DIRI
KEPERAWATAN GERONTIK
Oleh:
Kelompok 7
Kelas D 2016
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN RISIKO BUNUH
DIRI
KEPERAWATAN GERONTIK
Oleh:
Kelompok 7
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga Makalah Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini dapat diselesaikan sesuai
rencana. Makalah Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Fakultas Keperawatan Universitas Jember tahun 2019, dimana dalam penulisan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ns. Latifa Aini S., M.Kep., Sp.Kom selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Gerontik
2. Teman teman kelas D angkatan 2016 Fakultas Keperawatan
Universitas Jember yang telah telah membantu.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, begitupula dengan Makalah
Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini. Penulis
menyadari bahwa Makalah Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko
Bunuh Diri ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta saran
yang membangun dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati
sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran bagi penulis agar kelak penulis dapat
membuat dengan lebih baik lagi. Semoga Makalah Asuhan Keperawatan pada
Lansia dengan Risiko Bunuh Diri ini dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya serta dapat membantu
meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam membangun bangsa
Indonesia tercinta ini terutama dalam bidang kesehatan.
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1 Konsep Lansia..................................................................................3
2.2 Risiko Bunuh Diri.............................................................................8
2.3 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Risiko Bunuh Diri.........9
BAB 3. PEMBAHASAN..................................................................................16
3.1 Analisa Jurnal...................................................................................16
3.2 Pengkajian Keperawatan..................................................................17
3.3 Analisa Data.....................................................................................24
3.4 Diagnosa Keperawatan.....................................................................29
3. 5 Intervensi Keperawatan...................................................................31
3.6 Implementasi Keperawatan..............................................................38
3.7 Evaluasi Keperawatan......................................................................43
BAB 4. PENUTUP............................................................................................45
4.1 Kesimpulan.......................................................................................45
4.2 Saran.................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................46
LAMPIRAN
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Prevalensi kejadian bunuh diri di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 4,3 %
dan meningkat pada tahun 2016 mencapai 5,2 % (Susilawati, 2016). Provinsi
Jawa Timur merupakan provinsi kedua di Indonesia yang memiliki kasus kejadian
bunuh diri tertinggi yakni mencapai 119 kasus pada tahun 2015 (BPS, 2015).
Sedangkan, prevalensi kejadian bunuh diri pada lansia mencapai 41 % dari
seluruh kejadian bunuh diri (BPS, 2015). Prevelensi lansia yang memiliki
gangguan depresi pada laki-laki 5%-12% sedangkan wanita 10%-25% dan 15%
penderita lansia melakukan bunuh diri. Kejadian bunuh diri banyak dilakukan
oleh laki-laki daripada wanita (Gultom, 2016).
Lanjut usia merupakan suatu kondisi pasti dialami oleh semua orang yang
dikarunia kehidupan usia panjang. Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok umur
yang memasuki usia 60 tahun ke atas yang dapat ditandai dengan perubahan pada
fisik dan mental lansia. Perubahan mental dari lansia dapat terlihat dari sikap
egosentrik, mudah tersinggung dan depresi. Depresi merupakan salah satu
gangguan mental yang dapat menakibatkan meningkatkan morbiditas, mortilitas,
beban disabilitas dan resiko bunuh diri. Kejadian bunuh diri pada lansia karena
depresi yang terjadi akibat adanya penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Depresi
yang mengakibatkan bunuh diri pada lansia juga dampak terjadinya modernisasi
yang menyebabkan kerengangan hubungan sosial antar keluarg (Nauli dkk, 2014).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau
bermusuhan, bunuh diri merupakan hukuman pada diri sendiri, dan cara
mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
2
Faktor-faktor yang memicu terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia
ialah menjadi janda atau duda, memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan
berduka (Conejero et al, 2018).
1.2.2 Apakah faktor–faktor yang dapat menyebabkan bunuh diri pada lanjut usia ?
1.2.3 Apa terapi yang dapat digunakan untuk mencegah lanjut usia melakukan
percobaan bunuh diri ?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada lanjut usia yang berisiko bunuh diri ?
