Anda di halaman 1dari 7

Evidence-Based Platelet Transfusion Guidelines

Transfusi trombosit yang dilakukan dari sampel yang acak maupun dari donor yang tunggal,
apabila disimpan dalam waktu 5 hari mempunyai efektifitas yang sama.

Transfusi trombosit sebanyak 10.000/μl terbukti cukup untuk memicu kenaikan kadar
trombosit, dengan mengetahui hal ini maka diharapkan dapat menghemat jumlah pemberian
transfusi trombosit konsentrat. Jumlah transfusi trombosit yang optimal masih dalam
penelitian, tetapi kadar trombosit untuk mengontrol dan mencegah perdarahan pada operasi
besar membutuhkan kadar yang lebih tinggi, 100.000/μl pada operasi saraf dan 50.000-
100.000/μl pada prosedur invasif atau trauma.

Leukoreduction telah dilaporkan mengurangi kejadian aloimunitas pada transmisi CMV


lewat transfusi, dan reaksi panas akibat transfusi. Walaupun sudah terbukti mempengaruhi
imunomodulatur, namun leukoreduction masih kontroversi untuk digunakan secara luas.

Respon yang buruk terhadap transfusi trombosit dapat diakibatkan oleh multifaktorial.
Seperti ketidakcocokan HLA, cross-matching, ketidakcocokan antara antibodi dan antigen
antara donor dan resipien (cross mismatching).  Penyebab lainnya adalah splenomegali, ABO
mismatching, perempuan dengan 2 atau lebih kehamilan dan laki-laki, penggunaan heparin
atau amfoterisin, perdarahan, demam, penyakit graft-vs-host (GVHD), dan 
penyakit vaso-oklusif (VOD).

Produk transfusi trombosit yang tersedia

Produk trombosit yang tersedia dapat diperoleh dengan cara metode platelet konsentrat dari
seluruh darah atau dengan cara platelet apharesis.

Trombosit konsetrat dari seluruh darah


Plt konsentrat dapat dibuat dari darah utuh dengan menggunakan dua metode yang
berbeda diuraikan pada Gambar 1.

Perbedaan kedua metode ini adalah tahap sentrifugasi nya.


Studi perbandingan telah menunjukkan tidak ada perbedaan dalam kualitas dari plt
konsentrat saat disimpan hingga 7 hari. Namun, belakangan terbukti bahwa
ketika PLTS disimpan untuk waktu yang lama, metode kedua lebih baik kualitas platelet
konsetratnya dibanding metode pertama.

Platelet apheresis

Keuntungan utama dari PLTS apheresis adalah bahwa bahan transfusi trombosit cukup


didapatkan dari donor tunggal untuk membentuk dosis transfusi. Sebaliknya, untuk
mendapatkan jumlah yang setara PLTS membutuhkan penyatuan 4 sampai 6  platelet
konsentrat.
Dikarenakan platelet yang didapatkan dengan platelet apharesis hanya donor tunggal hal ini
akan mengurangi resiko terjadinya transmisi penyakit akibat transfusi dan terjadinya reaksi
aloimuniti. Namun, saat ini sudah ada tes untuk mendeteksi virus, hal ini dapat mencegah
transmisi virus lewat transfusi. Resiko transmisi infeksi oleh bakteri pada transfusi trombosit
cukup tinggi karena trombosit disimpan pada suhu 22°C bukan pada suhu 4°C seperti yang
dibutuhkan untuk penyimpanan sel darah merah, beberapa studi telah
menunjukkan penurunan transmisi bakteri melalui transfusi dengan penggunaan singledonor
plts.

Teknik aphaperisis ini terbukti mengurangi kejadian aloimuniti dan ditinjau dari sisi biaya
jauh lebih murah karena menggunakan donor tunggal.

Leukoreduction
Ada indikasi yang jelas untuk menyediakan plt leukoreduced produk: (1) pengurangan
tingkat alloimmunization plt; (2) pencegahan sitomegalovirus (CMV) transmisi oleh
transfusi; dan (3) pengurangan reaksi transfusi demam.

