Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang
yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/ disability) di dalam satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu
adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak
semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat (Maslim,
2013). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain,
merusak atau menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk., 2005). Menurut Badan Kesehatan
Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa.
Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22
persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009)
Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari segala segi kejiwaan dari manusia dalam keadaan sehat maupun sakit.
Tujuan psikiatri untuk meneliti proses terjadinya, menegakkan diagnosa, merencanakan,
melaksanakan pengelolaan dan pengobatan dari segala macam gangguan dan penyakit
jiwa termasuk segala tingkah laku manusia. Selain itupsikiatri bertujuan untuk melakukan
pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, serta rehabilitasi dari penderita sehingga
meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia (Grebb et al., 2007)
Tujuan dari pemeriksaan psikiatri adalah untuk memperoleh informasi yang dapat
digunakan oleh pemeriksa untuk menegakkan diagnosis pemeriksaan . Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap pasien (autoanamnesis) maupun
dengan orang lain yang dekat dengan pasien (alloanamnesia) ataupun dengan observasi
terhadap keadaan, perilaku maupun tingkah lakunya dimana semuanya memberikan
makna yang penting dalam hal penegakan suatu diagnosis. Dengan ditegakkannya suatu
diagnosis maka seorang dokter dapat membuat suatu perkiraan mengenai prognosis suatu
penyakit dan tentu saja menentukan respon dokter tersebut terhadap jenis dan macam
pengobatan yang akan diberikan terhadap suatu pasien(Gleadle, 2007).
Pemeriksaan status mental adalah kumpulan data yang sistematis berdasarkan
pengamatan perilaku pasien selama wawancara. Tujuan dari pemeriksaan status mental
adalah mendapatkan bukti gejala-gejala saat ini dan tanda-tanda gangguan mental yang
mungkin diderita oleh pasien. Selain itu didapatkan pula bukti mengenai wawasan pasien,
nilai-nilai dan kemampuan pemikiran abstrak untuk memberitahukan keputusan mengenai
strategi terapi dan pilihan tempat terapi yang sesuai (Gleadle, 2007).
Pemeriksaan psikiatri berbeda dengan pemeriksaan medis umum karena pasien
tidak sepenuhnya memiliki kemampuan untuk menyadari adanya gangguan psikiatri.
Pasien dapat datang dengan beberapa keluhan somatik. Dokter meremehkan keberadaan
gangguan mental, bahkan tidak yakin bahwa gangguan psikiatri sebagai gangguan medis
yang nyata dan hanya menfokuskan pada keluhan fisik.Wawancara psikiatri yang baik

1
merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki oleh psikiater. Wawancara
merupakan alat untuk mendapatkan data juga harus bersifat terapetik. Selama melakukan
wawancara, kita harus mengidentifikasi psikopatologi yang terdapat pada pasien,
menginterpretasikan psikopatologi itu ke dalam suatu gejala atau sindroma klinik yang
esensial untuk dapat menegakkan diagnosis melalui suatu proses yang efisien. Untuk itu,
menarik diulas kembali melalui berbagai referensi artikel terkhusus pada wawancara
psikiatri, anamnesis dan pemeriksaan status mental.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara pengkajian pada nervus cranialis?
2. Bagaimana cara pengkajian pada reflek fisiologis?
3. Bagaimana cara pengkajian pada reflek patologis?
4. Bagaimana cara pengkajian pada reflek rangsangan selaput otak?
5. Bagaimana cara pengkajian fisik status mental (mood) dan kesadaran pada dewasa dan
anak?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui bagaimana cara pengkajian pada nervus cranial


2. Untuk mengetahui bagaimana cara pengkajian pada reflek fisiologis
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengkajian pada reflek patologis
4. Untuk mengetahui bagaimana cara pengkajian pada reflek rangsangan selaput otak
5. Untuk mengetahui bagaimana cara pengkajian fisik status mental (mood) dan
kesadaran pada dewasa dan anak

BAB II

2
ISI

2.1 Nervus Cranialis (Saraf Kranial)

Saraf kranial atau dalam bahasa latin dikenal dengan Nervus Craniales ialah 12
pasang saraf pada manusia yang mencuat langsung dari otak manusia. Berbeda dengan saraf
spinal yang menonjol dari tulang belakang manusia. Pasangan saraf kranial ditandai nomor
sesuai dengan posisinya dari depan sampai belakang.

Saraf kranial adalah bagian dari susunan sistem saraf tepi, selain letaknya yang berdempetan
dengan sistem saraf pusat (SSP). Saraf kranial sendiri terhubung ke organ-organ tubuh
manusia, seperti mata, telinga, hidung, dan tenggorokan.

Saraf kranial tergolong dalam sistem saraf sadar dengan 12 pasang saraf yang terdiri
dari 3 pasang saraf jenis sensorik, 5 pasang saraf jenis motorik, dan 4 pasang saraf jenis
gabungan, berikut pemaparannya.