1.3 Tujuan
Menurut Setianto dalam Muhith & Siyoto (2016) seseorang dianggap lanjut
usia (Lansia) apabila telah berusia 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan
(Pudjiastuti dalam Efendi dan Makhfudli, 2009).
d. Usia sangat tua (very old) merupakan kelompok usia diatas 90 tahun
dan dialami setiap individu. Proses menua pada organ tubuh individu juga berbeda
(Nugroho dalam Muhith & Siyoto, 2016). Proses penuaan adalah suatu proses
menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki
atau mengganti dan mempertahankan struktu dan fungsi normalnya. Akibatnya,
tubuh tidak dapat bertahan tehadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan
tersebut (Muhith & Siyoto, 2016). Proses ini akan berdampak pada seluruh organ
tubuh seperti organ dalam maupun organ terluar seperti kulit.
Menurut Muhith & Siyoto (2016) fakor – faktor yang mempengaruhi proses
menua meliputi :
c. Status kesehatan
e. Lingkungan
f. Stress
Menurut Dewi (2014) terdapat teori yang berkaitan dengan proses penuaan yakni :
1. Teori Biologi
a. Teori genetik
Teori genetik ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir dengan
program genetik yang mengatur proses menua selama rentang hidupnya. Setiap
spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik atau jam biologis
sendiri dan setiap spesies memiliki batas usia yang berbeda-beda yang telah
5
diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jam ini berhenti berputar maka
ia akan mati.
Menurut teori ini proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan stress
yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu meremajakan
fungsinya. Proses menua merupakan suatu proses fisiologi.
c. Teori nutrisi
Teori ini menyatakan bahwa proses menua dan kualitas menua dipengaruhi
intake nutrisi seseorang sepanjang hidupnya. Intake nutrisi yang baik pada
setiap tahap perkembangan anak membantu meningkatkan kualitas kesehatan
seseorang. Semakin lama seseorang mengkonsumsi makanan bergizi dalam
hidupnya maka ia akan hidup lebih lama dengan sehat.
Berdasarkan teori ini penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau enzim.
Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel normal menjadi sel kanker atau penyakit.
e. Teori stress
Teori ini mengungkapkan bahwa proses menua terjadi akibat hilangnya sel-
sel yang biasadigunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan selyang
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai.
6
Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
Radikal bebas terbentuk dalam alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
mengakibatkan oksidasi oksigen, bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak melakukan regenerasi.
Teori ini mengungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua dan using
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan penurunan elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel.
2. Teori Psikologis
3. Teori Sosiologi
Berdasarkan teori ini pada lansia akan terjadi penurunan kekuasaan dan
prestise sehingga interaksi social mereka juga akan berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
c. Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada bagaimana
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut.
d. Teori berkesinambungan
Menurut teori ini, setiap manusia akan berubah menjadi tua namum
kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak akan mengalami perubahan.
8
e. Subculture theory
Menurut teori ini lansia dipandang sebagai sub kultur, yang bermakna lansia
memiliki norma dan standar budaya sendiri. Standar dan norma tersebut meliputi
perilaku, keyakinan dan harapan yang membedakan lansia dari kelompok lainnya.
Risiko bunuh diri dimaksudkan dengan rentan terhadap diri sendiri, cedera
yang mengancam jiwa (NANDA, 2017). Resiko bunuh diri adalah resiko untuk
mencederai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri merupakan hukuman
pada diri sendiri, dan cara mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
Faktor-faktor yang memicu terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia
ialah menjadi janda atau duda, memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan
berduka. Selain itu, banyak literatur menunjukkan bahwa faktor risiko
sosiodemografi tertentu (isolasi sosial, status perkawinan, berkabung) atau klinis
(demensia, gangguan kognitif, dan penyakit fisik) yang mungkin terkait dengan
perilaku bunuh diri pada lansia (Conejero et al, 2018).
