Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN DENGAN RUPTUR UTERI”

Disusun Oleh:

Astri Ilafi Millenia (1811001)


Annisa Marini (1811002)
Delvia Aisyah S. (1811004)
Eva Katrika Putri (1811007)
Fatma Susanti (1811008)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Kehamilanx Dengan Ruptur Uteri” yang diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Maternitas.
Makalah ini berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, klasifikasi,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan tentang
ruptur uteri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai usaha kita.

Blitar, 09 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Definisi 3
B. Etiologi 3
C. Patofisiologi 4
D. Pathway 5
E. Klasifikasi 6
F. Manifestasi Klinis 7
G. Komplikasi 8
H. Pemeriksaan Penunjang 9
I. Penatalaksanaan 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 11
A. Pengkajian 11
B. Diagnosa keperawatan 12
C. Intervensi 12
BAB IV KASUS SEMU 14
A. Kasus 14
B. Analisa data 15
C. Diagnosa Keperawatan 16
D. Intervensi 16
BAB V PENUTUP 18
A. Kesimpulan 18
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Misoprostol adalah analog oral prostaglandin E1 sintetik yang saat ini semakin
popular digunakan dalam dunia obstetrika. Pemakaian paling banyak adalah untuk
induksi persalinan karena kemampuannya dalam pematangan serviks dan memacu
kontraksi miometrium juga dalam usaha pencegahan dan pengobatan perdarahan
postpartum karena efeknya yang kuat sebagai uterotonika. Selain itu dari segi
ekonomi obat ini tergolong murah dan tahan terhadap suhu tropis sehingga dapat
bertahan lama. (Siswosudarmo, 2006).
Hiperstimulasi adalah adalah salah satu komplikasi penggunaan misoprostol
dalam kehamilan yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri
merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetrik yang membutuhkan penanganan
sesegera mungkin oleh karena risiko terjadinya kematian maternal dan perinatal
yang tinggi, namun karena tanda dan gejala ruptur uteri yang tidak khas membuat
diagnosis ruptur uteri seringkali terlambat sehingga penanganannnya juga
terlambat.
Beberapa laporan kasus kejadian ruptur uteri pada wanita hamil yang diinduksi
dengan misoprostol telah dilaporkan, namun hingga saat ini belum ada penelitian-
penelitian dalam skala besar yang meneliti kejadian ruptur uteri yang berhubungan
dengan induksi misoprostol. Hofmeyr dalam cochrane database melakukan review
tentang penggunaan misoprostol oral untuk induksi persalinan, namun data
kejadian ruptur uteri akibat induksi misoprostol sangat terbatas sehingga sulit
menentukan apakah penggunaan misoprostol oral dapat meningkatkan risiko
terjadinya ruptur uteri. (Hofmeyr, 2010).
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan
dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan
juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu
penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280
persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam
tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa

1
yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia
dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan
parut uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh
dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu
multipara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ruptur uteri?
2. Apa etiologi ruptur uteri?
3. Bagaimana patofisiologi ruptur uteri?
4. Bagaimana pathway ruptur uteri?
5. Apa klasifikasi ruptur uteri?
6. Bagaimana manifestasi klinis ruptur uteri?
7. Apa saja komplikasi ruptur uteri?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang ruptur uteri?
9. Bagaimana penatalaksanaan skabies?

C. Tujuan
1. Agar dapat mengerti pengertian dan klasifikasi ruptur uteri.
2. Agar dapat mengetahui etiologi dan patofisiologi dari ruptur uteri.
3. Agar dapat mengetahui penyebab gejala dan sistem pengobatan yang dapat
dilakukan kepada penderita ruptur uteri.
4. Agar dapat mengetahui konsep pemberian asuhan keperawatan kepada
penderita ruptur uteri mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
5. Agar dapat mengetahui contoh kasus pada pasien yang mengalami ruptur uteri.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI (KONSEP ASKEP)

A. Definisi
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode
ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke
tiga persalinan (Chapman, 2006;h.288).
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang mio metrium.
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan
robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan
kavum peritoneum (Cunningham, 1995, P: 470 ).

B. Etiologi
Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara teori
robekan rahim dapat dibagi sebagai berikut :
1. Spontan
a. Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka enukleasi
mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase, pelepasan
plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca abortus
b. Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
c. Campuran
2. Violent (rudapaksa).
a. Karena trauma (kecelakaan).
b. Karena pertolongan versi dan ekstrasi (ekspresi Kristeller).