1. Saraf I (Nervus Olfaktorius)


Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas sarafnya menjulur ke
bulbus olfaktorius dan melewati traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus

3
olfaktori). dan termasuk jenis saraf sensoris. Saraf olfaktori membawa rangsangan bau
untuk indera penciuman dari hidung ke otak.

Pemeriksaan :

a. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

b. Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan di periksa

c. Mencuci tangan

d. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan pada
rongga hidung

e. Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung

f. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya : ekstrak kopi,


ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang hidung yang terbuka

g. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya

h. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung yang satunya

i. Melaporkan hasil pemeriksaan n. Olfaktorius

2. Saraf II (Nervus Optikus)


Saraf ini bekerja membawa impuls (rangsangan) dari sel kerucut dan sel batang di
retina mata untuk dibawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic di bola mata.
Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga kranial
melewati foramen optic. Nervus Optikus termasuk jenis saraf sensoris.

A. Pemeriksaan visus dengan snellen chart

a. Diperiksa dari mata yang kanan, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak
tangan atau penutup mata

b. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai
dengan membaca dari atas ke bawah semampunya

c. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca

B. Pemeriksaan visus dengan hitung jari

a. Jika pasien tidak dapat membaca huruf, atau bila pasien tidak dapat membaca huruf
yang paling atas atau terbesar maka pemeriksaan dilakukan pemeriksaan hitungan jari

b. Pasien disuruh menghitung jari si pemeriksa yang mata normal dapat dilihat pada jarak
60 meter

4
c. Mulai hitung jari pada jarak 6 meter (tulis 6/60). Bila tidak terlihat, maka maju 1 meter
ke depan

C. Pemeriksaan visus dengan gerakan tangan

a. Bila pasien tidak dapat menghitung jari, maka pasien disuruh melihat gerakan tangan
si pemeriksaan yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter

b. Gerakan tangan dilakukan maksimal pada jarak 1 meter, tajam penglihatan 1/300

D. Pemeriksaan visus dengan senter

a. Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka menggunakan senter

b. Jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka visus 1/~. Visus 0 bila dengan
senter tidak dapat melihat lagi

E. Pemeriksaan lapang pandang

a. Pemeriksan mengambil posisi duduk berhadapan dengan penderita, dengan posisi


mata sama tinggi dengan jarak 60 cm

b. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan kiri, pemeriksa
menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan

c. Meminta penderita menutup mata kanannya dengan telapak tangan kanan, pemeriksa
menutup mata kiri dengan telapak tangan kirinya

d. Memberitahukan terlebih dahulu kepada penderita supaya mengatakan “ya” pada saat
mulai melihat objek

e. Menggerakkan ujung jari pemeriksa perlahan-lahan dari perifer ke sentral dan dari
delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa

f. Membandingkan lapang pandang penderita dengan lapang pandang pemeriksa

F. Pemeriksaan buta warna

a. Meminta pasien membaca angka atau mengikuti lengkungan garis yang terdapat pada
buku Ishihara yang ditunjuk

b. Membuat kesimpulan apakah pasien normal, buta warna, buta warna parsial atau buta
warna total

3. Saraf III (Nervus Occulomotorius)

5
Adalah saraf gabungan, yakni jenis saraf sensoris dan motoris, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke
seluruh otot bola mata, otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada
mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot dari otot mata yang terinervasi ke
otak.

Pemeriksaan occulomotoricus, trochlearis dan abdocent

a. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

b. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

c. Mencuci tangan

Pemeriksaan gerakan bola mata

d. Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola


matanya

e. Menanyakan apakah ada pandangan dobel (diplopia) atau tidak

f. Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan ke


segala arah

g. Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan penderita (nistagmus)

h. Mengamati ada tidaknya hambatan/strabismus pada pergerakan matanya

Pemeriksaan kelopak mata

i. Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke depan selama satu
menit

j. Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama satu menit

k. Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar


celah mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri

Pemeriksaan pupil

l. Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke depan

m. Melihat diameter pupil dan bentuk bulatan pupil serta membandingkan pupil kanan
dan pupil kiri

n. Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya direk : menyorotkan cahaya ke arah pupil
lalu mengamati perubahan diameter pupil dan mengamati perubahan diameter pupil
saat cahay dialihkan dari pupil

6
o. Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya indirek : mengamati perubahan pupil mata
yang tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan cahaya
langsung

p. Memeriksa reflek akomodasi pupil : meminta penderita melihat telunjuk pemeriksa


pada jarak jauh. Kemudian penderita diminta untuk terus melihat telunjuk pemeriksa
yang digerakkan mendekati hidung penderita. Amati gerakan bola mata dan diameter
pupil

4. Saraf IV (Nervus Trochlearis)


Adalah saraf campuran, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan saraf terkecil dari saraf kranial. Neuron motorik berasal dari langit-langit
tengah otak yang membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari
spindle (serabut) otot memberikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.

