Anda di halaman 1dari 9

makalah teory analisis framing

Oleh Unknown Januari 30, 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis
isi dan analisis semiotik. Secara sederhana, Framing adalah membingkai sebuah peristiwa,
atau dengan kata lain framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan
menulis berita.
Framing merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian
tidak diingkari secara total, melainkan dobelokkan secara halus, dengan memberikan
penonjolan pada aspek tertentu. Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan
penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut
ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pamakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto,
dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Analisis framing digunakan untuk
mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lainnya) yang dilakukan
oleh media massa.
Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang berarti realitas dimaknai dan
direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang
lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran
khalayak. Dalam praktik, analisis framing banyak digunakan untuk melihat frame surat kabar,
sehingga dapat dilihat bahwa masing-masing surat kabar sebenarnya meiliki kebijakan
politis tersendiri.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan analisis framing ?

C.    Tujuan Masalah


1.      Mengetahui maksud dari analisis framing

BAB II
ANALISIS FRAMING

A.  Pengertian Framing


Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen-elemen yang berbeda
dalam teks berita (setiap kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata/kalimat tertentu)
dalam teks keseluruhan. Frame ini berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat skruktur besar. Pertama,
struktur sintaksis, kedua struktur skrip, ketiga struktur tematik, keempat struktur retoris.[1]
Menurut Sobur (2004:162), framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
persepektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Berdasarkan pengertian tersebut, framing adalah bagaimana cara wartawan
melaporkan sebuah peristiwa berdasarkan sudut pandang yang ingin disampaikan kepada
pembaca.
Menurut Eriyanto (2002:10), framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story
telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada ‘cara melihat’ terhadap
realitas yang dijadikan berita. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat
bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat
bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.
Sedangkan Aditjandro, seperti yang dikutip Sudibyo mendefinisikan Framing sebagai
metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara
total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek
tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotoasi tertentu, dan dengan
bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sobur, 2004:165).

Beberapa definisi lainnya, yaitu:


1.      Menurut Robert Etman
Proses seleksi di berbagai aspek realitas sehingga aspek tertentu dari peristiwa itu lebih
menonjol dibandingkan aspek lainnya. Ia juga menyatakan informasi-informasi dalam
konteks yang khas sehingga tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi lainnya.
2.      Menurut Todd Gitlin
Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa
untuk ditampilkan kepada khalayak. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar
tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
3.      Menurut David Snow dan Robert Benford
Pemberian makna untuk ditafsirkan peristiwa dari kondisi yang relevan Frame
mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, seperti
anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi dan kalimat tertentu.
4.      Menurut Zhongdan dan Pan Konsicki
Sebagai konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam
mengkode informasi, menafsirkan peristiwa dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi
pembentukan berita.

B.  Konsep Framing


Frame yang digunakan dalam sebuah pesan dapat dideteksi dan dikaji melalui
analisis framing. Dalam penelitian komunikasi, analisis framing telah banyak digunakan oleh
para peneliti terutama untuk mengkaji berita dan jurnalistik terkait peranannya dalam
membentuk interpretasi media tentang realitas dan pengaruhnya tehadap khalayak.
Teori framing maupun analisis framing adalah pendekatan teoritis yang telah digunakan dan
diterapkan dalam studi komunikasi, politik, dan gerakan sosial. Konsep
analisis framing dikenalkan pertama kali oleh Erving Goffman (1974) melalui bukunya yang
bertajuk Frame Analysis : An Essay on The Organization of Experience. Menurutnya,
analisis framing adalah suatu definisi dari situasi yang dibangun dengan prinsip-prinsip
organisasi yang mengatur kejadian dan keterlibatan subyektivitas yang kita miliki di
dalamnya.
Sementara itu, Chralotte Ryan (1991) menggambarkan analisis framing pada sisi
penerimaan pesan. Ia menyatakan  analisis framing sebagai sebuah instrumen atau alat untuk
memesan informasi tentang apa yang dirasakan khalayak terhadap berbagai masalah politik.
Misalnya, kita menggunakan analisis framing untuk mendengar dan memahami rasa takut
dan rasa sakit dari sebuah kelas, komunitas, atau sebuah bangsa, dan kemudian
mengkristalisasi pemahaman mereka tentang sebuah masalah.
Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,
khususnyauntuk menganalisis teks media. Frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, serta
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974, yang mengandalkan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu-
individu dalam membaca realitas. Konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan
proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media.
Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga isu tertentu mendapatkan tempat lebih besar daripada isu yang lain. Konsep
framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan
proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media  Analisis
framing dalam perspektif komunikasi dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology
media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan
pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih
mudah diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya.

