Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN RISIKO BUNUH

DIRI

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun guna menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

dengan Dosen : Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom

Oleh:

Kelompok 7

Kelas D 2016

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN RISIKO BUNUH
DIRI

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun guna menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

dengan Dosen : Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom

Oleh:

Kelompok 7

Siti Raudatul Jannah 162310101146

Aris Munandar 162310101147

Cirila Aripratiwi 162310101161

Devi Nur Indah Sari 162310101187

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga Makalah Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini dapat diselesaikan sesuai
rencana. Makalah Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Fakultas Keperawatan Universitas Jember tahun 2019, dimana dalam penulisan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Gerontik
2. Teman teman kelas D angkatan 2016 Fakultas Keperawatan
Universitas Jember yang telah telah membantu.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, begitupula dengan Makalah
Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini. Penulis
menyadari bahwa Makalah Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko
Bunuh Diri ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta saran
yang membangun dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati
sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran bagi penulis agar kelak penulis dapat
membuat dengan lebih baik lagi. Semoga Makalah Asuhan Keperawatan pada
Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya serta dapat membantu
meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam membangun bangsa
Indonesia tercinta ini terutama dalam bidang kesehatan.

Jember, 27April 2019

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1 Konsep Lansia..................................................................................3
2.2 Risiko Bunuh Diri.............................................................................8
2.3 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri.........9
BAB 3. PEMBAHASAN..................................................................................16
3.1 Analisa Jurnal...................................................................................16
3.2 Pengkajian Keperawatan..................................................................17
3.3 Analisa Data.....................................................................................24
3.4 Diagnosa Keperawatan.....................................................................29
3. 5 Intervensi Keperawatan...................................................................31
3.6 Implementasi Keperawatan..............................................................38
3.7 Evaluasi Keperawatan......................................................................43
BAB 4. PENUTUP............................................................................................45
4.1 Kesimpulan.......................................................................................45
4.2 Saran.................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................46
LAMPIRAN

iv
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi kejadian bunuh diri di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 4,3 %
dan meningkat pada tahun 2016 mencapai 5,2 % (Susilawati, 2016). Provinsi
Jawa Timur merupakan provinsi kedua di Indonesia yang memiliki kasus kejadian
bunuh diri tertinggi yakni mencapai 119 kasus pada tahun 2015 (BPS, 2015).
Sedangkan, prevalensi kejadian bunuh diri pada lansia mencapai 41 % dari
seluruh kejadian bunuh diri (BPS, 2015). Prevelensi lansia yang memiliki
gangguan depresi pada laki-laki 5%-12% sedangkan wanita 10%-25% dan 15%
penderita lansia melakukan bunuh diri. Kejadian bunuh diri banyak dilakukan
oleh laki-laki daripada wanita (Gultom, 2016).

Lanjut usia merupakan suatu kondisi pasti dialami oleh semua orang yang
dikarunia kehidupan usia panjang. Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok umur
yang memasuki usia 60 tahun ke atas yang dapat ditandai dengan perubahan pada
fisik dan mental lansia. Perubahan mental dari lansia dapat terlihat dari sikap
egosentrik, mudah tersinggung dan depresi. Depresi merupakan salah satu
gangguan mental yang dapat menakibatkan meningkatkan morbiditas, mortilitas,
beban disabilitas dan resiko bunuh diri. Kejadian bunuh diri pada lansia karena
depresi yang terjadi akibat adanya penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Depresi
yang mengakibatkan bunuh diri pada lansia juga dampak terjadinya modernisasi
yang menyebabkan kerengangan hubungan sosial antar keluarg (Nauli dkk, 2014).

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau
bermusuhan, bunuh diri merupakan hukuman pada diri sendiri, dan cara
mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
2

Faktor-faktor yang memicu terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia
ialah menjadi janda atau duda, memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan
berduka (Conejero et al, 2018).

Berdasarkan penjabaran diatas terkait dengan proses terjadinya bunuh diri


pada lanjut usia maka penulis tertarik untuk membahas mengenai risiko bunuh
diri pada lanjut usia dan penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah lanjut
usia melakukan percobaan bunuh diri.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah yang dimaksud risiko bunuh diri ?

1.2.2 Apakah faktor–faktor yang dapat menyebabkan bunuh diri pada lanjut usia ?

1.2.3 Apa terapi yang dapat digunakan untuk mencegah lanjut usia melakukan
percobaan bunuh diri ?

1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada lanjut usia yang berisiko bunuh diri ?

1.3 Tujuan

Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya bunuh diri pda


lanjut usia, mengetahui terapi yang dapat digunakan untuk mencegah lanjut usia
melakukan percobaan bunuh diri dan mengetahui asuhan keperawatan pada lanjut
usia yang berisiko bunuh diri.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut Setianto dalam Muhith & Siyoto (2016) seseorang dianggap lanjut
usia (Lansia) apabila telah berusia 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan
(Pudjiastuti dalam Efendi dan Makhfudli, 2009).

Klasifikasi lansia menurut Depkes RI (2011) adalah seseorang yang berusia


45 – 59 adalah pralansia, usia 60 tahun atau lebih adalah lansia, lansia yang risiko
tinggi adalah usia 70 tahun, 60 tahun atau lebih yang mengalami masalah
kesehatan, lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak mampu mencari nafkah dan
bergantung pada keluarga atau orang lain. Sedangkan menurut World Health
Organization (WHO) dalam (Muhith & Siyoto, 2016) terdapat empat klasifikasi
lansia berdasarkan usianya, yaitu:

a. Usia pertengahan (Middle age) merupakan kelompok usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) merupakan kelompok usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) merupakan kelompok usia 60 - 75 dan 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) merupakan kelompok usia diatas 90 tahun

2.1.2 Proses Menua

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan tehadap infeksi
dan memeperbaiki kerusakan yang diderita (Constantanides dalam Muhith &
Siyoto, 2016,). Proses menua ialah proses yang berkelanjutan dimulai sejak lahir
4

dan dialami setiap individu. Proses menua pada organ tubuh individu juga berbeda
(Nugroho dalam Muhith & Siyoto, 2016). Proses penuaan adalah suatu proses
menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki
atau mengganti dan mempertahankan struktu dan fungsi normalnya. Akibatnya,
tubuh tidak dapat bertahan tehadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan
tersebut (Muhith & Siyoto, 2016). Proses ini akan berdampak pada seluruh organ
tubuh seperti organ dalam maupun organ terluar seperti kulit.