5. Saraf V(Nervus Trigeminus)


Saraf kranial terbesar, adalah saraf gabungan tetapi beberapa bagian terdiri dari
saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik terutama pada wajah dan rongga
nasal serta rongga oral. Nervus trigeminus mempunyai 3 bagian, yakni:
a. bagian optalmik membawa informasi dari kelopak mata bola mata, kelenjar air mata,
sisi hidung,rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
b. bagian maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan
bibir) dan palatum.
c. bagian mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan
area temporal kulit kepala.

Pemeriksaan :

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

pemeriksaan motorik

4. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya

5. Memeriksa m masseter dan m temporalis

6. Meminta penderita untuk membuka mulut

7. Pemeriksaan mengamati Apakah dagu tampak simetris

pemeriksaan fungsi sensorik

7
8. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi pipi dan rahang
bawah

9. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi pipi dan rahang bawah

pemeriksaan refleks kornea

10. Menyentuh Kornea dengan ujung kapas

11. Mengamati Reflek yang terjadi

pemeriksaan refleks Maseter

12. Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya

13. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu penderita

14. Mengetuk jari telunjuk huruf memeriksa dengan Jari tengah tangan kanan pemeriksa
atau dengan palu refleks

6. Saraf VI (Nervus Abdusen)


adalah saraf campuran, beberapa bagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik yang
berasal dari nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik
membawa informasi proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.

7. Saraf VII (Nervus Fasialis)


adalah saraf campuran. Meuron motorik berada pada nuclei pons. Neuron ini menginervasi
otot ekspresi wajah, dan kelenjar air mata serta kelenjar saliva. Neuron sensorik yang
membawa informasi dari reseptor yang mengecap pada dua pertiganya bagian anterior lidah.

Pemeriksaan :

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

pemeriksaan motorik

4. Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks)

5. Memeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan Apakah simetris atau
tidak

6. Pemeriksa mengamati lipatan dan tinggi alis lebar celah mata lebar dan kulit
nasolabial dan sudut mulut
8
7. Pemeriksaan mengamati Apakah dagu tampak simetris

8. Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sebagai berikut:


menggembungkan pipi

1. Mengerutkan dahi

2. Mengangkat alis

3. Menutup mata

4. Memonyongkan bibir

5. pemeriksaan viscerosensorik

9. Meminta penderita menjulurkan lidah

10. Meletakkan gula,asam, garam atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan kanan
dari dua pertiga bagian depan lidah

11. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik kertas

12. Melaporkan hasil pemeriksaan n.fasialis

8. Saraf VIII (Nervus Vestibulocochlearis)


Terdiri dari saraf sensorik dan mempunyai 2 (dua) cabang, yakni :

A. .Bagian koklear atau auditori memberikan informasi dari reseptor untuk indera
pendengaran dalam organ korti telinga ke nuclei koklear pada medulla, lalu ke
kolikuli inferior, bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian
ke area auditori pada lobus temporal.

B. Cabang vestibular membawa informasi yang saling berkaitan dengan


ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diperoleh dari reseptor
sensorik pada telinga dalam.

Pemeriksaan :

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

Pemeriksaan fungsi pendengaran

4. Melakukan pemeriksaan rinne

9
Tes Rinne dilakukan dengan cara meletakkan suatu garputala frekuensi tinggi (512
Hz) yang bergetar pada tulang mastoid pasien dan meminta kepada pasien untuk
memberitahu kapan getaran garputala tersebut tidak terdengar lagi, kemudian dengan
cepat garputala tersebut diletakkan 1–2 sentimeter di depan liang telinga, dan
kemudian bertanya kembali kepada pasien apakah getaran tersebut masih dapat
terdengar.

Pendengaran normal: Konduksi udara seharusnya lebih besar daripada konduksi tulang


dan pasien seharusnya mampu mendengar garputala yang diletakkan di depan liang
telinga setelah ia tidak mampu lagi mendengarnya di mastoid.
Pendengaran abnormal:

 Jika mereka tidak mampu mendengar garputala setelah tes mastoid, hal itu berarti
konduksi tulang lebih besar daripada konduksi udara. Hal ini mengindikasikan adanya
suatu hambatan getaran suara mulai dari liang telinga, telinga tengah, hingga koklea
(misal: adanya tuli konduksi).
 Pada tuli sensorineural kemampuan mendengar garputala baik oleh konduksi tulang dan
udara mengalami penurunan. Pasien dengan tuli sensorineural hearing biasanya dapat
mendengar lebih baik pada proses mastoid daripada proses udara, namun
mengindikasikan adanya suara yang terhenti lebih cepat daripada pasien dengan tuli
konduksi.

