Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI

oleh
Agel Dinda Trianugraha.
NIM 192311101218

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2020
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................... ....................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................... .........................................ii
DAFTAR ISI..................................... .................................................................iii
LAPORAN PENDAHULUAN .........................................................................1
A. Definisi..................................................................................................1
B. Review Anatomi Fisiologi ...................................................................3
C. Epidemiologi .........................................................................................5
D. Etiologi..................................................................................................5
E. Tanda dan Gejala ...................................................................................7
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway .......................................................9
G. Penatalaksanaan Medis .........................................................................10
H. Penatalaksanaan Keperawatan ..............................................................12
b. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul.....................................12
c. Perencanaan / Nursing Care Plan .....................................................13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20

ii
1

A. Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebutfibromioma
uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma
jinak yang sering ditemukan pada traktus genitaliawanita, terutama wanita
sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia
produktif tetapi kerusakan reproduksidapat berdampak karena mioma uteri pada
usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. Review Anatomi Fisiologi

Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas organ eksterna dan interna.
Organ interna yang terletak didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis,
dan ginetal eksterna yang terletak di perineum. Organ reproduksi wanita terdiri
dari 2 bagian yaitu organ ektremitas dan organ interna:
1. Organ Eksterna
a. Mons veneris / mons pubis
Bantalan berisi lemak subkutan bulat yang lunak dan padat yang terletak
dipermukaan anterior simphisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar.
Sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
2

b. Labiya mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lunak yang ditutupi kulit
dari rectum. Panjang labia mayora 7 - 8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing
pada ujung bawah. Labia mayora melindungi memanjang ke bawah dan ke
belakang dari mons pubis sampai sekitar satu inci labia minora, meatus urinalius,
dan introitus vagina (muara vagina)
c. Labia minora
Labia minora terletak diantara dua labia minora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang kearah bawah dari
bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, sementara bagian lateral dan
anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina : merah muda dan basah. Pembuluh darah yang
sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkinkan
labia minora membengkak.
d. Klitoris
Jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silinder, erektik dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol kebawah diantara ujung
labia minora. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan
ketegangan seksual.
e. Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka kebelakang dan dibatasi
dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh ke dua bibir kecil, dan dibelakang oleh
perineum; embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm
dibawah klitoris ditemukan orifisium uretra ekstrenum (lubang kemih) berbentuk
membujur 4-5 mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh
lipatan – lipatan selaput vagina.
f. Vestibulum
Merupakan daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak
diantara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra,
kelenjar parauretra, vagian, dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodoran semprot,
3

garam – garaman, busa sabun), panas, dan fiksi (celana jins yang ketat).
g. Perineum
Merupakan daerah muskulus yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perineum membentuk dasar badan perineum. Penggunaan istilah vulva dan
perineum kadang – kadang tertukar, tatapi secara tidak tepat.
h. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
permukaan ujung bawah labia mayora dan labia minora digaris tengah dibawah
orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak diantara
fourchette dan hymen.

2. Organ Eksterna
a. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak didepan rectum dan dibelakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna
divestibulum diantara labia minora vulva) sampai serviks. Vagina adalah suatu
tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas.
Karena tonjolan servik ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina
hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior 9 cm. Ceruk yang
berbentuk disekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri,
anterior, dan posterior. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulasi
estrogen dan progesterone. Sel – sel mukosa tunggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel – sel yang diambil dari mukosa vagina
dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina
berasal dari traktus ginetalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara
laktobasilus vagian dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila PH naik
diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat.
b. Uterus
Uterus merupakan organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir terbaik. Pada wanita dewasa yang belum pernah hamil,
beratuterus adalah 60 gram (2 ons). Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri
4

