PENDAHULUAN
2.1.2 Bioekivalensi
Ketersediaan hayati zat aktif menyatakan persoalan umum pada setiap
formulasi sediaan obat. Nilainya dapat diperbaiki khususnya melalui upaya
teknologi farmasetik atau diatur sesuai dengan keperluan yang dikehendaki
(preparat depo). Oleh karena bahan obat diresorpsi dalam jumlah yang berlainan
dari bentuk pemberian yang berbeda, yang ditunjukkan dalam kemunculan kerja
dan lama kerjanya, muncul pertanyaan pada upaya pengembangannya, sediaan
obat manakah yang memberikan ketersediaan hayati terbaik. Di lain pihak muncul
pertanyaan, bagaimana pemberiannya, juga pada preparat jenis obat tertentu
bertakaran sama menunjukkan perbedaan kerjanya secara nyata sehingga upaya
optimalisasi dalam pengertian perbaikan ketersediaan hayatinya tetap diperlukan.
Jika dua formulasi sediaan obat dengan bahan obat sejenis dan bertakaran sama,
menunjukkan ketersediaan hayati yang sama, maka sediaaan tersebut dinyatakan
memiliki bioekivalensi (Voight, 1995).
Alasan utama dilakukannya studi bioekivalensi oleh karena produk obat
yang dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding
pada penderita. Rancangan dan evaluasi studi bioekivalensi yang dikendalikan
dengan baik memerlukan kerja sama antara ahli farmakokinetik, statistik,
farmakologi klinik, bioanalitik kimia dan ahli yang lain (Shargel dan Yu, 2005).
Dalam suatu studi biokivalensi, satu formulasi obat dipilih sebagai standar
pembanding dari formulasi obat yang lain. Standar pembanding hendaknya
mengandung obat aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak berada
dalam sistemik (yakni larutan atau suspensi) dan dalam jumlah yang sama seperti
formulasi lain yang dibandingkan. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute
sama seperti formulasi yang dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau rute
tambahan diperlukan untuk menjawab masalahfarmakokinetik tertentu. Sebagai
contoh, jika suatu obat aktif sangat sedikit berada dalam sistemik setelah
pemberian oralmaupun intravena. Bila suatu larutan atau suspensi obat tidak
tersedia, standar pembanding dapat berupa suatu formulasi yang sedang
dipasarkan yang telah diakui oleh NDA yang secara ilmiah mempunyai
datakeamanan dan efikasi yang sahih. Produk obat pembanding hendaknya
merupakan produk yang diterima oleh profesi kesehatan dan mempunyai sejarah
penggunaan klinik yang panjang. Formulasi pembanding biasanya produk
“innovator” atau produk dari pabrik yang pertama memproduksi obat tersebut
(Shargel dan Yu, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu 24 November 2019 pada
pukul 13.00-15.00 WITA, bertempat di Laboratorium Tehnologi farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu laptop.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu microsoft excel.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat yang akan digunakan
2. Dinyalakan komputer
3. Dibuka aplikasi microsoft excel
4. Dimasukkan data kedalam Microsoft excel
5. Dihitung nilai F Relatif
6. Dihitung nilai standar deviasi sampel
7. Dihitung total nilai F dari sampel
8. Dihitung rata-rata nilai F
9. Dihitung nilai √n
10. Dihitung nilai tan a
11. Dihitung nilai CI (Confident Interval)
12. Dihitung nilai SF
13. Dihitung nilai batas atas dan batas bawah
14. Dilakukan point 4 – 13 pada sampel yang lain dan dilihat apakah sampel
memenuhi syarat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Data Kapsul A
CI 2
4.1.3 Hasil Data Kapsul C
4.2 Pembahasan
Bioavaibilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mecapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam keadaan
utuh atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya
dalam darah terhadap waktu dari ekskresinya dalam urin (BPOM, 2004).
Bioequivalensi merupakan data eqivalensi untuk melihat kesetaraan sifat
dan kerja obat dalm tubuh dibandingkan dengan obat innovator sebagai
pembanding (BPOM 2004, BPOM 2006).
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan
bioequivalensi dari suatu produk obat yang akan diuji. Hal yang pertama
dilakukan yaitu memasukkan semua nilai yang sudah ada dengan menggunakan
Microsoft excel setelah dimasukkan data dilakukan penambahan dan pembagian
data kemudian akan mendapatkkan hasil , dilakukkan seterusnya sampai no 8
hingga akhirnya akan mendapatkan nilai F relatif cara ini dilakukkan pada semua
kapsul a,b, dan c.
Kemudian diblok semua nilai F Relatif hingga akhirnya akan mendapatkan
hasil Standar Deviasi, pada data kapsul A 14,36167, kapsul B 8, 871085 dan pada
kapsul c yaitu 10. 96955. Setelah itu didapatkan nilai Total F, rata-rata F, Akar N,
SF, Tan A,cl,dan kemudian mencari nilai batas bawah, batas atas dan akhirnya
mendapat nilai yang paling terakhir yaitu cl pada kapsul A 81,34 ±100,59 dan
pada kapsul B, 117.13±129.02, dan pada kapsul C yaitu 95.97±110.67. kemudian
setelah didapatkan hasil data maka dapat ditentukan berapa nilai bioequifalensi
dalam suatu produk obat yang akan diuji.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Uji bioekivalensi adalah uji bioavailabilitas komparatif yang dirancang
untuk menunjukkan bioekivalensi antar produk uji dengan produk obat
pembanding. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai CI (Convident
Interval) dari kapsul A yaitu 81,34 ± 100,591, kapsul B yaitu 117 ± 129,02, dan
kapsul C yaitu 95,97 ± 110,67. Dapat disimpulkan bahwa kapsul A dan kapsul C
memenuhi kriteria dari CI yaitu berada pada rentang nilai 80%-125%.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Asisten
Tetap menjaga keharmonisan dan keakraban dengan
praktikan
5.2.2 Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak
lagi untuk mempermudah dan mengoptimalkan kelancaran
praktikum.
5.2.3 Untuk Jurusan
Sebaiknya jurusan lebih mengupayakan kelengkapan alat
dalam laboratorium.