Anda di halaman 1dari 7

SANGAHAN UNTUK FATWA MUI & USTAD2 YANG IKUT SERTA MENG-

AMIINKAN NYA

Baca baik-baik ya..,biar ngak gagal faham tentang :

HUKUM AJAKAN TIDAK SHOLAT BERJAMAAH DAN SHOLAT JUM'AT DI


MASJID

‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬

‫ أما بعد‬،‫ وعلى آله وصحبه أمجعني‬،‫ والسالم على سيدنا حممد‬$‫ والصالة‬،‫احلمد هلل رب العاملني‬:
Qowa’idl Fiqhiyyah menandaskan :

‫تصرف االمام على الرعية منوط باملصلحة‬


Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus berdasarkan kemaslahatan

Kami sangat keberatan jika aktifitas shalat jama’ah, shalat jum’at, berjabat tangan sesama
muslim satu jenis, kegiatan belajar-mengajar dalam sekolah dan madrasah dilarang
(sebagaimana difatwakan oleh MUI) hanya karena ketakutan berlebihan dengan penularan
Covid-19, lalu kemudian dikorelasikan dengan Qoidah fiqhiyyah yang berbunyi :

‫درء املفاسد مقدم على جلب املصاحل‬


Mencegah bahaya lebih didahulukan dari pada menarik kemaslahatan

Padahal jika dianalisis lebih lanjut, penerapan Qoidah ini untuk realitas NKRI secara
keseluruhan justru mengarah pada cacat argumentasi pasalnya virus Covid-19 ini belum
menjangkiti seluruh penduduk Indonesia, sehingga komparasi penakaran antara maslahat
dan mafsadah tidak berimbang

Jadi untuk konteks NKRI, mafsadah yang ditimbulkan Covid-19 masih Mauhumah
( belum nyata)

Sedangkan maslahat sholat Berjama’ah dan sholat jum’at sudah Muhaqqoqoh (nyata)

Jika realitanya demikian, mestinya terkena Qoidah fiqhiyyah yang berbunyi:

‫ أو الغالبة خوفا من وقوع املفاسد املوهومة أو النادرة‬$‫ال جيوز تعطيل املصاحل احملققة‬
Tidak boleh mengabaikan maslahat yang sudah nyata, hanya karena takut terjerumus pada
mafsadah yang belum nyata atau yang langka” (al-Qowa’id al-Kubro:89)

Sehingga larangan sholat berjama’ah atau sholat jum’at atas dasar mafsadah mauhumah
tidak memiliki relevansi dalil syar’i bahkan jika diteliliti lebih detail menurut nalar
fiqhiyyah,
Untuk skala nasional, Shalat Berjama’ah dan shalat Jum’at tidak boleh dilarang, dengan
pertimbangan sebuah Qoidah Fiqhiyyah:
‫املصلحة احملققة مقدمة على املفسدة املوهومة‬
Kemaslahatan yang nyata wajib didahulukan dari pada mafsadah yang belum nyata

Jika mereka berdalih, Covid-19 lebih bahaya dari pada udzur-udzur shalat jama’ah-jum’at
yang tertera dalam kutubussalaf, jadi melarang aktifitas sholat berjama’ah-sholat jumat
lebih awlawi.

Maka kami jawab, udzur-udzur yang tertera dalam fiqh seperti Sakit, Hujan, dan lain
sebagainya itu sifatnya personal (berlaku bagi perorangan) bukan Komunal (berlaku bagi
semua orang)

Jadi perlu penjernihan pemahaman terhadap teks fiqhi, agar tidak salah dalam
menginterpretasikan kalamul fuqoha

Beda halnya jika suatu daerah sudah ditetapkan darurat Covid-19, seperti Jakarta misalnya,
kami sendiri belum mengetahui detail permasalahannya, Wallahu a’lam. Akan tetapi yang
harus dicatat, perlu adanya pemilahan yang selektif, kan tidak semua wilayah di Jakarta
terdampak Covid-19 sehingga satu wilayah dengan wilayah yang lain harus ada standar
hukum yang berbeda, hal ini karena memperhatikan hukum kewajiban mendirikan sholat
jum’at pakai standar S uurul balad (batas desa), sehingga masing-masing desa memiliki
hukum tersendiri (‫حكمه‬ ‫د‬$$ ‫ل بل‬$$‫)لك‬, jadi tidak boleh di-gebyah uyah-uyah ( pukul rata
semua secara nasional).

Oleh karenanya, masih terkena hukum wajib jum’atan bagi setiap orang yang tidak
terpapar Covid-19

Meski pada pelaksanaannya, jumlah peserta jumatan tidak mencapai 40 orang, karena
masih banyak qoul ulama yang memperbolehkan mendirikan jum’atan dengan peserta
kurang dari 40 orang. Walhasil jangan sampai terjadi Ta’thilul masjid anil jama’ah wal
jum’ah.

Adapun jika ada warga yang terpapar positif Covid-19, maka pemerintah harus
mengisolasinya, menangani secara khusus, ia tidak boleh berinteraksi dengan orang lain,
sebagaimana konsep fiqh melarang penderita penyakit lepra, kusta dan belang. Ia tidak
boleh menghadiri shalat jama’ah dan sholat jum’at di masjid, karena bahaya penularannya
sangat besar.

Jadi sangat tidak masuk akal melarang seseorang yang masih sehat untuk pergi ke masjid
karena dikhawatirkan terkena Covid-19, dengan melalui pendekatan analogi terhadap
Penderita lepra dan kusta, ini jelas qiyas ma’al fariq!
Bahkan menurut hemat kami, jika ada sekelompok orang yang hidup di kawasan zona
merah, karena ketebalan keimanannya, mereka berani keluar ke masjid untuk menunaikan
shalat jama’ah dan shalat jum’at, atau keluar dari rumahnya untuk mencari nafkah
keluarga, lalu kemudian mereka wafat karena tertular Covid-19, maka sungguh mereka
tergolong syuhada
bukan sebagai orang yang mati konyol karena bunuh diri (ilqo’unnafsi ila attahlukah),
sebagaimana digembar-gemborkan oleh ustad2 kondang sebagian fatwa.

Mari kita buka kembali lembar sejarah Rasulullah SAW dan generasi salafussholih dalam
menghadapi wabah/ tho’un,

Apakah dari mereka ada yang sampai offside menutup Pintu Masjid Nabawi atau bahkan
Ka’bah?!

Simak penjelasan di bawah ini:

‫ اﻪﻠﻟ ﺻﻠﻰ‬$‫ ﺭﺳﻮﻝ‬$‫ ﺳﺄﻟﺖ‬$‫ ﺻﻠﻰ اﻪﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﺖ‬$‫ اﻟﻨﻲﺒ‬$‫ ﻋﻨﻬﺎ ﺯﻭﺝ‬$‫ اﻪﻠﻟ ﺗﻌﺎﻰﻟ‬$‫ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ‬
‫اﻪﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﻓﺄﺧﺮﺒﻲﻧ ﺃﻧﻪ ﻋﺬاﺏ ﻳﺒﻌﺜﻪ اﻪﻠﻟ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺸﺎء ﻭﺃﻥ اﻪﻠﻟ ﺟﻌﻠﻪ ﺭﻤﺣﺔ‬
‫ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺼﻴﺒﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ‬$‫ حمتسبا‬$‫ ﺻﺎﺑﺮا‬$‫ ﺑﻠﺪﻩ‬$‫ ﻲﻓ‬$‫ ﻓﻴﻤﻜﺚ‬$‫ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ‬$‫ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﻘﻊ‬$‫ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻦﻴ ﻟﻴﺲ‬
.‫ﻛﺘﺐ اﻪﻠﻟ ﻟﻪ ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻣﺜﻞ ﺃﺟﺮ ﺷﻬﻴﺪ‬
“Sayyidah Aisyah ra bertanya pada Nabi saw tentang tha’un. Nabi saw menceritakan
bahwa sesungguhnya tha’un itu merupakan adzab yang dikirim Allah swt pada siapa yang
dikehendaki, dan Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah
seseorang tertimpa tha’un, lalu berdiam di negerinya dengan sabar, mengisolasi diri,
mengerti tidak ada yang mengenainya selain apa yang telah ditetapkan Allah padanya,
kecuali baginya ada pahala seperti mati syahid” (HR. Bukhari: 4/213, no: 3287)

Perlu dicatat, menurut riwayat hadits-hadits shohih, terlebih shohih al-Bukhari, larangan
keluar bagi penduduk daerah terdampak tho’un itu adalah keluar dari desa/kota, bukan dari
rumah, sebaimana yang diviralkan.

Memang ada riwayat imam Ahmad bin Hanbal menggunakan redaksi (fi baitihi) sebagai
ganti (fi baladihi), akan tetapi sesuai disiplin ilmu mustholah hadits, kita harus
mendahulukan Imam Bukhari, yang lebih shohih. Atau begini, maksud redaksi (fi baitihi)
dalam riwayat Imam Ahmad, adalah keluar dari kamar, karena lafadz bait belum tentu
bermakna rumah.

Jadi pemahaman hadits versi riwayat Imam Ahmad demikian: Bagi seseorang yang
terdampak tho’un, hendaknya ia mengisolasi diri dengan menetap di dalam kamar. Karena
jika hadits ini diartikan larangan keluar rumah, maka akan berkonsekuensi pada larangan
shalat berjamaah, shalat jumat, pengurusan jenazah, pencarian nafkah, dan seterusnya

Sebagaimana isi kandung fatwa MUI Pusat/ MUI Jateng, apalagi dengan landasan kitab
Badzlul Ma’un fi Fadli tho’un!
Karena itu, kami menolak dengan tegas fatwa-fatwa MUI, pusat maupun daerah, ataupun
himbauan dari ormas-ormas tertentu atau ustad kondang tertentu yang mengajak umat
Islam untuk meninggalkan sholat jama’ah, sholat jumat, dan menjauhi masjid Ini
SUNGGUH INI MUSIBAH BESAR BAGI UMAT ISLAM Innalillahi wa inna ilaihi
roji’un

Menurut hemat kami, Covid-19 belum termasuk kategori tho’un, karena korbannya masih
jauh dari tho’un tempo dulu, kalau dulu sampai puluhan ribu, dan memang nyata penyakit
yang turun dari langit.

Kami sangat curiga, Covid-19 ini bukan penyakit alami, namun sebuah rekayasa besar
musuh-musuh Islam, terlebih Zionis-PKI-Komonis China dan kaum sekuler untuk
menghancurkan tatanan syari’at Islam. Temuan-temuan bukti kongkrit akhir-akhir ini,
seperti informasi Covid-19 merupakan virus biologis yang dijadikan senjata pemusnah
masal oleh negara tertentu, semakin menelanjangi watak bengis musuh-musuh Islam.

Rasululullah SAW pernah menolak bersalaman dengan seorang lelaki dari delegasi Tsaqif,
yang menderita kusta, yang hendak baiat kepada Nabi Muhammad SAW.
‫وم‬ ٍ ‫ال َكا َن يِف وفْ ِد ثَِق‬
ٌ ‫يف َر ُج ٌل جَمْ ُذ‬ َ َ‫الث َق ِف ِّي َع ْن أَبِ ِيه ق‬
َّ ‫يد‬ ِ ‫الش ِر‬َّ ‫يث َع ْم ِرو بْ ِن‬ ِ ‫وأَخرج مسلِم ِمن ح ِد‬
َ َ ْ ٌ ْ ُ َ َْ َ
.‫اك فَ ْار ِج ْع‬
َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَنَا قَ ْد بَ َاي ْعن‬ ِ ُ ‫فَأَرسل إِلَي ِه رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ْ ََْ
“Dalam delegasi Tsaqif (yang akan dibai’at Rasulullah SAW) terdapat seorang laki-laki
berpenyakit kusta. Maka Rasulullah mengirim seorang utusan supaya mengatakan
kepadanya: “Kami telah menerima bai’at Anda. Karena itu Anda boleh pulang.” (HR.
Muslim).

‫رمحن بن‬$‫د ال‬$‫أخربه عب‬$‫ع بالشام ف‬$$‫د وق‬$$‫اء ق‬$$‫ه أن الوب‬$‫رغ بلغ‬$$‫ا كان بس‬$‫إن عمر خرج إىل الشام فلم‬
‫ع‬$$‫ه وإذا وق‬$$‫دموا علي‬$$‫أرض فال تق‬$$‫ه ب‬$$‫ال إذا مسعتم ب‬$$‫لم ق‬$$‫ه و س‬$$‫لى اهلل علي‬$$‫ول اهلل ص‬$$‫وف أن رس‬$$‫ع‬
)2164 /5( ‫ صحيح البخاري‬.‫بأرض وأنتم هبا فال خترجوا فرارا منه‬
“Suatu ketika Umar bin Khatthab pergi ke Syam. Setelah sampai di Sargh, dia mendengar
bahwa wabah penyakit sedang melanda di Syam. Maka ‘Abdurrahman bin ‘Auf
mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Apabila kamu
mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan
apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari
negeri itu karena hendak melarikan diri darinya”. (Hadits Riwayat Bukhari)

Perhatikan dan renungi dengan seksama fakta-fakta sejarah diatas, jangan gegabah
melarang aktifitas sholat berjama’ah dan sholat jum’ah hingga menyebabkan pengosongan
dan penutupan masjid, terlebih Ka’bah dan Masjid Nabawi,
Apakah kalian tidak takut ancaman Allah SWT dalam firmannya:

ِ ِ ‫مِم‬
َ $ ِ‫ َعى يِف َخَراهِبَا أُولَئ‬$ $‫ ْذ َكَر فيهَا امْسُهُ َو َس‬$ $ُ‫اج َد اللَّ ِه أَ ْن ي‬$ $‫نَع َم َس‬
‫ك مَا كَا َن هَلُ ْم أَ ْن‬$ َ ‫َو َم ْن أَظْلَ ُم َّْن َم‬
ِ ِ ِ ُّ ‫ي ْدخلُوها إِاَّل خائِِفني هَل م يِف‬
]114 :‫يم[البقرة‬ ٌ ‫اب َعظ‬ٌ ‫ي َوهَلُ ْم يِف اآْل خَر ِة َع َذ‬ ٌ ‫الد ْنيَا خ ْز‬ ُْ َ َ َ ُ َ
Dan siapakah yang lebih zholim dari pada orang yang melarang di dalam masjid-masjid
Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas
memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di
dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat”. (Q.S. Al Baqarah : 114)

Apakah anda sudah tidak senang dengan keutaman memakmurkan masjid yang telah
disabdakan oleh Rasulullah SAW.

.‫اج ِد‬
ِ ‫ض ص ِرفَت عن ع َّما ِر الْمس‬ ِ َّ ‫إِ َّن اهلل َتعاىَل إِذَا أَْنز َل عاهةً ِمن‬
ََ ُ ْ َ ْ ُ ِ ‫األر‬
ْ ‫الس َماء َعلَى أ َْه ِل‬ َ ََ َ َ َ
“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk
bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid”
(Hadits riwayat Ibnu Asakir (juz 17 hlm 11) dan Ibnu Adi (juz 3 hlm 232)

ِِ ٍ
‫ف َعْن ُه ْم‬ َ َ‫إِذا َأر َاد اهلل بَِق ْوم عاهةً نَظََر إِىَل ْأه ِل املَساجد ف‬
َ ‫صَر‬
“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid
lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka” (Riwayat Ibnu Adi (juz 3 hlm 233); al-Dailami
(al-Ghumari, al-Mudawi juz 1 hlm 292 [220]); Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (juz 1
hlm 159); dan al-Daraquthni dalam al-Afrad (Tafsir Ibn Katsir juz 2 hlm 341).

َ ِّ‫ويِت والْ ُمتَحَاب‬$ُ‫ت إِىَل عُ َّما ِر بُي‬


َّ ‫ني يِف‬ ِ ‫ل اأْل َْر‬$ِ ‫َه‬$ْ ‫ ” إِيِّن أَل َُه ُّم بِأ‬:‫َل‬
ُ ‫ض عَ َذابًا فَِإ َذا نَظ َْر‬ َّ ‫ول اهللُ َعَّز َوج‬ ُ ‫َي ُق‬
ِ
“ ‫ت َعْن ُه ْم‬ ُ ْ‫صَرف‬ َ ‫َس َحا ِر‬ْ ‫ين بِاأْل‬
َ ‫والْ ُم ْسَت ْغف ِر‬
“Allah ‫ز وجل‬$$ ‫ ع‬berfirman: “Sesungguhnya Aku bermaksud menurunkan azab kepada
penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang meramaikan rumah-rumah-
Ku, yang saling mencintai karena Aku, dan orang-orang yang memohon ampunan pada
waktu sahur, maka Aku jauhkan azab itu dari mereka” (Riwayat al-Baihaqi, Syu’ab al-
Iman 2946)

ِ ‫السم ِاء أُنْ ِزلَت ص ِرفَت عن ع َّما ِر الْمس‬


‫اج ِد‬ ِ ‫إِ َذا ع‬
ََ ُ َْ ْ ُ ْ َ َّ ‫اهةٌ م َن‬
ََ
“Apabila penyakit diturunkan dari langit, maka dijauhkan dari orang-orang yang
meramaikan masjid” (Riwayat al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2947]; dan Ibnu Adi (juz 3 hlm
232). Al-Baihaqi berkata: “Beberapa jalur dari Anas bin Malik dalam arti yang sama,
apabila digabung, maka memberikan kekuatan (untuk diamalkan)
Al-Imam al-Sya’bi, ulama salaf dari generasi tabi’in, ‫تعاىل‬ ‫ رمحه اهلل‬berkata:
ِ ‫َكانُوا إِ َذا َفرغُوا ِمن شي ٍء أََتوا الْمس‬
‫اج َد‬ ََ ُ َْ ْ َ
“Mereka (para sahabat) apabila ketakutan tentang sesuatu, maka mendatangi masjid (Al-
Baihaqi, Syu’ab al-Iman (juz 3 hlm 84 2951)

Atau kalian sudah ragu dengan keutamaan ka’bah yang menjadi sumber keberkahan...?
sebagaimana nash al-Qur’an :

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ت و ِضع لِلن‬
ٍ
‫َام‬
ُ ‫نَات َمق‬
ٌ ‫آيَات َبِّي‬ َ ‫دى ل ْلعَالَم‬$ً $ ‫ه‬$ُ ‫ا َو‬$$‫ك‬$ً ‫َّاس لَلَّذي بِبَ َّكةَ ُمبَ َار‬
ٌ ‫ه‬$$ $‫) في‬96( ‫ني‬ ِ
َ ُ ‫إ َّن أ ََّو َل َبْي‬
]97 ،96 :‫يم َو َم ْن َد َخلَهُ َكا َن ِآمنًا [آل عمران‬ ِ ِ
َ ‫إ ْبَراه‬
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah)
yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seleluruh alam.
Disana terdapat tanda-tanda yang jelas, (diantaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa yang
memasukinya (Baitullah) amanlah dia (Q.S. Ali imran : 96-97)

Kenapa yang direkomendasikan tutup hanya masjid, pondok madrasah dan sekolah..?

Sementara mall, swalayan, supermarket, minimarket, discotik, BAR, Café, Gereja, vihara,
klenteng masih bebas beroperasi...?

Ada apa ini? Tentu ada misi-misi jahat terselubung!

Saat ini masjid-masjid menjadi sepi. Ka’bah yang menjadi tempat paling aman dari segala
ketakutan dari musuh atau aman dari segala penyakit sekarang malah diberi sekat dan
pembatas, sehingga orang orang yang thawaf tidak bisa mendekat ke tempat thawaf,
apalagi mencium hajar aswad.

Sangat disesalkan sekali jika pengurusan jenazah terpapar Covid-19 hanya ditayammumi
saja dan tidak dimandikan karena keadaan belum sampai taraf darurat, apa tidak bisa
memandikan jenazah dengan cara disemprot air? Lalu tangan orang yang memandikan
dibungkus pelindung?

Ada apa-apaan ini dan pikiran siapa yang mengajak dan mengajari demikian ? jelas ini
merupakan proyek zionis besar-besaran Zionis Syi’ah, Sekular,, Liberal dan Kaum Plural
yang bertujuan merusak akidah islam.

Kami sangat mengapresiasi himbauan Gubernur Sumut, Bapak Edy Rahmayadi dan Bapak
Jenderal Gatot Nurmantyo yang berbunyi
‘’Ayo makmurkan masjid dan galakkan Gerakan Shalat Berjama’ah Untuk Minta
Pertolongan Allah..!! (Jadikan Shalat dan Shabar Sebagai Penolongmu..!!) Virus Corona
(covid-19) adalah ciptaan Allah dan yang kena pasti juga atas ketetapan Allah SWT.”

Yang mengurung diri hanyalah mereka yang sakit Yang tidak sakit ke Masjid..!

.‫حسبنا اهلل ونعم الوكيل نعم املوىل ونعم النصري وال حول وال قوة إال باهلل العلي العظيم‬

Anda mungkin juga menyukai