BAB II
ANALISIS FRAMING
Dalam Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki, kedua konsep tersebut diintegrasikan.
Secara umum konsepsi psikologis melihat frame sebagai persoalan internal pikiran seseorang,
dan konsepsi sosiologis melihat frame dari sisi lingkungan sosial yang dikontruksi seseorang.
Menurut Etnman, framing berita dapat dilakukan dengan empat teknik, yakni pertama,
problem identifications yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan nilai positif atau negatif apa,
causal interpretations yaitu identifikasi penyebab masalah siapa yang dianggap penyebab
masalah, treatmen rekomnedations yaitu menawarkan suatu cara penanggulangan masalah
dan kadang memprediksikan penanggulannya, moral evaluations yaitu evaluasi moral
penilaian atas penyebab masalah.
Analisis framing ini berangkat dari teori konstruksi sosial yang pertama kali
diperkenalkan oleh Peter L. Berger bersama dengan Thomas Luckman. Dalam teorinya
tersebut dinyatakan bahwa realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga merupakan
sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Akan tetapi
merupakan sebuah bentuk dan dikontruksi.
BAB III
KESIMPULAN
Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen-elemen yang berbeda
dalam teks berita (setiap kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata/kalimat tertentu)
dalam teks keseluruhan. Frame ini berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat skruktur besar. Pertama,
struktur sintaksis, kedua struktur skrip, ketiga struktur tematik, keempat struktur retoris.
Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis
isi dan analisis semiotik. Secara sederhana, Framing adalah membingkai sebuah peristiwa,
atau dengan kata lain framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan
menulis berita.
Analisis framing didapatkan dari data manifest dan latent dengan analisis akhir dan
simpulan latent. Objek yang dianalisis khusus tentang berita. Unit analisisnya berupa skema,
produksi, dan reproduksi berita.
Daftar Pustaka
Eriyanto. 2002. Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (Jakarta: LkiS)
https://www.e_jurnal.web.id/2017/9/23
https://www.zamrikpi.com/2017/9/23
https://www.fikom.weblog.esaunggul.ac.id/2017/9/23
https://www.pakarkomunikasi.com/2017/9/23
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur besar. Yaitu
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.
1. Sintaksis. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari
bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan
teks berita secara keseluruhan.
2. Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Skrip adalah salah satu
strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita. Bagaimana suatu berita dipahami
melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
3. Tematik. Tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan
sumber dihadirkan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat
diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur
tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang
dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara
keseluruhan.
4. Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata
yang dipilih wartawan untuk menekankan arti yang diinginkan wartawan. Wartawan
menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan
pada sisi ntertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita.
Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang
disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran.
EFEK FRAMING
Salah satu efek framing yang paling mendasar ialah realitas sosial yang kompleks, penuh
dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana,
beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa
dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing
menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam
bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah
dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk oleh bingkai media.
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam
penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek
tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai.
Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak
salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor
tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan
menjado tersembunyi.
Sejarah
Teori framing muncul di era media massa pada sekitar tahun 1970an yang berakar dari
interaksi simbolik (Baca juga : Teori Interaksi Simbolik) dan konstruksi sosial (Baca
juga : Konstruksi Realitas Sosial – Teori Konstruksi Sosial). Ketika itu, di Amerika Serikat
penelitian-penelitian mengenai media mulai beralih dari model efek media ke bentuk khusus
pengaruh media terhadap khalayak. Berbagai penelitian terkait media saat itu ditujukan untuk
mengetahui peran media massa nasional dalam membentuk berbagai permasalahan politik
dalam publik nasional.
Sejalan dengan semakin seringnya khalayak mendapat terpaan informasi, maka media tidak
hanya dipandang dapat mempengaruhi khalayak selama kampanye pemilihan namun juga
berperan besar dalam menciptakan persepsi dunia dan wacana politik. Terkait dengan hal ini,
Benyamin Cohen berpendapat bahwa meskipun media tidak secara khusus menyampaikan
kepada khalayak apa yang dipikirkan oleh khalayak namun sejatinya media benar-benar
mengatakan kepada khalayak apa yang harus dipikirkan (Baca juga : Teori Postmodern
– Teori Efek Media Massa).
Selama masa itu pula, berbagai penelitian dimulai lebih jauh guna meneliti apa yang
disampaikan oleh Cohen. Dua peneilti yang bernama Maxwell McCombs dan Donald Shaw
mengembangkan pendekatan agenda setting yang menyatakan bahwa terdapat kaitan antara
jumlah liputan dari suatu isu politik tertentu dengan relevansi yang dirasakan dari isu ini di
antara agenda politik khalayak. Studi awal dalam penelitian framing adalah mengidentifikasi
frames pokok dalam pemberitaan televisi yaitu sebuah frame episodik dan kerangka tematik
yang memposisikan sebuah isu dalam konteks wacana publik yang lebih luas. Yang lainnya
membahas frames yang digunakan dalam kampanye pemilihan. (Baca juga : Teori Media
Massa).