5. Melakukan pemeriksaan tes weber

Pegang garpu tala pada bagian tangkai. Getarkan garpu tala dengan cara mengetukkannya
secara perlahan ke punggung tangan anda disekitar buku-buku jari atau dengan mengosok
diantara ibu jari dan jari telunjuk. Tindakan ini harus dilakukan sampai garpu tala
berdering lembut. Letakkan tangkai garpu tala yang berdenging di atas kepala klien dan
tanyakan di mana klien dapat mendengatkan bunyi garpu tala, atau dibagian telinga mana
terdengar bunyi lebih keras.
Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut
-          Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras : tidak ada lateralisasi
-          Normal : tdk ada lateralisasi. Suara terdengar pada kedua telinga atau terfokus
pada tengah-tengah kepala
-          Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit
-          Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat
6. Melakukan pemeriksaan swabach
Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan , lalu tangkainya diletakkan pada pada planum
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar bunyi sesegera mungkin garpu
tala dipindahkan ke planum mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih
dapat mendengar bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila
penderita tidak mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu
schwabach memendek atau normal.

10
Untuk membedakan hal tersebut maka uji dilakukan dengan dibalik, yaitu garpu tala
diletakkan pada planum mastoid penderita dahulu baru ke pemeriksa dengan prosedur
yang sama. Apabila pemeriksa tidak dapat mendengar berarti sama-sama normal, namun
bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi maka disebut Schwabach memendek.
Interpretasi :
Normal : Schwabach Normal
Tuli Konduksi : Schwabach Memanjang
Tuli Sensoris Neural : Schwabach Memendek

7. Pemeriksaan fungsi keseimbangan

- Uji Romberg : berdiri, tangan dilipat di dada, mata ditutup, dapat dipertajam (Sharp
Romberg) dengan memposisikan kaki tandem depan belakang, lengan dilipat di dada,
mata tertutup. Pada orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik.

- Uji berjalan (stepping test) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah
melebihi jarak 1 meter dan badan berputar lebih dari 30° berarti sudah terdapat
gangguan kesimbangan.

- Pemeriksaan fungsi serebelum : past pointing test, dilakukan dengan merentangkan


tangan diangkat tinggi, kemudian telunjuk menyentuh telunjuk yang lain dengan mata
tertutup. Tes jari hidung, dilakukan dalam posisi duduk, pasien diminta menunjuk
hidung dengan jari dalam keadaan mata terbuka dan tertutup

- Posturografi adalah pemeriksaan keseimbangan yang dapat menilai secara obyektif


dan kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk mendapatkan
gambaran yang benar tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler,
maka input visual diganggu dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan
dengan berdiri diatas alas tumpuan yang tidak stabil. Dikatakan terdapat gangguan
keseimbangan bila terlihat ayun tubuh berlebihan, melangkah atau sampai jatuh
sehingga perlu berpegangan.1Pemeriksaan Posturografi dilakukan dengan
menggunakan alat yang terdiri dari alas sebagai dasar tumpuan yang disebut Force
platform, komputer graficoder, busa dengan ketebalan 10 cm, untuk mengganggu
input proprioseptif, disket data digunakan untuk menyimpan data hasil
pengukuran.Teknik pemeriksaan :Pasien diminta berdiri tenang dengan tumit sejajar di
atas alat, mata memandang ke satu titik di muka, kemudian dilakukan perekaman pada
empat kondisi, masing-masing selama 60 detik. (1) Berdiri di atas alas dengan mata
terbuka memandang titik tertentu, dalam pemeriksaan ini ketiga input sensori bekerja
sama, (2) Berdiri di atas alas dengan mata tertutup, dalam keadaan ini input visual
diganggu, (3) Berdiri di atas alas busa 10 cm dengan mata terbuka, memandang titik
tertentu, dalam keadaan ini input proprioseptif diganggu, (4) Berdiri tenang di atas alas
busa 10 cm dengan mata tertutup, dalam keadaan ini input visual dan proprioseptif

11
diganggu, jadi hanya organ vestibuler saja yang bekerja, bila terdapat pemanjangan
ayun tubuh berarti terjadi gangguan keseimbangan.

9. Saraf IX (Nervus Glosofaringeal)


Adalah saraf campuran. Neuron motorik yang berawal dari medulla dan menginervasi otot
untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi
yang kesinambungan dengan rasa dari pertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari
faring dan laring. Neuron juga membawa informasi menyangkut tentang tekanan darah dari
reseptor sensorik dalam pembuluh darah.

Pemeriksaan Glosofaringeal dan Vagus

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

4. Menanyakan pasien dapat menelan atau tidak tersedak

5. Penderita diminta untuk membuka mulutnya

6. Dengan cepat tekan lidah ke arah bawah

7. Minta penderita untuk mengucapkan 'a-a-a' panjang

8. Perhatikan bentuk ovula dan lengkung langit-langit

9. Sentuh bagian belakang lidah atau dinding faring kanan dan kiri

10. Perhatikan Respon yang terjadi pada penderita

11. Melaporkan hasil pemeriksaan

10. Saraf X (Nervus Vagus)


Adalah saraf campuran. Neuron motorik yang berasal dari dalam medulla dan
menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa
informasi juga dari faring, laring, trakea, esophagus, dan jantung serta visera abdomen ke
medulla dan pons.

11. Saraf XI (Nervus Asesorius)


Adalah saraf campuran, beberapa sebagian besar terdiri dari serabut motorik.
Neuron motorik berasal dari dua area yaitu : bagian cranial yang berawal dari medulla
dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla

12
spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron
sensorik yang membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf
motorik.

Pemeriksaan :

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri

2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

pemeriksaan m sternocleidomastoideus

4. Penderita diminta menolehkan kepalanya

5. Tahan pergerakan kepala pasien dan raba m. sternocleidomastoideus pemeriksaan m


trapezius

6. Perhatikan atau inspeksi kesimetrisan bahu

7. Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kedua bahu penderita

8. Penderita diminta untuk mengangkat bahunya kemudian pemeriksa tahan

12. Saraf XII (Nervus Hipoglosus)


Adalah saraf campuran, beberapa sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik yang berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik
yangmembawa informasi dari spindel otot di lidah.

Pemeriksaan :

1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri


2. Memberitahukan kepada penderita bahwa akan diperiksa

3. Mencuci tangan

4. Melakukan pemeriksaan ada tidak kelainan dalam bicara

5. Meminta pasien membuka mulut dalam melakukan inspeksi lidah dalam keadaan
diam, lihat ada kelumpuhan lidah atau tidak

6. Meminta pasien menjulurkan lidah dan melakukan inspeksi lidah dalam keadaan
dijulurkan
13
7. Palpasi lidah untuk melihat kekuatan dan trofi otot

2.2 Reflek Fisiologis

Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul
sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang
terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang muncul pada orang normal
disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan
refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah yang dapat
dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf
dari refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan
neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,
kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot
anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Interpretasi
pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga
tingkatannya.

 Dasar pemeriksaan refleks


1.      Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2.      Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan
diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya
akan terjadi dapat muncul secara optimal
3.      Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam
batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras
4.      Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus
dalam keadaan sedikit kontraksi.

Jenis Refleks fisiologis

1.      Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi
lengan pada sendi siku.

2.       Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.

3.      Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os symmetric posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku
dan supinasi karena kontraksi m.brachiradialis.

4.      Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi
m.pronator quadrates.

14
5.      Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar
fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.

6.      Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi
longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.

7.      Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi
reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung.

8.      Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi tungkai fleksi
di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.

9.      Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip (N IV & VII )

10.  Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N
IX & X )

11.  Reflek Abdominal : Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil


negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi
otot.

12.  Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi
yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )

13.  Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )

14.  Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan
kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )

15.  Reflek Moro : Refleks memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan

16.  Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke
jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki
meregang / aduksi ektensi )

17.  Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi

18.  Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi

19.  Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi.

2.3 Reflek Patologis

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu
normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul,
lebih reliable dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada
ekstremitas atas.
15
 Dasar pemeriksaan refleks
1.      Selain dengan jari - jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga
dengan menggunakan reflex hammer.
2.      Pasien harus dalam posisi enak dan santai
3.      Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung

Jenis Refleks Patologis


Jenis Refleks Patologis Untuk Ekstremitas Superior adalah sebagai berikut :

1.      Refleks Tromner
Cara: pada jari tengah gores pada bagian dalam
      + : bila fleksi empat jari yang lain
2.      Refleks Hoffman
      Cara : pada kuku jari tengah digoreskan
      + : bila fleksi empat jari yang lain
3.      Leri : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan
diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas. Respon : tidak terjadi
fleksi di sendi siku.
4.      Mayer : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon :
tidak terjadi oposisi ibu jari.
 Jenis Refleks Patologis Untuk Ekstremitas Inferior adalah sebagai berikut :
1. Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> + bila dorsofleksi ibu
jari, dan abduksi ke lateral empat jari lain
2.  Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial ==> + sama dengan Babinski
3. Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari tengah dan jari telunjung di
sepanjang os tibia/cruris==> + sama dgn Babinski
4. Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras==> + sama dengan
babinski
5. Schaeffer : pencet/ remas tendo achilles ==> + sama dengan Babinski
6. Gonda : fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas ==> + sama dengan
Babinski
7. Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal ==> + sama dengan
babinski
8. Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinski
9. Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada
sendi interfalangeal.
10. Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum.
Respon : seperti rossolimo.

2.4 Refleks Selaput Otak

16
Bila selaput otak meradang atau di rongga subarakhnoid terdapat benda asing, maka
hal ini dapat merangsang selaput otak dan terjadilah iritasi menigeal. Manifestasi subjektif
dari keadaan ini adalah keluhan yang dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia
dan hiperakusis (peka terhadap suara). Pemeriksaan rangsang meningeal berupa pemeriksaan
kaku kuduk, tanda Lassegue, Kernig, Brudzinski I dan Brudzinski II.

