DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
WA MA’A (19010101144)
Puji syukur kami panjatkat atas kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan
hidayahnya makalah ini dapat dibuat. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah PEMIKIRAN ISLAM..
Sholawat serta salam tak lupa pula kami hanturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw,keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini walaupun kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Untuk itu kami
harapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan kami yang akan
datang.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hinggaterselesaikannya makalah ini semoga segala upaya yang telah di curahkan
mendapat berkah dari ALLAH SWT
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari I’tazala beraati terpisah atau memisah
kan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauh kan diri, istilah mu’tazilah menunjuk
kan dua golongan.
Golongan pertama(selanjutnya disebut mu’tazilah I)muncul sebagai respon politik
murni, golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap
lunak dalam menangani pertentangan antara Ali Bin Abi Thalib dan lawan-lawan nya.
Terutama mua’wiayah, Aisyah dan Abdullah Bin Zubir, menurut petulis, golongan ini
yang mulanya disebut kaum mu’tazilah karena mereka menjauh kan diri dari pertikaan
masalah khalifah, kelompok ini bersifat netral politik tampa stigma telogis seperti yang
ada pada kaum mu’tazilah yang disebut dikemudian hari.
Golongan kedua (selanjutnya disebut mu’tazilah II ) muncul sebagai respon
teologis yang berkembang di kalangan khawarij dari murjia’h akibat adanya peristiwa
tahkim, golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij
dan murjia’h tentang pemberian status kafir kepada orang berbuat dosa besar, mu’tazikah
II inilah inilah yang di kaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki bayak
versi. Beberapa versi dari tentang pemberian nama mu’tazilah.
12 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan sejarah munculnya aliran mu’tazilah?
2. Apa saja sebab-sebab munculnya nama Mu’tazilah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh mu’tazilah dan pemikirannya?
13 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah munculnya aliran mu'tazilah
2. Untuk mengetahui sebab-sebab munculnya nama mu'tazilah
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran mu'tazilah dan pemikirannya
iii
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Kata mu’tazilah diambil dari bahasa Arab yaitu اعتزلyang aslinya adalah
kata عزلyang berarti memisahkan atau menyingkirakan. Menurut Ahmad Warson, kata
azala dan azzala mempunyai arti yang sama dengan kata asalnya. Arti yang sama juga
akan kita temui di munjid, meskipun ia menambahkan satu arti yaitu mengusir.
Penambahan huruf hamzah dan huruf ta pada kata I’tazala adalah untuk
menunjukkan hubungan sebab akibat yang dalam ilmu sharf disebut dengan muthawa’ah,
yang berarti terpisah, tersingkir atau terusir. Maka bentuk pelaku yaitu al-mu’tazilah
berarti orang yang terpisah, tersingkir atau terusir.
Kenapa Hasan Bashri mengatakan “ I’tazala anna washil” bukan dengan “in’azala
anna Washil”, ini karena konotasi yang kedua menunjukakkan perpisahan secara
menyeluruh, sedangkan Washil memang hanya terpisah hanya dari pengajian gurunya,
sedangkan mereka tetap menjalin silaturrahmi hingga gurunya wafat.
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah
Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan. Panggilan atau nama yang mereka pilih itu
yakni Ahli keadilan disebabkan mereka memberi hak asasi bagi setiap manusia untuk
menerima atau menafsirkan eksistensi dari sifat-sifat Allah maka tidak terdapat paksaan
dari Allah bahkan manusia memiliki kekuasaan Qodrat untuk meletakkan pilihannya
dalam hidup ini. Hal ini dianggap satu keadilan dimana manusia tidak dipaksa bahkan
diberi kekuasaan.
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selam lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi
yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa
1
oleh kaum Khawarij dan Murji’ah, dalam pembahasannya mereka banyak memakai akal,
sehingga mereka mendapat nama “ kaum rasionalis islam”
2. sejarah munculnya mu’tazilah
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran
mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 –
110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah
Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid
Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal.
Mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha’ (80-131) dan
temannya, amr bin ‘ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun 700 M. Washil termasuk
orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan al-Hasan al-Basri di msjid
Basrah. suatu hari, salah seorang dari pengikut kuliah (kajian) bertanya kepada Al-Hasan
tentang kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib al-kabair).
Mengenai pelaku dosa besar khawarij menyatakan kafir, sedangkan murjiah
menyatakan mukmin. Ketika Al-hasan sedang berfikir, tiba-tiba Washil tidak setuju
dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al manzilah baina al-manzilataini). setelah
itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena tidak setuju dengan sang guru dan
membentuk pengajian baru. Atas peristiwa ini al-Hasan berkata, “i’tazalna” (Washil
menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mu’tazilah dikenakan kepada mereka.
2
suatu pojok dari Masjid Basrah itu. Oleh karena ini, maka Wasil bin Atha’ dinamai kaum
Mu’tazilah, karena ia mengasingkan atau memisahkan diri dari gurunya.
2. Adapula orang mengatakan bahwa mereka dinamai Mu’tazilah ialah karena
mengasingkan diri dari masyarakat. Orang-orang Mu’tazilah ini pada mulanya adalah
orang-orang Syi’ah yang patah hati akibat menyerahnya Khalifah Hasan bin Ali bin Abi
Thalib kepada Khalifah Mu’awiyah dari bani Umayyah.
3. Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya,
Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya
pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.
Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini
dinamakan Mu’tazilah.
4. Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah
pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang
disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis
tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil
berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.
5. Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa
menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Wasil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi
nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah
mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-
manjilah bain al-manjilatain). Dalam artian mereka memberikan status orang yang
berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.
3
kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain dan
peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf
Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha,
mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di kota Bashrah. Lewat sekolah ini, pemikiran
Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang
rasionalisme dalam aspek pemikiran dan hukum Islam. Aliran teologis ini pernah berjaya
pada masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu’tazilah sempat menjadi
madzhab resmi negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan dominasi
mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng madzhab
rasionalisme dalam Islam ini.
3. Al-Jubba’i
Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariah.
Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT,
kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa
Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan
mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan
dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua
kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya (wãjibah
‘aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui ajaran-ajaran yang dibawa para
rasul dan nabi (wãjibah syar’iah).
4. An-Nazzam
An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan.
Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini
berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan
mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu
bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat
zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh
dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga
mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran
terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya bahasa) dan balāgah (retorika)-Nya.
4
Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu
yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang
bersifat baru dan tidak kadim
5
Ada beberapa ayat al-qur’an yang membantah kesamaan Tuhan dengan makhluk.
Namun demikian, ada juga ayat-ayat yang berkaitan dengan wajah, tangan Tuhan dan
sebagainya. Pendapat tradisional cenderung menerima ayat-ayat tersebut itu untuk
penilaian tentang wajah mereka tanpa berusaha lebih jauh untuk menerangkan apa yang
diebut dengan wajah dan sebagainya.
Mereka juga menolak paham beatific vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat
dilihat di akhirat nanti (dengan mata kepala). Satu-satunya sifat tuhan yang betul-betul
tidak mungkin ada pada makhluknya adalah sifat qadim. Paham ini mendorong
mu’tazilah untuk meniadakan sifat-sifat tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar
dzat tuhan. Mu’tazilah menolak paham ini karena tuhan bersifat immateri, sedangkan
mata kepala bersifat materi , yang immateri hanya dapat diterima oleh yang immateri
pula. Oleh karena itu, mu’tazilah berpendapat tuhan memang dapat dilihat di akhirat,
tetapi bukan dengan mata kepala melainkan dengan mata hati.
Selanjutnya, mu’tazilah berpendapat bahwa hanya dzat tuhan yang bersifat qadim.
Paham ini mendorong mu’tazilah untuk meniadakan sifat-sifat tuhan yang mempunyai
wujud tersendiri terpisah dari dzatnya. Apa yang oleh golongan lain disebut sifat tuhan,
seperti maha mengetahui, maha kuasa, oleh mu’tazilah sifat tersebut disebut esensi tuhan.
Paham keesaan tuhan mu’tazilah ini bermaksud untuk memurnikan dzat tuhan
dari persaman dengan makhluknya. Dalam paham ini tampak betapa kuat pengaruh akal
dalam pemikiran yang di bangun kaum mu’tazilah itu dan ini menjadi salah satu indikasi
bahwa mu’tazilah layak memandang sebutan kaum rasional.
b. Al-Adl
Memiliki Arti “Pengingkaran terhadap taqdir” sebab seperti kata mereka bahwa
Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak mentaqdirkan nya, apabila Allah
menciptakan keburukan, kemudian Dia menyiksa manusia karena keburukan yang
diciptakannya, berarti Dia berbuat zalim, sedang Allah adil dan tidak berbuat zalim.
Keadilan versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah
menzholimi hambanya. Imam Ibnu Abil Izz Al-Hanafy berkata: ” mengenahi Al `Adl
mereka menutupi dibaliknya pengingkaran takdir. Mereka mengatakan Allah tidak
menciptakan keburukan dan tidak menghukum dengan adanya perbuatan jahat, karena
6
jika Allah menciptakan kejahatan kemudian menyiksa mereka atas kejahatan mereka, itu
artinya Allah zholim, padahal Allah adil dan tidak zholim. Sebagai konsekuensinya
mereka menyatakan dalam (kekuasaan) kerajaan Allah terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan Allah. Allah menginginkan sesuatu tetapi hal itu tidak terjadi. Sebab kesesatan
mereka ini adalah karena ketidak mampuan mereka membedakan antara iradah kauniyah
dengan iradah syar`iyah.
Paham ini dalah paham Qadriah yang dianjurkan Ma`bad dan Ghailan. Tuhan kata
Wasil bersifat bijksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan zhalim. Tidak mungkin
tuhan menghendaki manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintahnya.
Dengan demikian manusialah sendiri yang mewujudkan perbuatan baik dan jahat, iman
dan kafir serta patuh dan tidak patuhnya kepada tuhan. Atas perbuatan-perbuatan ini
manusia memperoleh balasannya. Dan untuk mewujudkan perbutan itu tuhan
memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Tidak mungkin tuhan menurunkan perintah
kepada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak punya daya dan kekuatan
untuk berbuat.
7
dalam pendapat Wasil, merupkan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat diberikan
kepada orang fasik, dengan dosa besarnya. Tetapi predikat kafir juga tidak dapat pula
diberikan kepadanya, karena di balik dosa besar ia masih mengucapkan shahadat dan
mengerjakan perbuatan baik. Orang serupa ini jika mati belum bertaubat, akan kekal
dalam neraka, hanya siksaan yang di terima lebih ringan dari siksaan yang diterima kafir.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran
mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 –
110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah
Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid
Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal.
kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim
berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri
berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.Inilah awal kemunculan
paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya
golongan Mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya.
8
Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan
berbuat jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi oleh
golongan-golongan umat Islam lainnya.
Aliran kaum Mu`tazilah dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran
Islam, dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di
Indonesia. Pandangan demikian timbul karena kaum Mu`tazilah dianggap tidak percaya
kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh rasio. Sebagai diketahui
kaum Mu`tazilah tidak hanya memakai argumen rasional, tetapi juga memakai ayat-ayat
Al-Quran dan hadist untuk menahan pendirian mereka.
2.2 Saran
Demikianlah pembahasan makalah yang dapat kami paparkan dalam memenuhi
tugas. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kejanggalan. Oleh karena itu kritik serta saran yang membangun sangat
kami harapkan guna menambah kesempurnaan kita dalam menambah wawasan serta
dalam rangka menambah ilmu.
DAFTAR PUSTAKA