Anda di halaman 1dari 10

TUGAS STUDI KASUS

FARMAKOTERAPI “HIV-
AIDS”

Nama : Oktaviani Fitria Susanti


NRP : 2443018161
Kelas : D

STUDI KASUS
Seorang pasien wanita (Tn. SW) berumur 28 Tahun, dengan diagnosa awal Thalasemia dibawa ke
Rumah Sakit karena keluhan diare selama 1 bulan, lemas, linu seluruh badan, batuk kering, sesak,
dan mengeluh sariawan muncul terus menerus. Berdasarkan dari hasil anamnesa didapatkan
informasi bahwa berat badan pasien turun sebanyak 10 kg dan mengalami dermatitis seboroik
sudah 1 bulan terakhir. Hasil HIV-AIDS rapid test adalah reaktif sebanyak 3x.
Tambahan informasi:
 Riwayat sosial baik, tidak merokok, dan seorang guru TK santun.
 CD4+ 180 sel/mm3

❖ Pertanyaan pemicu part-1


1. Apakah yang dimaksud dengan HIV dan AIDS?
Jawab: HIV adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sistem
imun manusia.
Famili: retrovirus.

2. Apakah yang dimaksud dengan penyakit Thalasemia?


Jawab: Penyakit Thalasemia adalah kelainan darah bawaan yang ditandai oleh
kurangnya protein pembawa oksigen (hemoglobin) dan jumlah sel darah merah dalam
tubuh yang kurang dari normal. Gejala termasuk kelelahan, kelemahan, pucat, dan
pertumbuhan yang lambat.

3. Menurut Anda, faktor resiko apakah yang dimiliki oleh seorang pasien Thalasemia hingga
dapat terinfeksi HIV?
Jawab: Pada pasien Thalasemia harus melakukan transfuse darah untuk perawatannya,
sehingga pasien thalassemia dapat terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang di
transfusikan, misalnya HIV/AIDS.
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:sindroma) yang timbul karena
menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Pustaka: Penatalaksanaan Thalasemia, Kemenkes RI
4. Buat rangkuman secara singkat mengenai Famili retrovirus (struktur virus, cara
replikasi, cara menginfeksi, dan target sel dari HIV)
Jawab: Rangkuman singkat tentang mengenai famili retrovirus (struktur virus, cara
replikasi, cara menginfeksi, dan target sel dari HIV):
a. HIV tidak tahan pemanasan
b. HIV tidak tahan
Germisida Famili: retrovirus,
Genus: Lentivirus,
Serotipe: HIV-1 dan HIV-2

Struktur virus:
➢ Envelope
a. gP120: berikatan dengan reseptor CD4 yang ada di limfosit T, sel dendrit,
monosit, makrofag.
b. gP41: membantu masuknya virus ke dalam sel.
➢ Inti Virus
a. P17 (matrix)
b. P24 (kapsid)
c. P7/P9 (nucleocapsid)
➢ Enzim
a. Reverse Transcriptase: transkripsi mundur RNA menjadi DNA.
b. Integrase: menyisipkan DNA HIV ke dalam sel inang. c. Protease: memotong
protein menjadi protein pendek untuk membentuk selubung
protein replikasi virus.
Cara menginfeksi dan menyerang target sel CD 4
❖ Tahap 1 (tahap masuknya virus ke dalam
sel) HIV masuk ke dalam tubuh manusia.
❖ Tahap 2 (tahap transkripsi mundur)
Genom virus dan genom sel inang harus disatukan dengan cara menyisipkan DNA
HIV ke dalam DNA sel inang. Genom retrovirus berupa untaian RNA maka harus
ditranskrip mundur menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA HIV
kemudian
disisipkan ke dalam DNA sel inang oleh enzim integrase.
❖ Tahap 3 (tahap transkripsi dan translasi provirus)
DNA virus dan sel inang yang menyatu dapat berada dalam fase laten maupun aktif,
Gabungan DNA virus dan sel inang yang aktif disebut dengan provirus, Provirus
tersebut digunakan sebagai pola cetak transkripsi RNA provirus. RNA provirus tersebut
akan ditranslasikan membentuk untaian protein provirus yang panjang.
❖ Tahap 4 (budding)
Untaian protein provirus menjadi satu dan dapat berjumlah jutaan,Virus yang masih
belum matang tersebut mendesak keluar dari sel inang dan akhirnya virus yang belum
matang keluar.
❖ Tahap 5 (pematangan)
Enzim protease kemudian akan memotong untaian protein panjang dari virus yang
belum matang menjadi rantai pendek. Rantai pendek tersebut akan menyatu dan
membentuk inti sel HIV matang dan aktif.