Selain itu, ada penelitian yang menunjukkan bahwa  sel darah putih yang mencemari plt dan


sel darah merah transfusi mungkin berkontribusi terhadap efek imunomodulator,
seperti peningkatan kejadian infeksi pasca operasi dan metastasis formasi pada pasien
kanker. Namun,banyak kontroversi masih seputar apakah transfusi memiliki
efek imunomodulator.

γ-iradiasi
γ-iradiasi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya penyakit graft-versus-host disease (GVHD)
yang berkaitan dengan transfusi yang dapat berakibat fatal.

Terbukti situasi di mana γ-iradiasi harus dilakukan adalah untuk pasien yang menerima induk
alogenik sel transplantasi, untuk pasien yang menerima produk darah dari donor terkait, dan
untuk pasien yang sangat immunocompromised, biasanya karena penyakit mereka atau
perawatan terhadap penyakit (misalnya, pasien dengan penyakit Hodgkin atau non Hodgkin
limfoma).
Pengurangan volume

Pengurangan volume transfusi trombosit pada pasien yang mendapatkan transfusi trombosit
perlu benar-benar dipertimbangkan karena pada saat proses penyediaan trombosit untuk
ditranfusikan, trombosit mengalami kerusakan sehingga apabila dikurangi volumenya jumlah
trombosit yang ditransfusikan mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Indikasi Transfusi Plt


a. Profilaksis transfusi plt

Tiga aspek transfusi plt profilaksis adalah: (1) apakah akan memberikan profilaksis transfusi
trombosit untuk pasien dengan trombositopenia kronis; (2) kapan dimulai transfusi
trombosit ; dan (3) berapa dosis yang akan digunakan.

Apakah profilaksis transfusi trombosit diperlukan?

 Permasalahan yang belum terjawab dan menunggu hasil penelitian adalah apakah profilaksis
transfusi trombosit diindikasikan pada pasien dengan trombositopenia kronik untuk
mencegah perdarahan, atau transfusi trombosit akan lebih efektif diberikan pada saat timbul
perdarahan aktif. Sebuah penelitian membuktikan pemberian trombosit pada saat menunggu
timbulnya perdarahan dapat mengurangi kebutuhan transfusi trombosit sebanyak 50%.

Identifikasi transfusi plt yang aman dan efektif. 

Dua penelitian awal memberikan hasil bahwa pemberian transfusi trombosit pada penderita
trombositopenia kronik tanp perdarahan dengan sistem pembuluh darah yang utuh akan
efektif diberikan bila kadar nya 5000/uL atau kurang. Hal ini sesuai dengan perkiraan
kebutuhan harian trombosit sebanyak 7100/uL / hari yang dibutuhkan untuk
menjaga integritas dari dinding pembuluh darah.
Sebelumnya, jumlah plt dari uL ≤ 20.000 / dianggap menjadi indikasi untuk transfusi plt
profilaksis. Namun, empat penelitian lain yang dilakukan secara prospektif memperlihatkan
tidak adanya perbedaan transfusi trombosit profilaksis yang dilakukan pada kadar 10.000/uL
dibandingkan dengan kadar 20.000/uL. Dengan menggunakan batasan untuk memulai
transfusi profilaksis trombosit lebih rendah bisa dihemat biaya 22%-33%.

Di Amerika dan Inggris telah merekomendasikan batasan pemberian transfusi trombosit


10.000/ml bagi semua pasien yang mengalami trombositopenia kronik karena kemoterapi,
transplantasi sumsum tulang, atau pada kondisi gangguan sumsum tulang, seperti aplasia atau
myelodisplasia.

Dosis Trombosit

Berbeda dengan konsensus yang digunakan pada transfusi trombosit profilaksis untuk dosis
transfusi trombosit pada pasien-pasien yang rawat inap digunakan dosis yang paling rendah,
hal ini kaitannya dengan masalah biaya. Kebalikannya, pada pasien-pasien yang rawat jalan
lebih dianjurkan dosis yang lebih tinggi, hal ini untuk mengurangi jumlah kunjungan rawat
jalan.