2.1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Proses Menua

Menurut Muhith & Siyoto (2016) fakor – faktor yang mempengaruhi proses
menua meliputi :

a. Hereditas atau genetik

b. Nutrisi atau makanan

c. Status kesehatan

d. Pengalaman hidup seperti terpapar sinar matahari, kurang olahraga dan


konsumsi alkohol

e. Lingkungan

f. Stress

2.1.4 Teori Penuaan

Menurut Dewi (2014) terdapat teori yang berkaitan dengan proses penuaan yakni :

1. Teori Biologi

a. Teori genetik

Teori genetik ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir dengan
program genetik yang mengatur proses menua selama rentang hidupnya. Setiap
spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik atau jam biologis
sendiri dan setiap spesies memiliki batas usia yang berbeda-beda yang telah
5

diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jam ini berhenti berputar maka
ia akan mati.

b. Wear and tear theory

Menurut teori ini proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan stress
yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu meremajakan
fungsinya. Proses menua merupakan suatu proses fisiologi.

c. Teori nutrisi

Teori ini menyatakan bahwa proses menua dan kualitas menua dipengaruhi
intake nutrisi seseorang sepanjang hidupnya. Intake nutrisi yang baik pada
setiap tahap perkembangan anak membantu meningkatkan kualitas kesehatan
seseorang. Semakin lama seseorang mengkonsumsi makanan bergizi dalam
hidupnya maka ia akan hidup lebih lama dengan sehat.

d. Teori mutasi somatik

Berdasarkan teori ini penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau enzim.
Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel normal menjadi sel kanker atau penyakit.

e. Teori stress

Teori ini mengungkapkan bahwa proses menua terjadi akibat hilangnya sel-
sel yang biasadigunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan selyang
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai.
6

f. Slow Immunology theory

Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.

g. Teori radikal bebas

Radikal bebas terbentuk dalam alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
mengakibatkan oksidasi oksigen, bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak melakukan regenerasi.

h. Teori rantai silang

Teori ini mengungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua dan using
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan penurunan elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel.

2. Teori Psikologis

a. Teori kebutuhan dasar manusia

Menurut hirarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusi, setiap manusia


memiliki kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Pada
pemenuhan kebutuhannya, setiap individu memiliki prioritas. Seorang
individuakan berusaha memenuhi kebutuhan di piramida yang lebih atas apabila
piramida bagian bawah telah terpenuhi. Pada individu yang mengalami proses
menua ia akan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri.

b. Teori individualism Jung

Berdasarkan teori ini, kepribadian seseorang tidak hanya berorientasi pada


dunia luar namun pengalaman pribadi juga. Keseimbangan meruypakan faktor
yang sangan penting untuk menjaga kesehatan mental. Menurut teori ini proses
menua dikatakan berhasil apabila individu dapat melihat ke dalam dan menilai
dirinya lebih dari sekedar kehilangan atau keterbatasan fisiknya.
7

c. Teori pusat kehidupan manusia

Teori ini berfokus pada identifikasi dan pencapaian tujuan kehidupan


seseorang menurut lima fase perkembangan yaitu masa kanak-kanak, remaja dan
dewasa muda, dewasa tengah, usia pertengahan dan Lansia.

d. Teori tugas perkembangan

Menurut tugas tahap perkembangan ego Ericksson, tugas perkembangan lansia


adalah integrity versus despair. Jika lansia dapat menemukan arti dari hidup yang
dijalaninya maka lansia akan memiliki integritas ego untuk menyesuaikan dan
mengatur proses menua yang dialaminya. Jika lansia tidak memiliki integritas
maka ia akan marah, depresi dan merasa tidak adekuat atau disebut keputusasaan.

3. Teori Sosiologi

a. Teori interaksi social

Berdasarkan teori ini pada lansia akan terjadi penurunan kekuasaan dan
prestise sehingga interaksi social mereka juga akan berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.

b. Teori penarikan diri

Penurunan ekonomi dan derajat kesehatan yang diderita lansia mengakibatkan


seorang lansia secara perlahan akan menarik diri dari pergaulan disekitarnya

c. Teori aktivitas

Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut.

d. Teori berkesinambungan

Menurut teori ini, setiap manusia akan berubah menjadi tua namum
kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak akan mengalami perubahan.
8

e. Subculture theory

Menurut teori ini lansia dipandang sebagai sub kultur, yang bermakna lansia
memiliki norma dan standar budaya sendiri. Standar dan norma tersebut meliputi
perilaku, keyakinan dan harapan yang membedakan lansia dari kelompok lainnya.

2.2 Risiko Bunuh Diri

Risiko bunuh diri dimaksudkan dengan rentan terhadap diri sendiri, cedera
yang mengancam jiwa (NANDA, 2017). Resiko bunuh diri adalah resiko untuk
mencederai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri merupakan hukuman
pada diri sendiri, dan cara mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).

Faktor-faktor yang memicu terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia
ialah menjadi janda atau duda, memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan
berduka. Selain itu, banyak literatur menunjukkan bahwa faktor risiko
sosiodemografi tertentu (isolasi sosial, status perkawinan, berkabung) atau klinis
(demensia, gangguan kognitif, dan penyakit fisik) yang mungkin terkait dengan
perilaku bunuh diri pada lansia (Conejero et al, 2018).

Risiko bunuh diri pada lansia kemungkinan berkaitan dengan proses penuaan
yang terjadi pada diri lansia pada fase tersebut akan terjadi perubahan fisik dan
perubahan mental yang mengarah pada salah satu tugas yang sulit dalam
perkembangan hidup manusia. Beberapa masalah yang menyebabkan lansia
berpotensi bunuh diri :

a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga lansia bergantung pada
orang lain
9

b. Status ekonomi yang tidak memadai sehingga menyebabkan perubahan


pada kehidupan lansia

c. Menentukan kondisi fisik yang sesuai dengan kondisi ekonomi

d. Waktu luang yang banyak pada lansia yang menyebabkan lansia merasa
jenuh

2.3 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :


a. Riwayat masa lalu :

1). Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri

2). Riwayat keluarga terhadap bunuh diri

3). Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia

4). Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.

5). Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid,


antisosial

6). Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka

b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
c. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.

d. Riwayat pengobatan.

e. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.

f. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.

g. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 
10

1). Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.

2). Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur
dan cara - cara melaksanakan rencana tersebut.

3). Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood

4). Sistem pendukung yang ada.

5). Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.

6). Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien,
atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

h. Gejala yang menyertainya

1). Apakah klien mengalami :

a. Ide bunuh diri

b. Ancaman bunuh diri

c. Percobaan bunuh diri

d. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja

2). Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan


anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko
bunuh diri.

Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri


mereka sendiri. Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

a. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan


11

b.Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau


perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.

c. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk


merencanakan dan mengagas akan suicide

d. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses


oleh klien

i. Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang


riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :

1) Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik


2) Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3) Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan
mendorong komunikasi terbuka
4) Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang
dimengerti klien
5) Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
6) Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
7) Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8) Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila


menunjukkan perilaku sebagai berikut :

1). Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri 

2). Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.

3). Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.

4). Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.

5). Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental

6). Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol


12

7). Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik

8). Menunjukkan impulsivitas dan agressif

9). Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan

10). Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol,
obat, racun

11). Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan


pengobatan

12). Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu


memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga
untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara adalah :

1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat


tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu
melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran
yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap
memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta
topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien,
karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank
lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu
mempengaruhi emosional klien
13

6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan


membuat kabur penilaian profesional. 

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Risiko bunuh diri

b. Keputus asaan 

c. Ketidak berdayaan 

d. Gangguan konsep diri : HDR

e. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.

f. Kecemasaan.

g. Berduka disfungsional

h. Koping individu tak efektif.

i. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif

j. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana intervensi yang dapat dilakukan terkaiyt resiko bunuh diri ialah :

a. Proteksi (mencegah menyakiti diri)

Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk
mencoba bunuh diri.

1). Verbal 

2). Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat


pinggang, benda tajam.

3). Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)


14

4). Perhatikan verbal & nonverbal klien.

5). Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan

6). Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia


dapat dipindahkan ketempat yang aman)

7). Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat

8). Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

9). Intervensi krisis klien tetap waspada.

10). Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi.
Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang
dimakan.

b. Meningkatkan harga diri

1). Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.


2). Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan 
3). Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
4). Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
5). Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
6). Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

c. Menguatkan koping yang sehat.

1). Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya

2). Modifikasi Perilaku dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.

d. Eksplorasi perasaan.

Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.


15

1). Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.

2). Mengikuti terapi kelompok.

3). Mengarah pada masalahnya.

e. Mengatur batasan dan kontrol

1). Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.

2). Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas 

Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.

f. Mengarahkan dukungan sosial.

Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka : 

1). Melibatkan keluarga dan teman.

2). Mengajarkan tentang pola – pola suicide dan cara mengatasinya.

3). Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.

4). Diperlukan terapi keluarga.

5). Membuat pusat penanganan krisis.

g. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang


aman
16

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Analisa Jurnal

Masalah kesehatan yang umum terjadi pada usia lanjut meliputi 4 komponen,
yaitu kesehatan fisik, fungsi fisik, ansietas dan depresi (Tsaousis & Nikolaou
dalam Ghodsbin et al, 2015). Interpersonal psikoterapi dapat diberikan kepada
lanjut usia yang berisiko untuk bunuh diri yang menunjukkan ekspresi ide bunuh
diri, ide kematian atau mencederai diri sendiri (Heisel et al, 2015). Terapi ini
memiliki dampak positif antara lain terjadi pengurangan ide bunuh diri, ide
kematian dan tingkat depresi secara spesifik (Heisel et al, 2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Heisel et al pada tahun 2015 yang berjudul “Adapting
Interpersonal Psychotherapy for Older Adults at Risk for Suicide” menyimpulkan
bahwa interpersonal psikoterapi menjadi pilihan intervensi yang efektif untuk
lanjut usia yang berisiko bunuh diri dengan langkah – langkah seperti mengurangi
ide bunuh diri, ide kematian serta tingkat depresi.

Pada penelitian ini terdapat 17 responden yang mengikuti penelitian dari awal
sampai akhir. Adapun beberapa kriteria inklusi pada penelitian ini yakni berusia
60 tahun atau lebih, dapat berkomunikasi dengan bahasa inggris dan melaporkan
ide bunuh diri saat ini atau ide kematian kepada dokter yang merujuk atau
memiliki dokumentasi telah mencederai diri sendiri dalam dua tahun terakhir.
Sedangkan, kriteria ekslusi pada penelitian ini ialah lanjut usia yang memiliki
gangguan kognitif sedang hingga berat (skor MMSE <23) dan demensia stadium
lanjut, riwayat skizofrenia serta penyalahgunaan zat aktif (Heisel et al, 2015).

Tahap awal penelitian ini ialah memilih sampel, sampel dipilih oleh staf
klinik di rawat inap, rawat jalan, balai konsultasi dan layanan medi di London,
Ontario, sebuah kota di Canada dengan populasi lansia 350.000. Selanjutnya
sampel dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Penelitian
berlangsung selama 16 minggu, diawali dengan pengkajian secara komprehensif
terkait ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi selanjutnya peserta
menyelesaikan pengukuran variabel proses terapeutik, menilai aliansi terapeutik
17

dan kepuasan perawatan. Sesi pengkajian berlangsung 45-90 menit, pesertasering


ditawari jeda, dimonitorterkait tanda-tanda kesusahan, dan diberi dukungan dan
kesempatan untuk menghentikan pengkajian (Heisel et al, 2015).

