Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH TEORI DAN ISU PEMBANGUNAN

CULTURAL IMPERIALISM THEORY:

Herb Schiller

 
 

Oleh :
Syifa Tsaniati
170210130016
 

 
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL 
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 
UNIVERSITAS PADJADJARAN 
JATINANGOR 
2013 
ii 
 

Kata Pengantar
Segala puji dan rasa syukur penulis ucapkan kepada allah subhanahu wa taala, karena atas rahmat
dan hidayah-nya tugas makalah ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas makalah teori dan isu pembangunan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca, khususnya dari teman- teman mahasiswa dan dosen mata kuliah yang bersangkutan.

Jatinangor,

Penyusun

 
iv 
 

DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ...........................................................................................1
Ruang lingkup ..........................................................................................................4
Maksud Dan Tujuan Penulisan ................................................................................4
Rumusan masalah ....................................................................................................4
Metode penulisan .....................................................................................................4

ISI
Landasan Teori .........................................................................................................3
Pembahasan masalah .............................................................................................16

KESIMPULAN.....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

 
 

 

Latar Belakang Masalah


Kebutuhan informasi di abad 21 ini sangatlah tinggi. Terbukti dengan
banyaknya media informasi yang semakin menjamur dimana-mana, tak hanya di
negara maju saja, negara dunia ketiga atau negara berkembang pun semakin
bergantung pada media informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Media informasi
pun menjadi salah satu instrumen dalam pembangunan bangsa. Tanpa informasi dan
juga medianya, masyarakat tidak dapat mengetahui dan mungkin tidak dapat
memahami kondisi yang sedang terjadi, akibatnya masyarakat yang harusnya kritis dan
berfikir solutif, menjadi apatis karena tidak mengetahui banyak hal. Kondisi ini terjadi
pada masyarakat tradisional di pedalaman yang jauh dari sarana dan prasarana
pemerintahan dan sangat kekurangan media informasi yang dapat memberi tahu
mereka akan sesuatu hal dan mungkin dapat merangsang mereka untuk berpikir
sekaligus membentuk opini mereka terhadap suatu peristiwa yang sedang terjadi.
Dewasa ini kita mengenal istilah global village atau desa global, global village
ini menjadi suatu keniscayaan kemunculannya. Teori global village ini dikemukakan
oleh Marshall Mc Luhan. Akibatnya, setiap kejadian yang ada di suatu negara dalam
beberapa saat bisa diketahui oleh masyarakat seluruh dunia. Bahkan warisan ilmu
pengetahuan pada ratusan atau ribuan tahun yang lalu dapat dinikmati masyarakat
sekarang ini. Pertanyaannya adalah mengapa semua itu bisa terjadi? Jawaban
konkretnya adalah karena peranan media massa (radio, televisi, surat kabar, tabloid,
majalah, internet, buku, kaset/CD). Bahkan dapat dikatakan, hidup kita tidak akan
terlepas dari peranan media massa. Sedikit saja tertinggal informasi yang bersumber
dari media atau pun media massa, maka dapat dikatakan ketinggalan zaman atau jika
istilah sekarang adalah kurang up to date. Dan kondisi ini berlangsung dari bangun
pagi hingga tidur kembali. Pikiran kita dipenuhi oleh informasi dari media massa,
apalagi sekarang, dengan adanya koneksi internet, terhubungnya surat kabar elektronik
dengan akun sosial media, seperti facebook dan twitter, semakin mudah saja untuk
mengakses banyak informasi yang teraktual. Tak jarang, dengan derasnya arus
informasi yang hebat dari media massa dapat memengaruhi manusia di zaman ini.
Untuk media komunikasi massa yang lainnya adalah film. Kebutuhan
masyarakat akan hiburan terkadang harus juga dipenuhi. Sehingga, tak hanya film
domestic yang masuk dalam televisi atau pun bioskop kita, film-film impor dari luar,
seperti Bollywood yang sangat digandrungi dua puluh tahun ke belakang, mungkin
hingga hari ini, dan film Hollywood dengan bermacam-macam genre. Dan untuk
sekarang ini, drama Korea sangat mendominasi dalam konsumsi hiburan masayarakat
akan film, khususnya para remaja. 
Belum lagi peranan komunikasi dalam pembangunan merupakan tema pokok
pembicaraan dan diskusi para ahli komunikasi, terutama di negara-negara berkembang
dalam dua dasawarsa terakhir ini. Apabila kita lihat dua puluh tahun ke belakang, maka
sarana komunikasi masih terbatas pada media cetak. Sekarang semuanya telah berubah.
Teknologi komunikasi berkembang semakin pesat, perlahan-lahan dari mulai radio,
televisi hingga sekarang, teknologi internet yang sudah tidak asing lagi dengan

 