3
C. Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri.
Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan
sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar
dari ukuran kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara
korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran
bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila
meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri
mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar
biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena
adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan
kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang
korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini
akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut
meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal
terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan
parametra.

4
D. Pathway

Riwayat operasi (SC, Kecelakaan


Inpartum myelektomi, dll)

Terputusnya salah satu/lebih jaringan


penunjang uteri

SBR tarikan keatan dan menyebabkan Jalan lahir terhambat


dinding uterus bertambah tegang dan tipis

Bayi susah keluar


Lingkaran bandl meningkat
Prolonge labour
Robekan pada SBR
Diaphoresis berlebihan
Ruptur uteri
Mulut kering, mata cowong,
haus, badan panas

Dehidrasi

Syok hipovolemik

Perdarahan Kerusakan uterus Tindakan pembedahan


bertambah
Nadi meningkat, Post SC
TD menurun, akral Regangan abdomen
dingin Nyeri akut Robekan jaringan kulit
menekan diafragma
untuk post op

Hipovolemia Apex paru tertekan


Jahitan operasi
Expansi dada
terganggu
Resiko terinvasi bakteri

Nafas dangkal, cepat,


RR>20x/menit Resiko infeksi

Pola napas tidak efektif

5
E. Klasifikasi
1. Berdasarkan lapisan dinding rahim.
a. Ruptur uteri inkomplit.
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa
atau perimetrium masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit.
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim
dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum.
2. Berdasarkan waktu terjadinya.
a. Rupture uteri gravidarum.
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada konpus.
b. Rupture Uteri durante partum.
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
paling terbanyak.
3. Menurut lokasinya.
a. Korpus Uteri.
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim.
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah
lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah rupture uteri.
c. Serviks Uteri.
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis.
Robekan- robekan di antara serviks dan vagina.
4. Menurut penyebab terjadinya.
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil :
1) Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau
histerotomi,histerorafia, Miomektomi yang sampai menembus seluruh

6
ketebalanotot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian
interstisial,metroplasti.
2) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada
penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau palu,
ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous
pregnancy).
3) Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan :
1) Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang
persalinan,instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion
sepertilarutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter
pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpu atau tajam, versi
luar,pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan
kehamilan ganda.
2) Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yangsukar,
ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensi yang
berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang kuat padauterus saat
melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual plasenta.
3) Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta,
neoplasiatrofoblas gastasional, adenomiosis, retroversio uterus
gravidusinkarserata.

F. Manifestasi Klinis
1. Menurut  (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.
a. Dramatis.
1) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak.
2) Penghentian  kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
3) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).

7
4) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus
menerus): tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit
berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera menjelang
ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan
gangguan penglihatan.
5) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
6) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul.
7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak
ada gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau
masih dapat di dengar.
8) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping
janin(janin seperti berada diluar uterus).
b. Tenang.
1) Kemungkinan terjadi muntah.
2) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
3) Nyeri berat pada suprapubis.
4) Kontraksi uterus hipotonik.
5) Perkembangan persalinan menurun.
6) Perasaan ingin pingsan.
7) Hematuri (kadang-kadang).
8) Perdarahan pervagina (kadang-kadang).
9) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai
denyut nadi yang cepat dan pucat.
10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau
kontraksi tidak dapat dirasakan.
11) DJJ mungkin akan hilang.

G. Komplikasi
1. Gawat janin.
2. Syok hipovolemik.
Terjadi kerena  perdarahan yang hebat dan  pasien tidak segera mendapat infus
cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan
dengan tranfusi darah. 

8
3. Sepsis.
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah
terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi
termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien
tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan
menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.  
4. Kecacatan dan morbiditas.
a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b. Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan umum.
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya
perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.
2. Pemeriksaan Abdomen.
Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus
yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat
terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti
dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau
segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas
mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.
3. Pemeriksaan pelvis.
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi
terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga
peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
4. Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk
panggul / pelvis.
5. Pemeriksaan laboratorium.

9
HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai hematikrit untuk
menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20%
dinyatakan anemia berat.
6. Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.

I. Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1. Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya
bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari
penjahitan laserasi.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. Keadaan umum penderita.
2. Jenis ruptur incompleta atau complete.
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah
banyak nekrosis.
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim.
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak.
6. Umur dan jumlah anak hidup.
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesis.
1) Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun.
2) Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.

10
3) Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi/eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,
robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4) Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi.
5) Pengkajian fisik :
a) Tanda vital :
- Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg).
- Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit).
- Pernafasan : Normal/meningkat (28-34x/menit).
- Suhu : Normal/ meningkat.
- Kesadaran : Normal/turun.
- Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi.
- Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill
memanjang.
- Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis).
- Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.

B. Diagnosa
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d. Penurunan energi d.d. Dispnea.
2. Hypovolemia b.d. Gangguan mekanisme regulasi d.d. Frekuensi nadi meningkat,
Tekanan darah menurun.
3. Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis d.d. Mengeluh nyeri.
4. Resiko Infeksi b.d. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.

C. Intervensi
No LUARAN INTERVENSI
1. Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Pola Napas membaik. napas)
Kriteria Hasil : - Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,

11
a. Dyspnea (menurun) wheezing, ronkhi kering)
b. Frekuensi Napas Terapeutik
(membaik) - Posisikan semi-Fowler atau Fowler
c. Kedalaman Napas - Berikan minum hangat
(membaik) - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Setelah dilakukan Manajemen Syok Hipovolemik
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Status Cairan membaik. kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Kriteria Hasil : - Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
a. Dypnea (menurun) - Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
b. Frekuensi nadi turgor kulit, CRT)
(membaik) Terapeutik
c. Tekanan darah - Pertahankan jalan napas paten
(membaik) - Berikan oksigenasi untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
- Lakukan penekanan langsung (direct pressure)
pada perdarahan eksternal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri menurun. kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri - Identifikasi faktor yang memperberat dan

12
(menurun) memperingan nyeri
b. Meringis (menurun) Terapeutik
c. Gelisah (menurun) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitas istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Tingkat Infeksi menurun. sistemik
Kriteria Hasil : Terapeutik
a. Nyeri (menurun) - Berikan perawatan kulit pada area edema
b. Bengkak (menurun) - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi

13
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

14
BAB III
ASKEP DENGAN KASUS SEMU

A. Kasus
Seorang wanita Ny. Y berusia 27 tahun dengan gravida 3, para 2, dirawat di
rumah sakit Ethiopia karena nyeri perut berat selama persalinannya, dengan
penghentian kontraksi. 
Kondisi kesehatan pasien baik. Pasien juga menerima perawatan kehamilan
normal (4 kali kunjungan) disebuah pusat kesehatan didekat rumah sakit ini selama
kehamilan, yang dimulai pada usia 20 minggu kehamilan. Dia memiliki riwayat
kelahiran pervaginam 5 tahun yang lalu dengan bobot badan lahir bayi sebesar 2800
gram, dan 3 tahun yang lalu pasien ini mengalami persalinan dengan bayi meninggal
dunia, penyebab kematian bayi dan berat lahir bayi tidak diketahui, otopsi tidak
dilakukan. Ultrasonografi (USG) selama kehamilan ini belum dilakukan. Semua
kehamilan berasal dari ayah yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit atau
prosedur pembedahan. Pasien juga tidak melakukan sirkumsisi. Pasien tinggal
didaerah pedesaan terpencil di Ethiopia Utara dan tinggal bersama suami dan anak-
anaknya.
Pada beberapa hari sebelum masuk di rumah sakit, diusia kehamilan yang
telah mencukupi untuk melahirkan, persalinan spontan dimulai dirumahnya dengan
dibantu oleh seorang dukun beranak. Sekitar 24 jam sebelum masuk rumah sakit, dia
mulai aktif mendorong/mengedan. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi
perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti
dengan penghentian kontraksi yang progresif. Pasien kemudian dibawa ke rumah
sakit dengan hanya ditemani suaminya Tn. X ,30 tahun dan bekerja sebagai karyawan
swasta , setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam. Pasien dibawa ke rumah sakit
Ayder, sebuah rumah sakit pendidikan untuk College of Health Sciences at Mekelle
University in Mekelle, Ethiopia.
Pada pemeriksaan awal, pasien dinyatakan sadar dengan kondisi pucat dan
lemah. Tekanan darah 60/30 mm Hg dengan denyut nadi 112 denyut permenit dan
lemah, RR 28x/Menit dengan irama cepat. Membran mukosa kering dan konjungtiva
putih. Perut buncit tidak teratur. Pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi

15
jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi
perut. Hematokrit 12%. Cairan infus diserap dengan cepat.  Setelah 30 menit
kedatangan pasien dilakukan sebuah prosedur.

B. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DO : Pernafasan pasien tampak Perdarahan Pola Nafas tidak
dangkal dan cepat Efektif
RR : 28×menit) Darah ke perifer
DS : Pasien  mengeluh sesak
Kebutuhan O2

Jantung bekerja keras

Takikardi

Sesak / Takipnea
DO : Adanya perdarahan Perdarahan Hipovolemia
Pervagina dan Anemis.
DS : Pasien mengatakan banyak Darah ke perifer
keluar darah secara tiba-tiba
yang disertai nyeri yang parah TD
dan diikuti dengan penghentian
kontraksi yang progresif.
DO : Pasien terlihat lemas dan Perdarahan Gangguan
pucat. pertukaran gas
DS : Pasien merasa lemas. Darah ke otak

Hipoksia

Anemis

Lemas, pucat

DO : Adanya tanda rupture Bayi terdorong ke rahim Nyeri akut

16
uteri yaitu : Perut buncit tidak
teratur, pada bagian perut yang Robekannya meluas
teraba adanya janin, bunyi
jantung janin tidak terdengar, Kontraksi
ada pergeseran perut kusam,
dan adanya sensasi perut. Nyeri Abdomen
DS : Pasien mengatakan nyeri
perut berat selama
persalinannya.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d. Penurunan energi d.d. Dispnea.
2. Hypovolemia b.d. Gangguan mekanisme regulasi d.d. Frekuensi nadi meningkat,
Tekanan darah menurun.
3. Gangguan perteukaran gas b.d. ketidak seimbangan ventilasi-perefusi d.d. pucat
4. Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis d.d. Mengeluh nyeri.

D. INTERVENSI

No LUARAN INTERVENSI
1. Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Pola Napas membaik. napas)
Kriteria Hasil : - Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
1. Dyspnea (menurun) wheezing, ronkhi kering)
2. Frekuensi Napas Terapeutik
(membaik) - Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Kedalaman Napas - Berikan minum hangat
(membaik) - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi

17
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Setelah dilakukan Manajemen Syok Hipovolemik
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Status Cairan membaik. kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Kriteria Hasil : - Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
1. Dypnea (menurun) - Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
2. Frekuensi nadi turgor kulit, CRT)
(membaik) Terapeutik
3. Tekanan darah - Pertahankan jalan napas paten
(membaik) - Berikan oksigenasi untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
- Lakukan penekanan langsung (direct pressure)
pada perdarahan eksternal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor frejuensi, irama, kedalaman dan upaya
pertukaran gas napas
meningkat - Monitor pola napas
Kriteria Hasil : - Monitor adanya sumbatan jalan napas
1. Sianosis (membaik) Terapeutik
2. Warna kulit - Atur interval pemantauan resprasi sesuai kondisi
(membaik) pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi

18
selama 2x24 jam maka - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri menurun. kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi skala nyeri
d. Keluhan nyeri - Identifikasi faktor yang memperberat dan
(menurun) memperingan nyeri
e. Meringis (menurun) Terapeutik
f. Gelisah (menurun) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitas istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

19
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga
peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis
yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit).
Faktor Predisposisi yang dapat mengakibatkan Rupture Uteri yaitu :
Multiparitas/grandemultipara, Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi
persalinan yang tidak tepat , Kelainan letak dan implantasi, plasenta contoh pada
plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta, Kelainan bentuk uterus
umpamanya uterus bikornis, Hidramnion.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, mungkin komentar yang timbul adalah rasanya
masih banyak hal yang belum di jawab secara tuntas dan menyeluruh mengenai
rupture uteri, makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami menerima keritik,
usul, dan saran.

20
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, G. et. al. (2005). Obstetri Williams (21st ed.). Penerbit Buku Kedokteran
ECG.
Triana,ani, dkk. (2015). Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal (1st ed.). Deepublish
Publisher.
Verley, Helen, dkk. (2001). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran
ECG.

21

Anda mungkin juga menyukai