Peserta studi diberikan 16 sesi interpersonal psikoterapi selama 50-60 menit


sekali dalam seminggu. Fokus intervensi pada lanjut usia yang berisiko bunuh diri
ialah perbaikan dari rasa sakit psikologis yang hebat. Intervensi dilakukan dengan
komunikasi yang terapeutik, fasilitator membantu peserta dalam mengklarifikasi
faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah psikologis mereka. Pada saat
peserta mendapatkan intervensi pengobatan tentang depresi yang dikeluhkan
dihentikan agar tidak mengakibatkan data menjadi bias. Peserta diidentifikasi
terkait peningkatan koneksi sosial, mengikuti kegiatan bermakna, mengurangi
paparan interaksi interpersonal yang negatif atau merugikan diri sendiri. Selama
sesi psikoterapi direkam menggunakan videotape untuk ditinjau oleh peneliti
maupun peserta (Heisel et al, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor ide bunuh diri
secara signifikan. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa interpersonal
psikoterapi dapat mengurangi ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi
serta meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia (Heisel et al, 2015).

Keefektivan interpersonal psikoterapi didukung oleh penelitian Connel &


Lewitzka pada tahun 2018 tentang manfaat psikoterapi pada pasien berisiko
bunuh diri dengan depresi. Psikoterapi dapat digunakan dalam mengurangi
depresi dan berpengaruh dengan kejadian bunuh diri pada lansia (Connel &
Lewitzka, 2018)

3.2 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
18

Suku : Madura
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kebonsari
Status Perkawinan : Cerai Mati
Sumber informasi : Klien

2. Riwayat Kesehatan
a. Pekerjaan:
Klien pada usia mudanya berjualan gorengan pada malam hari, namun
setelah klien mengalami kecelakaan (15 tahun yang lalu) klien
mengalami patah tulang kaki dan akhirnya membatasi pergerakannya
sehingga klien sekarang menjadi ibu rumah tangga.
b. Jumlah dan hubungan keluarga yang masih ada:
Klien memiliki hubungan baik dengan anak nya, namun anak bersama
keluarganya tinggal di luar kota sehingga jarang mengunjungi klien.

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh kesulitan tidur karena rasa sesak, nyeri dada dan
badan yang menggigil pada saat penyakit jantungnya kambuh.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan asma yang klien keluhkan sudah jarang kambuh,
namun setelah klien opname (±1 bulan lalu) dengan penyakit gastritis
dan anemia. Klien mengatakan bahwa sekarang klien mudah lelah dan
lebih sering berbaring dan menonton televisi. Klien mengatakan jarang
berkomunikasi dengan warga lain dan Klien lebih sering didalam
rumah daripada beraktivitas diluar rumah dikarenakan keadannya yang
mudah lelah. Klien mengeluh nafsu makannya menurun. Klien
kesulitan tidur karena memikirkan keadaannya.
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
19

1. Penyakit yang pernah dialami


Klien mempunyai riwayat penyakit jantung, asma dan hipertensi
2. Alergi
Klien tidak memiliki alergi terhadap maknana atau obat-obatan
3. Imunisasi
Klien mengatakan bahwa beliau lupa mengenai jenis imunisasi
yang pernah beliau dapatkan
4. Obat-obatan yang digunakan
Apabila hipertensi yang klien keluhkan kambuh klien
mengkonsumsi obat Captopryl yang didapatkan dari Apotik.
Setelah opname klien mengkonsumsi obat-obatan dari Rumah
Sakit
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada keluarganya yang mengalami
penyakit jantung maupun asma
6. Genogram

4. Status Fisiologis
a. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
b. Suhu : 36,7 ˚C
c. Nadi : 64 x/menit
d. Respirasi : 25 x/menit

5. Pola Kebiasaan
a. Kebiasaan makan dan minum
Pada kebiasaan makan sebelum sakit, klien makan 3 kali sehari dengan
porsi cukup dan tidak memiliki pantangan. Setelah sakit klien makan 3
20

kali sehari dengan porsi sedikit dan mengkonsumsi nasi, sayur dan
lauk. Klien mengatakan sering minum air putih
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit: Klien mengatakan BAK sekitar 4 kali sehari dan BAB
1 kali sehari
Setelah sakit: klien mengatakan tidak ada perubahan dalam BAK
maupun BAB
c. Pola toileting
1. Mandi:
Klien mandi 2 kali sehari pada saat sebelum sakit klien mandi pagi
pada pukul 5 namun setelah sakit klien mandi pagi pukul 10.00 dan
mandi sore pukul 15.30 secara mandiri
2. Gosok gigi:
Klien mengatakan rutin gosok gigi 2 kali sehari
3. Keramas:
Klien mengatakan bahwa beliau keramas tiap 3 hari sekali
6. Pola Tidur dan Instrirahat
Pada saat sebelum sakit klien mengatakan tidur pada setiap harinya pukul
22.00 dan bangun pukul 03.00 namun setelah sakit klien mengatakan
bahwa kesulitan tertidur hingga pukul 02.00 dan bangun pukul 04.00.
klien mengatakan jarang tidur pada siang hari.
7. Pola Perseptual
a. Penglihatan:
Klien memiliki fungsi penglihatan yang baik
b. Pendengaran:
Setelah klien memasuki lanjut usia klien mengalami penurunan fungsi
pendengaran
c. Sensasi:
Klien memiliki fungsi sensasi yang baik
21

8. Pola Persepsi Diri


a. Gambaran diri:
Pada saat sebelum sakit klien mengatakan bangga dengan dirinya
sebagai wanita yang memiliki wajah yang cantik dan menerima
kodratnya sebagai wanita yang mengabdi pada suami. Klien juga
mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk dirinya memperbaiki
penampilan karena usia dan ia telah diringgal oleh suaminya. Namun,
setelah sakit klien mengatakan bahwa klien tidak lagi cantik dan jelek
serta klien malu dengan keadaan kakinya dan gaya berjalannya saat ini.
b. Ideal diri:
Klien mengatakan telah berusaha menjadi tetangga yang baik untuk
lingkungannya. Berbuat baik kepada tetangga dan memberikan
bantuan kepada tetangga yang kesusahan
c. Harga diri:
Klien mengatakan telah berupaya melakukan yang terbaik untuk
keluarganya dan tetangganya, namun karena rasa mudah lelah
mengakibatkan klien jarang membantu tentangga dan membaur
dengan tetangga
d. Identitas diri:
Klien mengatakan segala sesuatu telah diatur tuhan, mungkin klien
bukan wanita yang sempurna namun klien selalu berusaha untuk
menjadi wanita yang baik terhadap sesama, dan klien juga mengatakan
bahwa kini ia pasrah saja dengan keadaan yang ada.
e. Peran diri:
Klien telah bertahun-tahun mengeluhkan penyakit jantung, asma dan
hipertensi yang mengakibatkan klien mudah lelah. Klien tidak lagi
bekerja dan membantu tetangganya

9. Pola Hubungan dan Peran


22

Klien tinggal sendirian dirumahnya dan menjalankan peran sebagai


seorang wanita yang melakukan kegiatan rumah tangga pada umumnya.
Klien diketahui jarang berkumpul dengan warga lain.
10. Pola Manajemen dan Koping stress
Klien mengatakan jarang menceritakan masalah pribadinya pada anaknya
ataupun tetangga dan lebih memilih memendam dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia solat hanya ketika dirinya merasa mau saja.
. Namun, klien mengatakan bahwa apabila takdir mengatakan beliau akan
meninggal, klien pasrah karena klien ragu peyakitnya dapat sembuh.
12. Riwayat Pengobatan
Klien berobat ke dokter apabila dirasa penyakit jantungnya kambuh
(dengan manifestasi badan menggigil dan nyeri pada dada), klien
mengkonsumsi Captopryl apabila hipertensinya kambuh.

APGAR Kemampuan Sosial dan Keluarga

No Uraian Fungsi Skor

1. Saya puas bahwa saya dapat Adaptations 2


kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

2. Saya puas dengan cara keluarga Partnership 1


(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya

3. Saya puas bahwa keluarga Growth 1


(teman-teman) saya menerima
23

dan mendukung keinginan saya


untuk melakukan aktivitas atau
arah baru

4. Saya puas dengan cara keluarga Affection 1


(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya seperti marah, sedih atau
mencintai

5. Saya puas dengan cara teman- Resolve 1


teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama

Jumlah total 6 maka termasuk fungsi sosial sedang

Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15

NILAI RESPON
No. Keadaan yang dialami selama seminggu
YA TIDAK
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? 0 1
2. Apakah anda telah banyak meninggalkan kegiatan dan hobi anda ? 1 0
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? 1 0
4. Apakah anda sering merasa bosan ? 1 0
5. Apakah anda masih memiliki semangat hidup ? 0 1
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada 0
6. 1
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia utuk sebagian besar hidu anda ? 0 1
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? 1 0
Apakah anda lebuh suka tinggal di rumah, daripada pergi keluar 1
9. 0
untuk mengerjakan sesuatu yang baru ?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya 0
10. 1
ingat anda dibandingkan orang lain ?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang menyenangkan ? 0 1
12. Apakah anda merasa tidak berharga ? 1 0
13. Apakah anda merasa penuh semangat ? 0 1
14. Apakah anda merasa keadaan anda tidak ada harapan ? 1 0
24

Apakah anda merasa bahwa orang lain lebih baik keadaannya 1


15. 0
daripada anda ?
SKOR
Interpretasi : Berdasarkan hasil pengkajian total skor pada GDS : 10 (Depresi
Sedang)
3.3 Analisa Data
No Data Penunjang Etiologi Masalah
1 DS : Kondisi tubuh dan Risiko Bunuh Diri
a. Klien mengatakan ekonomi yang
bahwa kini ia lebih tidak stabil
nyaman sendiri
daripada kumpul
dengan tetangga. Harga diri rendah
b. Klien mengatakan
telah berupaya
melakukan yang Menarik diri dari
terbaik untuk lingkungan
keluarganya dan
tetangganya, namun
semua usahanya Isolasi sosial
dianggap sia – sia
karena di usianya yang
sudah lansia tidak ada Risiko Bunuh Diri
yang merawatnya
c. Klien mengatakan
menyesal karena telah
menyia-nyiakan masa
mudanya dengan
merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet.
d. Klien megatakan
apabila bisa saat ini
25

juga terjadi ia memilih


untuk mati saja
e. Klien mengatakan
bahwa ia solat hanya
ketika dirinya merasa
mau saja.
f. Klien kesulitan tidur
dan selalu merasa
gelisah karena
memikirkan
keadaannya.
DO :
a. Klien merupakan
seorang janda.
b. Total nilai APGAR : 6
c. Status Depresi Lansia
dengan Geriatrics
Deppression Scale
(GDS-15 items) :10
(Depresi Sedang)
2 DS: Krisis Situasi Ketidakefektifan
a. klien mengatakan Koping
suka merenung disaat Kurang Dukungan
malam hari sehingga Sosial
klien baru bisa tidur
pada pukul 02.00 dan Ketidakefektifan
pukul 04.00 klien Koping
sudah bangun dan
juga jarang tidur siang
b. Klien mengatakan
seringkali dia
26

menangis memikirkan
anaknya yang berada
jauh darinya
c. Klien mengatakan
takut anaknya
mengalami hal yang
sama dengan dirinya
d. Klien mengatakan
bahwa kini ia lebih
nyaman sendiri
daripada kumpul
dengan tetangga.
e. Klien mengatakan
menyesal karena telah
menyia-nyiakan masa
mudanya dengan
merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet.
f. Klien mengatakan
bahwa ia solat hanya
ketika dirinya merasa
mau saja.
DO :
a. Klien diketahui jarang
berkumpul dengan
warga lain.
b. Klien terlihat
menahan air mata
ketika menceritakan
kehidupannya.
3 DS: Kondisi tubuh dan Distres Spritual
27

a. Klien mengatakan ekonomi yang


bahwa kini ia lebih tidak stabil
nyaman sendiri
daripada kumpul
dengan tetangga. Harga diri rendah
b. Klien mengatakan
telah berupaya
melakukan yang Menarik diri dari
terbaik untuk lingkungan
keluarganya dan
tetangganya, namun
semua usahanya Isolasi sosial
dianggap sia – sia
karena di usianya yang
sudah lansia tidak ada Depresi
yang merawatnya
c. Klien mengatakan Distress Spritual
menyesal karena telah
menyia-nyiakan masa
mudanya dengan
merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet.
d. Klien megatakan
apabila bisa saat ini
juga terjadi ia memilih
untuk mati saja
e. Klien mengatakan
bahwa ia solat hanya
ketika dirinya merasa
mau saja.
f. Klien kesulitan tidur
28

