Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah
dengan tema “TEORI-TEORI DAN PILAR-PILAR PENDIDIKAN” yang di berikan oleh
dosen Dr. Muh Shaleh M. Pd, selaku dosen matakuliah Psikologi Perkembangan Peserta
Didik.
Sholawat serta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada baginda Rasulullah SAW,
sebagai (uswatun hasanah) contoh teladan yang baik bagi kita semua, yang telah membawa
umat islam dari zaman kebodohan menuju zaman penuh dengan peradaban seperti sekarang
ini.
Tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap pihak yang
bersangkutan yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Penulis sadar bahwa
pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dengan kerendahan hati penulis
meminta saran dan kritikan yang membangun bagi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 9
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bermain.....................................................................................................5
2.2 Teori Bermain..............................................................................................................6
2.3 Manfaat Bermain.........................................................................................................7
2.4 Tahapan Berbagai Kegiatan Bermain Pada Anak.......................................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
Secara bahasa, bermain diartikan sebagai suatu aktivitas yang langsung atau spontan,
dimana seorang anak berinteraksi dengan orang lain, benda-benda disekitarnya, dilakukan
dengan senang (gembira), atas inisiatif sendiri, menggunakan daya khayal (imajinatif),
menggunakan panca indera dan seluruh anggota tubuhnya.
Anak bermain untuk memperoleh sesuatu dengan cara bereksplorasi dan bereksperimen
tentang dunia di sekitarnya dalam rangka membangun pengetahuan diri sendiri (self
knowledge).
Untuk itu, dalam makalah ini, penulis membahas terkait aspek pembahasan BERMAIN
PADA ANAK, dengan menyajikan pengertian, teori-teori, manfaat serta tahapan-tahapan
dalam bermain bersama anak.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Brooks, J.B. dan D.M Elliot, “bermain” (Play) merupakan istilah yang
digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang lebih tepat ialah
setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, dan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan
atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Anak bermain dengan menggunakan mainan yang konkret (nyata). Dengan mainan
tersebut anak akan belajar banyak hal seperti warna, ukuran, bentuk, besar kecil, berat ringan,
kasar halus, selain itu anak juga akan belajar mengelompokkan benda, ciri-ciri benda dan
sifat-sifat benda. Kemampuan anak untuk belajar tersebut akan terus terbangun baik saat
anak-anak bermain maupun saat mereka beres-beres setelah bermain.
Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book, “Play is
Children’s Work and Children Want to Play”, dalam bermain, anak-anak mengembangkan
keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan
sesuatu dan menentukan pendekatan terbaik. Dalam bermain anak-anak menggunakan
5
bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas dan memperbaiki bahasa mereka
sambil berbicara dengan anak lainnya. Ketika bermain, mereka belajar tentang orang lain
selain dirinya dan mereka mencoba berbagai peran dan menyesuaikan diri saat bekerjasama
dengan orang lain. Bermain membentuk perkembangan anak pada semua bagian:
intelektual, sosial, emosional dan fisik (Isbell dalam Satya, 2006).
6
bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkunagn hidup itu sendiri.
6. Sarjana William Stren menyatakan permainan bagi anak itu sama pentingnya dengan
taktik dan manouvre- manouvre dalam peperangan, bagi orang dewasa. Maka anak
manusia itu memiliki masa remaja yang dimanfaatkan dengan bermain-main untuk
melatih diri dan memperoleh kegembiraan.
7. Teori Psikologis Dalam, menurut teori ini, permainan merupakan penampilan
dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada dua
dorongan yang paling penting menurut Alder ialah : dorongan berkuasa, dan menurut
Freud ialah dorongan seksual atau libidi sexualis. Alder berpendapat bahwa, permaina
memberikan pemuasann atau kompensasi terhadap perasaan- perasaan diri yang fiktif.
Dalam permainan juga bisa disalurkan perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-
perasaan rendah hati.
8. Teori fenomenologis, professor Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang
mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogic teoritis,nya menyatakan,
bahawa permaina merupakan satu, fenomena/gejala yang nyata. Yang mengandung
unsur suasana permainan. Dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati
suasana bermain itu, yakni tidak khusus bertujuan untuk mencapai prestasi-prestasi
tertentu, akan tetapi anak bermain untuk permainan itu sendiri. Jadi, tujuan permainan
adalah permaianan itu sendiri.
7
yang lebih banyak dan merasa gembira ketika menyongsong jam istirahat karena memiliki
kesempatan untuk bermain sambil melepaskan kepenatan dan memulihkan kondisinya.
Sedangkan menurut Claparade (dalam Satya, 2006) bermain bukan hanya memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak
tetapi bermain juga berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari perasaan
tertekan yang berlebihan menuju hal-hal posiif, melalui sublimasi anak akan menuju kearah
yang lebih mulia, lebih indah dan lebih kreatif. Adapun manfaat lain dari bermain bagi anak :
a. Anak dapat kesempatan untuk mengembangkan diri, baik perkembangan fisik
(melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psikososial
(melatih pemenuhan kebutuhan emosi) serta perkembangan kognitif (melatih
kecerdasan).
b. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi.
c. Bermain bagi anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan.
d. Bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya.
e. Melalui bermain anak–anak dapat mengeluarkan energi yang ada dalam dirinya
kedalam aktivitas yang menyenangkan.
f. Melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluas mungkin.
g. Melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah lingkungan dan
menemukan hal-hal baru dalam kehidupan.
h. Melalui bermain anak dapat belajar bekerjasama, mengerti peraturan, saling berbagi
dan belajar menolong sendiri dan orang lain serta menghargai waktu.
i. Bermain juga merupakan sarana mengembangkan kreatifitas anak.
j. Bermain dapat mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.
k. Melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu.
8
A. Mildred Patren(1932)
Mildred patren Menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi ada enam bentuk
interaksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain.Keenam bentuk tersebut yaitu:
1. Unoccopied Play: Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain,
melainkan hanya mengamati yang ada disekitarnya yang menarik perhatian anak.
2. Solitary Play: Anak sibuk bermain sendiri tampaknya tidak memperhatikan
kehadiran anak lain disekitarnya.
3. Onlooker Play: Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan
kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan
anak lain yang diamatinya.
4. Pararel Play: Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan
yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama tetapi bila
diperhatikan tidak ada interaksi diantara mereka.
5. Assosiative Play: Ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain saling
tukar mainan, akan tetapi bila diamati anak tidak terlibat dalam kerjasama.
6. Cooperative Play: Ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian dan
pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan dan memiliki
untuk mencapai satu tujuan tertentu.
B. Jean Piaget (1962)
Menurut Piaget ada 4 tahapan bermain pada anak yaitu :
1. Sensory Motor Play (+/- ¾ bulan-1,5 tahun): Pada tahapan ini, kegiatan anak mulai
lebih terkoordinasi dan ia mulai belajar dari pengalaman bermainnya.
2. Symbolic atau Make Believe Play (+/- 2-7 tahun): Merupakan ciri periode
operasional yang ditandai dengan bermain khayal (pura-pura).
3. Pada tahapan ini, anak sudah mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai
simbol atau representasi benda lain.
4. Social Play Games with Rules (+/- 8-11 tahun) Pada tahap ini anak menggunakan
simbol yang banyak diwarnai nalar dan logika yang bersifat objektif dalam
bermain. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
5. Games with rules and Sports (11 tahun ke atas): Aturan pada olahraga jauh lebih
ketat dan kaku, namun pada tahap ini anak senang melakukan kegiatan ini
berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya. Pada tahap
ini, bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan tetapi ada suatu hasil akhir
tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.
9
C. Hurlock (1981)
Menurut Hurlock ada 4 tahapan bermain pada anak, yaitu :
1. Tahap Penjelajahan (Exploratory stage) Ciri khasnya adalah berupa kegiatan
mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda
dikelilingannya, lalu mengamatinya.
2. Tahap Mainan (Toy stage) Mencapai puncak pada usia 5-6 tahun. Pada tahap ini
anak-anak berpikir bahwa benda mainannya dapat berbicara, makan,merasa sakit
dan sebagainya.
3. Tahap Bermain ( Play Stage) Terjadi pada saat anak mulai masuk Sekolah Dasar.
Anak bermain dengan alat permainan, yang lama kelamaan berkembang menjadi
games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa.
4. Tahap Melamun (Daydream Stage) Diawali saat anak mendekati masa pubertas.
Pada tahap ini anak banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal.
D. Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968)
Menurut Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968) ada 4 tahapan
bermain pada anak, yaitu :
1. Bermain Fungsionil (Functional Play) Tampak pada anak usia 1-2 tahun berupa
gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang.
2. Bangun Membangun (Constructive Play) Tampak pada anak usia 3-6 tahun. Anak
membentuk sesuatu, menciptakan bengunan tertentu dengan alat permainan yang
tersedia.
3. Bermain Pura-pura (Make-believe Play) Banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun.
Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah
dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Permainan dengan peraturan (Games with Rules) Umumnya dapat dilakukan anak
pada usia 6-11 tahun. Anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan
permainan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik,
sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapat
mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik.
Pada dasarnya anak-anak gemar bermain, bergerak, bernyanyi dan menari, baik
dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bermain adalah kegiatan untuk bersenang-senang
yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain, tetapi mereka akan
memperoleh kesenangan, kanikmatan, informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi
bersosialisasi. Bermain memiliki fungsi yang sangat luas, seperti untuk anak, untuk guru,
orang tua dan fungsi lainnya bagi anak. Dengan bermain dapat mengembangkan fisik,
motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta (kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman
pengindraan, melepaskan ketegangan, dan terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan
perkembangan lainnya.
3.2 Saran
Makalah ini merupakan pemaparan konsep bermain pada anak-anak, yang menjadikan
suatu pandangan dalam mengenal pentingnya bermain dan konsep bermain pada anak. Akan
tetapi terbatas pada suatu pengembangan. Oleh karena itu disarankan agar :
Para orang tua dan guru memahami pentingnya bermain pada anak
Memanfaatkan bermain sebagai pemicu kreativitas dan sarana bersosialisasi yang
menimbulkan kegemaran pada anak.
Orang tua/guru dapat memilih jenis permainan yang sesuai dengan tingkat usia dan
kebutuhan anak.
11
DAFTAR PUSTAKA
Rachmawati, Yeni, S.Pd., M.Pd., 2011, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada
Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta, Kencana, cetakan II.
Kurniawati, Euis, S.Pd., M.Pd., 2011, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada
Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta, Kencana, cetakan II.
Unknown di 08.36, Sabtu, 04 Februari 2012 Teori Bermain Menurut Ahli,
http://mulyoprayetno.blogspot.com/2012/02/teori-bermain-menurut-ahli.html, 17
september 2019.
Dhermawan, Asep, 09 2017. Makalah Bermain Pada Anak Usia Dini,
Https://Agroedupolitan.Blogspot.Com/2017/09/Makalah-Bermain-Pada-Anak-Usia-
Dini.Html
Latif, mukhtar. 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, Kencana,
cetakan 1, mei 2013.
Zhukairina, 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, Kencana,
cetakan 1, mei 2013.
12