C.  Model Framing


Ada beberapa model yang digunakan dalam analisis framing, antara lain sebagai berikut:
a.       Framing model Murray Edelman
Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi. Kategorisasi dalam pandangan
Edeleman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori, membantu manusia
memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan tersebut menjadi realitas yang
mempuyao makna (Eriyanto, 2002:158).
Edelman menambahkan kategorisasi merupakan kekuatan yang besar dalam
mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik. Dengan kata lain, fungsi kategorisasi adalah
untuk mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik untuk memahami realitas. Salah satu
kategorisasi penting dalam pemberitaan rubrikasi. Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak
semata-mata sebagai persoalan teknis atau prosedur standar dari pembuatan berita. Rubrikasi
digunakan untuk membantu pembaca agar lebih mudah memahami suatu peristiwa yang
sudah dikontruksikan.
b.      Framing Model Robert N. Entman
Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan
menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai
penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar daripada isu yang lain.
Framing bagi Entman digunakan untuk menonjolkan suatu aspek yang ingin
menonjolkan suatu aspek yang ingin ditonjolkan dengan menempatkan isu-isu tertentu yang
untuk diketahui pembaca.
c.       Framing model William A. Gamson
Menurut Gamson fungsi framing adalah untuk menghubungkan wacana yang ada
dimedia dengan pendapat umum yang sedang berkembang mengenai suatu peristiwa yang
terjadi.
d.      Framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Secara sederhana, analisis framing mencoba untuk membangun sebuah komunikasi
bahasa, visual, dan pelaku dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan
dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui
bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat
diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.
Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan
tersebut, menurut Pan dan Konsicki ada dua konsep dari framing yang saling berkaitan, yaitu
konsep psikologis dan konsep sosiologis yaitu :
         Dalam konsep psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu
konteks khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih
menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi itu menjadi lebih penting
dalam mempengaruhi pertimbangan seseorang saat membuat keputusan tentang realitas.
         Sedangkan konsep sosiologis framing dipahami sebagai proses bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk
mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya

Dalam Zhondhang Pan Dan Gerald M Kosicki, kedua konsep tersebut diintegrasikan.
Secara umum konsepsi psikologis melihat frame sebagai persoalan internal pikiran seseorang,
dan konsepsi sosiologis melihat frame dari sisi lingkungan sosial yang dikontruksi seseorang.
Menurut Etnman, framing berita dapat dilakukan dengan empat teknik, yakni pertama,
problem identifications yaitu peristiwa dilihat sebagai apa dan nilai positif atau negatif apa,
causal interpretations yaitu identifikasi penyebab masalah siapa yang dianggap penyebab
masalah, treatmen rekomnedations yaitu menawarkan suatu cara penanggulangan masalah
dan kadang memprediksikan penanggulannya, moral evaluations yaitu evaluasi moral
penilaian atas penyebab masalah.
Analisis framing ini berangkat dari teori konstruksi sosial yang pertama kali
diperkenalkan oleh Peter L. Berger bersama dengan Thomas Luckman. Dalam teorinya
tersebut dinyatakan bahwa realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga merupakan
sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Akan tetapi
merupakan sebuah bentuk dan dikontruksi.

