PENDAHULUAN
1
merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki oleh psikiater. Wawancara
merupakan alat untuk mendapatkan data juga harus bersifat terapetik. Selama melakukan
wawancara, kita harus mengidentifikasi psikopatologi yang terdapat pada pasien,
menginterpretasikan psikopatologi itu ke dalam suatu gejala atau sindroma klinik yang
esensial untuk dapat menegakkan diagnosis melalui suatu proses yang efisien. Untuk itu,
menarik diulas kembali melalui berbagai referensi artikel terkhusus pada wawancara
psikiatri, anamnesis dan pemeriksaan status mental.
BAB II
2
ISI
Saraf kranial atau dalam bahasa latin dikenal dengan Nervus Craniales ialah 12
pasang saraf pada manusia yang mencuat langsung dari otak manusia. Berbeda dengan saraf
spinal yang menonjol dari tulang belakang manusia. Pasangan saraf kranial ditandai nomor
sesuai dengan posisinya dari depan sampai belakang.
Saraf kranial adalah bagian dari susunan sistem saraf tepi, selain letaknya yang berdempetan
dengan sistem saraf pusat (SSP). Saraf kranial sendiri terhubung ke organ-organ tubuh
manusia, seperti mata, telinga, hidung, dan tenggorokan.
Saraf kranial tergolong dalam sistem saraf sadar dengan 12 pasang saraf yang terdiri
dari 3 pasang saraf jenis sensorik, 5 pasang saraf jenis motorik, dan 4 pasang saraf jenis
gabungan, berikut pemaparannya.
3
olfaktori). dan termasuk jenis saraf sensoris. Saraf olfaktori membawa rangsangan bau
untuk indera penciuman dari hidung ke otak.
Pemeriksaan :
c. Mencuci tangan
d. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan pada
rongga hidung
h. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung yang satunya
a. Diperiksa dari mata yang kanan, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak
tangan atau penutup mata
b. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai
dengan membaca dari atas ke bawah semampunya
a. Jika pasien tidak dapat membaca huruf, atau bila pasien tidak dapat membaca huruf
yang paling atas atau terbesar maka pemeriksaan dilakukan pemeriksaan hitungan jari
b. Pasien disuruh menghitung jari si pemeriksa yang mata normal dapat dilihat pada jarak
60 meter
4
c. Mulai hitung jari pada jarak 6 meter (tulis 6/60). Bila tidak terlihat, maka maju 1 meter
ke depan
a. Bila pasien tidak dapat menghitung jari, maka pasien disuruh melihat gerakan tangan
si pemeriksaan yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter
b. Gerakan tangan dilakukan maksimal pada jarak 1 meter, tajam penglihatan 1/300
b. Jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka visus 1/~. Visus 0 bila dengan
senter tidak dapat melihat lagi
b. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan kiri, pemeriksa
menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan
c. Meminta penderita menutup mata kanannya dengan telapak tangan kanan, pemeriksa
menutup mata kiri dengan telapak tangan kirinya
d. Memberitahukan terlebih dahulu kepada penderita supaya mengatakan “ya” pada saat
mulai melihat objek
e. Menggerakkan ujung jari pemeriksa perlahan-lahan dari perifer ke sentral dan dari
delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa
a. Meminta pasien membaca angka atau mengikuti lengkungan garis yang terdapat pada
buku Ishihara yang ditunjuk
b. Membuat kesimpulan apakah pasien normal, buta warna, buta warna parsial atau buta
warna total
5
Adalah saraf gabungan, yakni jenis saraf sensoris dan motoris, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke
seluruh otot bola mata, otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada
mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot dari otot mata yang terinervasi ke
otak.
c. Mencuci tangan
g. Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan penderita (nistagmus)
i. Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke depan selama satu
menit
Pemeriksaan pupil
m. Melihat diameter pupil dan bentuk bulatan pupil serta membandingkan pupil kanan
dan pupil kiri
n. Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya direk : menyorotkan cahaya ke arah pupil
lalu mengamati perubahan diameter pupil dan mengamati perubahan diameter pupil
saat cahay dialihkan dari pupil
6
o. Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya indirek : mengamati perubahan pupil mata
yang tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan cahaya
langsung
Pemeriksaan :
3. Mencuci tangan
pemeriksaan motorik
7
8. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi pipi dan rahang
bawah
9. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi pipi dan rahang bawah
13. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu penderita
14. Mengetuk jari telunjuk huruf memeriksa dengan Jari tengah tangan kanan pemeriksa
atau dengan palu refleks
Pemeriksaan :
3. Mencuci tangan
pemeriksaan motorik
5. Memeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan Apakah simetris atau
tidak
6. Pemeriksa mengamati lipatan dan tinggi alis lebar celah mata lebar dan kulit
nasolabial dan sudut mulut
8
7. Pemeriksaan mengamati Apakah dagu tampak simetris
1. Mengerutkan dahi
2. Mengangkat alis
3. Menutup mata
4. Memonyongkan bibir
5. pemeriksaan viscerosensorik
10. Meletakkan gula,asam, garam atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan kanan
dari dua pertiga bagian depan lidah
11. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik kertas
A. .Bagian koklear atau auditori memberikan informasi dari reseptor untuk indera
pendengaran dalam organ korti telinga ke nuclei koklear pada medulla, lalu ke
kolikuli inferior, bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian
ke area auditori pada lobus temporal.
Pemeriksaan :
3. Mencuci tangan
9
Tes Rinne dilakukan dengan cara meletakkan suatu garputala frekuensi tinggi (512
Hz) yang bergetar pada tulang mastoid pasien dan meminta kepada pasien untuk
memberitahu kapan getaran garputala tersebut tidak terdengar lagi, kemudian dengan
cepat garputala tersebut diletakkan 1–2 sentimeter di depan liang telinga, dan
kemudian bertanya kembali kepada pasien apakah getaran tersebut masih dapat
terdengar.
Jika mereka tidak mampu mendengar garputala setelah tes mastoid, hal itu berarti
konduksi tulang lebih besar daripada konduksi udara. Hal ini mengindikasikan adanya
suatu hambatan getaran suara mulai dari liang telinga, telinga tengah, hingga koklea
(misal: adanya tuli konduksi).
Pada tuli sensorineural kemampuan mendengar garputala baik oleh konduksi tulang dan
udara mengalami penurunan. Pasien dengan tuli sensorineural hearing biasanya dapat
mendengar lebih baik pada proses mastoid daripada proses udara, namun
mengindikasikan adanya suara yang terhenti lebih cepat daripada pasien dengan tuli
konduksi.
Pegang garpu tala pada bagian tangkai. Getarkan garpu tala dengan cara mengetukkannya
secara perlahan ke punggung tangan anda disekitar buku-buku jari atau dengan mengosok
diantara ibu jari dan jari telunjuk. Tindakan ini harus dilakukan sampai garpu tala
berdering lembut. Letakkan tangkai garpu tala yang berdenging di atas kepala klien dan
tanyakan di mana klien dapat mendengatkan bunyi garpu tala, atau dibagian telinga mana
terdengar bunyi lebih keras.
Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut
- Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras : tidak ada lateralisasi
- Normal : tdk ada lateralisasi. Suara terdengar pada kedua telinga atau terfokus
pada tengah-tengah kepala
- Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit
- Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat
6. Melakukan pemeriksaan swabach
Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan , lalu tangkainya diletakkan pada pada planum
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar bunyi sesegera mungkin garpu
tala dipindahkan ke planum mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih
dapat mendengar bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila
penderita tidak mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu
schwabach memendek atau normal.
10
Untuk membedakan hal tersebut maka uji dilakukan dengan dibalik, yaitu garpu tala
diletakkan pada planum mastoid penderita dahulu baru ke pemeriksa dengan prosedur
yang sama. Apabila pemeriksa tidak dapat mendengar berarti sama-sama normal, namun
bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi maka disebut Schwabach memendek.
Interpretasi :
Normal : Schwabach Normal
Tuli Konduksi : Schwabach Memanjang
Tuli Sensoris Neural : Schwabach Memendek
- Uji Romberg : berdiri, tangan dilipat di dada, mata ditutup, dapat dipertajam (Sharp
Romberg) dengan memposisikan kaki tandem depan belakang, lengan dilipat di dada,
mata tertutup. Pada orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik.
- Uji berjalan (stepping test) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah
melebihi jarak 1 meter dan badan berputar lebih dari 30° berarti sudah terdapat
gangguan kesimbangan.
11
diganggu, jadi hanya organ vestibuler saja yang bekerja, bila terdapat pemanjangan
ayun tubuh berarti terjadi gangguan keseimbangan.
3. Mencuci tangan
9. Sentuh bagian belakang lidah atau dinding faring kanan dan kiri
12
spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron
sensorik yang membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf
motorik.
Pemeriksaan :
3. Mencuci tangan
pemeriksaan m sternocleidomastoideus
Pemeriksaan :
3. Mencuci tangan
5. Meminta pasien membuka mulut dalam melakukan inspeksi lidah dalam keadaan
diam, lihat ada kelumpuhan lidah atau tidak
6. Meminta pasien menjulurkan lidah dan melakukan inspeksi lidah dalam keadaan
dijulurkan
13
7. Palpasi lidah untuk melihat kekuatan dan trofi otot
Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul
sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang
terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang muncul pada orang normal
disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan
refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah yang dapat
dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf
dari refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan
neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,
kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot
anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Interpretasi
pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga
tingkatannya.
1. Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi
lengan pada sendi siku.
2. Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
3. Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os symmetric posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku
dan supinasi karena kontraksi m.brachiradialis.
4. Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi
m.pronator quadrates.
14
5. Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar
fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.
6. Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi
longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.
7. Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi
reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung.
8. Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi tungkai fleksi
di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
9. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip (N IV & VII )
10. Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N
IX & X )
12. Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi
yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
13. Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )
14. Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan
kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )
15. Reflek Moro : Refleks memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
16. Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke
jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki
meregang / aduksi ektensi )
Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu
normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul,
lebih reliable dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada
ekstremitas atas.
15
Dasar pemeriksaan refleks
1. Selain dengan jari - jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga
dengan menggunakan reflex hammer.
2. Pasien harus dalam posisi enak dan santai
3. Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung
1. Refleks Tromner
Cara: pada jari tengah gores pada bagian dalam
+ : bila fleksi empat jari yang lain
2. Refleks Hoffman
Cara : pada kuku jari tengah digoreskan
+ : bila fleksi empat jari yang lain
3. Leri : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan
diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas. Respon : tidak terjadi
fleksi di sendi siku.
4. Mayer : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon :
tidak terjadi oposisi ibu jari.
Jenis Refleks Patologis Untuk Ekstremitas Inferior adalah sebagai berikut :
1. Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> + bila dorsofleksi ibu
jari, dan abduksi ke lateral empat jari lain
2. Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial ==> + sama dengan Babinski
3. Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari tengah dan jari telunjung di
sepanjang os tibia/cruris==> + sama dgn Babinski
4. Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras==> + sama dengan
babinski
5. Schaeffer : pencet/ remas tendo achilles ==> + sama dengan Babinski
6. Gonda : fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas ==> + sama dengan
Babinski
7. Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal ==> + sama dengan
babinski
8. Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinski
9. Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada
sendi interfalangeal.
10. Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum.
Respon : seperti rossolimo.
16
Bila selaput otak meradang atau di rongga subarakhnoid terdapat benda asing, maka
hal ini dapat merangsang selaput otak dan terjadilah iritasi menigeal. Manifestasi subjektif
dari keadaan ini adalah keluhan yang dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia
dan hiperakusis (peka terhadap suara). Pemeriksaan rangsang meningeal berupa pemeriksaan
kaku kuduk, tanda Lassegue, Kernig, Brudzinski I dan Brudzinski II.
A. KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalah pasien berbaring telentang tanpa
bantal.
2 Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan kanan
berada diatas dada pasien.
3. Rotasikan kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan pasien sedang dalam
keadaan rileks . 4. Tekukkan (fleksikan) kepala pasien secara pasif dan usahakan agar
dagu mencapai dada.
5. Melakukan Interpretasi: Kaku kuduk negatif (normal. Kaku kuduk positif (abnormal)
bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada. Meningismus apabila pada saat
kepala dirotasikan ke kiri, ke kanan, dan di-fleksi-kan, terdapat tahanan.
B. KERNIG’S SIGN
2. Fleksikan salah satu paha pasien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat.
3. Ekstensikan tungkai bawah sisi yang sama pada persendian lutut sampai membuat sudut
135 derajat atau lebih.
4. Lakukan Interpretasi: Kernig’s sign: negatif = Normal, apabila ektensi lutut mencapai
minimal 135 derajat) Kernig’s sign positif = Abnormal, yaitu apabila tidak dapat
mencapai 135 derajat atau terdapat rasa nyeri.
5. Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan interpretasikan hasilnya.
C. BRUDZINSKI I
1. Pasien berbaring telentang tanpa bantal kepala. Pemeriksa berada di sebelah kanan
pasien.
2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas dada kemudian lakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada pasien sejauh mungkin.
3. Lakukan Interpretasi :
17
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak terjadi fleksi
involunter kedua tungkai pada sendi lutut Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi
fleksi involunter kedua tungkai pada sendi lutut.
D. BRUDZINSKI II
2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudiansecara pasif lakukan fleksi maksimal
pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi
(lurus).
3 Lakukan Interpretasi :Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yang dalam posisi
ekstensi terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut. Brudzinski II negatif
(normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
4 Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya. Interpretasikan hasil pemeriksaan
Anda.
E. BRUDZINSKI III
3. Lakukan Interpretasi: Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter
kedua ekstremitas superior pada sendi siku. Brudzinski III negatif (normal) apabila
tidak terjadi apaapa saat penekanan os zygomaticus.
F. BRUDZINSKI IV
2.5 Status Mental (mood) dan Kesadaran pada Dewasa dan Anak
18
Nilai GCS digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien yang mengalami
cedera kepala saja, namun saat ini digunakan juga untuk memberikan pertolongan medis
darurat. Terdapat objek yang akan diperiksa untuk menentukan nilai GCS yaitu mata, respon
verbal, dan gerakan tubuh.
Tingkat kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma, namun
dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian tingkat kesadaran
dan nilai GCS yang mewakilinya:
1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien
terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis adalah 15-14.
2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan terhadap
lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut berhenti,
maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7.
5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan
melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien tidak
dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan
baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana pasien
tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat
dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan terlihat
refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan
nyeri tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.
7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam kondisi
ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga respons terhadap
rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.
19
Metode GCS adalah metode untuk menilai tingkat kesadaran yang sudah ada sejak
tahun 1974. Metode ini diperkenalkan oleh Graham Teasdale dan Bryan Jennett. Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya bahwa cara mengukur tingkat kesadaran adalah dengan cara
memeriksa tiga aspek yaitu mata, respons verbal, dan gerakan tubuh.
Cara mengukur nilai GCS pada orang dewasa tentunya berbeda dengan cara
mengukur nilai GCS pada anak-anak. Pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dapat diberikan
berbagai jenis GCS. Penilaian tingkat kesadaran ini disebut Children’s Coma Scale (CCS).
CCS digunakan untuk anak yang belum bisa berbicara atau bergerak sebaik orang
dewasa. Metode ini akan menentukan seberapa baik anak membuka matanya sendiri,
mengoceh, dan menangis.
Berikut adalah nilai GCS berdasarkan respons yang diberikan pasien dewasa maupun
bayi atau anak-anak.
1. Mata
2. Respons verbal
Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta mengalami
disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
3. Gerakan tubuh
20
Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan
rasa nyeri.
1. Mata
2. Respons verbal
Nilai (2) untuk menangis sangat lemah atau merintih ketika diberikan rangsangan
nyeri.
3. Gerakan tubuh
Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan atau dapat
bergerak spontan.
Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan sentuh.
Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
21
Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan
rasa nyeri.
Sedangkan jika pada pemeriksaan mata pasien mendapat nilai 1, pada pemeriksaan
respons verbal mendapatkan nilai 1, dan pada pemeriksaan gerak tubuh mendapat nilai 1,
maka totalnya adalah 3. Nilai GCS mewakili kondisi tingkat kesadaran terendah yang artinya
pasien sedang mengalami koma.
22
2. Halusinasi visual,Tipe halusinasi visual adalah sensasi seperti melihat
objek, pola, orang, atau cahaya yang tidak nyata. Contohnya, Anda
mungkin melihat seseorang di suatu ruangan atau cahaya yang tidak dapat
dilihat orang lain.
3. Halusinasi olfaktori:Tipe halusinasi ini meliputi indra penciuman (pengidu)
Anda. Contohnya, Anda merasa bahwa tubuh Anda berbau kurang sedap
walau sebenarnya tidak ada bau apa-apa. Bau yang Anda cium mungkin
berbau sedap maupun tidak sedap.
4. Halusinasi gustatory,Tipe halusinasi ini melibatkan indra pegecap Anda.
Tidak seperti halusinasi olfaktori, rasa yang Anda kecap pada halusinasi
gustatori sering kali tidak sedap. Halusinasi gustatori sering terjadi pada
orang dengan epilepsi.
5. Halusinasi taktil,halusinasi taktil berhubungan perasaan sentuhan atau
pergerakan pada tubuh. Contohnya, Anda dapat merasakan serangga
merayapi punggung Anda atau tangan yang menyentuh tubuh Anda. Anda
juga mungkin merasa organ dalam Anda bergerak-gerak.
6. Halusinasi temporer,seseorang dapat mengalami tipe halusinasi ini apabila
hubungan mereka dengan orang lain baru saja berakhir atau apabila orang
terdekat baru saja meninggal dunia. Anda mungkin mendengar suara atau
melihat orang terdekatnya dalam waktu yang singkat. Halusinasi temporer
akan menghilang begitu rasa sakit karena kehilangan mereda.
7. Halusinasi proprioseptif,Tipe halusinasi ini meliputi perasaan di mana Anda
mengalami sensasi seperti mengambang, terbang, atau keluar dari tubuh.
