FARMAKOTERAPI “HIV-
AIDS”
STUDI KASUS
Seorang pasien wanita (Tn. SW) berumur 28 Tahun, dengan diagnosa awal Thalasemia dibawa ke
Rumah Sakit karena keluhan diare selama 1 bulan, lemas, linu seluruh badan, batuk kering, sesak,
dan mengeluh sariawan muncul terus menerus. Berdasarkan dari hasil anamnesa didapatkan
informasi bahwa berat badan pasien turun sebanyak 10 kg dan mengalami dermatitis seboroik
sudah 1 bulan terakhir. Hasil HIV-AIDS rapid test adalah reaktif sebanyak 3x.
Tambahan informasi:
Riwayat sosial baik, tidak merokok, dan seorang guru TK santun.
CD4+ 180 sel/mm3
3. Menurut Anda, faktor resiko apakah yang dimiliki oleh seorang pasien Thalasemia hingga
dapat terinfeksi HIV?
Jawab: Pada pasien Thalasemia harus melakukan transfuse darah untuk perawatannya,
sehingga pasien thalassemia dapat terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang di
transfusikan, misalnya HIV/AIDS.
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:sindroma) yang timbul karena
menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Pustaka: Penatalaksanaan Thalasemia, Kemenkes RI
4. Buat rangkuman secara singkat mengenai Famili retrovirus (struktur virus, cara
replikasi, cara menginfeksi, dan target sel dari HIV)
Jawab: Rangkuman singkat tentang mengenai famili retrovirus (struktur virus, cara
replikasi, cara menginfeksi, dan target sel dari HIV):
a. HIV tidak tahan pemanasan
b. HIV tidak tahan
Germisida Famili: retrovirus,
Genus: Lentivirus,
Serotipe: HIV-1 dan HIV-2
Struktur virus:
➢ Envelope
a. gP120: berikatan dengan reseptor CD4 yang ada di limfosit T, sel dendrit,
monosit, makrofag.
b. gP41: membantu masuknya virus ke dalam sel.
➢ Inti Virus
a. P17 (matrix)
b. P24 (kapsid)
c. P7/P9 (nucleocapsid)
➢ Enzim
a. Reverse Transcriptase: transkripsi mundur RNA menjadi DNA.
b. Integrase: menyisipkan DNA HIV ke dalam sel inang. c. Protease: memotong
protein menjadi protein pendek untuk membentuk selubung
protein replikasi virus.
Cara menginfeksi dan menyerang target sel CD 4
❖ Tahap 1 (tahap masuknya virus ke dalam
sel) HIV masuk ke dalam tubuh manusia.
❖ Tahap 2 (tahap transkripsi mundur)
Genom virus dan genom sel inang harus disatukan dengan cara menyisipkan DNA
HIV ke dalam DNA sel inang. Genom retrovirus berupa untaian RNA maka harus
ditranskrip mundur menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA HIV
kemudian
disisipkan ke dalam DNA sel inang oleh enzim integrase.
❖ Tahap 3 (tahap transkripsi dan translasi provirus)
DNA virus dan sel inang yang menyatu dapat berada dalam fase laten maupun aktif,
Gabungan DNA virus dan sel inang yang aktif disebut dengan provirus, Provirus
tersebut digunakan sebagai pola cetak transkripsi RNA provirus. RNA provirus tersebut
akan ditranslasikan membentuk untaian protein provirus yang panjang.
❖ Tahap 4 (budding)
Untaian protein provirus menjadi satu dan dapat berjumlah jutaan,Virus yang masih
belum matang tersebut mendesak keluar dari sel inang dan akhirnya virus yang belum
matang keluar.
❖ Tahap 5 (pematangan)
Enzim protease kemudian akan memotong untaian protein panjang dari virus yang
belum matang menjadi rantai pendek. Rantai pendek tersebut akan menyatu dan
membentuk inti sel HIV matang dan aktif.
5. Menurut anda, tanda klinis HIV-AIDS apa sajakah yang muncul pada pasien tersebut?
Jawab: Diare selama 1 bulan, sariawan terus menerus, batuk kering, sesak napas, berat
badan pasien turun sebanyak 10 kg dan mengalami dermatitis seboroik sudah 1 bulan
terakhir.
6. Menurut WHO, ada berapa stadium klinis dalam HIV dan apa pentingnya mengetahui
stadium klinis dalam penentuan Terapi Anti-retroviral?