D.  Proses Analisis Framing


Proses analisis dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1)      Frame building (bangunan bingkai/frame)
Studi-studi ini mencakup tentang dampak faktor-faktor seperti pengendalian diri terhadap
organisasi, nila-nilai profesional dari wartawan, atau harapan terhadap audien terhadap
bentuk dan isi berita. Meskipun demikian, studi tersebut belum mampu menjawab
bagaimanakah media dibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dari proses ini.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap
kreasi atau perubahan analisa dan penulisan yang diterapkan oleh wartawan.
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor struktur dan organisasi seperti apa yang
mempengaruhi sistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu
mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa.

2)      Frame setting (pengkondisian framing)


Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah
frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi
yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda
(agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting,
frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu
penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan
tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting.
Menurut Nelson dalam Scheufele (1999:116) menyatakan bahwa analisa penulisan berita
mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya,
kemudian diikuti dengan isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan
analisa baru.

3)      Individual-Level Effect of Farming (tingkat efek framing terhadap individu)


Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akan membentuk beberapa variabel
perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya telah dilakukan dengan manggunakan
model kota hitam (black-box model). Dengan kata lain, studi ini terfokus pada input dan
output, dan dalam kebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci
diabaikan.
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu.
Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan
berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif
lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel
dihubungkan satu sama lain.

4)      Journlist as Audience (wartawan sebagai pendengar)


Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang sama dalam media lain adalah fungsi
beragam faktor. Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di
sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa
pembaca sehingga ada timbal balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak serta merta
dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.
Questioning Answers or Answering Questioning (Menjawab Pertanyaan atau
Mempertanyakan Jawaban)?
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang
sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing
dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa
yang diaharapkan.

BAB III
KESIMPULAN

Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen-elemen yang berbeda
dalam teks berita (setiap kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata/kalimat tertentu)
dalam teks keseluruhan. Frame ini berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat skruktur besar. Pertama,
struktur sintaksis, kedua struktur skrip, ketiga struktur tematik, keempat struktur retoris.
Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis
isi dan analisis semiotik. Secara sederhana, Framing adalah membingkai sebuah peristiwa,
atau dengan kata lain framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan
menulis berita.
Analisis framing didapatkan dari data manifest dan latent dengan analisis akhir dan
simpulan latent. Objek yang dianalisis khusus tentang berita. Unit analisisnya berupa skema,
produksi, dan reproduksi berita.
Daftar Pustaka

Eriyanto. 2002. Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (Jakarta: LkiS)
https://www.e_jurnal.web.id/2017/9/23
https://www.zamrikpi.com/2017/9/23
https://www.fikom.weblog.esaunggul.ac.id/2017/9/23
https://www.pakarkomunikasi.com/2017/9/23

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur besar. Yaitu
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

1. Sintaksis. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari
bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan
teks berita secara keseluruhan.
2. Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Skrip adalah salah satu
strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita. Bagaimana suatu berita dipahami
melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
3. Tematik. Tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan
sumber dihadirkan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat
diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur
tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang
dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara
keseluruhan.
4. Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata
yang dipilih wartawan untuk menekankan arti yang diinginkan wartawan. Wartawan
menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan
pada sisi ntertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita.
Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang
disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran.

 EFEK FRAMING

Salah satu efek framing yang paling mendasar ialah realitas sosial yang kompleks, penuh
dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana,
beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa
dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing
menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam
bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah
dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk oleh bingkai media.

1. Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain

Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam
penulisan  sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek
tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai.

2. Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain


Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita menyebabkan aspek lain yang
penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.

3. Menampilkan Aktor Tertentu-Menyembunyikan Aktor

Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak
salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor
tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan
menjado tersembunyi.

Sejarah
Teori framing muncul di era media massa pada sekitar tahun 1970an yang berakar dari
interaksi simbolik (Baca juga : Teori Interaksi Simbolik) dan konstruksi sosial (Baca
juga : Konstruksi Realitas Sosial – Teori Konstruksi Sosial). Ketika itu, di Amerika Serikat
penelitian-penelitian mengenai media mulai beralih dari model efek media ke bentuk khusus
pengaruh media terhadap khalayak. Berbagai penelitian terkait media saat itu ditujukan untuk
mengetahui peran media massa nasional dalam membentuk berbagai permasalahan politik
dalam publik  nasional.