bila ditekan, licin dan teraba padat. Derajat kepadatan ini bervariasi bergantung
kepada beberapa faktor. Misalnya, uterus lebih banyak mengandung rongga
selama fase sekresi, siklus menstruasi, lebih lunak selama masa hamil, dan lebih
padat setelah menopause. Uterus terdiri dari tiga bagian : fundus yang merupakan
tonjolan bulat dibagian atas dan terletak diatas insersi tuba valopi, korpus yang
merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri, dan instmus merupakan
bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal
sebagai segmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah
siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.
Fungsi – fungsi ini esensial untuk reproduksi, tetapi tidak diperlukan untuk
kelangsungan fisiologis wanita.
c. Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan
lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas :
1). Pars intersisialis Bagian yang terdapat di dinding uterus.
2). Pars ismika Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
3). Pars ampularis Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
4). Pars infundibulum Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbria
d. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya
untuk perkembangan dan pelepasan ovum. Serta sintesis dan sekresi hormon
steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm, labar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm.
Ovarium terletak disetiap sisi uterus, dibawah dan dibelakang tuba fallopi. Dua
ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen
lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira – kira
setinggi kristal iliaka antero superior, dan ligamentum ovarii proprium (Bobak,
2004).
5

C. Etiologi
Etiologi Menurut Aspiani (2007) ada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometriumnormal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untukmenderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(redmeat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namunsayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadarestrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan sekali atau lebih.
6

Faktor terbentuknya tomor:


1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel - selyang
mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetikayang diturunkan
dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkankanker pada usia dini. Jika
seorang ibu mengidap kanker payudara, tidakserta merta semua anak gandisnya
akan mengalami hal yang sama,karena sel yang mengalami kesalahan genetik
harus mengalamikerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker.
Secarainternal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10-15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%,
disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,makanan,
radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yangditambahkan pada
makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang
ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara
memasak juga dapat mengubahmakanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannyadengan kanker hati.
Makin sering tubuh terserang virus makin besarkemungkinan sel normal menjadi
sel kanker. Proses detoksifikasi yangdilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawayang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa
yang bersifat radikalatau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan
kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor padamioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhantumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapiestrogen eksogen.
Mioma uteri akan mengecil pada saat menopousedan oleh pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
7

dengan sterilitas.Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah


estrogenkuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlahreseptor estrogen yang
lebih banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapihormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,yaitu HPL, terlihat pada periode
ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama
kehamilan mungkinmerupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

D. Tanda dan Gejala


Gejala Mioma Uteri Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat
tergantung dari lokasi,arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya
dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan
sisanya tidakmengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejalaklasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan pada114
penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis
mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluhdismenore, nyeri
perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.Tergantung dari lokasi dan arah
pertumbuhan mioma, maka kandungkemih, ureter, dan usus dapat terganggu,
dimana peneliti melaporkankeluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%).
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus.
Infertilitas terjadisebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan
dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkankontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannyauterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
8

Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian


bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainanmenstruasi,
menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidakditemukan bukti yang
menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan
endometrium atau kerana meningkatnyainsidens disfungsi ovulasi. Teori yang
menjelaskan perdarahan yangdisebabkan mioma uteri menyatakan terjadi
perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan
terjadinyavenule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan
parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan
aliran darah langsung dari miometrium ke endometriummemfasilitasi interaksi ini.
Growth factor yang merangsang stimulasiangiogenesis atau relaksasi tonus
vaskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal danmenjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan,
berkurangnyaangiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor
danreseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahanuterus yang
abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal initimbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yangdisertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaranmioma submukosa yang akan
dilahirkan, pada pertumbuhannya yangmenyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan dismenorrhoe.Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma
uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek
danmuntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapatdisebabkan
karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksusuterovaginalis, menjalar ke pinggang
dan tungkai bawah (Pradhan,2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan padaorgan-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
9

dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing,


pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urinae.
Bila berlarut-larut dapatmenyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada
rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburanmasih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabilasarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkanmioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasiembrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan
histologiendometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor(Stoval,
2001). Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkandan mioma
merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakansuatu indikasi untuk
dilakukan miomektomi (Strewart, 2001).

E. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam myometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumordidalam uterus
mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uterimaka korpus ini tampak
bundar dan konstipasi padat. Bila terletak padadinding depan uterus mioma dapat
menonjol kedepan sehingga menekandan mendorong kandung kemih keatas
sehingga sering menimbulkankeluhan miksi (Aspiani, 2017). Secara makroskopis,
tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas tegas dengan
permukaan potongan memperlihatkangambarankumparan yang khas. Tumor
mungkin hanya satu, tetapiumumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan
ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar
10

dari pada ukuranuterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara


yang lainterletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah
serosa(subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat
keorgan disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah
dankemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”.
Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan focus nekrosis iskemik disertai
daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dansetelah menopause tumor menjadi
padat kolagenosa, bahkan mengalamikalsifikasi (Robbins, 2007).
11

F. Clinical Pathway

Hormonal, Usia, Paritas, Herediter, Obesitas

Reseptor estrogen ↑

Hiperplasia sel imatur (otot polos dan jaringan ikat)

Myoma Uteri

Myoma Intramural Myoma Submukosum Myoma Subserosum

Tanda / Gejala

↑ Massa ↑ Suhu tubuh ↓ informasi Tindakan operasi


Pendarahan mengenai penyakit
pervagina

Proses Infeksi/nekrosis
Gangguan Ansietas
HB↓ keseimbangan
cairan Nyeri akibat inflamasi
Anemia
Nyeri Akut
Syok Hipovolemik

Penekanan organ sekitar

Vesika Urinaria Rectum

Pola Eliminasi Urin Pola Eliminasi Alvi

Retensi Urin Konstipasi


12

G. Penatalaksanaan Medis
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalanendometriium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma jugadapat dideteksi dengan
CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaanitu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannyadengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena polagemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus;
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuktak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosadisertai
dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,ureum,
kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

Diagnosa Keperawatan (PES)


1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan danrefleks
spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunderakibat
gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringanneoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum(prolaps
rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
13

H. Perencanaan/Nursing Care Plan

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
nekrosis atau trauma jaringan dan keperawatan selama1 x 24 1) Lakukan pengkajian nyerikomprehensip
refleks spasme otot sekunder akibat jam, pasien mioma uteri yangmeliputi lokasi,karakteristik,onset/durasi,
tumor mampu mengontrol nyeri frekuensi,kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
dibuktikan dengan kriteria danfaktor pencetus
hasil: 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal mengenai
Mengontrol Nyeri ketidaknyamanan terutama pada mereka
1) Mengenali kapan nyeri yangtidak dapat berkomunikasi secaraefektif
terjadi 3) Pastikan perawatanan algesik bagi pasien
2) Menggambarkan faktor dilakukan dengan pemantauan yang ketat
penyebab nyeri 4) Gunakan strategi komunikasi terapeutikuntuk
3) Menggunakan tindakan mengetahui pengalaman nyeridan sampaikan
pencegahan nyeri penerimaan pasienterhadap nyeri
4) nyeri (nyeri) tanpa 5) Gali pengetahuandan kepercayaan pasien
analgesik mengenai nyeri
5) Menggunakan analgesic 6) Pertimbangkan pengaruh budayaterhadap respon
yang direkomendasikan nyeri
14

6) Melaporkan perubahan 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeriterhadap


terhadapgejala nyeri kualitas hidup pasien (misalnya, tidur,nafsu
pada professional makan, pengertian, perasaan, performa kerja
kesehatan dantanggung jawab peran)
7) Melaporkan gejala yang 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
tidak terkontrol pada menurunkan atau memperberat nyeri
professional kesehatan 9) Evaluasi pengalamannyeri dimasa lalu
8) Menggunakan sumber yangmeliputi riwayat nyerikronik individu
daya yang tersedia ataukeluarga atau nyeriyang menyebabkan
untuk menangani nyeri disability/ ketidakmampuan/kecatatan,dengan
9) Mengenali apa yang tepat
terkait dengan gejala 10) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
nyeri lainnya, mengenai efektifitas, pengontrolan
10) Melaporkan nyeri yang nyeriyang pernah digunakansebelumnya
terkontrol 11) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
dukungan
12) Gunakan metode penelitian yang sesuai dengan
tahapan perkembangan yang memungkinkan
untuk memonitor perubahan nyeri dan akan
dapat membantu mengidentifikasi faktor
15