Jawab: Stadium klinis dalam HIV ada 4 stadium, stadium klinis penting untuk diketahui
dalam penentuan terapi anti-retroviral karena melihat pembedaan gejala klinis yang
dialami pasien.
Skenario lanjutan:
Tn. SW kemudian menjalani beberapa pemeriksaan:
• Viral load: HIV-1 viral RNA detected at 107216 copies/ ml.
• CD4: 180 sel/mm3
• Leukosit: 2045 sel/mm3
• Foto thorax: Gambaran pneumonia.
Skenario lanjutan:
Setelah hasil serologi dan virologi Tn. SW keluar hingga dinyatakan positif HIV-AIDS maka
rencana Dokter selanjutnya adalah memulai terapi ARV dan mengobati pneumonia dari Tn. SW.
4. Bagaimana dengan waktu inisiasi ARV untuk pasien dengan kondisi khusus seperti pasien
dengan Tuberkolosis. Kapan ARV dimulai?
Jawab: Pemilihan yang direkomendasikan: AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV,
Catatan: Mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu
hingga 8 minggu) Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak dapat digunakan.
Pustaka: Kementerian Kesehatan RI,Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa.Jakarta:Kementerian Kesehatan RI 2012.
5. Antibiotik apakah yang akan Anda rekomendasikan untuk mengobati pneumonia pada
pasien HIV-AIDS?
Jawab: Kotrimoksasol
Pustaka: Permenkes No.87 Tahun 2014.
6. Untuk mencegah komplikasi infeksi pada pasien ODHA, apakah perlu diberikan antibiotik
profilaksis?
Jawab: Ya, perlu perlu diberikan antibiotik
profilaksis?
Jawab : ya,perlu
7. Jika ada, apa obatnya, dosis berapa, dan diminum sampai kapan?
Jawab: Kotrimoksasol
8. Jika seorang anak terlahir dari seorang ibu ODHA, apakah perlu diberikan profilaksis?
Jawab: Ya, perlu
9. Jika ada, obatnya apa, berapa dosisnya, dan harus diminum sampai kapan?
Jawab: Semua bayi lahir dari ibu hamil HIV positif berusia 6 minggu, Trimetropim 8-10
mg/kg BB dosis tunggal, Dihentikan pada usia 18 bulan dengan hasil test HIV negatif, jika
test HIV positif dihentikan pada usia 18 bulan jika mendapatkan terapi ARV.
Pustaka no.6-9: Kementerian Kesehatan RI,Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.2011.Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa.Jakarta:Kementerian Kesehatan RI 2012.
Skenario lanjutan:
Setelah berdiskusi dengan Dokter. Tn SW setuju untuk memulai terapi ARV. Dokter meresepkan
TDF + 3TC + EFV.
3. Menurut riwayat penyakit pasien, ARV apakah yang dikontraindikasikan untuk Tn. SW?
Jawab: Kontraindikasi unutk Tn.SW yaitu penurunan CD4 dan ketidaktepatan durasi
dan frekuesi pengobatan.
4. Apabila setelah 3 bulan diterapi, ditemukan kegagalan pada terapi ARV Tn. WW
maka
second line apakah yang dikontra indikasikan untuk dirinya dan mengapa? Jawab:
Petorium. Kondisi klinis dilihat dari tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi
HIV termasuk munculnya infeksi oportunistik. Pemeriksaan laboratorium meliputi jumlah
CD4 (Cluster of Differentiation 4) dan viral load3. Jumlah CD4 dan viral load merupakan
surrogate marker dalam mengevaluasi perkembangan infeksi HIV. mantauan respon terapi
ARV meliputi pemantauan kondisi klinis dan pemeriksaan laboraRejimen tersebut antara
lain TDF+3TC+LPV/r (40,48%), TDF+FTC+LPV/r (19,05%), dan ZDV+3TC+LPV/r
(40,48%). Alasan switch pengobatan ke ARV lini kedua didominasi oleh toksisitas ARV
lini pertama. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014
bahwa switch ke ARV lini kedua tidak hanya dilakukan pada kasus kegagalan terapi saja.
Jika terjadi toksisitas yang mengancam jiwa pada salah satu obat NNRTI (Non-nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor) dan pasien tidak dapat mentoleransi obat golongan
NNRTI yang lain, maka dapat diberikan obat dari golongan PI (Protease Inhibitor), yang
artinya pasien switch ke rejimen ARV lini kedua.
Pustaka No.1-4:
Nugraheni A,dkk. 2019. Jurnal Evaluasi Terapi Antiretroviral pada pasin HIV/AIDS.Surakarta.