sekolah, nyatanya dilapangan siswa
masih dipungut biaya yang bagi mereka tidak lah sedikit. Padahal, sesuai
yang termaktub pada pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah tujuan utama dan pertama negara ini. Bagaimana bisa
pemerintah menyamaratakan ujian akhir sekolah siswa-siswi dengan Ujian
Nasional? Tentu ini menjadi polemik yang amat pelik. Penghapusan Ujian
Nasional selalu menjadi isu tahun per tahun. Dari permasalahan kertas
ujian yang menghamburkan dana lebih banyak. Berganti ke sistem
komputerisasi. Dan kini di era Mentri Mas Nadiem, pendidikan di
merdeka kan. Ujian Nasional menjadi pembahasan penting. Ujian
Nasional akan di hapuskan tahun 2021, dan saat ini diajukan menjadi
penghapusan Unian Nasional mulai 2020 dengan permasalahan Corona.

Pendidikan di Indonesia tidak dapat kita jadikan hal remeh dan


sepele. Untuk mengejar nilai maksimal di Ujian Nasional, siswa
dibebankan dengan banyaknya mata pelajaran, dan banyaknya jam di
sekolah. Siswa diberikan beban yang berat, jam 7 sudah mengawali
sekolah, jam 3 atau 4 mereka baru mengakhiri sekolah. Belum lagi jika
ada les sebagai persiapan siswa menuju Ujian Nasional, belum lagi jika
ada ekstrakurikuler. Siswa menghabiskan waktu sadarnya paling banyak
disekolah hanya untuk memenuhi otaknya dalam mempersiapkan Ujian
Nasional.

17
Bisa kita bayangkan, 6 tahun belajar di sekolah dasar, hanya
ditentukan beberapa hari saja untuk kelulusan. 3 tahun belajar di sekolah
menengah dan sekolah atas, hanya ditentukan beberapa hari untuk
kelulusan. Perbaikan kebijakan dalam perihal kelulusan, nyatanya Ujian
Nasional tetap menjadi momok paling penting di sekolah. Rasanya, Ujian
Nasional lebih berat daripada Ujian dari Tuhan.

18
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian sebelumnya,
diantaranya:

1. Evaluasi dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk


menentukan nilai suatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Evaluasi
diartikan dengan suatu tindakan yang dilakukan untuk me-ngetahui hasil
pengajaran khususnya, hasil pendidikan pada umumnya. Selain itu bahwa
evaluasi berguna dalam upaya perbaikan lesson plan, juga sebagai
pertimbangan utama dalam menentukan kenaikan kelas, bahkan perbaikan
bagi program tertentu.

Evaluasi pendidikan nasional dilakukan dalam rangka pengendalian


mutu secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan evaluasi dilakukan
terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada jalur formal
dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan.

Dasar pelaksanaan UN di Indonesia yaitu : Undang-Undang RI nomor


20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan
Menteri nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Prosedur
Operasi Standar Pelaksanaan Ujian Nasional yang ditetapkan oleh BSNP
setiap tahunnya.

2.Pelaksanaan UN di Indonesia masih belum bisa dilaksanakan secara


maksimal, hal ini disebabkan oleh adanya kendala-kendala dan kecaman dari
pihak tertentu.

3.Pelaksanaan UN di Indonesia masih menimbulkan permasalahan.

Ujian nasional tidak mampu mewujudkan proses pembelajaran yang


mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

19
kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan. Ujian nasional tidak akan dapat
mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan karena ujian nasional tidak dapat
mengukur seberapa jauh perkembangan kemampuan dan watak peserta didik.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai melalui proses
pembelajaran yang mengutamakan belajar mencatat, mendengar, dan
menghafal. Permasalahan selanjutnya yaitu selama sarana prasarana tidak
memadai, kualitas pendidikan dan pelatihan guru masih buruk, media belajar
yang terbatas, manajemen sekolah yang kacau, dan kurikulum tidak tepat
guna, Banyak pula penyimpangan yang telah terjadi selama pelaksanaan UN,
baik penyimpangan dalam teknik penyelenggaraan, pengawasan, maupun
dalam sistem pembiayaan. Di samping itu sebaiknya juga perlu dipikirkan
bahwa kelulusan siswa tidak hanya didasarkan pada nilai 3 mata pelajaran
yang di UN kan, tetapi juga melihat secara komprehenshif siswa dengan
segala kemapuan dan potensi yang dimilikinya, hal ini berarti melibatkan
sekolah dalam menentukan kelulusan

4. Ujian Nasional berdampak positif antara lain mendorong siswa dan guru
untuk kreatif melaksana-kan proses belejar mengajar dengan baik dan
melaksanakan pemetaan pendidikan. Sedangkan dampak negatifnya antara
lain terjadinya distorsi tujuan pendidikan, hanya mengukur aspek kognitif,
penilaian yang tidak fair, tertutupnya akses masyarakat miskin untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, dan lain-lain.

B. Saran
Alhamdulillah, era Mentri Mas Nadiem Ujian Nasional di hapuskan. Jadi,
saran kami adalah jangan ganti-ganti sistem pendidikan. Menghabiskan
anggaran, menambah beban kerja guru, menjadi permasalahan akut bagi
siswa. Ujian akhir harap dibuat merdeka. Harapannya untuk pemerintah
adalah menerapkan sistem merdeka belajar yang memerdekakan kelulusan
dengan kelebihan dan potensi siswa. Pemerintah juga lebih bijak dan tanggap
dalam menganalisis serta memberikan perintah, agar pendidikan nantinya
akan lebih baik.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi


Aksara

Djemari Mardapi dan Badrun Kartowagiran, “Dampak Ujian Nasional,” Laporan


Penelitian, http://staff.uny. ac.id/ sites/default/files/6Dampak%20Ujian
%20Nasional.pdf (8 Juni 2014)

Hasan . S. Hamid. 2014. Ujian nasional dan Masa Depan Bangsa: Ditinjau Dari
Aspek Legal, Posisi Pemerintah, Pandangan Pendidikan

Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sinar Grafika

Thoha.Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafinda


Persada

22

Anda mungkin juga menyukai