Risiko bunuh diri pada lansia kemungkinan berkaitan dengan proses penuaan
yang terjadi pada diri lansia pada fase tersebut akan terjadi perubahan fisik dan
perubahan mental yang mengarah pada salah satu tugas yang sulit dalam
perkembangan hidup manusia. Beberapa masalah yang menyebabkan lansia
berpotensi bunuh diri :
a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga lansia bergantung pada
orang lain
9
d. Waktu luang yang banyak pada lansia yang menyebabkan lansia merasa
jenuh
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
c. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
d. Riwayat pengobatan.
f. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.
g. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
10
1). Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
2). Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur
dan cara - cara melaksanakan rencana tersebut.
3). Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood
5). Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.
6). Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien,
atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
2). Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
9). Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
10). Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol,
obat, racun
b. Keputus asaan
c. Ketidak berdayaan
f. Kecemasaan.
g. Berduka disfungsional
Rencana intervensi yang dapat dilakukan terkaiyt resiko bunuh diri ialah :
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk
mencoba bunuh diri.
1). Verbal
5). Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
7). Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
8). Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
10). Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi.
Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang
dimakan.
d. Eksplorasi perasaan.
BAB 3. PEMBAHASAN
Masalah kesehatan yang umum terjadi pada usia lanjut meliputi 4 komponen,
yaitu kesehatan fisik, fungsi fisik, ansietas dan depresi (Tsaousis & Nikolaou
dalam Ghodsbin et al, 2015). Interpersonal psikoterapi dapat diberikan kepada
lanjut usia yang berisiko untuk bunuh diri yang menunjukkan ekspresi ide bunuh
diri, ide kematian atau mencederai diri sendiri (Heisel et al, 2015). Terapi ini
memiliki dampak positif antara lain terjadi pengurangan ide bunuh diri, ide
kematian dan tingkat depresi secara spesifik (Heisel et al, 2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Heisel et al pada tahun 2015 yang berjudul “Adapting
Interpersonal Psychotherapy for Older Adults at Risk for Suicide” menyimpulkan
bahwa interpersonal psikoterapi menjadi pilihan intervensi yang efektif untuk
lanjut usia yang berisiko bunuh diri dengan langkah – langkah seperti mengurangi
ide bunuh diri, ide kematian serta tingkat depresi.
Pada penelitian ini terdapat 17 responden yang mengikuti penelitian dari awal
sampai akhir. Adapun beberapa kriteria inklusi pada penelitian ini yakni berusia
60 tahun atau lebih, dapat berkomunikasi dengan bahasa inggris dan melaporkan
ide bunuh diri saat ini atau ide kematian kepada dokter yang merujuk atau
memiliki dokumentasi telah mencederai diri sendiri dalam dua tahun terakhir.
Sedangkan, kriteria ekslusi pada penelitian ini ialah lanjut usia yang memiliki
gangguan kognitif sedang hingga berat (skor MMSE <23) dan demensia stadium
lanjut, riwayat skizofrenia serta penyalahgunaan zat aktif (Heisel et al, 2015).
Tahap awal penelitian ini ialah memilih sampel, sampel dipilih oleh staf
klinik di rawat inap, rawat jalan, balai konsultasi dan layanan medi di London,
Ontario, sebuah kota di Canada dengan populasi lansia 350.000. Selanjutnya
sampel dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Penelitian
berlangsung selama 16 minggu, diawali dengan pengkajian secara komprehensif
terkait ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi selanjutnya peserta
menyelesaikan pengukuran variabel proses terapeutik, menilai aliansi terapeutik
17
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor ide bunuh diri
secara signifikan. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa interpersonal
psikoterapi dapat mengurangi ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi
serta meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia (Heisel et al, 2015).
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
18
Suku : Madura
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kebonsari
Status Perkawinan : Cerai Mati
Sumber informasi : Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Pekerjaan:
Klien pada usia mudanya berjualan gorengan pada malam hari, namun
setelah klien mengalami kecelakaan (15 tahun yang lalu) klien
mengalami patah tulang kaki dan akhirnya membatasi pergerakannya
sehingga klien sekarang menjadi ibu rumah tangga.
b. Jumlah dan hubungan keluarga yang masih ada:
Klien memiliki hubungan baik dengan anak nya, namun anak bersama
keluarganya tinggal di luar kota sehingga jarang mengunjungi klien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh kesulitan tidur karena rasa sesak, nyeri dada dan
badan yang menggigil pada saat penyakit jantungnya kambuh.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan asma yang klien keluhkan sudah jarang kambuh,
namun setelah klien opname (±1 bulan lalu) dengan penyakit gastritis
dan anemia. Klien mengatakan bahwa sekarang klien mudah lelah dan
lebih sering berbaring dan menonton televisi. Klien mengatakan jarang
berkomunikasi dengan warga lain dan Klien lebih sering didalam
rumah daripada beraktivitas diluar rumah dikarenakan keadannya yang
mudah lelah. Klien mengeluh nafsu makannya menurun. Klien
kesulitan tidur karena memikirkan keadaannya.
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
19
4. Status Fisiologis
a. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
b. Suhu : 36,7 ˚C
c. Nadi : 64 x/menit
d. Respirasi : 25 x/menit
5. Pola Kebiasaan
a. Kebiasaan makan dan minum
Pada kebiasaan makan sebelum sakit, klien makan 3 kali sehari dengan
porsi cukup dan tidak memiliki pantangan. Setelah sakit klien makan 3
20
kali sehari dengan porsi sedikit dan mengkonsumsi nasi, sayur dan
lauk. Klien mengatakan sering minum air putih
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit: Klien mengatakan BAK sekitar 4 kali sehari dan BAB
1 kali sehari
Setelah sakit: klien mengatakan tidak ada perubahan dalam BAK
maupun BAB
c. Pola toileting
1. Mandi:
Klien mandi 2 kali sehari pada saat sebelum sakit klien mandi pagi
pada pukul 5 namun setelah sakit klien mandi pagi pukul 10.00 dan
mandi sore pukul 15.30 secara mandiri
2. Gosok gigi:
Klien mengatakan rutin gosok gigi 2 kali sehari
3. Keramas:
Klien mengatakan bahwa beliau keramas tiap 3 hari sekali
6. Pola Tidur dan Instrirahat
Pada saat sebelum sakit klien mengatakan tidur pada setiap harinya pukul
22.00 dan bangun pukul 03.00 namun setelah sakit klien mengatakan
bahwa kesulitan tertidur hingga pukul 02.00 dan bangun pukul 04.00.
klien mengatakan jarang tidur pada siang hari.
7. Pola Perseptual
a. Penglihatan:
Klien memiliki fungsi penglihatan yang baik
b. Pendengaran:
Setelah klien memasuki lanjut usia klien mengalami penurunan fungsi
pendengaran
c. Sensasi:
Klien memiliki fungsi sensasi yang baik
21
NILAI RESPON
No. Keadaan yang dialami selama seminggu
YA TIDAK
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? 0 1
2. Apakah anda telah banyak meninggalkan kegiatan dan hobi anda ? 1 0
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? 1 0
4. Apakah anda sering merasa bosan ? 1 0
5. Apakah anda masih memiliki semangat hidup ? 0 1
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada 0
6. 1
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia utuk sebagian besar hidu anda ? 0 1
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? 1 0
Apakah anda lebuh suka tinggal di rumah, daripada pergi keluar 1
9. 0
untuk mengerjakan sesuatu yang baru ?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya 0
10. 1
ingat anda dibandingkan orang lain ?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang menyenangkan ? 0 1
12. Apakah anda merasa tidak berharga ? 1 0
13. Apakah anda merasa penuh semangat ? 0 1
14. Apakah anda merasa keadaan anda tidak ada harapan ? 1 0
24
menangis memikirkan
anaknya yang berada
jauh darinya
c. Klien mengatakan
takut anaknya
mengalami hal yang
sama dengan dirinya
d. Klien mengatakan
bahwa kini ia lebih
nyaman sendiri
daripada kumpul
dengan tetangga.
e. Klien mengatakan
menyesal karena telah
menyia-nyiakan masa
mudanya dengan
merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet.
f. Klien mengatakan
bahwa ia solat hanya
ketika dirinya merasa
mau saja.
DO :
a. Klien diketahui jarang
berkumpul dengan
warga lain.
b. Klien terlihat
menahan air mata
ketika menceritakan
kehidupannya.
3 DS: Kondisi tubuh dan Distres Spritual
27
1. Risiko Bunuh Diri b.d isolasi Sosial d.d Klien mengatakan bahwa
sekarang klien mudah lelah dan lebih sering berbaring dan menonton
televisi, ia tidak bisa berolah raga dengan rutin seperti sebelum sakit ia
mengatakan kegiatannya hanya melihat TV, makan , dan shalat dengan
posisi duduk itu saja hanya ketuka klien mau, lebih nyaman sendiri
daripada kumpul dengan tetangga, telah berupaya melakukan yang terbaik
untuk keluarganya dan tetangganya, namun semua usahanya dianggap sia
– sia karena di usianya yang sudah lansia tidak ada yang merawatnya,
menyesal karena telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan merokok,
berjudi, dan bermain ilmu pelet, apabila bisa saat ini juga terjadi ia
memilih untuk mati saja, solat hanya ketika dirinya merasa mau saja, dan
kesulitan tidur dan selalu merasa gelisah karena memikirkan
keadaannya.Klien merupakan seorang janda denngan Total nilai APGAR :
6 dan Status Depresi Lansia dengan Beck’s Deppressions Scale : 15 (klien
mengalami depresi sedang).
2. Ketidakefektifan Koping Kurang b.d Dukungan Sosial d.d Klien
mengatakan suka merenung disaat malam hari sehingga klien baru bisa
tidur pada pukul 02.00 dan pukul 04.00 klien sudah bangun dan juga
jarang tidur siang, seringkali dia menangis memikirkan anaknya yang
berada jauh darinya, takut anaknya mengalami hal yang sama dengan
dirinya, ia lebih nyaman sendiri daripada kumpul dengan
tetangga,menyesal karena telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan
30
merokok, berjudi, dan bermain ilmu pelet, solat hanya ketika dirinya
merasa mau saja. Klien diketahui jarang berkumpul dengan warga lain dan
Klien terlihat menahan air mata ketika menceritakan kehidupannya.
3. Distres spiritual b.d Depresi d.d Klien mengatakan bahwa kini ia lebih
nyaman sendiri daripada kumpul dengan tetangga. Klien mengatakan telah
berupaya melakukan yang terbaik untuk keluarganya dan tetangganya,
namun semua usahanya dianggap sia – sia karena di usianya yang sudah
lansia tidak ada yang merawatnya. Klien mengatakan menyesal karena
telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan merokok, berjudi, dan
bermain ilmu pelet. Klien megatakan apabila bisa saat ini juga terjadi ia
memilih untuk mati saja. Klien mengatakan bahwa ia solat hanya ketika
dirinya merasa mau saja. Klien kesulitan tidur dan selalu merasa gelisah
karena memikirkan keadaannya. Klien diketahui jarang berkumpul dengan
warga lain. Klien terlihat menahan air mata ketika menceritakan
kehidupannya.
4. Sindrom lansia lemah b.d Penurunan aktivitas d.d Klien mengatakan
bahwa sekarang klien mudah lelah dan lebih sering berbaring dan
menonton televisi, sudah tidak bisa berolah raga dengan rutin seperti
sebelum sakit, kegiatannya hanya melihat TV, makan , dan shalat dengan
posisi duduk itu saja hanya ketuka klien mau, Klien diketahui jarang
berkumpul dengan warga lain, terlihat lemah dan terlihat pincang saat
berjalan.
31
15.00
1. Membangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa
15.05 saling percaya dan saling menghormati.
2. Menunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan.
15.10
3. Menetapkan lama hubungan konseling.
15.15 4. Menetapkan tujuan-tujuan.
5. Menyediakan privasi dan berikan jaminan kerahasiaan.
15.20
6. Mendukung ekspresi perasaan klien.
15.30 7. Membantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi
yang menyebabkan distress.