Perkembangan
Yang dianggap sebagai pelopor utama teori framing adalah Erving Goffman yang
berpendapat bahwa desain interpretif merupakan elemen sentral dari sistem kepercayaan
budaya. Goffman menyebut frames desain interpretif yang kita gunakan di pengalaman
kehidupan kita sehari-hari untuk memahami dunia. Frames membantu mengurangi
kompleksitas informasi dan memiliki berfungsi sebagai proses dua arah yaitu frames
membantu menafsirkan dan merekonstruksi realitas.
Konsep frames yang disampaikan oleh Goffman memiliki akar konsep dari fenomenologi (Baca juga :
Teori Fenomenologi) yaitu suatu pendekatan filosofis yang berpendapat bahwa makna dunia
dirasakan oleh setiap individu berdasarkan kepercayaan terhadap kehidupan dunia, pengalaman,
dan pengetahuan. Secara tradisional, makna dunia disampaikan melalui proses sosialisasi,
menciptakan realitas kolektif di dalam suatu budaya atau masyarakat. Teori framing kemudian
berkembang menjadi sebuah teori komunikasi yang sangat penting dalam berbagai bidang
masyarakat media transnasional masa kini.
Di awal abad 20, seorang jurnalis dan penulis yang bernama Walter Lippman dalam bukunya
yang bertajuk Public Opinion menyatakan bahwa dunia dirasakan sebagai stereotype yang
berfungsi sebagai sebuah gambaran di kepala kita. Selama era media massa, berita dikirimkan
melalui sejumlah kecil saluran televisi nasional yang mempengaruhi khalayak nasional. Dan
ketika media bertransformasi ke dalam bentuk media jaringan, dimana setiap individu secara
aktif memilih informasi, maka teori framing perlu direposisi kembali. Gagasan Lippman
mengenai cara pandang individu terhadap dunia tampaknya lebih menentukan bila
dibandingkan dengan jenis saluran inofrmasi yang digunakan. Dalam hal ini, teori framing
perlu memasukkan faktor individu sebagai seorang aktor dalam proses framing (Volkmer,
2009 : 408).
Terkait dengan hal ini, Lopez-Rabadan dan Vicente Marino (2009) mengusulkan untuk
membedakan perkembangan teori framing ke dalam tiga fase utama, yaitu :
Tahap awal yang berlangsung tahun 1974-1990 yang ditandai dengan dimulainya penerapan
instrumental berbasis definisi sosiologis framing. Pada tahap inilah teori framing mulai
masuk ke dalam bidang studi komunikasi.
Tahap kedua yang berlangsung selama tahun 1990an, sesuai dengan definisi frames sebagai
studi media khusus, dengan sebuah aplikasi dalam analisis wacana media, dengan
metodologi yang agak tidak terkontrol dan tersebar. Selama periode ini, terdapat
perdebatan teoretis yang intens antara mereka yang berpendapat bahwa framing tidak lebih
dari perpanjangan agenda setting dan mereka yang berpendapat bahwa framing adalah teori
yang saling melengkapi tetapi berbeda.
Tahap ketiga yaitu tahap reorganisasi dan pengembangan empiris dimulai pada pergantian
abad 21 dan berlanjut hingga kini. Selama tahap ini ada upaya untuk melakukan penyatuan
konseptual dan metodologis yang memungkinkan perkembangan yang lebih solid dan pesat
melalui sinergi penelitian.
Asumsi
Teori framing dibangun berdasarkan asumsi bagaimana sebuah isu yang dicirikan dalam
pelaporan berita dapat memiliki pengaruh terhadap bagaimana isu tersebut dipahami oleh
khalayak. Dengan kata lain, media mengarahkan perhatian publik kepada tema tertentu
pilihan jurnalis yang mengakibatkan khalayak membuat keputusan apa yang dipikirkan.
Asumsi ini berasal dari pemikiran agenda setting. Jurnalis tidak hanya memilih topik yang
akan disampaikan kepada khalayak, melainkan juga terlibat dalam proses bagaimana berita
tersebut disuguhkan dan frames dimana berita tersebut disajikan.
Frame merujuk pada cara media dan penjaga pintu gerbang media atau media gatekeeper
mengatur dan menyajikan berbagai peristiwa serta isu-isu yang mereka liput. Frame juga
merujuk pada cara khalayak menafsirkan apa yang disajikan oleh media. Frames merupakan
gagasan abstrak yang berfungsi untuk mengatur atau menyusun makna sosial. Frames
mempengaruhi persepsi khalayak terhadap berita. Framing tidak hanya mengatakan apa yang
harus dipikirkan melainkan bagiamana memikirkan hal tersebut.
Kritik
Teori framing tidak lepas dari berbagai kritik yang disampaikan oleh para ahli. Adapun
beberapa kritik yang disampaikan oleh para ahli adalah sebagai berikut :
Mempelajari teori framing dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah kita dapat
mengetahui dan memahami pengertian framing, sejarah teori framing, asumsi, perkembangan
teori framing, serta kritik terhadap teori framing.
Demikianlah ulasan singkat tentang teori framing terkait dengan pengertian, sejarah, asumsi,
perkembangan serta kritik teori framing. Semoga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang teori framing sebagai salah satu teori efek media khususnya dan teori
komunikasi pada umumnya.
Sponsors Link