Anda di halaman 1dari 12

Tugas Makalah

BERMAIN PADA ANAK

DOSEN : Dr. Muh Shaleh M. Pd


Matakuliah : Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Di Susun Oleh Kelompok 9


Moderator : Nasriani Nasrul
Pemateri 1 : Risma Asyita
Pemateri 2 : Andi Febri Amalia
No Tulis : Titing

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah
dengan tema “TEORI-TEORI DAN PILAR-PILAR PENDIDIKAN” yang di berikan oleh
dosen Dr. Muh Shaleh M. Pd, selaku dosen matakuliah Psikologi Perkembangan Peserta
Didik.

Sholawat serta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada baginda Rasulullah SAW,
sebagai (uswatun hasanah) contoh teladan yang baik bagi kita semua, yang telah membawa
umat islam dari zaman kebodohan menuju zaman penuh dengan peradaban seperti sekarang
ini.

Tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap pihak yang
bersangkutan yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Penulis sadar bahwa
pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dengan kerendahan hati penulis
meminta saran dan kritikan yang membangun bagi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 17 September , 2019

Kelompok 9

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bermain.....................................................................................................5
2.2 Teori Bermain..............................................................................................................6
2.3 Manfaat Bermain.........................................................................................................7
2.4 Tahapan Berbagai Kegiatan Bermain Pada Anak.......................................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para pakar sering mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Dengan main
anak belajar, artinya anak yang belajar adalah anak yang bermain, dan anak yang bermain
adalah anak yang belajar. Bermain dilakukan anak-anak dalam berbagai bentuk saat sedang
melakukan aktivitas, mereka bermain ketika berjalan, berlari, mandi, menggali tanah,
memanjat, melompat, bernyanyi, menyusun balok, menggambar, dan lain sebagainya.

Secara bahasa, bermain diartikan sebagai suatu aktivitas yang langsung atau spontan,
dimana seorang anak berinteraksi dengan orang lain, benda-benda disekitarnya, dilakukan
dengan senang (gembira), atas inisiatif sendiri, menggunakan daya khayal (imajinatif),
menggunakan panca indera dan seluruh anggota tubuhnya.

Anak bermain untuk memperoleh sesuatu dengan cara bereksplorasi dan bereksperimen
tentang dunia di sekitarnya dalam rangka membangun pengetahuan diri sendiri (self
knowledge).

Untuk itu, dalam makalah ini, penulis membahas terkait aspek pembahasan BERMAIN
PADA ANAK, dengan menyajikan pengertian, teori-teori, manfaat serta tahapan-tahapan
dalam bermain bersama anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan apa pengertian bermain?
2. Menjelaskan apa saja teori-teori bermain?
3. Menjelaskan apa saja manfaat bermain?
4. Menjelaskan tahapan-tahapan berbagai kegiatan bermain pada anak?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian bermain.
2. Dapat memahami teori-teori bermain.
3. Dapat memahami manfaat bermain.
4. Dapat mengetahui tahapam dalam bermain.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bermain


Secara bahasa, bermain diartikan sebagai suatu aktivitas yang langsung atau spontan,
dimana seorang anak berinteraksi dengan orang lain, benda-benda disekitarnya, dilakukan
dengan senang (gembira), atas inisiatif sendiri, menggunakan daya khayal (imajinatif),
menggunakan panca indera dan seluruh anggota tubuhnya.

Menurut Brooks, J.B. dan D.M Elliot, “bermain” (Play) merupakan istilah yang
digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang lebih tepat ialah
setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, dan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan
atau tekanan dari luar atau kewajiban.

Anak bermain dengan menggunakan mainan yang konkret (nyata). Dengan mainan
tersebut anak akan belajar banyak hal seperti warna, ukuran, bentuk, besar kecil, berat ringan,
kasar halus, selain itu anak juga akan belajar mengelompokkan benda, ciri-ciri benda dan
sifat-sifat benda. Kemampuan anak untuk belajar tersebut akan terus terbangun baik saat
anak-anak bermain maupun saat mereka beres-beres setelah bermain.

Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles, Frobel, Hurlock


dan Spencer (dalam Satya, 2006) bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari kepuasan,
melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak dapat
tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden, raja, permaisuri dan lain-lain.
Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai
media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Sedangkan
menurut Hurlock, bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan. Di
samping itu bermain bagi anak adalah upaya yang menyalurkan energi yang berlebihan dan
dapat menghindari hal-hal negatif yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan, salah-satu
contoh akibat dari kelebihan tenaga ini adalah timbulnya perkelahian antar pelajar.

Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book, “Play is
Children’s Work and Children Want to Play”, dalam bermain, anak-anak mengembangkan
keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan
sesuatu dan menentukan pendekatan terbaik. Dalam bermain anak-anak menggunakan

5
bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas dan memperbaiki bahasa mereka
sambil berbicara dengan anak lainnya. Ketika bermain, mereka belajar tentang orang lain
selain dirinya dan mereka mencoba berbagai peran dan menyesuaikan diri saat bekerjasama
dengan orang lain. Bermain membentuk perkembangan anak pada semua bagian:
intelektual, sosial, emosional dan fisik (Isbell dalam Satya, 2006).

2.2 Teori Bermain


Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan, yaitu sebagai
berikut[1] :
1. Teori Rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Nazaruz 2 orang sarjana Jerman
diantara tahun 1841 dan 1884. Mereka menyatakan permainan itu sebagai kesibukan
rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup. Orang dewasa mencari
kegiatan bermain-main apabila ia merasa capai sesudah berkerja atau sesudah
melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan begitu permainan tadi bisa “ me-rekriir ”
kembali kesegaran tubuh yang tengah lelah.
2. Teori Pemunggahan ( Ontlading Stheorie ) menurut sarjana Inggris Herbert Spencer,
permainan disebabkan oleh mengalir keluarnya enegi, yaitu tenaga yang belum dipakai
dan menumpuk apad diri anak itu menuntut dimanfaatkan atau dipekerjakan.
Sehubungan dengan itu energi tersebut “mencair” dan “menunggah” dalam bentuk
permainan.
3. Teori ini disebut juga sebagai teori “kelebihan tenaga” ( krachtoverschot-theorie). Maka
permainan merupakan katup-pengaman bagi energi vital yang berlebih-lebihan.
4. Teori atavistis sarjana Amerika Stanley Hall dengan pandangannya yang biogenetis
menyatakan bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase
kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua factor hereditas ( waris,
sifat keturunan): yaitu segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan
diwariskan kepada anak keturunannya, mulai dari pengalaman hidup dalam gua-gua,
berburu, menangkap ikan, berperang, bertani, berhuma, membangun rumah sampai
dengan menciptakan kebudayaan dan seterusnya. Semua bentuk ini dihayati oleh anak
dalam bentuk permainan-permainannya.
5. Teori biologis, Karl Groos, sarjana Jerman (dikemudian hari Maria Montesori juga
bergabung pada paham ini): menyatakan bahwa permainan itu mempunyai tugas
biologis, yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Waktu-waktu

6
bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkunagn hidup itu sendiri.
6. Sarjana William Stren  menyatakan permainan bagi anak itu sama pentingnya dengan
taktik dan manouvre- manouvre dalam peperangan, bagi orang dewasa. Maka anak
manusia itu memiliki masa remaja yang dimanfaatkan dengan bermain-main untuk
melatih diri dan memperoleh kegembiraan.
7. Teori Psikologis Dalam, menurut teori ini, permainan merupakan penampilan
dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada dua
dorongan yang paling penting menurut Alder ialah : dorongan berkuasa, dan menurut
Freud ialah dorongan seksual atau libidi sexualis. Alder berpendapat bahwa, permaina
memberikan pemuasann atau kompensasi terhadap perasaan- perasaan diri yang fiktif.
Dalam permainan juga bisa disalurkan perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-
perasaan rendah hati.
8. Teori fenomenologis, professor Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang
mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogic teoritis,nya menyatakan,
bahawa permaina merupakan satu, fenomena/gejala yang nyata. Yang mengandung
unsur suasana permainan. Dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati
suasana bermain itu, yakni tidak khusus bertujuan untuk mencapai prestasi-prestasi
tertentu, akan tetapi anak bermain untuk permainan itu sendiri. Jadi, tujuan permainan
adalah permaianan itu sendiri.