5. Menurut anda, tanda klinis HIV-AIDS apa sajakah yang muncul pada pasien tersebut?
Jawab: Diare selama 1 bulan, sariawan terus menerus, batuk kering, sesak napas, berat
badan pasien turun sebanyak 10 kg dan mengalami dermatitis seboroik sudah 1 bulan
terakhir.

6. Menurut WHO, ada berapa stadium klinis dalam HIV dan apa pentingnya mengetahui
stadium klinis dalam penentuan Terapi Anti-retroviral?
Jawab: Stadium klinis dalam HIV ada 4 stadium, stadium klinis penting untuk diketahui
dalam penentuan terapi anti-retroviral karena melihat pembedaan gejala klinis yang
dialami pasien.

7. Pasien tersebut kira-kira termasuk dalam stadium klinis berapa?


Jawab: Stadium 3

Skenario lanjutan:
Tn. SW kemudian menjalani beberapa pemeriksaan:
• Viral load: HIV-1 viral RNA detected at 107216 copies/ ml.
• CD4: 180 sel/mm3
• Leukosit: 2045 sel/mm3
• Foto thorax: Gambaran pneumonia.

❖ Pertanyaan pemicu part-2


1. Berapa nilai normal untuk viral load HIV-1, leukosit, dan CD4.
Jawab: Nilai normal Viral Load <50.000 copies/ml pada orang dewasa.
Nilai normal Leukosit 4000-10.000 sel/mm3 .(Afifah, Amraini., Profil Tes Darah Rutin
dan Jumlah Limfosit Total pada Penderita HIV/AIDS, Majalah Patologi Klinik Indonesia
dan Laboratorium Medik hal 56)
Nilai normal CD4 500-1600 sel/mikroLiter.
Pustaka: Pharmacotherapy Handbook, 7th edition, hal 437
2. Menurut hasil foto thorax, pasien mengalami komplikasi infeksi pneumonia. Jelaskan
mengapa pasien HIV-AIDS rentan mengalami komplikasi tersebut?
Jawab: Pasien HIV-AIDS rentan mengalami komplikasi pneumonie karena terdapat
Infeksi Oportunistik (IO) infeksi ini disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak
menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi
dapat menyerang orang immunocompromised.

3. Infeksi yang dialami pasien disebut dengan infeksi apa?


Jawab: Yang dialami pasien adalah Infeksi Oportunistik (IO) yaitu infeksi yang
disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang
immunocompromised.

4. Komplikasi apa sajakah yang rentan terjadi pada pasien HIV-AIDS?


Jawab: Komplikasi yang rentan terjadi pada pasien HIV-AIDS adalah: • Malignancy
adalah tumor yang memiliki sifat keganasan yang dapat menyerang dan
merusak jaringan di dekatnya serta dapat menyebar atau metastasis.
a. Kaposi’s Sarcoma: diawali dari infeksi human herpes virus-8 (HHV-8)
menyebabkan kanker tumor dan lesi pada bagian ujung bibir, lymph node, hidung,
tenggorokan, dll.
b. Lymphoma Cancer: Lymphoma Hodgkin dan Lymphoma Non-Hodgkin.
• Infeksi Oportunistik (IO) adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang
biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang normal, tetapi dapat menyerang orang immunocompromised.

Skenario lanjutan:
Setelah hasil serologi dan virologi Tn. SW keluar hingga dinyatakan positif HIV-AIDS maka
rencana Dokter selanjutnya adalah memulai terapi ARV dan mengobati pneumonia dari Tn. SW.

