Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN KARDIOVASKULER

“PTM DAN GANGGUAN KARDIOVASKULER”

Oleh:

Melia Engla Putri

183110260

2.C

DOSEN PEMBIMBING:

Tasman, S.Kp, M.Kep,Sp.Kom.

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia serta nikmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya, shalawat
beriringan salam kita hadiahkan kepada nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun kita dari zaman kebodohan ke zaman yang terang benderang
seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Kami sebagai penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik beserta saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini
Demikian pengantar dari penulis, harapan kami agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan diterima sebagai perwujudan dalam dunia
kesehatan. Dan juga dapat digunakan sebagaimana semestinya, semoga kita semua
mendapat faedah serta diterangi hatinya dalam setiap menuntun ilmu yang berguna
baik di dunia maupun di akhirat.

Padang,9 April 2020

(Melia Engla Putri)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………......

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………..….
B. Tujuan ……………………………...…………………….….….….

BAB II PEMBAHASAN

A. Fenomena Penyakit Tidak Menular


a. Global………………………………………………………
b. Nasional…………………………………………………….
c. Sumtera Barat………………………………………………
B. Lingkup Penyakit Tidak Menular…………………………………..
C. Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular…………………………….
D. Apa Saja Program Yang Sudah Dilakukan Pemerintah Terkait Penyakit Tidk
Menular……………………………………………………………..
E. Fenomena Penyakit Kardiovaskuler
a. Global……………………………………………………….
b. Nasional……………………………………………………..
c. Sumatera Barat……………………………………………...
F. Masalah Gangguan Kardiovaskuler Utama
a. Indonesia……………………………………………………
b. Sumatera Barat……………………………………………...
G. Faktor Resiko Gangguan Kardiovaskuler…………………………..
H. Deteksi Dini Dan Screening Gangguan/Masalah Kardiovaskuler…….
I. Upaya Pengendalian Masing Masing Faktor Resiko PTM Dan Gangguan
Kardiovaskuler……………………………………………………
J. Program Posbindu PTM…………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………....
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin meningkatnya kejadian PTM, maka perlu adanya edukasi dan


pendampingan kepada masyarakat untuk melaksanakan deteksi dini atau skrining
terhadap PTM, terutama pada kelompok yang berisiko. Sasaran pada kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini adalah masyarakat yang beresiko dan usia lanjut
sebanyak 150 orang di Kabupaten Demak, Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan,
dan Kecamatan Pudak Payung. evaluasi dilakukan dengan memberikan kuesioner
tentang tingkat pengetahuan dan pemantauan hasil laboratorium, dan tekanan darah.
Evaluasi akan diukur dari tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan. Peningkatan PTM dapat ditekan melalui pengendalian factor
risiko yaitu pengurangan konsumsi rokok, alkohol, gula dan garam, peningkatan
konsumsi buah dan sayur, meningkatkan aktifitas fisik melalui olah raga, mencegah
kegemukan, pengendalian stress dengan kegiatan rekreasi serta melakukan
pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah secara teratur. Upaya pencegahan PTM
dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri melalui kegiatan Posbindu.
Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adalah makin meningkatnya
kasus . PTM adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk
penyakit kronis degeneratif, antara lain penyakit jantung, diabetes melitus (DM),
kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan
tindak kekerasan. Angka kematian PTM meningkat dari 41,7 % pada tahun 1995
menjadi 59,5 % pada tahun 2007 ( Riskesdas 2007 ).
Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha. Masyarakat
diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan,
dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk mengenali masalah di wilayahnya,
mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahannya sendiri
berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Dalam menentukan prioritas masalah,
merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai kegiatan, masyarakat perlu
dilibatkan sejak awal. Potensi dan partisipasi masyarakat dapat digali dengan
maksimal, sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan
kegiatan Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui Posbindu
PTM. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di
masyarakat.
Penyakit kardiovaskular mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka
morbiditas yang tinggi serta dapat menurunkan produktifitas penderitanya,
menurunkan kualitas hidup dan sering mengalami perawatan ulangan.1, 2 padahal
penyakit kardiovaskular pada umumnya merupakan penyakit yang sangat ideal untuk
dilakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya
jangka panjang, tetapi kejadian kegawatan bisa muncul mendadak, dapat
menyebabkan kematian dan morbiditas yang tinggi, dan memerlukan biaya
pengobatan yang tinggi. Namun sebagian besar upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui upaya perubahan pola hidup.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulsan makalah ini adalah agar mendapatkan informasi mengenai
PTM dan gangguan Kardiovaskuler.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fenomena Penyakit Tidak Menular


a. Fenomen Penyakita Tidak Menular Global
Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia adalah penyakit tidak
menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80 persen kematian
tersebut terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. 73% kematian saat
ini disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung
dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis,
6% karena diabetes, dan 15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi penyebab utama kematian di dunia
sejak milenium ketiga. Proposi kematian karena PTM di dunia terus meningkat dari
47% tahun 1990, menjadi 56% tahun 2000 WHO (dalam Boutayeb & Boutayeb,
2005). Pada tahun 2008 terjadi peningkatan, dari 57 juta kematian, 36 juta atau 63%
disebabkan oleh PTM, terutama jantung, diabetes, kanker dan penyakit pernapasan
kronis. Kematian karena penyakit tidak menular sebanyak 29 juta (80%) terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2011a). Proyeksi WHO,
kematian penyakit tidak menular akan meningkat sebesar 15% secara global antara
tahun 2010 sampai dengan 2020 (untuk 44 juta kematian). Peningkatan terbesar akan
terjadi wilayah Afrika, Asia Tenggara dan Mediterania Timur, akan meningkat lebih
dari 20%.Sebaliknya di wilayah Eropa, WHO memperkirakan tidak akan ada
kenaikan.
b. Fenomena penyakit menular di Indonesia
Proporsi PTM menjadi penyebab kematian di Indonesia mengalami peningkatan
cukup tinggi, dari 41,7% tahun 1995, menjadi 49,9% tahun 2001, dan 59,5% tahun
2007 (WHO,2011b, Kemenkes, 2012). Pada tahun 2011 terjadi peningkatan 64%
(WHO, 2011c), dan tahun2012 kematian sebanyak 1.551.000 jiwa, diperkirakan
mencapai 71% disebabkan oleh PTM,terdiri atas penyakit kardiovaskuler/jantung
37%, kanker 13%, penyakit paru kronis 5%,diabetes 6%, dan penyakit tidak menular
lainnya 10% (WHO, 2014). Di Indonesia kematiandisebabkan PTM, probabilitas
kematian dini 23% (WHO, 2015).Prevalensi asma, penyakit kronis dan degeneratif
lainnya (PKDL), dan kanker di Indonesiamasing-masing 4,5 persen, 3,7 persen, dan
1,4 per mil. Prevalensi diabetes melitus (DM) dan hipertiroid di Indonesia
berdasarkan jawaban pernah di diagnosis dokter sebesar 1,5 persen,berdasarkan
diagnosis atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun
di Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 9,4persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter atau
gejala sebesar 1,5 persen.Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dokter atau
gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil (Balitbangkes,2013).

c. Fenomena Penyakit tidak Menular Di Sumatera Barat


Pada tingkat provinsi prevalensi hipertensi, berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah rata-rata 31,2%. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan dan atau minum obat hipertensi 9,2%. Memperhatikan angka prevalensi
hipertensi berdasarkan diagnosis atau minum obat dengan prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah di setiap Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat, pada umumnya nampakperbedaan prevalensi yang cukup besar. Tiga puluh
tiga persen penduduk Sumatera Barat mengalami gangguan persendian, dan angka ini
lebih tinggi dari prevalensi Nasional.Prevalensi penyakit persendian berdasarkan
diagnosis oleh tenaga kesehatan masih di atas angka Nasional. Menurut karakteristik
responden, berdasarkan umur, prevalensi penyakit sendi, hipertensi maupun stroke
meningkat sesuai peningkatan umur responden. Menurut jenis kelamin, prevalensi
penyakit sendi dan hipertensi lebih tinggi pada wanita baik berdasarkan diagnosis
maupun gejala sedangkan stroke lebih tinggi pada laki-laki.Berdasarkan pekerjaan
responden, prevalensi penyakit sendi pada petani/nelayan/buruhditemukan lebih
tinggi dari jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan untuk hipertensi dan stroke,prevalensi
ditemukan lebih tinggi pada mereka yang tidak bekerja. Berdasarkan tingkat
pengeluaran per kapita per bulan, prevalensi penyakit sendi di Sumatera Barat hampir
samadi semua kuintil. Sedangkan untuk hipertensi maupun stroke, prevalensi
cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan ekonomi .
Prevalensi penyakit asma di Provinsi Sumatera Barat sebesar 3,6% (D/G),
prevalensi penyakit jantung 11,3%, prevalensi penyakit diabetes sebesar 1,2%,
prevalensi penyakit tumor/kanker sebesar 5,5%. Penyakit asma dan jantung terdapat
di semua kelompok umur, semakin meningkat usia prevalensi semakin meningkat.
Prevalensi diabetes juga meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Tumor mulai
terdapat pada usia 5 tahun keatas, cenderung meningkat sesuai usia. Prevalensi
penyakit jantung, diabetes dan tumor cenderung pada perempuan lebih tinggi dari
laki-laki, tapi tidak pada penyakit asma. Prevalensi penyakit asma, jantung, tinggi
pada yang tidak sekolah. Prevalensi tumor/kanker tidak banyak berbeda antara tingkat
pendidikan. Tingginya penyakit asma dan jantung pada yang tidak sekolah, kiranya
perlu dilakukan penyuluhan pada kelompok yang tidak sekolah untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Prevalensi asma dan jantung tinggi pada kelompok yang
tidak bekerja. Prevalensi asma dan jantung di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan.
Prevalensi diabetes perbedaan di perkotaan dan pedesaan tidak beda nyata sedangkan
tumor lebih banyak di pedesaan. Penyakit asma dan jantung prevalensinya hampir
sama di semua kuintil.

B. Lingkup Penyakit Tidak Menular


a. Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
b. Pengendalian Penyakit Diabetes Millitus dan Penyakit Metabolik
c. Pengendalian Penyakit Kanker
d. Pengendalian Penyakit Kronis dan Penyakit Degeneratif Lainnya
e. Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cidera
C. Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular
a. Kebiasaan mengkonsumsi rokok dan alkohol
b. Kebasan mengkonsumsi gula dan garam
c. Kebisaan mengkonsumsi buah dan ayur
d. Kebiasaan melakukan aktifitas fisik
e. Kebiasaan psikologis(pengendalian stress)
f. Meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas,
g. Pola makan tidak sehat

D. Program Yang Dilakukan Pemerintah Terkait Penyakit Menular


1. Gerakan Masyarakat Sehat atau Germas.
Germas harus terus digalakkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat menjalankan pola hidup sehat. Pencegahan jauh lebih baik
dibanding melakukan pengobatan ketika sudah terjangkit penyakit.
(Antara, 2017).
2. Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM)
Bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko
secara mandiri dan berkesinambungan.Pengembangan Posbindu PTM
dapat dipadukan dengan upaya yang telah terselenggara di masyarakat.
Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan pencegahan faktor
risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
3. Pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada Gangguan
penglihatan dan pendengaran serta gangguan disabilitas.
4. Program Deteksi Dini Faktor Risiko PTM Di Posbindu
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan
berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan
terpadu (Posbindu).
5. Program Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (Gentas)
Kegiatan GENTAS adalah suatu gerakan yang melibatkan masyarakat
dalam rangka pencegahan obesitas sebagai faktor risiko PTM.
6. Program Pelayanan Terpadu (Pandu) PTM
Kegiatan pandu ptm adalah kegiatan penemuan dan penanganan kasus
PTM dan manajemen faktor risiko ptm di FKTP secara terpadu.
7. Program penerapan kawasan tanpa rokok (ktr) di sekolah
Kegiatan penerapan ktr di sekolah adalah suatu kegiatan pencegahan
perilaku merokok pada warga sekolah.
8. Program layanan upaya berhenti merokok (ubm)
Kegiatan layanan ubm adalah pemberian konseling kepada perokok untuk
berhenti merokok di fktp dan di sekolah.
9. Program deteksi dini kanker
Kegiatan deteksi dini kanker adalah kegiatan deteksi dini kanker
Payudara dan kanker leher rahim pada wanita usia 30-50 tahun atau
Wanita yang pernah berhubungan seksual, yang dilakukan di fktp.
10. Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 15-59 tahun(satu tahun
sekali), dilakukan di Pos Pembinaan Terpadu(Posbindu) PTM
11. Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 60 tahun keatas, dilakukan
di Posbindu PTM
12. Akses ke standarisasi Manajemen kasus Hipertensi melalui
Penatalaksanaan Terpadu (PANDU) PTM di Puskesmas
13. Akses ke standarisasi Manajeman Kasus Diabetes melalui PANDU PTM
di Puskesmas
14. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Payudara pada perempuan usia 30
- 50  tahun di Puskesmas
15. Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di
sekolah (Perda Provinsi, Perda Kab/kota, Perbub/Perwali tentang KTR)
16. Upaya Berhenti Merokok, layanan konseling bebas biaya melalui hotline
0- 800-177-6565
17. Klinik Konseling berhenti merokok (Hidup Sehat Tanpa Rokok)
Pengendalian Konsumsi Rokok
18. Pembatasan Konsumsi Gula , Garam, Lemk (GGL) melalui diet sehat gizi
seimbang
19. Deteksi Dini dan Rujukan kasus katarak di Puskesmas serta upaya
percepatan eliminasi kebutaan akibat katarak
20. Deteksi Dini Gangguan Penglihatan dan Pendengaran
21. Rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM) untuk penyandang
Disabilitas
22. Penemuan Dini Kanker pada Anak dan Paliatif Kanker
23. Deteksi Dini Gangguan Imunologi dan peningkatan kepedulian pada
penyakit gangguan imunologi (Kampanye Saluri- Periksa Lupus Sendiri ;
Psoriasis)
24. Deteksi Dini Osteoporosis melalui Tes Satu Menit untuk Ketahui Risiko
Osteoporosis 17. Gerakan Nusantara Tekan Obesitas (GENTAS)
25. Deteksi Dini Gangguan Tyroid (Kampanye kesadaran akan gangguan
tyroid -Itu Bukan Kamu tapi Tyroidmu)
26. Skrining thalasemia pada remaja 
27. Kampanye pencegahan penyakit kanker (Sadari, Sadanis, Kita Bisa
Cegah Kanker, Aku Bisa Mengerti dan Melakukan Deteksi Dini)
28. Kampanye aktivitas fisik (Ayo Bergerak Untuk Lebih sehat)
29. Kendalikan hipertensi dengan PATUH
30. Cegah, Obati dan Lawan Diabetes
31. Perilaku Sehat untuk Ginjal Sehat
32. Kampanye pencegahan dan pengendalian PTM dengan mengoptimalkan
media sosial, jejaring media(cetak-elektronik), bloger, netizen untuk
meningkatkan kesadaran pada pencegahan PTM
33. Menguatkan strategi komunikasi untuk pencegahan PTM melalui situs
interaktif, website P2PTM, aplikasi ponsel, kampanye #CERDIK
#DukungGermas pada media sosial melalui berbagai platform , kampanye
multimedia intensif.
34. Kemitraan untuk mencegah PTM dengan melibatkan Lembaga Swadaya
Masyarakat/ Organisasi Profesi/ Organisasi berbasis agama yang
potensial dll( PKK, OASE, Pramuka, Dompet Dhuafa, Organisasi
Wanita, LSM peduli Rokok, TNP2K, NGO internasional)
35. Memperluas jangkauan Posbindu PTM dengan pendekatan berdasarkan 7
tatanan yaitu :sekolah, tempat kerja, haji, tempat umum, fasilitas
kesehatan, kantor lintas sektor, rumah ibadah.
36. 29.Meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam usaha promosi dan
pencegahan (CSR- Corporate Social Responsibility), PPP - Public Private
Partnership
37. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan deteksi dini faktor risiko PTM
melalui perubahan perilaku melalui pendekatan per area - satu desa satu
Posbindu PTM.
38. Memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan, berkolaborasi dengan sektor
swasta dan profesional dalam layanan paket PTM Puskesmas (PANDU
PTM)tak hanya hipertensi dan Diabetes Melitus namun kemudian
diperluas dengan emnanggung juga masalah kardiovaskular, Asma,
PPOK, Stroke, Kanker, Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
39. Memperkuat riset dan survailans PTM berupa registrasi penyakit dan
surveilans/monitoring ( Kanker Registry, Sistem Surveilans Berbasis Web
PTM, Sistem Pengawasan PTM selaras dengan Sistem Informasi
Kesehatan, P-Care(aplikasi digital JKN) dan Sistem informasi
berdasarkan populasi, Aplikasi Ponsel Surveilans ; Riset bekerjasama
dengan Balitbangkes, UGM
E. Fenomena Penyakit Kardiovaskuler
1) Fenomena Penyakit Kardiovaskuler Global
Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan
fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti:Penyakit Jantung Koroner, Penyakit
Gagal jantung atau Payah Jantung, Hipertensi dan Stroke. Pada tahun 2008
diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.
Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya
dapat dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan oleh penyakit jantungterjadi
berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di
negara berpenghasilan rendah. Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4
kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45%
kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit
stroke.Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit
jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta
kematian pada tahun 2030.
Penyakit jantung koroner menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2011, merupakan penyebab kematian nomor satu secara global.
Diperkirakan 17,7 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada
tahun 2015 dan 7,4 juta diantaranya diperkirakan karena jantung koroner.(2)
Kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama
penyakit jantung koronerdan stroke diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030.(3)Berdasarkan data insidensi
AHA (American Heart Association) pada tahun 2013, menyatakan lebih dari
2.200 warga Amerika meninggal karena penyakit jantung koroner setiap
harinya dan rata-rata 1 orang setiap 40 detik.
Penyakit kardiovaskuler menurut data World Health
Federation(WHF)tahun 2012 dalam Bertalina (2017), menyebabkan kematian
pada penduduk dunia sebanyak 17,3 juta pada tahun 2008. Penyakit ini paling
banyak diderita oleh penduduk di bagian Indo-Pasifik sebanyak 4.735.000
jiwa, diikuti oleh penduduk wilayah benua Eropa, Asia Tenggara, Benua
Amerika, benua Afrika dan Wilayah Mediterania Timur. Wilayah Asia
Tenggara yaitu Indonesia menempati urutan ke 2 empat setelah negara Laos,
Kamboja dan Filiphina yang memiliki prevalensi penyakit jantung koroner
tertinggi.
2) Fenomena Penyakit Kardiovaskuler Nasional
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, yakni menurut diagnosis dokter sebesar 0,5% dan diagnosis
gejala sebesar 1,5%. Prevalensi tertinggi berdasarkan terdiagnosis dokter adalah
Sulawesi Tengah (0,8%) dan menurut diagnosis gejala adalah Nusa Tenggara Timur
(4,4%)
3) Fenomena Penyakit Kardiovaskuler Sumatera Barat
Sumatera Barat merupakan propinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi ke-
4 di Indonesia pada tahun 2009.Kabupaten Agam (32,6%) dan Pesisir Selatan
(32,2%) menempati urutan ke-4 dan ke-5 sebagai kabupaten dengan prevalensi
penyakit jantung tertinggi diantara seluruh kabupaten di Indonesia.(8)Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi penyakit jantung koroner di Sumatera
Barat menurut diagnosis dokter sebesar 0.6% dan berdasarkan diagnosis dokter dan
gejala sebesar 1,2%.
RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan salah satu rumah sakit rujukan penyakit
jantung di provinsi Sumatera Barat. Beberapa tahun terakhir ini tercatat terjadi
peningkatan kasus yang cukup signifikan. Jumlah penderita PJK pada tahun 2014
tercatat sebanyak 4.625 kasus pada instalasi rawat jalan dan 248 kasus pada instalasi
rawat inap. Pada tahun 2015 terjadi penurunan jumlah kasus penderita PJK, yakni
sebanyak 2.505 kasus pada instalasi rawat jalan dan 236 kasus pada instalasi rawat
inap. Sementara itu pada tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah kasus penderita PJK
yang cukup tinggi yaitu menjadi 11.988 kasus pada instalasi rawat jalan sedangkan
dibagian rawat inap pada tahun 2016 sebanyak 617 orang. Jumlah (9) Pada tingkat
provinsi prevalensi hipertensi, berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah rata-rata
31,2%. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau
minum obat hipertensi 9,2%. Memperhatikan angka prevalensi hipertensi berdasarkan
diagnosis atau minum obat dengan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah di setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, pada
umumnya nampakperbedaan prevalensi yang cukup besar.

F. Masalah Gangguan Kardiovaskuler Utama Di Indonesia dan Sumatera Barat


A. Jantung koroner
prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau
diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala
sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis
dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di
Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku
Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%).
Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%),
sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu
sebanyak 6.690 orang (1,2%).
B. Gagal jantung
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun
2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan
diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068
orang.Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit gagal
jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%),
sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu
sebanyak 144 orang (0,02%). Berdasarkan diagnosis/ gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak
96.487 orang (0,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di
Provinsi Kep. Bangka Belitung, yaitu sebanyak
945 orang (0,1%).
C. Stroke
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰), sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/ gejala, Provinsi Jawa Barat
memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰)
dan 533.895 orang (16,6‰), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah
penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰), sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).
Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki
estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan
533.895 orang (16,6‰), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita
paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).
D. Hipertensi
Prevalensi hipertensi pada penduduk berumur 18 tahunke atas di Indonesia tahun
2013berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, dan pengukuran tekanan
darah sebesar 25,8%. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, prevalensi tertinggi
terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara, sementara itu berdasarkan pengukuran,
prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar
30,9%. Prevalensi terendah berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan maupun
pengukuranterdapat pada Provinsi Papua, yaitu sebesar 16,8%. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Provinsi di Pulau Sulawesi dan
Kalimantan merupakan provinsi dengan prevalensi hipertensi cukup tinggi ,
sementara itu prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke di
beberapa provinsi di Pulau Sulawesi dan Kalimantan juga cukup tinggi.
E. Faktor resiko gangguan kardiovaskuler
1) Dislipidemia
Pedoman tatalaksana lipid diseluruh dunia menyebutkan bahwa, kolesterol
LDL merupakan target primer terapi dislipidemia. Target kadar kolesterol
LDL dan non HDL ( kadar kolesterol total dikurangi kadar HDL, yang
menggambarkan lipoprotein aterogenik total dalam serum ) pada pasien yang
berisiko PKV sesuai dengan stratifikasi risiko, artinya semakin tinggi risiko
PKV semakin rendah target kadar LDL yang diharapkan.Lipoprotein (a) juga
merupakan faktor risiko kejadian kardiovaskular; dimana apoprotein B100
merupakan partikel utama dari lipoprotein aterogenik, sedang A-I dan A-II
merupakan komponen utama partikel HDL.
2) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang kompleks, ditandai
dengan kenaikan kadar gula darah. Komplikasi DM makrovaskular maupun
mikrovaskuler akan menyebabkan kerusakan pada hampir semua organ tubuh;
mata, jantung, ginjal, saraf, hati, dan pembuluh darah. DM tipe 2 merupakan
bentuk paling sering, dimana tubuh tidak cukup untuk memproduksi insulin
dan insulin tidak dapat bekerja dengan baik.
3) Merokok
Salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifikasi
adalah merokok.Didunia, saat ini terdapat 1,1 milyar perokok, 50%
diantaranya adalah perempuan. Setiap tahun, lebih dari 5 juta kematian yang
terjadi berkaitan langsung dengan merokok, dan 1,5 juta diantaranya terjadi
pada perempuan. Tanpa intervensi, diprediksikan pada tahun 2030 kematian
akibat merokok meningkat menjadi 8 juta, dan 2,5 juta diantaranya perempuan
perokok.
4) Hipertensi
Prevalensi hipertensi meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia pada
semua ras dan kelompok gender. Pada umumnya tekanan darah sistolik pada
perempuan mempunyai nilai lebih rendah dibandingkan laki-laki pada masa
dewasa muda, sedangkan pada awal dekade ke enam tekanan darah sistolik
pada perempuan menjadi lebih tinggi. Tekanan darah diastolik hanya sedikit
lebih rendah pada perempuan dibandingkan laki-laki tanpa memandang usia.
Pada dekade ke lima insidens hipertensi meningkat lebih tajam pada
perempuan; sehingga pada usia enampuluhan prevalensi hipertensi pada
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
5) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor risiko penting pada penyakit
kardiovaskuler (PKV).Riwayat keluarga mewakili faktor genetika,
lingkungan,perilaku serta interaksi diantaranya.Untuk penyakit jantung, risiko
relatif bervariasi antara 2.0-9.0 diantara orang-orang yang diketahui
mempunyai riwayat penyakit jantung dalam keluarganya.Riwayat keluarga
dapat mengarahkan seseorang yang berisiko untuk mendapatkan edukasi
pencegahan PKV, serta mendorong mereka untuk mengubah perilaku
-mengikuti anjuran pola hidup sehat.

F. Deteksi dini dan screening penyakit/gangguan kardiovaskular


A. Data Dasar Kardiovaskular
a) Riwayat Pasien
- Data Umum (Faktor Risiko)
Usia : Pada usia tua
Jenis Kelamin : Laki-laki
- Riwayat Penyakit Sekarang
1. Gejala/tanda
2. Kapasitas fungsional pasien (Baik, sedang atau buruk)
3. Riwayat Penyakit Demam (adalah demam reumatik, difteri,
endokarditis, tuberkolosis)
4. Kehamilan
- Riwayat Penyakit Dahulu
 Menanyakan riwayat penyakit sistemik:
- Hipertensi
- Diabetes Melitus
- Dislipidemia
- Penyakit Cerebrovaskular
- Penyakit Vaskular Periferal
- Penyakit Tiroid
- Asma Bronkial atau Penyakit Paru Obstruktif
 Menanyakan Pengobatan dan Alergi.
- Riwayat Keluarga (relatif sampai tingkat pertama)
1. Hipertensi
2. Penyakit Jantung Iskemia
3. Diabetes Melitus
4. Dislipidemia
- Riwayat Pribadi dan Sosial
1. Merokok (lebih dari 10 batang per hari merupakan faktor risiko)
2. Konsumsi alkohol (sekitar 2 gelas per hari diperbolehkan)
3. Tidak diperkenankan menggunakan obat/narkoba (khususnya
kokain,metamfetamin
atau “shabu”)
4. Obesitas
5. Riwayat Olahraga (kurang latihan)
6. Intactdietary (tinggi lemak atau garam)
7. Sifat Tipe A (pekerja keras dan tipe kompulsif obsesif)
b) Pemeriksaan fisik
c) Elektrokardiografi
d) Rontgen dada
e) Pemeriksaan darah rutin: pemeriksaan darah lengkap, gula darah
puasa, profil lipid, kreatinin
f) Test tambahan :
- Dua dimensi Ekokardiografi dengan studi Dopler
- Test latihan treadmill EKG
- Pengamatan Ambulatory Holter EKG selama 24 jam
- Pencitraan Nuklir
- Kateterisasi jantung
B. Empat Temuan Obyektif Untuk Dugaan Penyakit Jantung
a. Kardiomegali
b. Murmur organik
c. Aritmia
d. Sianosis
C. Lima Komponen Lengkap dari Sebuah Diagnosis Jantung
- Diagnosis Etiologi
- Diagnosis Anatomi
- Diagnosis Fisiologi
- Kapasitas Fungsional
- Prognosis
Contoh Diagnosis Jantung
A) Diagnosis Etiologi
Penuaan/degeneratif, alkoholisme, amiloidosis, anemia, aterosklerosis,
kelainan kongenital, hipertensi, hipertiroid, infeksi, neoplasma, kehamilan,
(peripartum kardiomiopati), penyakit pulmonal (cor-pulmonale), penyakit
jantung rematik, lupus sistemik, eritematosus, agen toksis, transplantasi,
trauma, uremia, penyakit yang tidak diketahui.
B) Diagnosis Anatomi
- Penyakit arteri koroner spesifik: termasuk aterosklerosis dari arteri
koroner desenden kiri (Left Anterior Descending Coronary
Artery),arteri koroner kanan atau arteri
koroner sirkumfleksa kiri (Left Circumflex Coronary Artery)
- Spesifik Ventrikular Kiri (LV) atau dinding abnormal ventrikular
kanan: termasuk dinding anterior IMA, aneurisma LV, hipertrofi
LV
- Katup defek spesifik: termasuk mitral stenosis, aorta stenosis
C) Diagnosis Fisiologi

- Irama sinus normal


- Atrialfibrilasi
- Prematur ventrikular multifokal
- Iskemia miokard reversibel
- Disfungsi diastolik dan sistolik LV
D) Kekuatan Fungsional (Lihat Tabel 1.1 dan 1.2)
a. Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) pada gagal jantung
kongestif (CHF) dari kelas I-IV
b. Klasifikasi Canadian Cardiovaskular Society (CCS) pada angina dari kelas
I-IV
G. Upaya pengendalian masing-masing faktor resiko PTM dan gangguan
kardiovaskuler
1) Pengendalian faktor resiko PTM
Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi factor
risiko dengan perubahan perilaku yang dikenal dengan akronim CERDIK.
Kegiatan CERDIK harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan
sebagai berikut :
C : Cek kondisi kesehatan anda secara rutin dan teratur
E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik dengan gerak olah raga dan seni
D : Diet yang sehat dengan kalori seimbang (rendah gula, garam dan lemak
serta kaya serat)
I : Istirahat yang cukup dan utamakan keselamatan
K: Kendalikan stres dan tindak kekerasan
2) Pengendalian faktor resiko gangguan kardiovaskuler

Pengendalian faktor risiko serta target yang harus dicapai dapat mengikuti pedoman
yang sudah tersedia dan sesuai untuk hal tersebut baik dari organisasi dari luar
Indonesia (Eropa, Amerika Serikat) maupun dari PERKI sendiri. Target Pengendalian
Faktor Risiko:
a) Berhenti merokok
Pasien pasca penyakit yang didasari proses atherosklerosis, individu yang mempunyai
faktor risiko atau yang sehat harus berhenti total merokok baik rokok konvensional
maupun elektrik, serta menghindarkan diri dari lingungan yang penuh asap rokok.
Upaya berhenti merokok harus komprehensif, diberikan motivasi yang kuat dan terus
menerus, ditemukan masalah dan alasan merokok dan digali motivasi untuk berhenti
merokok secara seksama, tanpa terkesan menyalahkan
b) Pengendalian hipertensi.
Tekanan darah harus terkontrol dengan target sesuai dengan penyakit penyertanya.
Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non farmakologis seperti
pembatasan asupan garam, latihan fisik intensitas sedang yang teratur, dan dengan
mencapai berat badan ideal. Pengendalian tekanan darah tinggi dengan obat-obatan
dapat mengacu kepada pedoman yang khusus untuk pengendalian hipertensi dari
perhimpunan profesi. Pengendalian hipertensi dengan cara nonfarmakologis maupun
dengan obat-obatan dapat dilakukan bersamadengan dokter lain atau profesi lain yang
dapat memberikan nasihat mengenai upaya pengontrolan tekanan darah.
c) Pengendalian berat badan berlebih
Berat badan harus dikendalikan hingga mencapai berat badan ideal dengan indeks
masa tubuh < 25 kg/m2. Pengendalian berat badan dilakukan dengan pengendalian
asupan kalori melalui pengaturan diet terarah dan latihan fisik teratur.Kegiatan
pengendalian berat badan dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan dokter
spesialis lain atau pemberi asuhan keperawatan lain.
d) Pengendalian dislipidemia
Pasien-pasien pasca infark miokard, yang sudah diketahui adanya penyakit
kardiovaskuler, atau dengan berbagai faktor risiko yang dapat dianggap pasien
berrisiko tinggi untuk prevensi sekunderdianjurkan terapi statin intensif dengan target
penurunan 50% dari kadar LDL sebelumnya, atau mencapai kadar dibawah 70
mg/dL. Terapi statin dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti ezetimibe, bila
target belum tercapai. Kadar LDL menjadi target terapi utama dan terapi statin dapat
dipadukan dengan pengaturan diet yang dapat dibuat programnya bersama dokter
spesialis gizi medik atau ahli gizi, dan latihan fisik teratur. Bila kadar kolesterol LDL
telah terkontrol maka selanjutnya mengendalikan kadar trigliserida, bila nilainya
abnormal.
e) Pengendalian diabetes melitus.
Diabetes melitus dikendalikan dengan program diet khusus, meningkatkan aktifitas
fisik atau latihan fsik teratur, serta obat-obatan. Tatalaksana pengendalian diabetes
harus mencapai mencapai target yang ditetapkan sesuai pedoman yang ada.
Pelayanan pengendalian diabetes melitus dikolaborasikan dengan dokter spesialis
lain, ahli gizi dan pelatih fisik baik secara terpisah atau terintegrasi dalam klinik
khusus prevensi dan rehabilitasi kardiovaskuler
f) Pengendalian hidup sedentary / kurang aktivitas fisik.
Untuk mengatasi keadaan kurang aktivitas fisik perlu diberikan program edukasi
khusus, program rehabilitasi yang mencakup peningkatanan motivasi dan pembuatan
program latihan fisik yang nyaman, aman dan efektif hingga dapat mencapai target
aktifitas fisik sedang dengan frekuensi minimal 5 sesi dalam seminggu, minimal 30
menit setiap sesi.
J. Program Posbindu PTM
1) Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana
tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok,
kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam
rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi
masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan
saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.
2) Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT),
lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya
diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan
pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah
disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas.
3) Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali
bagi yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita
gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan Arus Puncak
Ekspirasi dengan peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun.
Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang telah terlatih.
4) Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko
PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk
pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
5) Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat
disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktorresiko PTM 6
bulan sekali bagi penderita. dislipidemia/gangguan lemak dalam darah
minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok
masyarakat tersebut.
6) Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan
Posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko
kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.
7) Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya
dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan
rutin setiap minggu.
8) Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana
dalam penanganan pra-rujukan.
9) Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan
sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA
positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan,
jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil
IVA positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan
IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan
dilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas
10) Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi
kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adalah makin meningkatnya
kasus . PTM adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk
penyakit kronis degeneratif, antara lain penyakit jantung, diabetes melitus (DM),
kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan
tindak kekerasan. Angka kematian PTM meningkat dari 41,7 % pada tahun 1995
menjadi 59,5 % pada tahun 2007 ( Riskesdas 2007 ).
Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha. Masyarakat
diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan,
dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk mengenali masalah di wilayahnya,
mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahannya sendiri
berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Dalam menentukan prioritas masalah,
merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai kegiatan, masyarakat perlu
dilibatkan sejak awal. Potensi dan partisipasi masyarakat dapat digali dengan
maksimal, sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan
kegiatan Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui Posbindu
PTM. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di
masyarakat.
Penyakit kardiovaskular mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka
morbiditas yang tinggi serta dapat menurunkan produktifitas penderitanya,
menurunkan kualitas hidup dan sering mengalami perawatan ulangan.1, 2 padahal
penyakit kardiovaskular pada umumnya merupakan penyakit yang sangat ideal untuk
dilakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya
jangka panjang, tetapi kejadian kegawatan bisa muncul mendadak, dapat
menyebabkan kematian dan morbiditas yang tinggi, dan memerlukan biaya
pengobatan yang tinggi. Namun sebagian besar upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui upaya perubahan pola hidup.
DAFTAR PUSTAKA
(1) RAMPENGAN SH. Buku praktis kardiologi. 2013. 118–139 p.

Anda mungkin juga menyukai