Mum P. Hutagalung'
Abslrak
This arlicie dues explore on Ihe cillture aspecls Ihm given Iheirs impacI I()
[he law enjorcemenl in Indonesia. lV/any problems in law enforcement on ,he
allthor elaboretlian said on the many aspecis Ihat rooled on cllllUral spheres.
And b\' Ihe anrhropology approaches Ihe author try /0 givinz many analysis
hv .,hame ellllUre. guilt ellllllre, and legal culture itself The (/lahar also
giving p roposition thar socio-cullural values are no/ uninhibited from
allilude, mindser. and cllltlire aspecis that driving and oughl 10 exiSI il1
developing eOllnliy 81i disregarded lowards Ihose aspeels wOllld atfecI on
Ihe fall shari o(physieal developmenr aims, The (/lahar reminds UII Ihe l11an."
de l'eloping ('oUniries jail '.I by abolished cultural aspecis which revealed un
sp!!ndthnfiing's and corruption practic es
Killa kUllci: illllll hukllm dasar, bllda)'a malu, hudaya salah. budaw hllkl!m
I. Pcngantar
- Pcngajar Tidal... Tl.;'tap pacla Bidang Stud i Hukum Tata N~gara fH U L GL"lar
~1. H LJm.
~ Sub~kli. Ihirl.
i Istilah /II,I.!! is ,d(t:ills. hcrhubllllgan d~nga n pandangan hidup alam Ind nl1c:-ia :- ang
hi nsa n: a dikai lkan dellgan pel1g~nl,-1I1 purrit'ipt'rl!.'uI C()slIIisch . Lihat So~ r.iorlll So.:h:anto
360 Budaya Malu, Budaya Salah. dan Blldava Hllkllnl. HUlagah"'g
ya ng sangat relevan dengan sifat s llatll bangsa dapat kita lihat dalam
ketentuan tentang no ad weer atau "bela diri" dalam K UH P (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana),
Pasal 49 ayat (I) KUHP be rbllnyi : "Barang s iapa te rpaksa me lakukan
perbuatan 1I1ltuk pembelaall, karena ada serangan keti ka illl yang melu''' an
hukum, terhadap diri sendiri ma upun orang lain : te rhadap kehormatan
kes usilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupul1 orang lain, tidak
dipidana.',4 Hal yang mendapat foku s perhatian dari ketentuan pasa l 49 ayat
( I) KUHP ini adalah pernyataan yang menegaskan bahwa seseorang tidak
dapat dihukum, apabi la ia me lakuka n suatu tindak pidana karena terpa ksa
untuk membela diri tehadap suatu serangan ya ng secara langs ling
mengancam j iwall ya atau orang lain . Ini berani , bahwa apab ila orang yang
diseran g itu masih Illungkin lari dari serangan te se but. maka undang un dang
menghendaki s upaya ia lari saj a, Berlainan dengan Pasal Undang Und ang
Hukum Pidana Jerman, yang membebaskan seseorang dari tuntutan hukum
apabila ia me mbe la diri terh adap s uatu serangan , baik illl terpaksa ata u tidak
terpaksa,
Dari sejarah perundang-undangan diketahui bahwa KUHP Indo nes ia
ada lah warisan dari Werboek van SrrClfi'echr voor Nederlandsch-lndie yang
dibuat o leh Pemerintah Ko lo ni a l Belanda,' Dilihat da ri perspektif budaya
maka budaya Belanda ulllumn ya mencerminkan s ifat dualisme budaya.
Disatu sisi , rakyat Belanda bers ifat burgerlijk dalam arti meny uka i pola
kehidupan sede rhana dan tenteram, akan tetapi di s is i lain_ rakyat Belanda
j uga mewari s i s ifat militer atau " budaya keperwiraan" ra kyat Jerman yang
se bagai bangsa ya ng pernah menj ajah Belanda ,
Hal ikh wal yang hendak di kemukakan dengan d es kripsi dialas adalah
adanya relasi antara budaya dan hukum o leh karena huk um adalah sa lah satu
linsur universal dari setiap kebudayaan_ Fenomena in i ya ng me nyebabkan
pe ndekatan budaya terhadap hukum bukan lagi sualll ha l yang baru te ruta ma
setelah munculnya tokoh-tokoh Alllropologi Hukum yang juga banyak
"Beherapa Permasalahan Hukum Dalam Kerallgka Pem bangunan di Ind onesia", (Jaka rta:
Yayasan Pene-fbi t Universi tas In dones ia. 1976). hal. 83.
4 Lihat. Prof. Moeljatno. S.H .. "A'itab Undong Undang I-JukulJI Pidano ", (Jab.rta:
l3um i A ksara. 1003). hal. 23 .
Pertanyaan yang relevan diajukan untuk uraian konsepsi ini adalah apa
yang anda maksudkan dengan kebudayaan? Adalah hal yang tidak mudah
membuat delinisi kebudayaan 7 Sebab sebuah definisi seringkali disusun
yang akhirnya dilihat dari segi logika dan metode malahan menjadi suatu
lj i E.13 . T y lor . ., Primitive C ulture", ( London : John Murray. second edit ion I R73 ).
vo l. I. hal. I. liharjuga PRISMA II. 1981.
Nev,' York: 1.B . Lippincott Company. 1961) Sixth. edition. hal. 30-31.
d ikuasai oleh niat dan keinginan dari orang-orang yang menentukannya agar
sesuai dengan kepentingan sebagian terbesar atau seluruh masyarakat.
Dari uraian-uraian tersebut dapat difahami bahwa kebudayaan pada
hakekatnya dan unsur "rasa" khususnya akan menghasilkan kaidah-kaidah
dalam masyarakat yang merupakan struktur normatif at au meminjam istilah
Ralph Linton sebagai "design for living ,,14 Artinya kebudayaan merupakan
sesuatu "blueprint of behavior"" yang memberikan pedoman-pedoman apa
yang harus dilakukan, boleh dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan. Hal
ini berarti kebudayaan mencakup sistem dan tujuan-tujuan serta nilai-nilai.
Uraian ini memberikan gambaran jelas tentang relasi antara kebudayaan dan
hukum karena hukum tidak terlepas dari soal-soal nilai-nilai , norma-norma
peri kelakuan man usia.
Mengaitkan kon sepsi kebudayaall dengan cara "penyempitan" alau
"pengkapl ingall" adalah perlu dan wajar daripada membicarakan kebudayaan
secara global dan acak yang pad a nya akan lebih memungkinkan munculnya
kekaburall-kekaburan tertentu. Ignas Kleden "membahas konsep kebudayaan
malahan menu rut kelompok pemakainya, yaitu :(1) eksekutif atau pemerintah
atau politisi. (2) ilmuwan sosial dan (3) budayawan atau sen iman . Pengertian
kebudayaan bagi kelompok pertama adalah warisan budaya" sebagai "issue-
sentral", kelompok kedua lebih cenderung kepada "kehidupan budaya dan
perubahan", sedangkan kelompok ketiga lebih asyik dengan pokok "daya
cipta kebudayaan.16
Dalam uraian lebih lanjut penulis lebih cenderung kepada pengertian
"kehidupan budaya dan perubahan". Pendekatan budaya dalam arti ini
mencakup persepsi tentang dunia, kesadaran, kerja, dan teknologi. Persepsi
tentang dunia termuat dalam pandangan hidup yang berinteraks i dengan cara
hidup yang berpengaruh pada tingkah laku manusia.
14 Ralph Linton. "A Study of Man", (New York: Appleton Century Crafts Inc. 1936).
hal. 397.
1b Lihat. Ignas KJedcn. "Kebudayaan: Agenda Suat Daya Cipta·'. Prisma No. I X/I"
18 W . Keeler. >'Shame and Stage Fright in Java" , 1983. ETHOS 11:3 Society lor
Psychological Antrophology. Fall KOMPAS. 24-12-1986.
Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37 No.3 Juli-September 2007 367
20 Lihat. Margaret Mead dalam "Cooperation and Competilion Among Prim iliVl'
Peoples". (Boston: Beacon Press. 1961). Margaret Mead (190 1-1 978) ada1ah ,"oran g
antropolog Amerika terkenal pernah menyelidiki 13 kebudayaan primitif. Kesimpulannya
hanya 2 diantaranya yang dapat digolongkan sebagai "guilt culture" .
Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37 No.3 Juli-Sept.mber 2007 371
21 G. Piers & M. Singer, "Shame and Guilt", (Springfield, Illinois: Ch. C. Thomas,
\953), hal. 45.
22 Clifford Geertz. '"The Interpretation of Culture" , (New York: Basic Books, 1973),
hal. 40 I.
C. Budaya Hukum
Ada lah mustahil jika perilaku dan praktek hukum suatu bangsa
hanya dimasuk-masukkan dalam pasal-pasal undang-undang begitu
saja, karena hal itu terkait erat dengan budaya hukum bangsa yang
bersangkutan. Itu sebabnya Konggres kebudayaan tahun 1991 pernah
merekomendasikan perlunya pendekatan budaya dalam
penyelenggaraan hukum.
Apabila suatu masyarakat kita perhatikan, maka akan nampak
walaupun sifat-si fat individu berbeda-beda, namun para warga
keseluruhannya akan memberikan reaksi yang sarna terhadap gejala-
gejala tertentu. Hal-hal yang merupakan milik bersama itu dalam
Antropologi budaya dinamakan kebudayaan."
Bertolak dari pengertian demikian maka apa yang dinamakan
blldaya hukllm merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia
yang demikian luas. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang
sarna dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum.
Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan
perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum menunjukkan tentang pola
perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan
tanggapan (o rientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang
dihayati masyarakat yang bersangkutan 2 8
Blidaya hukum bukan merupakan budaya pribadi, melainkan
budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai suatu kesatuan
sikap dan perilaku. Oleh karenanya diskursus budaya hukum tidak
mllngkin terlepas dari keadaan masyarakat, sistem dan susunan
masyarakat yang mengandung budaya hukum itu.
Adapun maksud pembahasan budaya hukum adalah agar dapat
mengenal ciri-ciri (atribut) yang asasi dari budaya hukum itu sendiri
yang berguna untuk penelitian lebih lanjut terhadap proses yang
berlanjut maupun yang berubah atau yang seirama dengan
perkembangan masyarakat dikarenakan sifat kontrol sosial itu tidak
selamanya tetap. Perubahan-perubahan budaya hukum ini juga tidak
berlakll hanya dikalangan masyarakat yang modern semata akan tetapi
juga dikalangan masyarakat sederhana atau masyarakat pedesaan
walaupun terjadinya perubahan itu tidak sarna cepat lambatnya
tergantung keadaan, waktu dan tempatnya.
:9 Lihar Prof. Satj ipto Rahardjo. "lImu Hukum. Pencarian. P~ l1lb~basan dan
Pencerahan". (Surakarta: Uni versitas Muhamll1ad i~ah. 2004 ). hal. 76-80.
3 76 Budaya Malu, Budaya Salah. dan B7Idaya Hukum. flu/a ga/ung
III. Penutup
JO Ibid.
.fumal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-J7 No. J Juli-September 2007 377
Daftar Pustaka