kehidupan kita, sehingga tak jarang kita yang hidup di zaman kemudahan akan akses
internet dijuluki sebagai Gen-C atau generasi connected, dimana kehidupan kita sehari-
hari sangat tergantung pada media elektronik yang terkoneksi dengan internet, mulai
dari mengerjakan tugas sekolah, kuliah atau pun tugas kantor, bahkan, pada sebagian
masyarakat, untuk hal memasak pun membutuhkan panduan dari internet, baik itu
berbentuk tulisan maupun video (youtube).
Namun bagi negara-negara yang sedang berkembang, terdapat ketimpangan
informasi dalam sistem komunikasi mereka. Ketimpangan informasi tersebut terutama
diakibatkan oleh terpusatnya mass media modern di kota-kota besar. Sedangkan
masyarakat pedalaman, terutama masyarakat yang masih primitive, masih tetap
mengandalkan komunikasi antar pribadi yang bersifat tatap muka sebagai sistem
komunikasi mereka. Padahal untuk zaman yang serba canggih ini, bertatap muka dapat
tetap dilakukan meskipun terpisah secara geografis, lewat skype sekarang ini kita dapat
melakukannya. Namun, meskipun di negara berkembang, sistem informasi tetap
dibutuhkan, terutama melalui media komunikasi massa.
Jika digeneralisir, kehidupan manusia di abad ke 21 ini pada umumnya akan
sangat bergantung pada media massa. Bahkan masyarakat yang terkenal religius pun
tidak perlu belajar lagi pada para pemuka agama, mereka dapat belajar sendiri lewat
media massa, saking banyaknya informasi yang tersedia. Berbagai kebutuhan sehari-
hari juga dipilihkan oleh media massa. Media massa telah menjadi faktor penentu
kehidupan manusia.
Pertanyaannya adalah apakah dalam masyarakat modern saat ini bisa terlepas
dari pengaruh media massa? Ketika kita mendiskusikan sebuah topic teraktual, bisakah
topic tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan berita-berita yang disajikan Koran-
koran, televisi, internet atau radio? Apakah seorang guru atau dosen dalam mengajar
bisa lepas dari sebuah buku? Apakah kita sebagai mahasiswa dapat mengerjakan tugas
dan menganilisis sebuah masalah tanpa sebuah buku, berita atau pun internet? Tak
terkecuali, tanyakan pula dari mana umumnya masyarakat mengenal calon presidennya
atau pun calon wakil rakyatnya? Misalnya dari kampanye-kampanye yang dilakukan
oleh mereka, namun jika semua hanya bersumber dari kampanye saja, bagaimana bisa
wilayah yang tidak dikunjungi dapat mengetahui calon pemimpin mereka, tentunya
media komunikasi massa dalam hal ini berperan, entah itu dari radio, teleivisi atau pun
internet.
Dalam dunia riil sekarang ini, kebanyakan orang menetapkan apa yang baik dan
apa yang tidak baik berdasarkan informasi yang didapat dari media massa. Kita tidak
dapat mengamati realitas dunia ini hanya dengan mata dan telinga saja. Kita juga perlu
mengendalikan media massa sebagai pihak ketiga. Bisa jadi kita tidak percaya pada
apa yang diberitakan Koran, telivisi atau internet, tetapi kita yakin Koran, radio,
televisi, atau internet, bagaimana pun bentuknya telah memengaruhi kehidupan kita.
Bahkan, kita tidak akan dapat berpartisipasi dalam kehidupan kita ini tanpa bantuan
media massa.

 

Ilustrasi dan pertanyaan-perntanyaan di atas menunjukkan, betapa kita,


sekalipun masyarakat dunia ketiga, tidak bisa lepas begitu saja dari pengaruh media
massa. Radio, televisi, Koran, buku, dan internet yang disebutkan di atas adalah
beberapa contoh dari media massa yang berkaiatan eart dengan komunikasi massa.
Namun, apa jadinya jika media komunikasi massa yang dikonsumsi oleh negara
dunia ketiga ini banyak yang bersumber dari negara maju, negara yang sama sekali
berbeda kondisi, budaya dan pemikiran dengan negara yang sedang berkembang.
Dalam artian media komunikasi barat sangat mendominasi di seluruh dunia, Terlebih
lagi di negara dunia ketiga yang sangat berpengaruh kuat, dan bisa saja dengan
kekuatan pengaruh yang sangat tinggi dari negara barat atau pun dari negara yang
mendominasi, seperti sekarang ini, Korea, merusak budaya bangsa di negara dunia
ketiga. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori imperialism budaya yang dikeluarkan
oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Imperialism budaya ini merupakan salah satu dari
teori komunikasi massa.
Apa yang dimaksud dengan komunikasi massa? Bagaimana bisa media massa
menjadi suatu bentuk imperialism budaya? Bagaimana bentuk imperialism oleh negara
barat terhadap dunia ketiga yang dimaksud dalam teori imperialism budaya ini?
Bagaimana riwayat hidup pencetus teori sehingga dapat menghasilkan terori ini? Apa
dampak yang terjadi dalam perspektif teori ini?

 

Ruang Lingkup
Bahasan dibatasi oleh penjelasan mengenai imperialism budaya yang dikemukakan
oleh herb schiller, riwayat hidup herb schiller dan dampak dari imperialism budaya
dalam pembangunan di negara dunia ketiga.
Maksud dan Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui teori imperialism budaya dan pengaruhnya dalam perkembangan
pembangunan di dunia ketiga juga untuk mencapai pemahaman bagaimana media
komunikasi massa dapat berubah menjadi imperialism budaya.

Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi massa?
2. Apa yang dimaksud dengan imperialism?
3. Apa yang dimaksud dengan imperialism budaya?
4. Bagaimana bisa media komunikasi massa justru menjadi imperialism budaya
di negara dunia ketiga?
5. Bagaimana latar belakang kehidupan Herb Schiller sehingga teori imperialism
budaya ini tercetus?
6. Bagaimana hubungan antara media komunikasi massa dengan pembangunan
nasional di suatu negara, khususnya di negara dunia ketiga?
7. Apa dampak yang terjadi dalam masyarakat dunia ketiga dalam perspektif teori
ini?

Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan studi literasi melalui buku-buku,
website atau pun jurnal yang relevan dengan pokok permasalahan dalam upaya
pemecahan masalah.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam melakukan studi analisis untuk pembahasan teori imperialism budaya, maka ada
beberapa hal yang perlu dibahas terlebih dahulu. Dalam upaya mencapai pemahaman
mengenai teori imperialism budaya, penulis akan mencoba menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan teori tersebut.
Teori Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang
dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya
terhadap mereka. Komunikasi massa ini memiliki peran penting dalam perkembangan
manusia, terutama komunikasi. Alasannya, masyarakat kita dewasa ini tidak akan lepas
dari peran ilmu komunikasi massa ini.
a. Definisi komunikasi massa
Pada dasarmya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media
cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal
dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa).
Media massa apa? Media massa (saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal
ini perlu ditekankan, sebab ada media yang bukan media massa yakni media tradisional
seperti angklung, gamelan dan wayang. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada
hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.
Dalam hal ini, kita juga perlu membedakan massa dalam arti “umum” dengan
massa dalam arti komunikasi massa. Massa dalam arti umum lebih mendekati pada arti
secara sosiologis (kumpulan individu yang berada di suatu lokasi tertentu), sedangkan
arti massa dalam komunikasi massa lebih menunjuk pada khalayak, audience,
penonton, pemirsa, atau pembaca.
Lalu apa media massa dalam komunikasi massa? Bentuk dari media massa antara
lain adalah media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa yang sudah sangat
modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media massa, yakni ditemukan dan
mewabahnya internet sebagai bentuk media dalam komunikasi massa.
Ada satu definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Michael W Gamble
(1986) yang akan memperjelas apa itu komunikasi massa. Dapat dikatakan sebagai
komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

 