A. KAKU KUDUK

1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalah pasien berbaring telentang tanpa
bantal.

2 Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan kanan
berada diatas dada pasien.

3. Rotasikan kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan pasien sedang dalam
keadaan rileks . 4. Tekukkan (fleksikan) kepala pasien secara pasif dan usahakan agar
dagu mencapai dada.

5. Melakukan Interpretasi: Kaku kuduk negatif (normal. Kaku kuduk positif (abnormal)
bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada. Meningismus apabila pada saat
kepala dirotasikan ke kiri, ke kanan, dan di-fleksi-kan, terdapat tahanan.

B. KERNIG’S SIGN

1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

2. Fleksikan salah satu paha pasien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat.

3. Ekstensikan tungkai bawah sisi yang sama pada persendian lutut sampai membuat sudut
135 derajat atau lebih.

4. Lakukan Interpretasi: Kernig’s sign: negatif = Normal, apabila ektensi lutut mencapai
minimal 135 derajat) Kernig’s sign positif = Abnormal, yaitu apabila tidak dapat
mencapai 135 derajat atau terdapat rasa nyeri.

5. Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan interpretasikan hasilnya.

C. BRUDZINSKI I

1. Pasien berbaring telentang tanpa bantal kepala. Pemeriksa berada di sebelah kanan
pasien.

2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas dada kemudian lakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada pasien sejauh mungkin.

3. Lakukan Interpretasi :

17
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak terjadi fleksi
involunter kedua tungkai pada sendi lutut Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi
fleksi involunter kedua tungkai pada sendi lutut.

D. BRUDZINSKI II

1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudiansecara pasif lakukan fleksi maksimal
pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi
(lurus).

3 Lakukan Interpretasi :Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yang dalam posisi
ekstensi terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut. Brudzinski II negatif
(normal) apabila tidak terjadi apa-apa.

4 Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya. Interpretasikan hasil pemeriksaan
Anda.

E. BRUDZINSKI III

1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

2. Lakukan penekanan padakedua os zygomatikus kiri dan kanandengan menggunakan ibu


jari pemeriksa.

3. Lakukan Interpretasi: Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter
kedua ekstremitas superior pada sendi siku. Brudzinski III negatif (normal) apabila
tidak terjadi apaapa saat penekanan os zygomaticus.

F. BRUDZINSKI IV

1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

2. Lakukan penekananpada symphysis os pubis dengan tangan kanan pemeriksa.

3.Lakukan Interpretasi: Brudzinski IV positif (abnrmal) apabila terjadi fleksi


involunterkedua tungkai pada sendi lutut. Brudzinski IV negatif (normal) apabila tidak
terjadi apa-apa.

2.5 Status Mental (mood) dan Kesadaran pada Dewasa dan Anak

Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala neurologi yang digunakan untuk


melakukan penilaian tingkat kesadaran. Selanjutnya, tingkat kesadaran adalah ukuran
kesadaran dan juga respons seseorang terhadap rangsangan lingkungan.

Penilaian Tingkat Kesadaran

18
Nilai GCS digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien yang mengalami
cedera kepala saja, namun saat ini digunakan juga untuk memberikan pertolongan medis
darurat. Terdapat objek yang akan diperiksa untuk menentukan nilai GCS yaitu mata, respon
verbal, dan gerakan tubuh.

Tingkat kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma, namun
dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian tingkat kesadaran
dan nilai GCS yang mewakilinya:

1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien
terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis adalah 15-14.
2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan terhadap
lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.

3. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan


kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur, merasa
gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta. Nilai GCS
adalah 11-10.

4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut berhenti,
maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7.

5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan
melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien tidak
dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan
baik. Nilai GCS adalah 6-5.

6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana pasien
tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat
dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan terlihat
refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan
nyeri tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.

7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam kondisi
ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga respons terhadap
rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.

Setelah mengetahui berbagai tingkatan kesadaran, selanjutnya Anda akan


mengetahui bagaimana cara mengukur penilaian tingkat kesadaran dengan menggunakan
nilai GCS.

Cara Mengukur Nilai GCS

19
Metode GCS adalah metode untuk menilai tingkat kesadaran yang sudah ada sejak
tahun 1974. Metode ini diperkenalkan oleh Graham Teasdale dan Bryan Jennett. Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya bahwa cara mengukur tingkat kesadaran adalah dengan cara
memeriksa tiga aspek yaitu mata, respons verbal, dan gerakan tubuh.

Cara mengukur nilai GCS pada orang dewasa tentunya berbeda dengan cara
mengukur nilai GCS pada anak-anak. Pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dapat diberikan
berbagai jenis GCS. Penilaian tingkat kesadaran ini disebut Children’s Coma Scale (CCS).