Sejalan dengan semakin seringnya khalayak mendapat terpaan informasi, maka media tidak
hanya dipandang dapat mempengaruhi khalayak selama kampanye pemilihan namun juga
berperan besar dalam menciptakan persepsi dunia dan wacana politik. Terkait dengan hal ini,
Benyamin Cohen berpendapat bahwa meskipun media tidak secara khusus menyampaikan
kepada khalayak apa yang dipikirkan oleh khalayak namun sejatinya media benar-benar
mengatakan kepada khalayak apa yang harus dipikirkan (Baca juga : Teori Postmodern
– Teori Efek Media Massa).

Selama masa itu pula, berbagai penelitian dimulai lebih jauh guna meneliti apa yang
disampaikan oleh Cohen. Dua peneilti yang bernama Maxwell McCombs dan Donald Shaw
mengembangkan pendekatan agenda setting yang menyatakan bahwa terdapat kaitan antara
jumlah liputan dari  suatu isu politik tertentu dengan relevansi yang dirasakan dari isu ini di
antara agenda politik khalayak. Studi awal dalam penelitian framing adalah mengidentifikasi
frames pokok dalam pemberitaan televisi yaitu sebuah frame episodik dan kerangka tematik
yang memposisikan sebuah isu dalam konteks wacana publik yang lebih luas. Yang lainnya
membahas frames yang digunakan dalam kampanye pemilihan. (Baca juga : Teori Media
Massa).

Perkembangan
Yang dianggap sebagai pelopor utama teori framing adalah Erving Goffman yang
berpendapat bahwa desain interpretif merupakan elemen sentral dari sistem kepercayaan
budaya. Goffman menyebut frames desain interpretif yang kita gunakan di pengalaman
kehidupan kita sehari-hari untuk memahami dunia. Frames membantu mengurangi
kompleksitas informasi dan memiliki berfungsi sebagai proses dua arah yaitu frames
membantu menafsirkan dan merekonstruksi realitas.
Konsep frames yang disampaikan oleh Goffman memiliki akar konsep dari fenomenologi (Baca juga :
Teori Fenomenologi) yaitu suatu pendekatan filosofis yang berpendapat bahwa makna dunia
dirasakan oleh setiap individu berdasarkan kepercayaan terhadap kehidupan dunia, pengalaman,
dan pengetahuan. Secara tradisional, makna dunia disampaikan melalui proses sosialisasi,
menciptakan realitas kolektif di dalam suatu budaya atau masyarakat. Teori framing kemudian
berkembang menjadi sebuah teori komunikasi yang sangat penting dalam berbagai bidang
masyarakat media transnasional masa kini.

Di awal abad 20, seorang jurnalis dan penulis yang bernama Walter Lippman dalam bukunya
yang bertajuk Public Opinion menyatakan bahwa dunia dirasakan sebagai stereotype yang
berfungsi sebagai sebuah gambaran di kepala kita. Selama era media massa, berita dikirimkan
melalui sejumlah  kecil saluran televisi nasional yang mempengaruhi khalayak nasional. Dan
ketika media bertransformasi ke dalam bentuk media jaringan, dimana setiap individu secara
aktif memilih informasi, maka teori framing perlu direposisi kembali. Gagasan Lippman
mengenai cara pandang individu terhadap dunia tampaknya lebih menentukan bila
dibandingkan dengan jenis saluran inofrmasi yang digunakan. Dalam hal ini, teori framing
perlu memasukkan faktor individu sebagai seorang aktor dalam proses framing (Volkmer,
2009 : 408).