Sekarang, sedang dilakukan penelitian uji klinik acak yang terkontrol yang disponsori oleh
National Heart, Lung, dan Blood Institute dari Institut Kesehatan Nasional yang
membandingkan pemberian trombosit dengan tiga dosis: dosis medium 2,2 × 1011 plts/m2;
dosis rendah 1,1 × 1011 plts/m2 (setengah dosis sedang), dan dosis tinggi 4,4 × 1011 plts/m2
(dua kali dosis sedang) di rumah sakit pasien dengan thrombocytopenia penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang pasti pada strategi pemberian dosis yang paling
hemat biaya naumun tetap menjaga hemostasis.

Thrombopoietin (TPO) adsorpsi dengan transfusi plt.

TPO telah diakui sebagai hematopoietik utama faktor pertumbuhan yang merangsang
produksi trombosit, dibuat dalam hati dengan laju yang konstan. TPO mengikat ligan (MPL)
pada permukaan trombosit dan megakaryocytes. Telah didokumentasikan bahwa TPO
teradsorpsi ke permukaan trombosit. Kadar trombopoietin menjadi sangat penting untuk
menjaga integritas megakariosit dan produksi dari trombosit, sehingga apabila kadarnya
cukup, maka jumlah trombosit yang ditransfusikan pun dapat dikurangi.

b. Terapi transfusi trombosit

Pasien dengan trombositopenia kronik. Transfusi trombosit adalah dianggap "terapi" jika


trombosit diberikan untuk mengontrol pendarahan aktif, yang diakibatkan trombositopenia
dan / atau gangguan fungsi trombosit. Terapi transfusi trombosit pada pasien dengan
trombositopenia kronis biasanya ditunjukkan ketika pendarahan ≥2 untuk nilai rujukan
WHO. Nilai 0, tidak ada perdarahan. Nilai 1, ptekie, ekimosis, okultisme perdarahan dalam
cairan tubuh, dan bercak ringan dari vagina. Nilai 2, untuk perdarahan yang nyata yang
membutuhkan transfusi darah merah, misalnya epistaksis, hematuria, dan hematemesis. Nilai
3, perdarahan yang membutuhkan transfusi 1 atau lebih unit darah merah/hari. Nilai 4, untuk
perdarahan yang mengancam jiwa, yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengganggu
sistem hemodinamik atau perdarahan organ vital, misalnya perdarahan intrakrania,
intrakardial, atau paru.

Menurut kriteria dari WHO perdarahan nilai 1 dan 2 dianggap berkaitan dengan kadar
trombosit pasien yang bersangkutan, sementara kondisi yang lebih berat sering dikaitkan
dengan faktor-faktor lain seperti obat, penyakit yang mendasari yang dapat mengganggu
fungsi trombosit dan antikoagulan, defisiensi faktor pembekuan atau gangguan sistem
vaskuler (misalnya, nekrotik tumor). Oleh karena penyebab perdarahan itu bervariasi akibat
faktor-faktor lain, maka sangat mungkin transfusi trombosit tidak dapat secara keseluruhan
mencegah atau mengendalikan perdarahan pada penderita yang mengalami trombositopenia.
Bahkan, meskipun transfusi trombosit profilaksis diberikan pada transfusi memicu 10.000
hingga 20.000 PLTS / uL, perdarahan masih mungkin terjadi.
Prosedur invasif. 

Jika sistem pembuluh darah tidak utuh, seperti yang mungkin terjadi dengan prosedur
pembedahan atau trauma, konsensus pendapat medis adalah trombosit diberikan pada kadar
minimal 50.000 / uL, walaupun belum ada penelitian yang definitif yang mendukung
pernyataan tersebut. Pada prosedur bedah saraf dimana resiko terjadinya perdarahan
intraserebral perlu dipertahankan kadar trombosit > 100.000 /uL selama dan setelah prosedur
operasi.
Dengan jumlah trombosit antara 50.000 dan 100.000 / uL,indikasi untuk transfusi trombosit
didasarkan pada tingkat operasi atau trauma, tingkat perdarahan, resiko perdarahan, ada
tidaknya disfungsi trombosit dan gangguan sistem koagulasi lainnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Buruknya respon Transfusi trombosit