CCS digunakan untuk anak yang belum bisa berbicara atau bergerak sebaik orang
dewasa. Metode ini akan menentukan seberapa baik anak membuka matanya sendiri,
mengoceh, dan menangis.

Berikut adalah nilai GCS berdasarkan respons yang diberikan pasien dewasa maupun
bayi atau anak-anak.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran Orang Dewasa

1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan
membuka mata.

 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.

 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.

2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta mengalami
disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.

 Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi

 Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.

 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.


 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan nyeri.

20
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.

 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.

 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan
rasa nyeri.

 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran Bayi atau Anak

1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan
membuka mata.

 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.

 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.

2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara atau mengoceh dengan normal.


 Nilai (4) untuk menangis lemah.

 Nilai (3) untuk menangis ketika diberikan rangsangan nyeri

 Nilai (2) untuk menangis sangat lemah atau merintih ketika diberikan rangsangan
nyeri.

 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan atau dapat
bergerak spontan.
 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan sentuh.

 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.

 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.

21
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan
rasa nyeri.

 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Nilai dari ketiga aspek pemeriksaan di atas kemudian digabungkan untuk


mendapatkan nilai GCS. Contohnya jika pada pemeriksaan mata pasien mendapatkan nilai 4,
pemeriksaan respons verbal mendapatkan nilai 5, dan pemeriksaan gerak tubuh mendapatkan
nilai 6, maka totalnya adalah 15, itu artinya pasien berada dalam kondisi compos mentis atau
tingkat kesadaran tertinggi.

Sedangkan jika pada pemeriksaan mata pasien mendapat nilai 1, pada pemeriksaan
respons verbal mendapatkan nilai 1, dan pada pemeriksaan gerak tubuh mendapat nilai 1,
maka totalnya adalah 3. Nilai GCS mewakili kondisi tingkat kesadaran terendah yang artinya
pasien sedang mengalami koma.

Cara pengkajian system mental


A.Orientasi:
1. Orang : Nama pasien, dengan siapa datang kesini, menanyakan orang-orang
disekitar pasien
2. Tempat : tempat tinggal, kesadaran sekarang sedang dimana
3. Waktu : sampai di RS pukul berapa
Wawancara
 Isi pikir
1. Waham curiga : kecurigaan yang pasien rasakan
2. Waham siar pikir : pasien berpikir bahwa rahasianya atau hal pribadinya di
siarkan di media ataupun oleh orang-orang
3. Waham sisip pikir : pasien merasa ada pikirkan lain yang masuk ke pikiran
pasien
4. Depersonalisasi : pasien merasa ketika dia melihat dirinya di kaca/hal lain
itu bukan diri sendiri
5. Waham kendali pikir : pasien merasa dirinya dikendalikan orang lain
6. Waham bersalah dan ide bunuh diri
7. Waham kebesaran : pasien membesar-besarkan dirinya sendiri
 gangguan prsepsi
1. Halusinasi auditori adalah tipe halusinasi yang paling umum. Dengan
kondisi ini, Anda mungkin akan mendengar suara yang berasal dari dalam
atau luar pikiran Anda. Suara tersebut bisa jadi seperti berbicara dengan
satu sama lain atau memerintahkan Anda untuk melakukan sesuatu.

22
2. Halusinasi visual,Tipe halusinasi visual adalah sensasi seperti melihat
objek, pola, orang, atau cahaya yang tidak nyata. Contohnya, Anda
mungkin melihat seseorang di suatu ruangan atau cahaya yang tidak dapat
dilihat orang lain.
3. Halusinasi olfaktori:Tipe halusinasi ini meliputi indra penciuman (pengidu)
Anda. Contohnya, Anda merasa bahwa tubuh Anda berbau kurang sedap
walau sebenarnya tidak ada bau apa-apa. Bau yang Anda cium mungkin
berbau sedap maupun tidak sedap.
4. Halusinasi gustatory,Tipe halusinasi ini melibatkan indra pegecap Anda.
Tidak seperti halusinasi olfaktori, rasa yang Anda kecap pada halusinasi
gustatori sering kali tidak sedap. Halusinasi gustatori sering terjadi pada
orang dengan epilepsi.
5. Halusinasi taktil,halusinasi taktil berhubungan perasaan sentuhan atau
pergerakan pada tubuh. Contohnya, Anda dapat merasakan serangga
merayapi punggung Anda atau tangan yang menyentuh tubuh Anda. Anda
juga mungkin merasa organ dalam Anda bergerak-gerak.
6. Halusinasi temporer,seseorang dapat mengalami tipe halusinasi ini apabila
hubungan mereka dengan orang lain baru saja berakhir atau apabila orang
terdekat baru saja meninggal dunia. Anda mungkin mendengar suara atau
melihat orang terdekatnya dalam waktu yang singkat. Halusinasi temporer
akan menghilang begitu rasa sakit karena kehilangan mereda.
7. Halusinasi proprioseptif,Tipe halusinasi ini meliputi perasaan di mana Anda
mengalami sensasi seperti mengambang, terbang, atau keluar dari tubuh.
Sebagai tambahan, halusinasi proprioseptif membuat Anda kesulitan
mengontrol badan sendiri.
 Perilaku dan aktivitas psikomoter
1. Katalepsi adalah suatu keadaan abnormal yang ditandai oleh gangguan
kesadaran, sikap, dan otot tubuh. Penderita katalepsi tetap
mempertahankan posisi tubuh atau anggota tubuh untuk jangka waktu
yang cukup lama. Posisi tersebut dapat dengan mudah diubah ke posisi
lain, tetapi setiap posisi baru akan tetap dipertahankannya sampai diubah
lagi oleh orang lain. Gejala ini biasa disebut Katatonia.
2. Depresi Katatonik biasanya memiliki gejala depresi khas Katatonik,
seperti: gerakan yang tidak biasa, ketidakmampuan mengkonsumsi
makanan dan minuman, dan imobilitas. Mereka mungkin mengalami
kesulitan menyelesaikan tugas sederhana, seperti duduk di tempat tidur,
atau meninggalkan tempat tidur. Tapi mereka mungkin juga mengalami
kesulitan mengganti pakaian mereka atau bahkan pergi ke toilet. Gejala
Depresi Katatonik membuat sulit untuk memiliki percakapan normal
untuk mereka dan untuk Anda
 Sikap dan perilaku

23
1. Hipoaktif adalah kebalikan dari hyperseks. Wanita yang mengalami
gangguan ini memiliki hasrat bercinta yang rendah. Dilansir Grid.ID dari
laman dailymail lebih lanjut menjelakan tentang hal ini.
2. Hiperaktif adalah suatu kondisi yang banyak dialami anak-anak.
Kondisi tersebut paling mudah ditunjukkan melalui sikap anak yang
seolah tidak bisa diam dan tenang. Tak cuma pada anak-anak,
rupanya hiperaktif adalah gangguan yang juga dialami orang dewasa.
3. Kooperatif adalah: bersifat kerja sama
4. Nonkooperaktif adalah tidak bias diajak kerja sama

 Mood
1. Disforik keadaan tidak tenang/gelisah atau ketidakpuasan yang
mendalam. Dalam konteks kejiwaan, disforia dapat disertai dengan
adanya depresi, kecemasan, atau agitasi.
2. Euphoria perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan.

 Bentuk pikir
1. Autistic gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan
penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain
2. Irrelevan pasien tidak nyambung saat diajak bicara
3. Echolalia adalah penyakit mntal namun terjadi pada anak
normal,penyakitnya akan hilang saat anak sudah masuk usia 3-5 tahun
ditandai dngan kemampuan berbicara yang bertambah,sering terjadi
pada orang yang stress dan gugup
4. Echopraxia Ekopraksia adalah kelainan pada gerakan motorik yang
ditandai dengan reaksi meniru gerakan-gerakan sederhana dari orang-
orang di sekitarnya secara otomatis. Ekopraksia biasanya dapat ditemui
pada penderita katatonia atau skizofrenia, namun penderita demensia
juga dapat menunjukkan rekasi serupa
 Afek
1. Appropriate adalah respon emosional seseorang yang menunjukkan
keadaan sebenarnya misalnya,ketika seseorang sedih dia menceritakan
dengan raut muka yang sedih
2. Inappropriate adalah respon emosional seseorang yang menunjukkan
keadaan yang sebaliknya.
Kesan umum
1. Tampak jenis kelamin.
2. Tampak usia
3. Kemampuan bicara
4. Pandangan

24
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pemeriksaan mental merupakan pengkajian tingkat kesadaran dan mood seseorang.
Dalam pengkajian ini meliputi pengkajian nervus cranialis, pengkajian reflek fisiologis,
reflek patologis dan reflek selaput otak.
1.2 Saran
Seorang perawat dalam membuat pengkajian harus memperhatikan secara detail dan
teliti prosedur sesuai standar, sehingga dapat meminimalisir resiko atau kesalahan hasil
pengkajian.

25
Daftar Pustaka

https://www.scribd.com/doc/283039298/Pemeriksaan-Status-Mental

https://pengajar.co.id/12-saraf-kranial-pengertian-jenis-gangguan-dan-cara-pemeriksaannya/

https://docplayer.info/71698517-Pemeriksaan-rangsang-meningeal-bila-selaput-otak-
meradang-atau-di-rongga-subarakhnoid-terdapat-benda-asing-maka-hal-ini-dapat-
merangsang-selaput.html

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2017/08/MANUAL-6-CSL-
IV-NEUROLOGI.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Tes_Rinne

https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/04/vestibular-disorders/

26
27

Anda mungkin juga menyukai