39
15.40 8. Meminta klien mengidentifikasi apa yang mereka bisa atau tidak
bisa lakukan terkait dengan peristiwa yang terjadi.
15.50
9. Membantu klien membuat daftar dan memprioritaskan
16.00 kemungkinan alternatif (penyelesaian) masalah.
10. Menentukan bagaimana perilaku keluarga mempengaruhi klien.
16.10
11. Menunjukkan aspek-aspek tertentu dari pengalaman seseorang
16.15 yang mendukung ketulusan dan rasa percaya, dengan cara yang
tepat.
16.25
12. Membantu klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan
16.35 menguatkan hal tersebut.
13. Mendukung penggantian kebiasaan yang tidak diinginkan
dengan kebiasaan yang diinginkan.
2 Ketidakefektifan 22 April 2019 £
Koping 1. Membantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek
15.30
dan jangka panjang
2. Membantu pasien dalam memeriksa sumber sumber yang
tersedia untuk memenuhi tujuannya
16.15
3. Memberikan penilaian mengenai dampak dari situasi kehidupan
40
16.45
14.10
3. Mendorong individu untuk meninjau ulang masa lalu
dan berfokus pada kejadian dan hubungan yang
memberikan dukungan dan kekuatan spiritual
14.25
41
15.30
2. Menganjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
15.50 mengenai keterbatasan yang dialami
3. Mengajarkan klien mengenai pengelelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
15.55 4. Menginstruksikan klien atau orang terdekat dengan klien
mengenai teknik perawatan diri yang memungkinkan
penggunaan energi sehemat mungkin (monitor diri dan teknik
untuk melakukan aktivitas sehari-hari)
43
44
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
45
P : Lanjutkan intervensi
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
46
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penuaan pada
lanjut usia ialah Hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup seperti terpapar sinar matahari, kurang olahraga dan konsumsi
alkohol , lingkungan dan stress.
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Faktor-faktor yang memicu
terjadinya perilaku bunuh diri pada lanjut usia ialah menjadi janda atau duda,
memiliki kelainan mental lain, penyakit fisik dan berduka.
Dari analisis jurnal didapatkan hasil bahwa interpersonal psikoterapi
berdampak pada penurunan skor ide bunuh diri secara signifikan. Interpersonal
psikoterapi dapat mengurangi ide bunuh diri, ide kematian dan tingkat depresi
serta meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia. Keefektifan ini
didukung oleh penelitian lain.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian diatas untuk
menjadi tambahan referensi terkait dengan interpersonal psikoterapi sebagai salah
satu terapi yang dapat diberikan kepada lanjut usia yang berisiko bunuh diri.
4.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat menerapkan interpersonal psikoterapi sebagai
salah satu terapi yang dapat diberikan kepada lanjut usia yang berisiko bunuh
diri.
4.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Karena penelitian diatas dilakukan kepada 17 peserta diharapkan penelitian
selanjutnya menggunakan sampel yang lebih banyak dan membagi menjadi
kelompok intervensi dan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
47
Badan Pusat Statistik. 2015. Kejadian Bunuh Diri pada Penduduk Lanjut Usia.
Jakarta : Badan Pusat Statistik
Conejero, I., Emilie, O., Philippe, C., Raffaella, C. 2018. Suicide in Older Adults:
Current Perspectives. Clinical Interventions in Aging. 13 (1) : 691-699
Ghodsbin, F., Z.S, Ahmadi., I. Jahanbin., F. Sharif. 2015. The Effects of Laughter
Therapy on General Health of Elderly People Referring to
Jahandidegan Community Center in Shiraz, Iran, 2014: A Randomized
Controlled Trial. Internationals Journal of Community Based Nursing
and Midwifery. 3 (1) : 31-38
Heisel, M.J., N.L, Tablot., D.A, King., X.M, Tu., P.R, Duberstein. 2015. Adapting
Interpersonal Psychotherapy for Older Adults at Risk for Suicide.
American Journal Geriatric Psychiatry. 23 (1) : 87-98
Stuart, G.W & Sunden, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
LAMPIRAN
49