pencetus aktual dan potensial (misalnya,catatan


perkembangan,catatan harian)
Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi,karakteris, kualitasdan
keparahan nyerisebelum mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputiobat, dosis,
danfrekuesi obat analgesikyang diresepkan
3) Cek adanya riwayatalergi obat
4) Pilih analgesic atau kombinasian algesik sesuai
lebih dari satu kali pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan setelah
memberikan analgesik pada pemberian dosis
pertama kali atau jikaditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas
lain yang dapat membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunanyeri
7) Berikan analgesic sesuai waktu paruhnya,
terutama pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikanrespon terhadapanalgesik dan
16

adanyaefek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yangmenurunkan
efeksamping analgesik(misalnya, konstipasidan
iritasi lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah obat,dosis,
rute, pemberian, atau perubahan interval
dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
bedasarkan prinsip analgesik
2. Resiko syok berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan Pencegahan Syok
perdarahan selama1x24 jam diharapkan 1) Monitor adanya respon konpensasi terhadap
tidak terjadi syok syok(misalnya, tekanan darahnormal, tekanan
hipovolemik dengan nadimelemah, perlambatan pengisian kapiler,
kriteria: pucat/dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
1) Tanda vital dalam batas takipnearingan, mual dan munta, peningkatan
normal. rasa haus,dan kelemahan)
2) Tugor kulit baik. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon sindroma
3) Tidak adasianosis. inflamasi sistemik(misalnya, peningkatan suhu,
4) Suhu kulit hangat. takikardi, takipnea,hipokarbia, leukositosis,
5) Tidak adadiaporesis. leukopenia)
6) Membran 3) Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi
17

mukosakemerahan. alergi (misalnya, rinitis, mengi,stridor, dipnea,


gatal-gatal disertai kemerahan, gangguan saluran
pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan gelisah)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidakadekuatan
perfusi oksigenkejaringan (misalnya,
peningkatan stimulus, peningkatan kecemasan,
perubahan status mental,egitasi, oliguria
danakral teraba dingin danwarna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan statusrespirasi
6) Periksa urin terhadapadanya darah dan
proteinsesuai kebutuhan
7) Monitor terhadaptanda/gejalah asites dannyeri
abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis atau reaksialergi
sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang beresikountuk
memakai atau membawa tanda informasi kondisi
medis.
18

10) Anjurkan pasiendan keluargamengenai tanda


dangejala syok yangmengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
langkah-langkah timbulnya gejala syok
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Alat terapi per vaginam
penurunan imun tubuh sekunder keperawatan selama1 x 24 1) Kaji ulangriwayatkontraindikasih pemasangan
akibat gangguan hematologis jam, pasien mioma uteri alat pervaginam pada pasien (misalnya,infeksi
(perdarahan) menunjukkan pasien mampu pelvis,laserasi, atauadanya massasekitar vagina)
melakukan pencegahan 2) Diskusikanmengenaiaktivitas- aktivitasseksual
infeksi secara mandiri, yangsesuai sebelummemilih alat yang
ditandai dengan kriteria dimasukan
hasil: 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
1) Kemerahan tidak 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan
ditemukan pada tubuh ketidaknyamanan, disuria, perubah anwarna,
2) Vesikel yangtidak konsistensi, dan frekuensi cairan vagina
mengeras permukaannya 5) Berikan obat-obat berdasarkanresep dokter untuk
3) Cairan tidak berbauk mengurangi iritasi
busuk 6) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan
4) Piuria/nanahtidak perawatan secaramandiri
adadalam urin 7) Observasi adatidaknya cairan vagina yang tidak
19