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk


menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak luas dan
tersebar luas. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat
kabar, majalah, film, televisi atau internet.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya
bermaksund mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling
kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi
massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain.
Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapat dan diterima
oleh banyak orang. Karena itu diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak
berasal dari individu, tapi dari lembaga, yang biasanya berorientasi pada
keuntungan.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya,
pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah
individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini
berbeda dengan komunikasi antarpribadi, kelompok atau publik dimana yang
mengontrol bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi
massa itu ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan.
Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga rubric, dan lembaga
sensor lain dalam media itu berfungsi sebagai gatekeeper.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis
komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam
komunikasi antarpersona. Dalam komunikasi massa ini umpan balik langsung
dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak dapat
langsung dilakukan alias tertunda (delayed).
Dengan demikian media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa
menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada para audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia
dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan pada waktu yang tak terbatas.

b. Fungsi komunikasi massa


1. Informasi
2. Hiburan
3. Persuasi
4. Transmisi budaya
5. Mendorong kohesi (penyatuan) social
6. Pengawasan

 

7. Korelasi
8. Pewarisan social
9. Melawan kekuasaan dan kekuatan represif

Efek-Efek Komunikasi Massa


Efek komunikasi masssa itu jelas dan nyata. Coba kita lihat pada diri kita sendiri,
beraoa persen materi pembicaraan yang kita kemukakan setiap hari berasal dari tatu
didasarkan pada saluran komunikasi massa (radio, televisi, majalah, internet, dan surat
kabar? Pembicaraan yang kita lakukan lebih banyak informasi yang didasarkan pada
apa yang kita dapatkan dari saluran komunikasi massa.
A. Jenis-jenis Efek
1. Efek primer
Terpaan media massa yang mengenai audience menjadi salah satu bentuk
efek primer. Contohnya ketika di sebuah radio diberitakan kecelakaan
beruntun di jalan tol dan kita tertarik untuk mendengarkannya, itulakh efek
primer yang melekat pada diri kita. Bahkan jika kita memahami aapa yang
disiarkan media massa itu sama saja semakin kuat efek primer tadi.
2. Efek sekunder
Terdapat efek yang disebabkan oleh media massa, yaitu efek uses and
gratification (kegunaan dan kepuasan). Dalam efek sekunder yang dibahas
adalah efek jenis ini. Dalam efek sekunder ini, terlihat bahwa audience aktif
dalam menggunakan dan memanfaatkan media massa. Dengan kata lain,
individu menggunakan isi media tersebut untuk memenuhi tujuannya di
dalam usaha menikmati media massa. Tujuan tersebut akan disesuaikan
dengan kebutuhan dan keinginan individu masing-masing. Jika kebutuhan
sudah terpenuhi melalui komunikasi massa, berarti individu telah mencapai
kepuasan (Keith R. Stamm dan John E. Bowes, 1990).

B. Teori-teori Efek
1. Efek tidak terbatas (1930-1950)
Efek ini merupakan efek yang besar yang menerpa audience dalam
pengaruh komunikasi media massa. Media massa diibaratkan peluru. Jika
peluru itu ditembakkan ke sasaran, sasaran tidak akan bisa menghindar.
Analogi ini menunjukkan bahwa peluru memiliki kekuatan luar biasa untuk
memengaruhi sasaran. Efek ini didasarkan pada asumsi-asumsi berikut:
a. Ada hubungan langsung antara isi pesan dengan efek yang ditimbulkan.
b. Penerima pesan tidak memiliki sumber sosial dan psikologis untuk
menolak upaya persuasive yang dilakukan media massa.
Memang komunikasi dapat memiliki efek, namun tidak sebesar yang
diasumsikan dalam efek tidak terbatas. Hal ini dapat diamati pada PD II

 

yang melibatkan tentara Nazi. Pasukan sekutu tidak begitu mudah


terpengaruh oleh film yang mempropogandakan agar tentara sekutu
merebut kembali wilayah Eropa yang diduduki oleh Nazi. Dengan kata lain,
komunikasi massa lewat film itu tidak memiliki efek pada motivasi
seseorang untuk ikut seperti apa yang dikehendaki dalam film tersebut
(Hovlan et.a., 1949).
Bahkan menjelang PD I, media amerika dan Inggris berusaha
menyebarkan berita bohong tentang Jerman agar memiliki legitimasi untuk
menyerangnya. Ternyata cara ini cukup ampuh. Meskipun banyak
mengkritik, efek tidak terbatas ini masih diyakini memiliki pengaruh yang
kuat dalam “membentuk” benak audience. Paling tidak ada beberapa hal
yang dapat dijadikan alasan diantaranya:
- Pengulangan
Agar pesan yang disampaikan dapat mengubah perilaku
komunikan, perlu diadakan pengulangan. Pengulangan sering
dilakukan melalui iklan di televisi yang diulang-ulang sampai
tiga kali yang biasanya berdurasi 30 detik. Pengulangan
dilakukan agar terjadi efek yang nyata pada komunikan.
- Mengidentifikasi dan Memfokuskan pada Audience Tertentu
yang Ditargetkan.
Seperti iklan parfum yang diperuntukkan remaja, maka bintang
iklannya adalah seorang remaja beserta gayanya yang trendy.

2. Efek Terbatas (1956-1970)


Efek terbatas diperkenalkan oleh Joseph Kepler dengan pernyataannya
“ketika media menawarkan isi yang diberitakan ternyata hanya sedikit yang
mengubah pandangan dan perilaku audience”. Mengapa efek terbatas dapat
terjadi? Dua alasan ini dapat menjelaskan perntanyaan tersebut.
a. Rendahnya Terpaan Media Massa
b. Perlawanan / penolakan terhadap pesan-pesan media massa

3. Efek Moderat (1970-1980)


Pengaruh komunikasi massa tidak begitu kuat karena dibarengi oleh
peningkatan pendidikan masyarakat.