Faktor-faktor yang mempengaruhi buruknya respon transfusi trombosit terbagi dalam 2
kelompok, yaitu imun-mediated dan non imun-mediated. Untuk memutuskan terjadinya
respon yang buruk pada transfusi trombosit dibutuhkan 2 seri pemberian transfusi trombosit
yang mengalami kegagalan respon, disamping itu dapat juga diputuskan dengan terjadinya
penurunan yang progresif pada kadar trombosit ketika dilakukan peningkatan dosis transfusi
trombosit.(Gambar2A)

Perubahan ini juga terjadi pada kondisi tanpa adanya aloimunisasi (Gambar2B). 
Kondisi ini mungkin berhubungan dengan kerusakan endotel akibat dari terapi induksi pada
pasien akut myeloid leukemia (AML) yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut. Apakah
kondisi ini akan terjadi pada pasien trombositopenia kronis dengan atau tanpa pemberian
kemoterapi kanker belum diketahui.

Alloimmunisasi
Pencegahan trombosit aloimunisasi
ABO kompatibilitas.

Antigen A dan B pada sel darah merah dipresentasikan juga pada trombosit.Ketidakcocokan
ABO juga dapat mempengaruhi keberhasian transfusi trombosit. Penelitian membuktikan
ketidakcocokan ABO tidak hanya berpengaruh pada terbentuknya titer antibodi terhadap anti-
A dan anti-B tetapi juga merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membentuk aloantibodi.
Oleh karena itu, penting menyediakan trombosit yang kompatibel ABO untuk mencapai hasil
yang terbaik pasca transfusi trombosit.

Leukoreduction.

Beberapa percobaan telah membuktikan efektifitas transfusi trombosit leukoreduksi dan sel
darah merah dibandingkan dengan transfusi darah standar dalam mencegah timbulnya
antibodi HLA. Namun demikian, kejadian aloimunisasi masih mungkin terjadi hal ini
bergantung pada imunokompeten pasien yang menerima transfusi, karena penellitian ini
dilakukan pada pasien AML yang mengalami induksi.

Pengelolaan pasien alloimmunized

Pada dasarnya ada tiga strategi untuk mengelola trombosit alloimmunisai yang refraktor:


(1) pilih HLA yang kompatibel antara donor dan resipien, (2) mengidentifikasi antibodi
spesifik HLA dan pilih antigen kompatibel apheresis donor; dan (3) melakukan pemeriksaan
trombosit yang mempunyai kualitas terbaik. Namun demikian, dari penelitian walaupun
sudah dilakukan tahapan seperti diatas masih ditemukan 20-30% transfusi trombosit yang
memberikan respon yang buruk. Respon yang buruk ini mungkin berhubungan dengan: (1)
penyebab nonimmune, (2) obat-obatan atau autoantibodi; atau (3) kegagalan untuk
mendeteksi antibodi relevan karena ketidakpekaan dari uji sistem. 

Nonimmune trombosit Refractoriness


Respon yang buruk terhadap transfusi trombosit yang non-imun dapat terjadi pada pasien
yang mengalami limfositotoksik antibodi, wanita dengan 2 atau lebih kehamilan, laki-laki,
splenomegali, terapi heparin, perdarahan, demam, dan DIC. Kondisi lain juga dapat terjadi
rendahnya respon transfusi akibat respon yang spesifik, seperti pada VOD, GVHD, tingginya
kadar bilirubin, iradiasi tubuh total, dan kadar tacrolimus atau siklosporin yang tinggi pada
serum.

Manajemen Strategi
Pasien refraktori persisten

Penyebab refraktori persisten pada pasien yang ditransfusi trombosit belum jelas.
Untuk pasien yang mengalami pendarahan masif yang dianggap mengancam jiwa, beberapa
pendekatan dapat memberikan manfaat, tapi hanya ada data anekdot yang mendukung
penggunaan trombosit: (1) memberikan transfusi trombosit dalam dosis kecil dan sering
(misalnya, 3-4 konsentrat trombosit setiap 4-8 jam). Teknik ini dapat bermanfaat untuk
menjaga integritas pembuluh darah, (2) intravena IgG dapat meningkatkan
trombosit pasca transfusi trombosit ; (3) inhibitor fibrinolitik dapat
membantu menstabilkan setiap gumpalan yang terbentuk; dan (4) faktor
rekombinan VIIA mungkin dapat mengontrol perdarahan pada beberapa pasien.

Anda mungkin juga menyukai