dan selalu merasa


gelisah karena
memikirkan
keadaannya.
DO:
a. Klien diketahui jarang
berkumpul dengan
warga lain.
b. Klien terlihat
menahan air mata
ketika menceritakan
kehidupannya.
4 DS: Kondisi kaki yang Sindrom lansia
a. Klien mengatakan pincang lemah
bahwa sekarang klien
mudah lelah dan lebih
sering berbaring dan Terganggunya
menonton televisi proses berjalan
b. klien mengatakan
sudah tidak bisa
berolah raga dengan Jarang berpindah
rutin seperti sebelum
sakit
c. klien mengatakan Penurunan
kegiatannya hanya aktivitas
melihat TV, makan ,
dan shalat dengan
posisi duduk itu saja Sindrom lansia
hanya ketika klien lemah
mau
DO:
29

a. Klien diketahui jarang


berkumpul dengan warga
lain
b. Klien terlihat lemah
c. Klien terlihat pincang saat
berjalan

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Risiko Bunuh Diri b.d isolasi Sosial d.d Klien mengatakan bahwa
sekarang klien mudah lelah dan lebih sering berbaring dan menonton
televisi, ia tidak bisa berolah raga dengan rutin seperti sebelum sakit ia
mengatakan kegiatannya hanya melihat TV, makan , dan shalat dengan
posisi duduk itu saja hanya ketuka klien mau, lebih nyaman sendiri
daripada kumpul dengan tetangga, telah berupaya melakukan yang terbaik
untuk keluarganya dan tetangganya, namun semua usahanya dianggap sia
– sia karena di usianya yang sudah lansia tidak ada yang merawatnya,
menyesal karena telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan merokok,
berjudi, dan bermain ilmu pelet, apabila bisa saat ini juga terjadi ia
memilih untuk mati saja, solat hanya ketika dirinya merasa mau saja, dan
kesulitan tidur dan selalu merasa gelisah karena memikirkan
keadaannya.Klien merupakan seorang janda denngan Total nilai APGAR :
6 dan Status Depresi Lansia dengan Beck’s Deppressions Scale : 15 (klien
mengalami depresi sedang).
2. Ketidakefektifan Koping Kurang b.d Dukungan Sosial d.d Klien
mengatakan suka merenung disaat malam hari sehingga klien baru bisa
tidur pada pukul 02.00 dan pukul 04.00 klien sudah bangun dan juga
jarang tidur siang, seringkali dia menangis memikirkan anaknya yang
berada jauh darinya, takut anaknya mengalami hal yang sama dengan
dirinya, ia lebih nyaman sendiri daripada kumpul dengan
tetangga,menyesal karena telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan
30

merokok, berjudi, dan bermain ilmu pelet, solat hanya ketika dirinya
merasa mau saja. Klien diketahui jarang berkumpul dengan warga lain dan
Klien terlihat menahan air mata ketika menceritakan kehidupannya.
3. Distres spiritual b.d Depresi d.d Klien mengatakan bahwa kini ia lebih
nyaman sendiri daripada kumpul dengan tetangga. Klien mengatakan telah
berupaya melakukan yang terbaik untuk keluarganya dan tetangganya,
namun semua usahanya dianggap sia – sia karena di usianya yang sudah
lansia tidak ada yang merawatnya. Klien mengatakan menyesal karena
telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet. Klien megatakan apabila bisa saat ini juga terjadi ia
memilih untuk mati saja. Klien mengatakan bahwa ia solat hanya ketika
dirinya merasa mau saja. Klien kesulitan tidur dan selalu merasa gelisah
karena memikirkan keadaannya. Klien diketahui jarang berkumpul dengan
warga lain. Klien terlihat menahan air mata ketika menceritakan
kehidupannya.
4. Sindrom lansia lemah b.d Penurunan aktivitas d.d Klien mengatakan
bahwa sekarang klien mudah lelah dan lebih sering berbaring dan
menonton televisi, sudah tidak bisa berolah raga dengan rutin seperti
sebelum sakit, kegiatannya hanya melihat TV, makan , dan shalat dengan
posisi duduk itu saja hanya ketuka klien mau, Klien diketahui jarang
berkumpul dengan warga lain, terlihat lemah dan terlihat pincang saat
berjalan.
31

3.5 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf
1 Risiko Bunuh Diri Setelah dilakukan asuhan NIC Ḉ
keperawatan selama 1 x 24 Konseling (5240) :
jam diharapkan Resiko Bunuh a. Bangun hubungan terapeutik yang
Diri dapat dihindari dengan didasarkan pada rasa saling percaya
kriteria hasil : dan saling menghormati.
NOC b. Tunjukkan empati, kehangatan, dan
Kontrol diri terhadap ketulusan.
depresi (1409) c. Tetapkan lama hubungan konseling.
a. Memantau kemampauan d. Tetapkan tujuan-tujuan.
untuk berkonsentrasi e. Sediakan privasi dan berikan jaminan
dipertahankan pada skala kerahasiaan.
3 dan tingkatkan pada f. Dukung ekspresi perasaan klien.
skala 2. g. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
b. Mengidentifikasi sesuatu masalah atau situasi yang
yang muncul sebelum menyebabkan distress.
depresi dipertahankan h. Minta klien mengidentifikasi apa yang
pada skala 3 dan mereka bisa atau tidak bisa lakukan
32

tingkatkan pada skala 2. terkait dengan peristiwa yang terjadi.


c. Menetapkan tujuan yang i. Bantu klien membuat daftar dan
realistis dipertahankan memprioritaskan kemungkinan
pada skala 3 dan alternatif (penyelesaian) masalah.
tingkatkan pada skala 2 j. Tentukan bagaimana perilaku keluarga
mempengaruhi klien.
k. Tunjukkan aspek-aspek tertentu dari
pengalaman seseorang yang
mendukung ketulusan dan rasa
percaya, dengan cara yang tepat.
l. Bantu klien untuk mengidentifikasi
kekuatan dan menguatkan hal tersebut.
m. Dukung penggantian kebiasaan yang
tidak diinginkan dengan kebiasaan
yang diinginkan.
n. Jangan mendukung pembuatan
keputusan pada saat klien dalam
kondisi stress berat, jika
memungkinkan.
33