 

Komunikasi antar budaya


A. Sejarah komunikasi antarbudaya
Istilah “antarbudaya” pertama kali diperkenalkan oleh seorang antropolog bernama
Edward T. Halll pada 1959 dalam bukunya The Silent Languange. Karya hall tersebut
hanya menerangkan tentang keberadaan konsep-konsep unsur kebudayaan.
Hakikat perbedaan antarbudaya dalam proses komunikasi yang dijelaskan oleh
David K Berlo, bahwa semua tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan.
Kebudayaan mengajarkan pada anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu. Berari
kontribusi latar belaknag kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi
seseorang, termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan
komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda.
Komunikasi antar budaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu
budaya dan penerima pesan adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan
demikian, kita dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana
suatu pesan sandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Budaya bertanggung jawab atas seluruh pembendaharaan perilaku komunikatif dan
makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuaensinya, pembendaharaan-
pembendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula,
yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.
B. Elemen-elemen komununikasi antar budaya
Adapun elemen-elemen dalam memelajari antarbudaya adalah sebagai berikut:
1. Persepsi
Persespsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan
kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energo-energi fisik lingkungan kita
menjadi pengalaman bermakna. Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berprilaku
sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersespsi segala sesuatunya
dengan sedemian rupa pula.
Komunikasi antar budaya akan leih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya
dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Suatu prinsip penting
dalam pendapat ini adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi sering
diperumit oleh perbedaan-perbedaan persepsi ini.
Tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas
makna-makna yang dibangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. Sistem kepercayaan, nilai dan sikap
10 
 

Budaya memerankan suatu peran yang sangat enting dalam


pembentukan kepercayaan. Dalam komunikasi antarbudaya tidak ada hal
yang benar atau hal yang salah, sejauh hal tersebut berkaitan dengan
kepercayaan.
Nilai-nilai dalam suatu budaya menunjukkan diri dalam perilaku para
anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Kepercayaan dan nilai
memberikan kontribusi bagi pengembangan da nisi sikap. Kita dapat
mendefinisikan sikap sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan
cara belajar untuk merespon suatu objek secara konsisten. Lingkungan
sekitar kita turut membentuk sikap, kesiapan kita merespon dan akhirnya
menjadi perilaku kita.
b. Pandangan dunia (world view)
Pandangan dunia sangat memengaruhi budaya. Pandangan dunia juga
memengaruhi kepercayaan nilai, sikap, penggunaan waktu dan aspek
budaya lainnya. Dengan cara-cara yang tak terlihat, pandangan dunia sangat
memengaruhi komunikasi antarbudaya. Oleh karena sebagai suatu anggota
budaya setiap perilaku para komunikan memiliki pandangan dunia yang
tertanam pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis
menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana ia
memandangnya.
c. Organisasi social
Cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan lembaga-
lembaganya memengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya
mempersepsi dunia, dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Keluarga, meupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya yang
memiliki pengaruh terpenting. Keluarga lah yang paling berperan dalam
mengembangkan anak selama periode formatif dalam kehidupannya.
Sekolah adalah organisasi lainnya yang terpenting. Sekolah diberi
tanggung jawab yang besar untuk mewariskan dan memelihara suatu
budaya. Sekolah memeihara budaya dengan memeberi tahu anggota
bautnya apa yang telah terjadi, apa yang terpenting dan apa yang harus
diketahui seseorang sebagai anggota budaya.

2. Proses-proses verbal
Proses-proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana kita berbicara
dengan orang lain namun juga kegitan intenal berpikir dan pengembangan
makna bagi kata-kata yang digunakan.
a. Bahasa verbal
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk
menyalurkan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat
bagi orang-orang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain dan
juga sebagai alat untuk berfikir. Maka bahasa berfungsi sebagai
mekanisme untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman
untuk melihat realitas sosial. Bahasa memengaruhi persepsi,
menyalurkan dan turut membentuk pikiran
11 
 

b. Pola-pola berpikir
Pola berpikir suatu budaya memengaruhi bagaimana individu-
individu dari suatu budaya itu berkomunikasi, yang akan memengaruhi
bagaimana setiap orang merespon individu-individu dari suatu budaya
lain. Kita tidak dapat mengharapkan setiap individu untuk
menggunakan pola-pola berpikir yang sama, namun memahami bahwa
terdapat banyak pola berpikr dan belajar menerima pola-pola tersebut
akan memudahkan komunikasi antarbudaya kita.
3. Proses Non Verbal
Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antarbdaya,
terdapat tiga aspek, yaitu:
a. Perilaku non verbal
Sebagai suatu komponen budaya, ekspresi non verbal memiliki
banyak pesamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem
penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagi bagian dari
pengalaman budaya. Seperti yang diketahui, bahwa kata stop dapat
berari berhenti, demikian pula telah diketahui bahwa lengan yang
diangkat lurus di udara dan telapak tangan menghadap ke muka sering
diartikan berhenti juga. Dengan begitu dapat dilihat bahwa kebanyakan
komunisaki non verbal belandaskan budaya, apa yang
dilambangkannya seringkali merupakan hal yang telah menjadi budaya
yang disebarkan kepa anggota-anggotanya.

b. Konsep waktu
Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat
banyak perbedaan mengenai konsep ini antara budaya yang satu
dengan budaya lainnya dan perbedaan-perbedaan tersebut
memengatuhi komunikasi.

c. Penggunaan ruang
Cara kita mengatur ruang merupakan suatu fungsi budaya.
Contohnya, rumah kita secara non verbal menunjukkan kepercayaan
dan nilai yang kita anut.

C. Hambatan-Hambatan Komunikasi Antarbudaya


12 
 

Dalam memelajari komunikasi antarbudaya ada beberapa hambatan yang


akan kita jumpai, yaitu:
1. Prasangka Sosial
Prasangka sosial merupakan suatu sikap yang sangat negative, yang
diarahkan kepada kelompok tertentu dan lebih difokuskan pada suatu
ciri-ciri negative pada kelompok tersebut.
2. Etnosentrisme
Dalam sikap etnosentris setiap kelompok budaya merasa arah pemikiran
tentang budaya yang dianut lebih baik daripada arah pemikiran
kelompok budaya lainnya, sehinga meremehkan budaya kelompok lain
dan memutlakkan kebudayaan sendiri (hutabarat, 2009)

Imperialisme

Imperialisme merupakan suatu paham politik yang bersifat mendominasi.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, imperialisme berarti suatu sistem politik
yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan
yg lebih besar.1 Dalam pelaksanaannya, imperialisme dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu berdasarkan waktu pelaksanaannya dan berdasarkan tujuan pelaksanaan
imperialisme itu sendiri.

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, imperialisme dibagi menjadi dua macam,


diantaranya adalah

1. Imperialisme Kuno

Imperialisme kuno ini berlangsung sebelum terjadinya revolusi industri. Dalam


imperialisme kuno pelakunya memiliki orientasi yang sering disebut 3G yaitu Gold
(mencari kekayaan), Gospel (menyebarkan agama), dan Glory (mencapai kejayaan).
Contoh dari negara-negara pelaku imperialisme kuno adalah Portugis dan Spanyol.

2. Imperialisme Modern

Imperialisme modern adalah imperialisme yang berlangsung sete;ah terjadinya


revolusi industri. Imperialisme ini terjadi karena para pelakunya berkeinginan untuk
mengembangkan perekonomian negaranya. Contoh negara pelaku imperialisme
modern adalah Inggris.

                                                            
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. http://kbbi.web.id/imperialisme, diakses pada tanggal 1
April 2014 pukul 04:18 WIB
13 
 

Sedangkan berdasarkan tujuan pelaksanaannya, imperialisme dibagi menjadi


empat, yaitu:

1. Imperialisme Politik

Imperialisme politik adalah upaya untuk mendominasi bahkan menguasai seluruh


kehidupan politik dari negara lain. Negara yang dikuasasi merupakan negara jajahan
dalam arti sebenarnya.

2. Imperialisme Ekonomi

Imperialisme ekonomi merupakan upaya untuk menguasai perekonomian suatu negara


dengan cara melakukan usaha-usaha pembangunan zona-zona ekonomi di negara
jajahan untuk memperkuat perekonomian negara penjajah.

3. Imperialisme Budaya

Imperialisme budaya adalah upaya untuk menguasai mentalitas dan jiwa suatu negara
dengan cara menyusupkan kebudayaan-kebudayaan dari negara penjajah dengan
tujuan untuk mengubah kebudayaan dari negara jajahan tersebut.

4. Imperialisme Militer

Imperialisme militer adalah upaya untuk menguasai suatu wilayah yang biasanya
memiliki kelebihan tertentu, dan untuk menguasainya digunakan kekuatan angkatan
bersenjata. Salah satu bentuk dari imperialisme militer ini adalah pembangunan
pangkalan militer di suatu daerah di negara lain.2

Dari sekian banyaknya jenis imperialism, pembahasan disini akan fokus


mengenai salah satu jenis imperialisme berdasarkan tujuan pelaksanaannya, yaitu
imperialisme budaya atau kultural.

                                                            
2
Pengertian Imperialisme: Apa Itu Imperialisme? http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-
imperialisme-apa-itu.html, diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 03:50 WIB
14 
 

TEORI IMPERIALISME BUDAYA

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973.
Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah
Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan
bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media
massa negara Barat juga mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media
Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media
Barat sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Sehingga mereka ingin meniru
budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi
proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi
penghancuran budaya asli di negara ketiga.

Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di


dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka bisa
mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka
akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan
media massa. Bahkan media Barat sudah dikembangkan secara kapitalis. Dengan kata
lain, media massa Barat sudah dikembangkan menjadi industri yang juga
mementingkan laba.

Kedua, mereka mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang mereka


punyai memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan
dan “seolah nyata”. Jika Anda pernah menyaksikan film Titanic ada kesan kapal
Titanic tersebut benar-benar ada, padahal itu semua tidak ada. Bahkan ketika kapal
tersebut akhirnya menabrak gunung es dan tenggelam, seolah para penumpang kapal
itu seperti berenang di laut lepas, padahal semua itu semu belaka. Semua sudah bisa
dikerjakan dengan teknologi komputer yang seolah kejadian nyata. Semua itu bisa
diwujudkan karena negara Barat mempunyai teknologi modern.
Negara dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut. Sebab, membeli
produk itu jauh lebih murah jika dibanding dengan membuatnya sendiri. Berapa
banyak media massa Indonesia yang setiap harinya mengakses dari media massa Barat
atau kalau berita dari kantor berita Barat. Setiap hari koran-koran di Indonesia seolah
berlomba-lomba untuk menampilkan tulisan dari kantor berita asing. Bahkan, foto
demonstrasi di Jakarta yang seharusnya bisa difoto oleh wartawan Indonesia sendiri
justru berasal dari kantor berita AFP (Perancis). Sesuatu yang sulit diterima, tetapi
nyata terjadi.

Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang melihat media


massa di negaranya akan menikmati sajian-sajian yang berasal dari gaya hidup,
kepercayaan dan pemikiran. Kalau kita menonton film Independence Day saat itu kita
sedang belajar tentang Bangsa Amerika dalam menghadapi musuh atau perjuangan
rakyat Amerika dalam mencapai kemerdekaan. Berbagai gaya hidup masyarakatnya,
kepercayaan dan pemikiran orang Amerika ada dalam film itu. Mengapa bangsa di
dunia ketiga ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat?
15 
 

Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia ketiga.
Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang disajikan media massa
yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah terjadi
penghancuran budaya asli negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan
dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa dikatakan terjadinya imperialisme budaya
Barat. Imperialisme itu dilakukan oleh media massa Barat yang telah mendominasi
media massa dunia ketiga.

Salah satu yang mendasari munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya
manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir,
apa yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka cenderung
mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya, individu-individu itu lebih
senang meniru apa yang disajikan televisi. Mengapa? Karena televisi menyajikan hal
baru yang berbeda dengan yang biasa mereka lakukan.
Teori ini juga menerangkan bahwa ada satu kebenaran yang diyakininya. Sepanjang
negara dunia ketiga terus menerus menyiarkan atau mengisi media massanya berasal
dari negara Barat, orang-orang dunia ketika akan selalu percaya apa yang seharusnya
mereka kerjakan, pikir dan rasakan. Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan
oleh orang-orang yang berasal dari kebudayaan Barat.

Teori imperislisme budaya ini juga tak lepas dari kritikan. Teori ini terlalu
memandang sebelah mata kekuatan audience di dalam menerima terpaan media massa
dan menginterpretasikan pesan-pesannya. Ini artinya, teori ini menganggap bahwa
budaya yang berbeda (yang tentunya lebih maju) akan selalu membawa pengaruh
peniruan pada orang-orang yang berbeda budaya. Tetepi yang jelas, terpaan yang terus-
menerus oleh suatu budaya yang berbeda akan membawa pengaruh perubahan,
meskipun sedikit. (Nurudin: 2009)

Secara sederhana, bagan cultural imperialism theory bisa digambarkan sebagai


berikut:

Media barat 
 Budaya barat (ide,  (modal kuat, 
perilaku, hasil  teknologi 
canggih) 
kegiatan) 

IMPERIALISM 

Budaya timur 
(menjadi “barat”,  Media 
timur 
budaya asli hilang) 
16 
 

BAB III
PEMBAHASAN

Sejarah perkembangan teori imperialism budaya


Kita sedang hidup dalam tatanan dunia baru, dimana sejarah telah berakhrir,
setelah datangnya dominasi politik, ekonomi dan kekuatan budaya. Tanatangan dunia
baru yang sedang kita jalani adalah tatanan dunia baru setelah runtuhnya soviet, dimana
gaya hidup dan simbol peradaban berkiblat pada barat. Ada tiga hal yang dapat
dibedakan untuk melihat tatanan dunia baru saat ini. Pertama, munculnya globalisasi
(ditandai dengan kemenangan kapitalisme dan pasar bebas). Kedua, revolusi informasi
(ditandai dengan lahirnya revolusi TV, internet dan ponsel). Ketiga, adanya
imperialism media.
Imperialism media ini merupakan bentuk penjajahan baru dalam bidang
ekonomi, kebudayaan dan politik adalah “sesuatu yang menyeramkan”, yang kini
tengah mengincar jiwa kita. Nilai-nilai yang hidpu, sesuatu yang kita konsumsi sehari-
hari, buku yang kita baca, pakaian yang kita pakai, dan tontonan yang kita lihat adalah
bukti hadirnya imperialism.
Imperialisme berarti hegemoni politik, ekonomi, budaya yang dijalankan suatu
bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada imeprialisme budaya atau
imeprialisme media. yang mencerminkan keprihatinan mengenai bagaimana perangkat
keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk
memakasakan nilai dan agenda politik, ekonomi, budaya mereka pada bangsa dan
budaya yang kalah kuat. Imperialism media merupakan salah satu istilah yang
berhubungang dengan imperialism budaya. Media memainkan peran penting dalam
menghasilkan kebudayaan dan memiliki peranan besar dalam proses imperialism
budaya.
Teori imperialism budaya ini pertama kali dikemukakan oleh ekonom politik
amerika, sekaligus pakar media komunikasi massa, Herbeth Shciller pada tahun 1973.
Gagasan yang mendasari teori ini adalah peranan media dalam pembangunan nasional.
Media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai
itradisional sehingga mengakibatkan hilangnya keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang
diperkenalkan adalah nilai-nilai kapitalisme, dan karenanya proses imperialistis
dilakukan secara sengaja, atau didasari dan sistematis, yang menempatkan negara yang
sedang berkembang atau negara dunia ketiga dan lebih kecil dibawah kepentingan
kapitalis yang lebih dominan, khususnya Amerika Serikat (McQuail 1994:99)
Beberapa gejala yang menandakan keadaan suatu negara yang telah terdampak
imperialism budaya adalah:
1. Pengalaman negara-negara maju dalam bidang ilmu dan teknologi tentang
media massa selama puluhan tahun telah menyebabkan anggapan bahwa
17 
 

hanya ada satu macam arus informasi yang sudah dianggap normal dan
hanya satu-satunya membawa pesan yang tidak pernah berubah yang
diproduksi oleh segelintir namun diterima oleh semua khalayak, yang
dimaksud dengan munculnya upaya-upaya seperti memperbanyak jumlah-
jumlah Koran, pesawat penerima, televisi, radio, internet atau pun bioskom,
terutama pada negara-negara yang sedang berkembang tanpa
menyadarinya.
2. Adanya arus satu arah dalam komunikasi pada dasarnya adalah
pencerminan struktur ekonomi dan politik dunia yang cenderung untuk
memelihara dan memperkuat ketergantungan negar miskin kepada negara
kaya.
3. Hegemoni dan dominasi tersebut terbukti pada ketidakpedulian media
negara maju terutama Barat terhadap keluhan dan keinginan negara
berkembang. Dasarnya adalah kekuatan teknilogi, kultural, induistri, danm
keuangan, yang mengakibatkan hampir semua negara berkembang jatuh
menjadi menjadi konsumen informasi (Purba Amir Dkk 2006:88-89)
Menurut Schiller (1979) Imperialisme budaya adalah “the sum of processes
by which a society is brought into the modern world system and how its
dominating stratum is attracted, pressured, force and sometimes bribed into
shaping social institutuions to correspond to, or even promote the values
and structure of the dominating center of the system” (merupakan suatu
proses dimana masyarakat dibawa kepada sistem dunia modern dan
bagaimana ia menguasai seluruh lapisan, menekan, memaksa, dan
terkadang masuk ke dalam lembaga sosial tersebut untuk mempromosikan
nilai-nilai dan struktur dari sistem pusat).
Herberth schiller dalam bukunya communication and cultural domination
(1976) menegaskan penggunaan istilah imperialism budaya untuk
menggambarkan dan menjelaskan cara perusahaan-perusahaan
multinasional, termasuk media dalam membangun negara-negara yang
didominasi negara yang sedang berkembang.
Imperialism budaya merupakan sebuah konsep kritis yang menyatakan
bahwa difusi artifak, citra dan gaya budaya modern ke seluruh dunia yang
merupakan bentuk penindasan atau imperialism budaya kontemporer.
Proses ini mendukung kepentingan ekonomi, politik, dan budaya dari
negara adikuasa.
Asumsi lain dari teori ini melakukan pendekatan ke pembangunan dan
penyaluran produksi media. melalui produksi media ini, hanya negara-
negara pusat yang memiliki motif tersembunyi yang dengan sengaja ingin
mendominasi media di negara-negara terbelakang. Yang mendasari ini
adalah munculnya kepercayaan yang menganggap bahwa negara
terbelakang tidak akan pernah mampu memproduksi media sendiri. Organ
menyebutkan bahwa konsumen media di negara dunia ketiga akan
18 
 

terpengaruh pada nilai-niali yang melekat pada isi media. nilai-nilai yang
berasal dari sistem kapitalis yang berkuasa.
Sedangkan Tomlison menganggap bahwa imperialism budaya merupakan
keberhasilan barat dalam melakukan dominasi budaya atas timur, dengan
menciptakan “kesadaran palsu” melalui budaya massa, benda-benda
konsumen, dan sebagainya.

Konsep Utama Teori Imperialisme Budaya


Sebagian besar berasal dari perspektif kritis, imperialism budaya tidak memiliki
istilah yang tepat untuk menggambarkab dan menjelaskan fenomena yang
bersangkutan. Banyak dari istilah utama dibahas sebagai konsep yang sederhana.
Berdasarkan garis besar dari dalili Schiller (1976), ada beberapa konsep pokok
dari imperialism budaya, yaitu:
1. Sistem dunia modern
Merupakan konsep sederhana yang menunjukkan capitalism
2. Masyarakat
Konsep sederhana yang menunjukka beberapa negara atau masyarakat
dalam batas gegrafi tertentu yang akan dikembangkan.
3. Sistem pusat yang mendominasi
Menunjukkan negara-negara maju atau dalam diskursus arus informasi
internasional disebut sebagai negara pusat atau kekuatan barat.
4. Struktur dan nilai
Menunjukkan kebudayaan atau organisasi dari negara yang berkuasa ke
negara yang sedang berkembang.

Setelah meninjau seluruh penafsiran yang berbeda dari imperialism budaya.


Maka jelas terlihat bahwa intisari dari imperialism budaya adalah dominasi oleh suatu
negara kepada negara yang lainnya. Hubungannya bisa langsung atau tidak langsung
berdasarkan pada ekonomi politik. Pertukaran informasi melalui media komunikasi
massa antar bangsa merupakan manifestasi dari imperialism budaya. (hutabarat, 2009)

Tokoh Pengembang Teori Imperialisme Kultural

Herbert Schiller

Tokoh pertama yang mengemukakan teori imperialisme kultural adalah


Herbert Schiller. Herbert Schiller memiliki nama lengkap Herbert Irving Schiller.
Beberapa sumber menyebutnya Herb Schiller atau Herbert I. Schiller. Schiller adalah
seorang warga negara Amerika Serikat yang lahir di New York City pada tanggal 5
19 
 

November 1919. Namun sekitar 81 tahun kemudian, ia meninggal, tepatnya pada


tanggal 29 Januari 2000. Schiller meninggal dunia di La Jolla, San Diego, California
karena penyakit.

Herbert Schiller adalah seorang putra dari pasangan Benjamin Franklin


Schiller dan Gertrude Perner. Kemudian pada tanggal 5 November 1946 ia menikah
dengan seorang wanita bernama Anita Rosenbaum. Anita Rosenbaum adalah seorang
librarian. Dari pernikahannya dengan Anita Rosenbaum, Schiller dikaruniai dua orang
putra bernama Zach Schiller dan Dan Szchiller. Schiller juga seorang yang menganut
agnostisisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agnotisisme adalah paham
yang mempertahankan pendirian bahwa manusia itu kekurangan informasi atau
kemampuan rasional untuk membuat pertimbangan tentang kebenaran tertinggi.3

Mengenai riwayat pendidikan, Herbert Schiller terlah menempuh berbagai


jenjang pendidikan. Setelah lulus dari DeWitt Clinton High School di Bronx, New
York, ia melanjutkan pendidikannya ke City College of New York. Ia mengambil
program studi Social Science dan mendapat gelar BA (Bachelor of Arts) pada tahun
1940. Setelah itu Schiller melanjutkan ke Columbia University dan mendapat gelar MA
(Master of Arts) New York University pada tahun 1960. Setelah mendapat gelar-gelar
pendidikannya, Schiller juga pernah menjadi guru bahkan professor di perguruan
tinggi. Tercatat ia pernah menjadi guru di Pratt Institute pada tahun 1950 sampai
dengan 1963. Schiller juga menjadi professor di University of Illinois di Urbana-
Champaign pada tahun 1963 sampai dengan 1970 dan menjadi professor di bidang
komunikasi di University of California di San Diego pada tahun 1970 sampai dengan
tahun yang tidak tercatat.

Semasa hidupnya, Herbert Schiller tergabung di berbagai perkumpulan.


Beberapa perkumpulan tersebut diantaranya adalah Phi Beta Kappa Society,
International Association of Mass Communication Research VP, American
Association of University Professors, dan American Association for the Advancement
of Science. Selain itu, Schiller juga pernah tergabung dengan angkatan bersenjata
Amerika Serikat atau US Army. Tercatat Schiller pernah tergabung dalam militer
Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II di Afrika Utara pada tahun 1942 sampai
tahun 1945.

Herbert Schiller juga aktif menulis berbagai buku dan karya tulis lainnya.
Maka dari itu tidak aneh jika beberapa sumber menuliskan bahwa pekerjaan Schiller
adalah seorang author atau penulis buku. Beberapa buku yang pernah ia tulis
diantaranya adalah sebagai berikut

1. Mass Communications and American Empire (1969);


2. The Mind Managers (1973);
3. Communication and Cultural Domination (1976);
                                                            
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. http://kbbi.web.id/agnostisisme, diakses pada tanggal 1 april
2014 pukul 03:34 WIB
20 
 

4. Who Knows: Information in the Age of the Fortune (1981);


5. Information and the Crisis Economy (1984);
6. Culture, Inc.: The Corporate Takeover of Public Expression (1991);
7. Information Inequality: The deepening Social Crisis in America (1996).4

Dalam studinya mengenai teori imperialisme budaya, Herbert Schiller banyak


mengemukakan hal-hal penting berkaitan dengan teori imperialisme kultural tersebut.
Schiller yang juga merupakan seorang kritikus media Amerika, mengatakan bahwa
konsep imperialisme budaya saat ini (tahun 1975) merupakan penggambaran paling
baik mengenai jumlah dari proses yang membawa suatu masyarakat ke dalam sistem
dunia modern dan bagaimana lapisan yang mendominasi itu tertarik, tertekan, dipaksa,
dan terkadang disuap dalam membentuk institusi sosial, untuk menyesuaikan atau
bahkan mempromosikan nilai-nilai dan struktur dari pusat sistem yang mendominasi.
Selain itu, menurut Schiller juga media massa merupakan suatu contoh utama dari
perusahaan yang digunakan dalam proses penetrasi. Untuk penetrasi pada skala yang
signifikan, media itu sendiri harus diambil oleh pihak yang mendominasi. Hal ini
terutama terjadi pada komersialisasi penyiaran.5