2.3 Manfaat Bermain


Bermain bagi anak, selain merupakan alat belajar juga merupakan kebutuhan bagi
setiap anak. Diperlukan waktu yang cukup banyak untuk bermain bagi anak.terutama pada sat
di usia SD, menurut Laurence Tecik (dalam Satya, 2006) diperlukan 4-5 jam perhari bagi
anak untuk bermain, pada saat bermain anak dapat memenuhi kebutuhan geraknya. Penelitian
oleh Kemper dinegri Belanda dengan memasangkan alat pedometer (alat pengukur langkah ,
skor 1 (satu) setara dengan satu langkah) anak yang aktif melakukan 102.000 langkah/
minggu, maka rerata memerlukan aktifitas fisik perhari adalah 102.000 : 7 = 14.000 per hari
atau setara dengan 3,5 jam, jika 2 X 45 menit menunjukan skor 4000 langkah. Kebutuhan 3,5
jam tersebut tidak mungkin dipenuhi pada jam pelajaran di sekolah. Oleh sebab itu guru
pendidikan jasmani harus dapat memenuhi kebutuhan gerak anak didiknya dengan berbagai
alternatif permainan yang dapat dimainkan siswa saat jam istirahat atau dirumah, karena anak
tidak merasa betah bila duduk seharian diruang kelas, mereka butuh bergerak dan bermain

7
yang lebih banyak dan merasa gembira ketika menyongsong jam istirahat karena memiliki
kesempatan untuk bermain sambil melepaskan kepenatan dan memulihkan kondisinya.
Sedangkan menurut Claparade (dalam Satya, 2006) bermain bukan hanya memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak
tetapi bermain juga berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari perasaan
tertekan yang berlebihan menuju hal-hal posiif, melalui sublimasi anak akan menuju kearah
yang lebih mulia, lebih indah dan lebih kreatif. Adapun manfaat lain dari bermain bagi anak :
a. Anak dapat kesempatan untuk mengembangkan diri, baik perkembangan fisik
(melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psikososial
(melatih pemenuhan kebutuhan emosi) serta perkembangan kognitif (melatih
kecerdasan).
b. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi.
c. Bermain bagi anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan.
d. Bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya.
e. Melalui bermain anak–anak dapat mengeluarkan energi yang ada dalam dirinya
kedalam aktivitas yang menyenangkan.
f. Melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluas mungkin.
g. Melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah lingkungan dan
menemukan hal-hal baru dalam kehidupan.
h. Melalui bermain anak dapat belajar bekerjasama, mengerti peraturan, saling berbagi
dan belajar menolong sendiri dan orang lain serta menghargai waktu.
i. Bermain juga merupakan sarana mengembangkan kreatifitas anak.
j. Bermain dapat mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.
k. Melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu.

2.4 Tahapan Berbagai Kegiatan Bermain Pada Anak


Bermain sebagai kegiatan utama yang mulai tampak sejak bayi berusia 3-4 bulan dan
sangat penting bagi perkembangan kognitif anak, social dan kepribadian anak pada
umumnya. Bermain selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi juga memiliki fungsi
social dan emosianal.melalui bermain anak merasakan berbagai pengalaman emosi: senang,
sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah, dsb. Melalui bermain pula anak memahami kaitan
antara dirinya dan lingkungan sosialnya.
Perkembangan bermain menurut:

8
A. Mildred Patren(1932)
Mildred patren Menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi ada enam bentuk
interaksi  antar anak yang terjadi saat mereka bermain.Keenam bentuk tersebut yaitu:
1. Unoccopied Play: Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain,
melainkan hanya mengamati yang ada disekitarnya yang menarik perhatian anak.
2. Solitary Play: Anak sibuk bermain sendiri tampaknya tidak memperhatikan
kehadiran anak lain disekitarnya.
3. Onlooker Play: Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan
kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan
anak lain yang diamatinya.
4. Pararel Play: Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan
yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama tetapi bila
diperhatikan tidak ada interaksi diantara mereka.
5. Assosiative Play: Ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain saling
tukar mainan, akan tetapi bila diamati anak tidak terlibat dalam kerjasama.
6. Cooperative Play: Ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian dan
pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan dan memiliki
untuk mencapai satu tujuan tertentu.                 
B. Jean Piaget (1962)
      Menurut Piaget ada 4 tahapan bermain pada anak yaitu :
1. Sensory Motor Play (+/- ¾ bulan-1,5 tahun): Pada tahapan ini, kegiatan anak mulai
lebih terkoordinasi dan ia mulai belajar dari pengalaman bermainnya.
2. Symbolic atau Make Believe Play (+/- 2-7 tahun): Merupakan ciri periode
operasional yang ditandai dengan bermain khayal (pura-pura).
3. Pada tahapan ini, anak sudah mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai
simbol atau representasi benda lain.
4. Social Play Games with Rules (+/- 8-11 tahun) Pada tahap ini anak menggunakan
simbol yang banyak diwarnai nalar dan logika yang bersifat objektif dalam
bermain. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
5. Games with rules and Sports (11 tahun ke atas): Aturan pada olahraga jauh lebih
ketat dan kaku, namun pada tahap ini anak senang melakukan kegiatan ini
berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya. Pada tahap
ini, bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan tetapi ada suatu hasil akhir
tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.
9
C. Hurlock (1981)
      Menurut Hurlock ada 4 tahapan bermain pada anak, yaitu :
1. Tahap Penjelajahan (Exploratory stage) Ciri khasnya adalah berupa kegiatan
mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda
dikelilingannya, lalu mengamatinya.
2. Tahap Mainan (Toy stage) Mencapai puncak pada usia 5-6 tahun. Pada tahap ini
anak-anak berpikir bahwa benda mainannya dapat berbicara, makan,merasa sakit
dan sebagainya.
3. Tahap Bermain ( Play Stage) Terjadi pada saat anak mulai masuk Sekolah Dasar.
Anak bermain dengan alat permainan, yang lama kelamaan berkembang menjadi
games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa.
4. Tahap Melamun (Daydream Stage) Diawali saat anak mendekati masa pubertas.
Pada tahap ini anak banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal.
D. Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968)
Menurut Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968) ada 4 tahapan
bermain pada anak, yaitu :
1. Bermain Fungsionil (Functional Play) Tampak pada anak usia 1-2 tahun berupa
gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang.
2. Bangun Membangun (Constructive Play) Tampak pada anak usia 3-6 tahun. Anak
membentuk sesuatu, menciptakan bengunan tertentu dengan alat permainan yang
tersedia.
3. Bermain Pura-pura (Make-believe Play) Banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun.
Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah
dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Permainan dengan peraturan (Games with Rules) Umumnya dapat dilakukan anak
pada usia 6-11 tahun. Anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan
permainan.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik,
sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapat
mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik.
Pada dasarnya anak-anak gemar bermain, bergerak, bernyanyi dan menari, baik
dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bermain adalah kegiatan untuk bersenang-senang
yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain, tetapi mereka akan
memperoleh kesenangan, kanikmatan, informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi
bersosialisasi. Bermain memiliki fungsi yang sangat luas, seperti untuk anak, untuk guru,
orang tua dan fungsi lainnya bagi anak. Dengan bermain dapat mengembangkan fisik,
motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta (kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman
pengindraan, melepaskan ketegangan, dan terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan
perkembangan lainnya.

3.2 Saran

Makalah ini merupakan pemaparan konsep bermain pada anak-anak, yang menjadikan
suatu pandangan dalam mengenal pentingnya bermain dan konsep bermain pada anak. Akan
tetapi terbatas pada suatu pengembangan. Oleh karena itu disarankan agar :

 Para orang tua dan guru memahami pentingnya bermain pada anak
 Memanfaatkan bermain sebagai pemicu kreativitas dan sarana bersosialisasi yang
menimbulkan kegemaran pada anak.
 Orang tua/guru dapat memilih jenis permainan yang sesuai dengan tingkat usia dan
kebutuhan anak.

11
DAFTAR PUSTAKA
 Rachmawati, Yeni, S.Pd., M.Pd., 2011, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada
Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta, Kencana, cetakan II.
 Kurniawati, Euis, S.Pd., M.Pd., 2011, Strategi Pengembangan Kreativitas Pada
Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta, Kencana, cetakan II.
 Unknown di 08.36, Sabtu, 04 Februari 2012 Teori Bermain Menurut Ahli,
http://mulyoprayetno.blogspot.com/2012/02/teori-bermain-menurut-ahli.html, 17
september 2019.
 Dhermawan, Asep, 09 2017. Makalah Bermain Pada Anak Usia Dini,
Https://Agroedupolitan.Blogspot.Com/2017/09/Makalah-Bermain-Pada-Anak-Usia-
Dini.Html
 Latif, mukhtar. 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, Kencana,
cetakan 1, mei 2013.
 Zhukairina, 2013, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, Kencana,
cetakan 1, mei 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai