Oleh:
183110260
2.C
DOSEN PEMBIMBING:
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia serta nikmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya, shalawat
beriringan salam kita hadiahkan kepada nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun kita dari zaman kebodohan ke zaman yang terang benderang
seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Kami sebagai penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik beserta saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini
Demikian pengantar dari penulis, harapan kami agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan diterima sebagai perwujudan dalam dunia
kesehatan. Dan juga dapat digunakan sebagaimana semestinya, semoga kita semua
mendapat faedah serta diterangi hatinya dalam setiap menuntun ilmu yang berguna
baik di dunia maupun di akhirat.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………..….
B. Tujuan ……………………………...…………………….….….….
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………....
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian faktor risiko serta target yang harus dicapai dapat mengikuti pedoman
yang sudah tersedia dan sesuai untuk hal tersebut baik dari organisasi dari luar
Indonesia (Eropa, Amerika Serikat) maupun dari PERKI sendiri. Target Pengendalian
Faktor Risiko:
a) Berhenti merokok
Pasien pasca penyakit yang didasari proses atherosklerosis, individu yang mempunyai
faktor risiko atau yang sehat harus berhenti total merokok baik rokok konvensional
maupun elektrik, serta menghindarkan diri dari lingungan yang penuh asap rokok.
Upaya berhenti merokok harus komprehensif, diberikan motivasi yang kuat dan terus
menerus, ditemukan masalah dan alasan merokok dan digali motivasi untuk berhenti
merokok secara seksama, tanpa terkesan menyalahkan
b) Pengendalian hipertensi.
Tekanan darah harus terkontrol dengan target sesuai dengan penyakit penyertanya.
Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non farmakologis seperti
pembatasan asupan garam, latihan fisik intensitas sedang yang teratur, dan dengan
mencapai berat badan ideal. Pengendalian tekanan darah tinggi dengan obat-obatan
dapat mengacu kepada pedoman yang khusus untuk pengendalian hipertensi dari
perhimpunan profesi. Pengendalian hipertensi dengan cara nonfarmakologis maupun
dengan obat-obatan dapat dilakukan bersamadengan dokter lain atau profesi lain yang
dapat memberikan nasihat mengenai upaya pengontrolan tekanan darah.
c) Pengendalian berat badan berlebih
Berat badan harus dikendalikan hingga mencapai berat badan ideal dengan indeks
masa tubuh < 25 kg/m2. Pengendalian berat badan dilakukan dengan pengendalian
asupan kalori melalui pengaturan diet terarah dan latihan fisik teratur.Kegiatan
pengendalian berat badan dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan dokter
spesialis lain atau pemberi asuhan keperawatan lain.
d) Pengendalian dislipidemia
Pasien-pasien pasca infark miokard, yang sudah diketahui adanya penyakit
kardiovaskuler, atau dengan berbagai faktor risiko yang dapat dianggap pasien
berrisiko tinggi untuk prevensi sekunderdianjurkan terapi statin intensif dengan target
penurunan 50% dari kadar LDL sebelumnya, atau mencapai kadar dibawah 70
mg/dL. Terapi statin dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti ezetimibe, bila
target belum tercapai. Kadar LDL menjadi target terapi utama dan terapi statin dapat
dipadukan dengan pengaturan diet yang dapat dibuat programnya bersama dokter
spesialis gizi medik atau ahli gizi, dan latihan fisik teratur. Bila kadar kolesterol LDL
telah terkontrol maka selanjutnya mengendalikan kadar trigliserida, bila nilainya
abnormal.
e) Pengendalian diabetes melitus.
Diabetes melitus dikendalikan dengan program diet khusus, meningkatkan aktifitas
fisik atau latihan fsik teratur, serta obat-obatan. Tatalaksana pengendalian diabetes
harus mencapai mencapai target yang ditetapkan sesuai pedoman yang ada.
Pelayanan pengendalian diabetes melitus dikolaborasikan dengan dokter spesialis
lain, ahli gizi dan pelatih fisik baik secara terpisah atau terintegrasi dalam klinik
khusus prevensi dan rehabilitasi kardiovaskuler
f) Pengendalian hidup sedentary / kurang aktivitas fisik.
Untuk mengatasi keadaan kurang aktivitas fisik perlu diberikan program edukasi
khusus, program rehabilitasi yang mencakup peningkatanan motivasi dan pembuatan
program latihan fisik yang nyaman, aman dan efektif hingga dapat mencapai target
aktifitas fisik sedang dengan frekuensi minimal 5 sesi dalam seminggu, minimal 30
menit setiap sesi.
J. Program Posbindu PTM
1) Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana
tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok,
kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam
rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi
masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan
saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.
2) Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT),
lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya
diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan
pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah
disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas.
3) Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali
bagi yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita
gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan Arus Puncak
Ekspirasi dengan peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun.
Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang telah terlatih.
4) Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko
PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk
pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
5) Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat
disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktorresiko PTM 6
bulan sekali bagi penderita. dislipidemia/gangguan lemak dalam darah
minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok
masyarakat tersebut.
6) Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan
Posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko
kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.
7) Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya
dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan
rutin setiap minggu.
8) Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana
dalam penanganan pra-rujukan.
9) Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan
sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA
positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan,
jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil
IVA positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan
IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan
dilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas
10) Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi
kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adalah makin meningkatnya
kasus . PTM adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk
penyakit kronis degeneratif, antara lain penyakit jantung, diabetes melitus (DM),
kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan
tindak kekerasan. Angka kematian PTM meningkat dari 41,7 % pada tahun 1995
menjadi 59,5 % pada tahun 2007 ( Riskesdas 2007 ).
Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha. Masyarakat
diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan,
dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk mengenali masalah di wilayahnya,
mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahannya sendiri
berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Dalam menentukan prioritas masalah,
merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai kegiatan, masyarakat perlu
dilibatkan sejak awal. Potensi dan partisipasi masyarakat dapat digali dengan
maksimal, sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan
kegiatan Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui Posbindu
PTM. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di
masyarakat.
Penyakit kardiovaskular mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka
morbiditas yang tinggi serta dapat menurunkan produktifitas penderitanya,
menurunkan kualitas hidup dan sering mengalami perawatan ulangan.1, 2 padahal
penyakit kardiovaskular pada umumnya merupakan penyakit yang sangat ideal untuk
dilakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya
jangka panjang, tetapi kejadian kegawatan bisa muncul mendadak, dapat
menyebabkan kematian dan morbiditas yang tinggi, dan memerlukan biaya
pengobatan yang tinggi. Namun sebagian besar upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui upaya perubahan pola hidup.
DAFTAR PUSTAKA
(1) RAMPENGAN SH. Buku praktis kardiologi. 2013. 118–139 p.