2 Ketidakefektifan Koping Setelah dilakukan asuhan NIC Ḉ


keperawatan selama 1 x 24 Peningkatan Koping (5230)
jam diharapkan a. Bantu pasien dalam mengidentifikasi
ketidakefektifan koping dapat tujuan jangka pendek dan jangka panjang
dikurangi dengan kriteria b. Bantu pasien dalam memeriksa sumber
hasil : sumber yang tersedia untuk memenuhi
NOC tujuannya
Koping (1302) c. Berikan penilaian mengenai dampak dari
a. Mengidentifikasi pola situasi kehidupan pasien terhadap peran
koping yang efektif dan hubungan (yang ada).
dipertahankan pada skala d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
3 dan ditingkatkan pada informasi yang paling menarik
skala 4. e. Dukung kemampuan mengatasi situasi
b. Menyatakan penerimaan secara berangsur angsur.
terhadap situasi
dipertahankan pada skala
3 dan ditingkatkan pada
skala 4.
34

3 Distress Spiritual Setelah dilakukan asuhan NIC


keperawatan selama 1 x 24 Dukungan Spiritual (5420)
jam diharapkan distress 1. Gunakan komunikasi terapeutik
spiritual dapat dikurangi dalam membangun hubungan
dengan kriteria hasil : saling percaya dan caring
NOC 2. Dorong individu untuk meninjau
Kesehatan Spiritual ulang masa lalu dan berfokus
(2001) pada kejadian dan hubungan
a. Kualitas yang memberikan dukungan dan
keyakinan kekuatan spiritual
dipertahankan pada 3. Perlakukan individu dengan
skala 3 dan hirmat dan bermartabat
ditingkatkan pada 4. Dorong untuk meninjau ulang
skala 4. kehidupan dengan mengenang
b. Kualitas harapan kembali
dipertahankan pada 5. Dorong partisipasi terkait dengan
skala 3 dan keterlibatan anggota keluarga,
ditingkatkan pada teman, dan orang lain
skala 4. 6. Berikan privasi dan waktu-waktu
35

c. Kemampuan yang tenang untuk


berdoa [dilakukannya] kegiatan spiritual
dipertahankan pada 7. Dorong partisipasi dalam
skala 3 dan dukungan kelompok
ditingkatkan pada 8. Ajarkan metode relaksasi,
skala 4. meditasi, dan imajinasi
terbimbing/guided imagery
9. Dorong penggunaan sumber-
sumber spiritual jika diinginkan
10. Gunakan teknik-teknik untuk
mengklarifikasi nilai untuk
membantu individu
mengklarifikasi keyakinan dan
nilai dengan baik
11. Dengarkan perasaan klien
12. Tunjukkan empati terhadap
ekspresi perasaan klien
13. Fasilitasi individu terkait
dengan penggunaan meditasi,
36

bersembahyang dan ritual


keagamaan lainnya
14. Dengarkan komunikasi klien
dengan hati-hati dan
kembangkan perasaan mengenai
waktu berdoa maupun waktu
ritual spiritual klien
4 Sindrom Lansia Lemah Setelah dilakukan asuhan NIC Ḉ
keperawatan selama 1 x 24 Manajemen Energi (0180)
jam diharapkan Sindrom a. Kaji status fisiologi klien yang
Lansia Lemah dapat menyebabkan kelelahan sesuai dengan
berkurang dengan kriteria konteks usia dan perkembangan
hasil : b. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
NOC secara verbal mengenai keterbatasan yang
Tingkat Kelelahan (0007) dialami
a. Kelelahan dipertahankan c. Ajarkan klien mengenai pengelelolaan
pada skala 3 dan kegiatan dan teknik manajemen waktu
ditingkatkan pada skala 4. untuk mencegah kelelahan
b. Kegiatan sehari hari d. Instruksikan klien atau orang terdekat
37

dipertahankan pada skala dengan klien mengenai teknik perawatan


3 dan ditingkatkan pada diri yang memungkinkan penggunaan
skala 4 energi sehemat mungkin (monitor diri dan
teknik untuk melakukan aktivitas sehari-
hari)

Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)


a. Tentukan batasan pergerakan sendi dan
efeknya terhadap fungsi sendi.
b. Jelaskan pada pasien atau eluarga menfaat
dan tuuan melakukan latihan sendi.
c. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya
nyeri dan ketidaknyamanan selama
pergerakan/aktivitas.
d. Pakaikan baju yang tidak menghambat.
e. Lakukan ROM pasif atau ROM dengan
nbantuan, sesuai indikasi
f. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan
latihan.
38

g. Bantu pasien untuk membuat jadwal


latihan ROM aktif.

3.6 Implementasi Keperawatan


No Diagnosa Tanggal / jam Tindakan Paraf

1 Risiko Bunuh Diri 22 April 2019 £

15.00
1. Membangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa
15.05 saling percaya dan saling menghormati.
2. Menunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan.
15.10
3. Menetapkan lama hubungan konseling.
15.15 4. Menetapkan tujuan-tujuan.
5. Menyediakan privasi dan berikan jaminan kerahasiaan.
15.20
6. Mendukung ekspresi perasaan klien.
15.30 7. Membantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi
yang menyebabkan distress.
39

15.40 8. Meminta klien mengidentifikasi apa yang mereka bisa atau tidak
bisa lakukan terkait dengan peristiwa yang terjadi.
15.50
9. Membantu klien membuat daftar dan memprioritaskan
16.00 kemungkinan alternatif (penyelesaian) masalah.
10. Menentukan bagaimana perilaku keluarga mempengaruhi klien.
16.10
11. Menunjukkan aspek-aspek tertentu dari pengalaman seseorang
16.15 yang mendukung ketulusan dan rasa percaya, dengan cara yang
tepat.
16.25
12. Membantu klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan
16.35 menguatkan hal tersebut.
13. Mendukung penggantian kebiasaan yang tidak diinginkan
dengan kebiasaan yang diinginkan.
2 Ketidakefektifan 22 April 2019 £
Koping 1. Membantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek
15.30
dan jangka panjang
2. Membantu pasien dalam memeriksa sumber sumber yang
tersedia untuk memenuhi tujuannya
16.15
3. Memberikan penilaian mengenai dampak dari situasi kehidupan
40

pasien terhadap peran dan hubungan (yang ada).


4. Membantu pasien untuk mengidentifikasi informasi yang paling
16.35
menarik

16.45

3 Distress spiritual 27 April 2019

14.00 1. Menggunakan komunikasi terapeutik dalam membangun


hubungan saling percaya dan caring

2. Menunjukkan empati terhadap ekspresi perasaan


14.05
klien

14.10
3. Mendorong individu untuk meninjau ulang masa lalu
dan berfokus pada kejadian dan hubungan yang
memberikan dukungan dan kekuatan spiritual
14.25
41

14.30 4. Mendorong partisipasi dalam dukungan kelompok

5. Mengajarkan metode relaksasi, meditasi, dan


imajinasi terbimbing/guided imagery
14.45

7. Memberikan privasi dan waktu-waktu yang tenang


14.55
untuk melakukan kegiatan spiritual

8. Menggunakan teknik-teknik untuk mengklarifikasi


nilai untuk membantu individu mengklarifikasi

15.10 keyakinan dan nilai dengan baik

9. Mendengarkan komunikasi klien dengan hati-hati

15.20 dan kembangkan perasaan mengenai waktu berdoa


maupun waktu ritual spiritual klien

10. Memfasilitasi individu terkait dengan penggunaan


meditasi, bersembahyang dan ritual keagamaan
lainnya
42

4 Sindrom Lansia 27 April 2019 £


Lemah
1. Mengaji status fisiologi klien yang menyebabkan kelelahan
15.20 sesuai dengan konteks usia dan perkembangan

15.30
2. Menganjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
15.50 mengenai keterbatasan yang dialami
3. Mengajarkan klien mengenai pengelelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
15.55 4. Menginstruksikan klien atau orang terdekat dengan klien
mengenai teknik perawatan diri yang memungkinkan
penggunaan energi sehemat mungkin (monitor diri dan teknik
untuk melakukan aktivitas sehari-hari)
43
44

3.7 Evaluasi Keperawatan


No. Diagnosa Evaluasi Paraf

1. Risiko Bunuh Diri S : Klien mengatakan bahwa £


dirinya sudah mulai terbuka
dengan tetangganya dan jarang
menyendiri

O : Klien membuka diri dengan


menceritakan masalah yang
membuatnya ingin bunuh diri

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

2. Ketidakefektifan koping S : Klien mengatakan masih £


bingung dengan cara memenuhi
tujuan yang telah dibuat

O : Klien mulai sering berdiskusi


dengan tetangganya

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

3. Distress spiritual S : Klien mengatakan bahwa £


ternyata penting bagi dirinya
untuk selalu beribadah

O : Klien tampak melakukan


sholat dengan benar walaupun
dalam kedaan duduk

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
45

4. Sindrom lansia lemah S : Klien mengatakan sering £


melakukan pemanasan setelah
jalan pagi

O : Klien tampak lebih segar

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
46

Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penuaan pada
lanjut usia ialah Hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup seperti terpapar sinar matahari, kurang olahraga dan konsumsi
alkohol , lingkungan dan stress.
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Faktor-faktor yang memicu
terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia ialah menjadi janda atau duda,
memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan berduka.
Dari analisis jurnal didapatkan hasil bahwa interpersonal psikoterapi
berdampak pada penurunan skor ide bunuh diri secara signifikan. Interpersonal
psikoterapi dapat mengurangi ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi
serta meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia. Keefektifan ini
didukung oleh penelitian lain.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian diatas untuk
menjadi tambahan referensi terkait dengan interpersonal psikoterapi sebagai salah
satu terapi yang dapat diberikan kepada lanjut usia yang berisiko bunuh diri.
4.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat menerapkan interpersonal psikoterapi sebagai
salah satu terapi yang dapat diberikan kepada lanjut usia yang berisiko bunuh
diri.
4.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Karena penelitian diatas dilakukan kepada 17 peserta diharapkan penelitian
selanjutnya menggunakan sampel yang lebih banyak dan membagi menjadi
kelompok intervensi dan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
47

Badan Pusat Statistik. 2015. Kejadian Bunuh Diri pada Penduduk Lanjut Usia.
Jakarta : Badan Pusat Statistik

Conejero, I., Emilie, O., Philippe, C., Raffaella, C. 2018. Suicide in Older Adults:
Current Perspectives. Clinical Interventions in Aging. 13 (1) : 691-699

Conell, J., U, Lewitzka. 2018. Adapted Psychotherapy fo Suicidal Geriatric


Patients With Depression. BMC Psychiatry. 18 (203) :1-5

Dewi, S. R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish

Ghodsbin, F., Z.S, Ahmadi., I. Jahanbin., F. Sharif. 2015. The Effects of Laughter
Therapy on General Health of Elderly People Referring to
Jahandidegan Community Center in Shiraz, Iran, 2014: A Randomized
Controlled Trial. Internationals Journal of Community Based Nursing
and Midwifery. 3 (1) : 31-38

Gultom P., H. Bidjuni, V. Kallo. 2016. Hubungan Aktivitas Spiritual Dengan


Tingkat Depresi Pada Lansia Di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja
Cerah Kota Manado. E-journal Keperawatan. 4 (2) : 1-7

Heisel, M.J., N.L, Tablot., D.A, King., X.M, Tu., P.R, Duberstein. 2015. Adapting
Interpersonal Psychotherapy for Older Adults at Risk for Suicide.
American Journal Geriatric Psychiatry. 23 (1) : 87-98

Muhith, A & Sandu, S. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :


Andi Offset

Nauli, F.A., E. Yuliatri, R. Savita. 2014. Hubungan Tingkat Depresi dengan


Tingkat Kemandirian dalam Aktifitas Sehari-hari Pada Lansia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu. Jurnal Keperawatan
Soedirman. 9 (2) :103-110
48

Stuart, G.W & Sunden, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Susilawati, D. 2016. Angka Bunuh Diri pada Lanjut Usia. Jakarta :


Republika.co.id. dapat diakses pada
https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-
sehat/18/10/16/pgoqeo328-angka-bunuh-diri-di-anak-muda-meningkat
[22 April 2019]

LAMPIRAN
49

Anda mungkin juga menyukai