Sebagai tambahan, halusinasi proprioseptif membuat Anda kesulitan
mengontrol badan sendiri.
Perilaku dan aktivitas psikomoter
1. Katalepsi adalah suatu keadaan abnormal yang ditandai oleh gangguan
kesadaran, sikap, dan otot tubuh. Penderita katalepsi tetap
mempertahankan posisi tubuh atau anggota tubuh untuk jangka waktu
yang cukup lama. Posisi tersebut dapat dengan mudah diubah ke posisi
lain, tetapi setiap posisi baru akan tetap dipertahankannya sampai diubah
lagi oleh orang lain. Gejala ini biasa disebut Katatonia.
2. Depresi Katatonik biasanya memiliki gejala depresi khas Katatonik,
seperti: gerakan yang tidak biasa, ketidakmampuan mengkonsumsi
makanan dan minuman, dan imobilitas. Mereka mungkin mengalami
kesulitan menyelesaikan tugas sederhana, seperti duduk di tempat tidur,
atau meninggalkan tempat tidur. Tapi mereka mungkin juga mengalami
kesulitan mengganti pakaian mereka atau bahkan pergi ke toilet. Gejala
Depresi Katatonik membuat sulit untuk memiliki percakapan normal
untuk mereka dan untuk Anda
Sikap dan perilaku
23
1. Hipoaktif adalah kebalikan dari hyperseks. Wanita yang mengalami
gangguan ini memiliki hasrat bercinta yang rendah. Dilansir Grid.ID dari
laman dailymail lebih lanjut menjelakan tentang hal ini.
2. Hiperaktif adalah suatu kondisi yang banyak dialami anak-anak.
Kondisi tersebut paling mudah ditunjukkan melalui sikap anak yang
seolah tidak bisa diam dan tenang. Tak cuma pada anak-anak,
rupanya hiperaktif adalah gangguan yang juga dialami orang dewasa.
3. Kooperatif adalah: bersifat kerja sama
4. Nonkooperaktif adalah tidak bias diajak kerja sama
Mood
1. Disforik keadaan tidak tenang/gelisah atau ketidakpuasan yang
mendalam. Dalam konteks kejiwaan, disforia dapat disertai dengan
adanya depresi, kecemasan, atau agitasi.
2. Euphoria perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan.
Bentuk pikir
1. Autistic gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan
penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain
2. Irrelevan pasien tidak nyambung saat diajak bicara
3. Echolalia adalah penyakit mntal namun terjadi pada anak
normal,penyakitnya akan hilang saat anak sudah masuk usia 3-5 tahun
ditandai dngan kemampuan berbicara yang bertambah,sering terjadi
pada orang yang stress dan gugup
4. Echopraxia Ekopraksia adalah kelainan pada gerakan motorik yang
ditandai dengan reaksi meniru gerakan-gerakan sederhana dari orang-
orang di sekitarnya secara otomatis. Ekopraksia biasanya dapat ditemui
pada penderita katatonia atau skizofrenia, namun penderita demensia
juga dapat menunjukkan rekasi serupa
Afek
1. Appropriate adalah respon emosional seseorang yang menunjukkan
keadaan sebenarnya misalnya,ketika seseorang sedih dia menceritakan
dengan raut muka yang sedih
2. Inappropriate adalah respon emosional seseorang yang menunjukkan
keadaan yang sebaliknya.
Kesan umum
1. Tampak jenis kelamin.
2. Tampak usia
3. Kemampuan bicara
4. Pandangan
24
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pemeriksaan mental merupakan pengkajian tingkat kesadaran dan mood seseorang.
Dalam pengkajian ini meliputi pengkajian nervus cranialis, pengkajian reflek fisiologis,
reflek patologis dan reflek selaput otak.
1.2 Saran
Seorang perawat dalam membuat pengkajian harus memperhatikan secara detail dan
teliti prosedur sesuai standar, sehingga dapat meminimalisir resiko atau kesalahan hasil
pengkajian.
25
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/283039298/Pemeriksaan-Status-Mental
https://pengajar.co.id/12-saraf-kranial-pengertian-jenis-gangguan-dan-cara-pemeriksaannya/
https://docplayer.info/71698517-Pemeriksaan-rangsang-meningeal-bila-selaput-otak-
meradang-atau-di-rongga-subarakhnoid-terdapat-benda-asing-maka-hal-ini-dapat-
merangsang-selaput.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2017/08/MANUAL-6-CSL-
IV-NEUROLOGI.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Tes_Rinne
https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/04/vestibular-disorders/
26
27