Herbert Schiller dalam bukunya Mass Communication and American Empire,


sehubungan dengan imperialisme kultural, menyatakan bahwa hubungan antara
perusahaan multinasional dan ekonomi pasar global merupakan analisis utama.
Hubungan antara negara bangsa dan perusahaan multinasional dalam rumusan Schiller
tidak banyak dipermasalahkan sejak pemerintah dan kelas yang berkuasa dari negara
metropolitan bekerja untuk menyokong beberapa perusahaan tersebut. The United
States Military-Industrial Complex memakai logika tersebut dan memacu dalam
ekspansi kapitalisme global. Menurut Schiller, US Military-Industrial Complex
tersebut memiliki dua kontrol. Pertama, kontrol dalam alokasi frekuensi radio dan
pembuatan kebijakan telekomunikasi nasional bekerja sama dengan Departemen
Pertahanan AS. Kedua, secara tidak langsung banyak perusahaan elektronik yang
memiliki kontrak pertahanan penting. Jadi, dominasi media Amerika Serikat berasal
dari implementasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Dengan demikian, pada saat
yang sama media merupakan instrument yang penting, dan dominasi media Amerika
Serikat merupakan produk peningkatan semenjak dominasi global Amerika Serikat
setelah perang Dunia II. Imperialisme budaya yang terjadi sejalan dengan manifestasi
dominasi dengan ekspor program televisi ke negara non-sosialis dan peran industri
komunikasi Amerika menekan komersialisasi dalam sistem broadcasting secara
internasional.6
                                                            
4
Herbert I. Schiller. http://www.nndb.com/people/372/000179832/, diakses pada tanggal; 1 april 2014
pukul 04:03 WIB
5
Cultural Imperialism.
http://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Cultural_imperialism.html, diakses pada
tanggal 1 April 2014 pukul 04:35 WIB
6
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Komunika: Warta Ilmiah Populer Komunikasi dalam
Pembangunan, 2005.
http://books.google.co.id/books?id=fJSYhx_0rc0C&pg=PA25&lpg=PA25&dq=teori+imperialisme+b
21 
 

Lagi, Herbert Schiller berpendapat mengenai dominasi amerika dalam proses


imperialisme kultural di dunia. Ia berpendapat baha dunia ini masihlah dunia dengan
sistem media satu arus yang utama, dimana Amerika Serikat masih mendominasi
dalam perdagangan film dan televisi internasional, dan bahwa bidang utama media
seperti berita masih dikuasai oleh sebagian kecil lembaga anglo-amerika, Amerika
Serikat pada dasarnya telah tercatat sebagai tata produksi televisi di seluruh dunia.
Schiller juga menambahkan bahwa perubahan utama adalah kekuatan media-budaya
nasional (sebagian besar Amerika) telah tunduk pada otoritas perusahaan transnasional,
sehingga jika kekuatan nasional Amerika Serikat tidak lagi menjadi faktor penentu
utama dominasi budaya dan jika sekarang perusahaan transnasional merupakan isu
utama, namun pasar input Amerika Serikat masih menyadang sebagai pihak yang
dominan.7

KESIMPULAN

Setelah meninjau seluruh penafsiran yang berbeda dari imperialism budaya. Maka jelas
terlihat bahwa intisari dari imperialism budaya adalah dominasi oleh suatu negara
kepada negara yang lainnya. Hubungannya bisa langsung atau tidak langsung
berdasarkan pada ekonomi politik. Pertukaran informasi melalui media komunikasi
massa antar bangsa merupakan manifestasi dari imperialism budaya.

                                                            
udaya+schiller&source=bl&ots=Y7iPwkiNCR&sig=SjEaSIxJPA_Axd8A9DC2FOv5uAQ&hl=en&sa
=X&ei=PcQ4U5fVMMPrrQegyYDQDw&redir_esc=y#v=onepage&q=teori%20imperialisme%20bud
aya%20schiller&f=false, diakses pada tanggal 1April 2014 pukul 04:53 WIB
7
Novin Farid Styo Wibowo, Efek Ekspansi Media Massa Barat dan Imperialisme Bahasa.
http://fki.ums.ac.id/komuniti/wp-content/uploads/2012/01/Novin-EFEK-EKSPANSI-MEDIA-
MASSA-BARAT-DAN-IMPERIALISME-BAHASA.pdf, diakses pada tanggal; 1 april 2014 pukul
04:21 WIB
22 
 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Depari, Edward, Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, 1998.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss.
Hutabarat, Imperialism Budaya Pada Rubric Fashion, 2009. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, 2009. Jakarta: Rajawali Pers.

Internet:
CulturalImperialism.http://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Cultural_imperialism.ht
ml, diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 04:35 WIB
Herbert I. Schiller. http://www.nndb.com/people/372/000179832/, diakses pada tanggal; 1 april 2014
pukul 04:03 WIB
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. http://kbbi.web.id/agnostisisme, diakses pada tanggal 1 April
2014 pukul 03:34 WIB
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. http://kbbi.web.id/imperialisme, diakses pada tanggal 1 April
2014 pukul 04:18 WIB
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Komunika: Warta Ilmiah Populer Komunikasi dalam
Pembangunan, 2005.
http://books.google.co.id/books?id=fJSYhx_0rc0C&pg=PA25&lpg=PA25&dq=teori+imperialisme+b
udaya+schiller&source=bl&ots=Y7iPwkiNCR&sig=SjEaSIxJPA_Axd8A9DC2FOv5uAQ&hl=en&sa
=X&ei=PcQ4U5fVMMPrrQegyYDQDw&redir_esc=y#v=onepage&q=teori%20imperialisme%20bud
aya%20schiller&f=false, diakses pada tanggal 1April 2014 pukul 04:53 WIB
Novin Farid Styo Wibowo, Efek Ekspansi Media Massa Barat dan Imperialisme Bahasa.
http://fki.ums.ac.id/komuniti/wp-content/uploads/2012/01/Novin-EFEK-EKSPANSI-MEDIA-
MASSA-BARAT-DAN-IMPERIALISME-BAHASA.pdf, diakses pada tanggal; 1 april 2014 pukul
04:21 WIB
Pengertian Imperialisme: Apa Itu Imperialisme? http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-
imperialisme-apa-itu.html, diakses pada tanggal 1 April 2014 pukul 03:50 WIB

Anda mungkin juga menyukai