Pertanyaan pemicu part 3:


1. Apakah yang dimaksud dengan Obat Anti-retroviral?
Jawab: Antiretroviral adalah obat yang menghambat replikasi HIV. Tujuan terapi dengan
ARV adalah menekan replikasi HIV secara maksimum, meningkatkan limfosit CD4 dan
memperbaiki kualitas hidup penderita yang pada gilirannya akan dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas.
Pustaka: Ajmala,Indana Eva, dan Laksmi Wulandari.2015. Terapi ARV pada Penderita
Ko- Infeksi TB-HIV.Respirasi,1(1),24.
2. Ada berapa golongan ARV dan buat rangkuman secara singkat perbedaan dari tiap
golongan ARV!
Jawab: Terdapat empat golongan utama obat antiretroviral,yaitu:
a. Penghambat masuknya virus ke dalam sel (Fusion inhibitor)
Obat ini mengganggu pengikatan fusi masuknya HIV-1 ke sel inang dengan menghalangi
salah satu dari beberapa target. Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41
selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Contoh obat
penghambat fusi ini adalah enfuvirtid (T-20) dan maraviroc (MVC).
b. Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI)
i. Analog nukleosida (NRTI)
NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat dan
selanjutnya berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat RT sehingga
perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan
pemanjangan DNA. Contohnya:
• Analog thymin:zidovudin (ZDV/AZT) dan stavudin (d4T)
• Analog cytosin: lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC)
• Analog adenin: didanosine (ddI)
• Analog guanin: abacavir (ABC)
ii. Analog nukleotida (NtRTI)
Mekanisme kerja NtRTI pada penghambatan replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi
hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi. Contohnya: analog adenosin
monofosfat: tenofovir.
iii. Non nukleosida (NNRTI)
Non nukleosida (NNRTI) Bekerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler
tetapi berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan
nukleotida natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat. Contohnya
nevirapin (NVP) dan efavirenz (EFV).
c. Protease inhibitor (PI)
Protease inhibitor berikatan secara reversibel dengan enzim protease yang mengkatalisa
pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya
virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV
yang paling potensial. Contohnya: saquinavir (SQV), indinavir (IDV) dan nelfinavir
(NFV).
d. Integrase inhibitor
Mekanisme kerjanya menghambat enzim integrase, yang bertanggung jawab untuk
integrase DNA virus ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Contohnya raltegra (RGV) dan
elvitegravir (EGV).
Pustaka: Ajmala,Indana Eva, dan Laksmi Wulandari.2015. Terapi ARV pada Penderita Ko- Infeksi TB-
HIV.Respirasi,1(1),24.
3. Setelah dikonfirmasi positif, kapan seseorang dapat memulai terapi ARV?
Jawab:
➢ ART harus dimulai pada semua orang dewasa(>19 tahun) yang positif HIV, terlepas
dari tahap klinis WHO dan jumlah hitungan CD4 (rekomendasi kuat, bukti kualitas
sedang).
➢ ART harus dimulai pada semua orang dewasa (> 19 tahun) dengan penyakit klinis HIV
berat atau lanjut (WHO stadium klinis 3 atau 4) dan orang dewasa dengan jumlah CD4
≤350 sel/mm3 (rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang).
➢ Pada pasien ibu hamil atau menyusui,ARV harus segera dimulai dengan tidak melihat
stadium klinis dan level CD4. Prioritas pada CD4 ≤350 sel/mm3 dan WHO stadium
klinis 3 dan 4.
➢ Pada anak dibawah 1 tahun, ARV harus segera dimulai.
➢ Pada anak 1-10 tahun, ARV harus segera dimulai.
➢ HIV Naive individual + ko-infeksi TBC :
o Pengobatan TB harus diberikan terlebih dulu baru ARV,dimulai setelah 8 minggu
setelah minum OAT (OAT tidak boleh dihentikan)
o Pada pasien dengan CD4 < 50 sel/mm3, ARV dimulai setelah 2 minggu terapi OAT
➢ HIV Naive individual + ko-infeksi HBV, diberikan sedini mungkin (tanpa melihat
stadium klinis dan jumlah CD4)
➢ HIV + ko-infeksi meningitis kriptokokus, pemberian ARV dimulai setelah 5 minggu
terapi kriptokokus.
Pustaka : WHO HIV-AIDS 2016, Chapter-4

4. Bagaimana dengan waktu inisiasi ARV untuk pasien dengan kondisi khusus seperti pasien
dengan Tuberkolosis. Kapan ARV dimulai?
Jawab: Pemilihan yang direkomendasikan: AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV,
Catatan: Mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu
hingga 8 minggu) Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak dapat digunakan.
Pustaka: Kementerian Kesehatan RI,Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa.Jakarta:Kementerian Kesehatan RI 2012.
5. Antibiotik apakah yang akan Anda rekomendasikan untuk mengobati pneumonia pada
pasien HIV-AIDS?
Jawab: Kotrimoksasol
Pustaka: Permenkes No.87 Tahun 2014.