Baca juga : Teori Konvergensi Media

Terkait dengan hal ini, Lopez-Rabadan dan Vicente Marino (2009) mengusulkan untuk
membedakan perkembangan teori framing ke dalam tiga fase utama, yaitu :

 Tahap awal yang berlangsung tahun 1974-1990 yang ditandai dengan dimulainya penerapan
instrumental berbasis definisi sosiologis framing. Pada tahap inilah teori framing mulai
masuk ke dalam bidang studi komunikasi.
 Tahap kedua yang berlangsung selama tahun 1990an, sesuai dengan definisi frames sebagai
studi media khusus, dengan sebuah aplikasi dalam analisis wacana media, dengan
metodologi yang  agak tidak terkontrol dan tersebar. Selama periode ini, terdapat
perdebatan teoretis yang intens antara mereka yang berpendapat bahwa framing tidak lebih
dari perpanjangan agenda setting dan mereka yang berpendapat bahwa framing adalah teori
yang saling melengkapi tetapi berbeda.
 Tahap ketiga yaitu tahap reorganisasi dan pengembangan empiris dimulai pada pergantian
abad 21 dan berlanjut hingga kini. Selama tahap ini ada upaya untuk melakukan penyatuan
konseptual dan metodologis yang memungkinkan perkembangan yang lebih solid dan pesat
melalui sinergi penelitian.

Baca juga : Analisis Wacana Kritis

Asumsi
Teori framing dibangun berdasarkan asumsi bagaimana sebuah isu yang dicirikan dalam
pelaporan berita dapat memiliki pengaruh terhadap bagaimana isu tersebut dipahami oleh
khalayak.  Dengan kata lain, media mengarahkan perhatian publik kepada tema tertentu
pilihan jurnalis yang mengakibatkan khalayak membuat keputusan apa yang dipikirkan.
Asumsi ini berasal dari pemikiran agenda setting. Jurnalis tidak hanya memilih topik yang
akan disampaikan kepada khalayak, melainkan juga terlibat dalam proses bagaimana berita
tersebut disuguhkan dan frames dimana berita tersebut disajikan.
Frame merujuk pada cara media dan penjaga pintu gerbang media atau media gatekeeper 
mengatur dan menyajikan berbagai peristiwa serta isu-isu yang mereka liput. Frame juga
merujuk pada cara khalayak menafsirkan apa yang disajikan oleh media. Frames merupakan
gagasan abstrak yang berfungsi untuk mengatur atau menyusun makna sosial. Frames
mempengaruhi persepsi khalayak terhadap berita. Framing tidak hanya mengatakan apa yang
harus dipikirkan melainkan bagiamana memikirkan hal tersebut.

Baca juga : Sistem Komunikasi Radio

Kritik

Teori framing tidak lepas dari berbagai kritik yang disampaikan oleh para ahli. Adapun
beberapa kritik yang disampaikan oleh para ahli adalah sebagai berikut :

 Framing membangun ketidakpercayaan terhadap media.


 Framing menciptakan kesenjangan antara kebenaran dan kewaspadaan publik dengan
menciptakan sebuah sudut pandang.
 Framing mendistorsi kebenaran.
 Frames membatasi perdebatan dengan menempatkan kosakata dan metafora yang bisa
digunakan dalam berita yang digunakan oleh semua publik.
 Framing menjadi kurang seiring dengan berkembangnya media baru dan memberikan
kesempatan kepada orang untuk memikirkan topik yang sama dengan sudut pandang yang
berbeda.

Baca juga : Fungsi Media Komunikasi – Teori Media Komunikasi

Manfaat Mempelajari Teori Framing

Mempelajari teori framing dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah kita dapat
mengetahui dan memahami pengertian framing, sejarah teori framing, asumsi, perkembangan
teori framing, serta kritik terhadap teori framing.

Demikianlah ulasan singkat tentang teori framing terkait dengan pengertian, sejarah, asumsi,
perkembangan serta kritik teori framing. Semoga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang teori framing sebagai salah satu teori efek media khususnya dan teori
komunikasi pada umumnya.

Sponsors Link

Anda mungkin juga menyukai