5) Demam berkurang normal dan berbau


6) Nyeri berkurang Kontrol Infeksi
7) Nafsu makanmeningkat 1) Bersihkanlingkungandengan baiksetelah
digunakanuntuk setiap pasien
2) Isolasi orangyang terkena penyakit menular
3) Batasi jumlah pengunjung
4) Anjurkan pasienuntuk mencucitangan yang
benar
5) Anjurkan pengunjung untukmencuci tangan
pada saatmemasuki danmeninggalkanruangan
pasien
6) Gunakan sabunantimikroba untukcuci tangan
yangsesuai
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarungtangansebagaimanadianjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal
9) Pakai sarungtangan sterildengan tepat
Retensi urine berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemeneliminasi urin:
penekanan oleh massa jaringan keperawatan 1x 24 jam 1) Monitor eliminasiurin termasuk frekuensi,
20

neoplasma pada organ sekitarnya, diharapkan eliminasi urin konsistensi, bau, volume dan warna urin sesuai
gangguan sensorik motorik. kembali normal dengan kebutuhan.
kriteria hasil: 2) Monitor tanda dan gejala retensi urin.
1) Pola eliminasi kembali 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran
normal kemih.
2) Bau urin tidak ada 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
3) Jumlah urin dalam batas melaporkan urin uotput sesuai kebutuhan.
normal 5) Anjurkan pasien untuk banyak minum saat
4) Warna urin normal makan dan waktu pagi hari.
5) Intake cairandalam batas 6) Bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas
normal toileting sesuai kebutuhan.
6) Nyeri saat kencing tidak 7) Anjurkan pasien untuk memonitor tanda dan
ditemukan gejala infeksi saluran kemih.
Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan alas an dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien dengan tepat (misalnya,
perempuan terlentang dengan kedua kaki
21

diregangkan atau fleksi pada bagian panggul dan


lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang dimasukan cukup
jauh kedalam.
6) Anjurkan pasienuntuk banyakminum saat makan
dan waktu pagi hari.
7) Bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas
toileting sesuai kebutuhan
8) Anjurkan pasien untuk memonitor tanda dan
gejala infeksi saluran kemih.
Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan Manajemen saluran cerna
penekanan pada rectum (prolaps selama 1x 24 jam pasien 1) Monitor bising usus
rectum) diharapkan konstipasi tidak 2) Lapor peningkatanfrekuensi dan bising usus
ada dengan kriteria hasil: bernada tinggi
1) Tidak ada irita bilitas 3) Lapor berkurangnya bising usus
2) Mual tidak ada 4) Monitor adanyatanda dangejalah diare,konstipasi
3) Tekanan darah dalam danimpaksi
batas normal 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
4) Berkeringat sebelumnya, BAB rutin, dan penggunaan laksatif
Keparahan Gejala 6) Masukan supositorial rektal, sesuai dengan
22

1) Intensitas gejala kebutuhan


2) Frekuensi gejala 7) Intruksikan pasien mengenai makanan tinggi
3) Terkait ketidaknyamanan serat, dengan cara yang tepat
4) Gangguan mobilitas fisik 8) Evaluasi profil medikasi terkaitdengan efek
5) Tidur yang kurang cukup samping gastrointestinal
6) Kehilangan nafsu makan
Manajemenkonstipasi/inpaksi

1) Monitor tanda dan gejala konstipasi


2) Monitor tandadan gejala impaksi
3) Monitor bising usus
4) Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi
tindakan pada pasien
5) Dukung peningkatanasupan cairan, jika tidak
adakontraindikasi
6) Evaluasi pengobatan yang memiliki efek
samping pada gastrointestinal
7) Intruksikan pada pasien dan atau keluarga untuk
mencatat warna,volume,frekuensi dan
konsistensi dari feses
23

8) Intruksikan pasien atau keluarga mengenai


hubungan antara diet latihan dan asupan cairan
terhadap kejadian konstipasi atau impaksi
24

Daftar Pustaka

Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


KejadianMioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal
Kebidanan. Vol. 2 No. 5

Aspiani, Y, R. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. 2007. Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister
Study.Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume


102. No. 2.

RomanianManuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017


edisi(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGCRSUP.

Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta:


Andi Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina
PustakaSarwono Prawirohardjo

Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of


UterineLeimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page
221

Anda mungkin juga menyukai