6. Untuk mencegah komplikasi infeksi pada pasien ODHA, apakah perlu diberikan antibiotik
profilaksis?
Jawab: Ya, perlu perlu diberikan antibiotik
profilaksis?
Jawab : ya,perlu

7. Jika ada, apa obatnya, dosis berapa, dan diminum sampai kapan?
Jawab: Kotrimoksasol
8. Jika seorang anak terlahir dari seorang ibu ODHA, apakah perlu diberikan profilaksis?
Jawab: Ya, perlu

9. Jika ada, obatnya apa, berapa dosisnya, dan harus diminum sampai kapan?
Jawab: Semua bayi lahir dari ibu hamil HIV positif berusia 6 minggu, Trimetropim 8-10
mg/kg BB dosis tunggal, Dihentikan pada usia 18 bulan dengan hasil test HIV negatif, jika
test HIV positif dihentikan pada usia 18 bulan jika mendapatkan terapi ARV.
Pustaka no.6-9: Kementerian Kesehatan RI,Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa.Jakarta:Kementerian Kesehatan RI 2012.

Skenario lanjutan:
Setelah berdiskusi dengan Dokter. Tn SW setuju untuk memulai terapi ARV. Dokter meresepkan
TDF + 3TC + EFV.

❖ Pertanyaan pemicu part 4:


1. Buatlah rancangan monitoring efektivitas terapi ARV pada pasien tersebut (parameter
hasil laboratorium apa sajakah yang akan Anda monitoring)!
Jawab:
1. Mengingat kan pasien untuk selalu minum obat dengan rutin.
2. Melakukan konseling bersama-sama dengan salah satu keluarga Tn.SW agar keluarga
juga tau jam-jam dimana Tn.SW harus meminum obatnya dan biar pengobatannya
juga berjalan dengan lancar.
3. Bisa juga mengunakan alarm agar tau waktu minum obatnya
2. Selain efektivitas, buatlah rancangan monitoring efek samping yang potensial terjadi
pada Tn. SW!
Jawab: Efek samping yang dapat terjadi pada Tn.SW terapi obat yang diberikan pun
tidak akan bekerja sebagai mestinya karena ketidakpatuhan dari pasien untuk
mengkonsumsi obatnya dan dapat menyebabkan resistensi terhadap obat.

3. Menurut riwayat penyakit pasien, ARV apakah yang dikontraindikasikan untuk Tn. SW?
Jawab: Kontraindikasi unutk Tn.SW yaitu penurunan CD4 dan ketidaktepatan durasi
dan frekuesi pengobatan.

4. Apabila setelah 3 bulan diterapi, ditemukan kegagalan pada terapi ARV Tn. WW
maka
second line apakah yang dikontra indikasikan untuk dirinya dan mengapa? Jawab:
Petorium. Kondisi klinis dilihat dari tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi
HIV termasuk munculnya infeksi oportunistik. Pemeriksaan laboratorium meliputi jumlah
CD4 (Cluster of Differentiation 4) dan viral load3. Jumlah CD4 dan viral load merupakan
surrogate marker dalam mengevaluasi perkembangan infeksi HIV. mantauan respon terapi
ARV meliputi pemantauan kondisi klinis dan pemeriksaan laboraRejimen tersebut antara
lain TDF+3TC+LPV/r (40,48%), TDF+FTC+LPV/r (19,05%), dan ZDV+3TC+LPV/r
(40,48%). Alasan switch pengobatan ke ARV lini kedua didominasi oleh toksisitas ARV
lini pertama. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014
bahwa switch ke ARV lini kedua tidak hanya dilakukan pada kasus kegagalan terapi saja.
Jika terjadi toksisitas yang mengancam jiwa pada salah satu obat NNRTI (Non-nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor) dan pasien tidak dapat mentoleransi obat golongan
NNRTI yang lain, maka dapat diberikan obat dari golongan PI (Protease Inhibitor), yang
artinya pasien switch ke rejimen ARV lini kedua.

Pustaka No.1-4:
Nugraheni A,dkk. 2019. Jurnal Evaluasi Terapi Antiretroviral pada pasin HIV/AIDS.Surakarta.

Puspitasari w,dkk.2018.Perbandingan Luaran Terapi Rejimen Antiretroviral Lini Kedua


pada Pasien HIV/AIDS. Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai