Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Menikah merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sangat penting. kemudian
mengikatkan diri untuk mencapai tujuan yang kekal dan bahagia. Idealnya suatu pernikahan
menawarkan intimasi, komitmen, persahabatan, kasih sayang, pemuasan seksual, pendampingan
dan peluang bagi pertumbuhan emosional, serta sumber identitas dan kepercayaan diri yang baru,
Pernikahan merupakan penyatuan dua gender yang unik dengan membawa pribadi masing-
masing. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya dari bahasa inggris yaitu
“gender”. Jika dilihat dalam kamus bahasa inggris. Gender adalah suatu konsep yang merujuk
pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Walgito
(1984) mengungkapkan perkawinan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Keluarga sejahtera adalah dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah mampu memenuhikebutuhan hidup spiritual dan materiil yang
layak, bertakwa kepada tuhan yang maha esa,memiliki hubungan yang sama, selaras, seimbang
antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Namun perlu diketahui
pernikahan harus sesuai dengan peraturan salah satunya yang perlu direncanakan adalah
berapa usia yang pantas bagi seorang pria maupun seorang wanita untuk melangsungkan
pernikahan. Menurut undang undang pernikahan No. 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa
perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun.
Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang prilaku reproduksi manusia yang
ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan
kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana. karena itu perkawinan diizinkan bila
laki-laki berumur minimal 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun, sehingga perkawinan
usia dini adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan
pria kurang dari 21 tahun dan perempuan. pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau
dapat bercerai dengan perjalanannya karna hal terpenting dari pernikahan adalah kepuasan
pernikahan. Duval & Miler (1985) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu
perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasaan dan pengalaman menyenangkan yang
dialami oelh masing-masing pasangan suami istri dengan pertimbangan keseluruh aspek
dalam pernikahan. dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan senang dan
bahagia yang dapat dirasakan secara subjektif oleh pasangan suami istri.

Pengertian Kepuasan Pernikahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Menurut Papalia, dkk. (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu:

a. Kekuatan komitmen Salah satu faktor terpenting kesuksesan pernikahan adalah adanya
komitmen. Mudahnya perceraian disebabkan oleh kurang dipahaminya tujuan perkawinan dan
tidak adanya komitmen dalam perkawinan (Prianto, 2013). Komitmen pada pasangan suami istri
dapat berjalan dan terpelihara dengan baik selama pasangan tersebut mampu untuk menjaga
keharmonisan, kasih sayang, komunikasi antara mereka dan religiusitas dalam rumah tangga
terjaga (Herawati, 2008).
b. Pola interaksi yang ditetapkan dalam masa dewasa awal Kesuksesan dalam pernikahan amat
berkaitan dengan cara pasangan tersebut berkomunikasi, membuat keputusan, dan mengatasi
konflik. Bertengkar dan mengekspresikan kemarahan secara terbuka merupakan hal 16 yang
baik bagi perkawinan seperti merengek, defensif, keras kepala, dan menarik diri merupakan
sinyal masalah (Gottman dan Krokoff dalam Papalia, dkk., 2008).
c. Usia pada pernikahan Usia kronologis dan usia pernikahan secara bersama-sama mampu
mempengaruhi kepuasan pernikahan pada istri. Studi dilakukan pada istri pekerja
berkebangsaan Filiphina berjumlah 129 orang di Metro Manila. Semakin bertambahnya usia
pernikahan, yang berarti semakin lama kebersamaan istri bersama suami maka perasaan
kepuasan pernikahan yang telah ada akan semakin luntur, sehingga usaha yang lebih keras
perlu dilakukan untuk menjaga kepuasan pernikahan mereka (Prasetya, 2007)
d. Kelenturan dalam menghadapi kesulitan ekonomi Salah satu faktor keberlangsungan dan
kebahagiaan sebuah perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-finansialnya.
Kebutuhan-kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik bila pasangan suami-istri
memiliki sumber finansial yang memadai. Adanya kondisi masalah keuangan atau ekonomi akan
berakibat buruk seperti kebutuhan-kebutuhan keluarga tidak dapat terpenuhi dengan baik,
anak- anak mengalami kelaparan, mudah sakit, mudah menimbulkan konfliks pertengkaran
suami-istri, akhirnya berdampak buruk dengan munculnya perceraian (Dariyo, 2004).
e. Agama Religiusitas akan mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang. Makin tinggi
religiusitas seseorang makin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Seseorang yang bertindak
atas dasar keyakinan akan Tuhan akan patuh dan tunduk dengan segala perintah dan
larangannya. Ketika diterpa berbagai cobaan dalam kehidupan, salah satunya dalam hidup
berumah tangga, individu tersebut merasa pasrah, ikhlas dan tawakal serta mengembalikannya
kepada kekuasaan Tuhan. Rumah tangga yang dilandaskan agama akan lebih kuat terhadap
goncangan sehingga menciptakan ketenangan (Ardhianita dan Andayani, 2004).
f. Dukungan emosional Kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan terjadi karena
ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional dari lingkungan.
Kesulitan ekonomi dapat memberikan tekanan emosional pada pernikahan. Dalam sebuah studi
selama empat tahun terhadap 400 pasangan suami istri, mereka yang paling ulet bertahan
ketika menghadapi tekanan ekonomi adalah mereka yang menunjukan dukungan mutual,
mendengarkan perhatian yang lain, mencoba membantu, sensitif terhadap sudut pandang
pasangan, dan menunjukan penerimaan terhadap kualitas yang lain (Conger, Rueter, & Elder,
dalam Papalia, dkk., 2008).
g. Perbedaan harapan antara wanita dan pria Dimana perempuan cenderung lebih mementingkan
ekspresi emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika istri mereka
menyenangkan. Ketidak sesuaian apa yang diharapkan istri dari suami mereka dan cara suami
melihat diri mereka sendiri kemungkinan disebabkan oleh media. Tema utama, isi, dan gambar
pada majalah pria terus menekan peran maskulin tradisional sebagai kepala keluarga,
sedangkan pada saat yang sama majalah wanita menunjukan pria dalam peran mengasuh
(Virgorito & Curry, dalam Papalia, dkk., 2008).

Davidoff, Linda L. (1991) mengemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan


penikahan adalah sebagai berikut:

a. Status sosial ekonomi yang relatif tinggi. Pasangan yang memiliki taraf sosial ekonomi yang
tinggi tidak terlau sering menghadapi frustasi. Ketika salah satu dari pasangan mengalami stres
maka hal ini dapat menjadikan beban dalam perkawinan.
b. Mempunyai orang tua yang bahagia. Berarti seseorang tersebut telah memperoleh guru yang
baik. Anak-anak dengan orang tua bahagia akan lebih mementingkan kedamaian.
c. Diri sendri juga bahagia. Orang yang selalu hidup senang dan ceria kemunkinan akan hidup
bersama dengan siapa pun. Sedangkan dengan orang yang sudah cukup puas lebih menekankan
pada aspek positif meskipun pernikahannya dihadapi dengan berbagai kesulitan.
d. Jalinan kasih mesra yang lama diwarnai dengan kedamaiaan. Hidup berdampingan untuk jangka
waktu yang lama, bisa menandakan bahwa masing-masing pihak saling mengerti satu sama lain.
e. Perkawinan yang tidak terlalu muda. Perkawinan yang telah dipersiapkan merupakan
perkawinan yang dibangun antara dua orang yang sudah lama saling mengenal satu sama lain.
Orang yang sudah cukup dewasa dapat mengambil keputusan dengan baik dalam menghadapi
masalah. Perkawinan yang tidak terlalu muda biasanya diiringi keadaan sosial ekonomi yang
sudah mapan/baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam pernikahan tergantung kepada kekuatan


komitmen dalam pernikahan, pola interaksi yang ditetapkan dalam masa dewasa awal serta jalinan
kasih mesra yang lama diwarnai dengan kedamaiaan. Usia pada perkawinan juga merupakan
prediktor utama apakah pernikahan akan langgeng. Kelenturan dalam menghadapi kesulitan
ekonomi, dengan status ekonomi yang relatif tinggi pasangan tidak terlalu sering menghadapi
frustasi. Adanya dukungan emosional dari masing- masing pasangan, mempunyai orang tua yang
bahagia dan diri sendiri juga bahagia. Agama juga mempengaruhi kesuksesan dalam pernikahan
serta perbedaan harapan antara wanita dan pria juga termasuk faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pernikahan.

Hipotesis

Berdasarkan dari teori-teori yang dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu

Ha: ada perbedaan kepuasan pernikahan antara laki-laki dengan perempuan

H0: tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan antara laki-laki dengan perempuan

Metode
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu data yang dikumpulkan merupakan data yang
berupa kuesioner. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Menurut Lehmann (dalam Yusuf,
2008) penelitian deskriptif merupakan suatu tipe penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba
menggambarkan fenomena secara detail. Populasi dalam penelitian ini adalah laki-laki dan
perempuan yang sudah menikah. Penarikan sampel dilakukan dengan cara insidental sampling.
Menurut Sugiyono (2009:96). Bahwa sampling insidental adalah teknik penentuan sampel,
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental yang bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang ditemui cocok sebagai sumber data.
Skala dalam penelitian ini adalah skala kepuasan pernikahan dan masing-masing skala terdiri dari
aitem favorable dan unfavorable. Skala kepuasan pernikahan tersebut dibuat berdasarkan aspek
kepuasan pernikahan menurut Olson dan Fower (dalam Dewi, 2008). Skala ini disusun berdasarkan
skala model Likert yaitu skala yang menjadikan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai
skalanya. Skala dalam penelitian ini adalah skala kepuasan pernikahan dan masing-masing skala
terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Skala kepuasan pernikahan tersebut dibuat
berdasarkan aspek kepuasan pernikahan menurut Olson dan Fower (dalam Dewi, 2008). Skala ini
terdiri atas aitem favorable sebanyak ? aitem dan unfavorable sebanyak ? aitem, dengan
menggunakan 6 pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Sesuai (STS), diberi skor 1 sampai dengan 5 untuk unfavorable dan 5 sampai 1 untuk
favorable.

Hasil dan pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum perbedaan kepuasan pernikahan
antara laki-laki dan perempuan.
pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi, dimana diketahui pasangan suami
istri yang berada pada kepuasan pernikahan yang tinggi yaitu sejumlah (?)

Kepuasan pernikahan (Lemme dalam Iryna, 2012) adalah keseluruhan evaluasi suami atau istri
mengenai kehidupan pernikahannya, yang dilihat dari beberapa aspek yaitu: berkaitan dengan
komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan, resolusi konflik, manajemen
keuangan, hubungan seksual, hubungan dengan keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak,
masalah kepribadian dan peran egalitarian. Aspek-aspek tertentu seperti child and parenting dan
communication adalah aspekaspek yang paling berpengaruh dalam penilaian subjektif pasangan
terhadap kepuasan pernikahan mereka, dibandingkan aspek-aspek lainnya. Pada aspek
communication, suami istri akan saling terbuka satu sama lain dalam menjalankan kehidupan rumah
tangga agar keduanya memiliki hubungan yang harmonis dan saling terpuaskan. Kehidupan seksual
dalam perkawinan ialah kehidupan seksual bersama antara suami-istri sebagai satu pasangan. Tidak
sedikit pasangan yang mengalami ketegangan perkawinan, bahkan perceraian, karena tidak berhasil
mempunyai anak atau mengalami masalah seksual. Pada umumnya pihak wanita berada pada posisi
lemah dan disudutkan sebagai penyebab masalah. Dalam masalah hambatan kehamilan, pada
umumnya pihak istri disudutkan sebagai pihak vang mengalami kemandulan. Demikian juga dalam
masalah seksual, pada umumnya pihak istri dianggap sebagai penyebab ketidakharmonisan.
Kehidupan seksual merupakan salah satu aspek penting dalam perkawinan. Tanpa kehidupan seksual
suami- istri, perkawinan menjadi tidak utuh. Dalam bercinta, laki-laki dan perempuan memiliki
ukuran kepuasan yang sedikit berbeda. Laki-laki lebih mementingkan tercapainya orgasme,
sedangkan perempuan lebih kepada perasaan disayangi dan dicintai. Karena itu, seorang perempuan
bisa merasakan kepuasan, meski tidak mencapai orgasme lelaki. Jika ia mencapai orgasme akan lebih
lengkaplah kebahagiaannya.

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan pada laki-laki dan perempuan

saran

Saran Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang dikemukakan oleh peneliti. Beberapa
saran tersebut antara lain: Disarankan kepada pasangan suami istri untuk dapat lebih terbuka dalam
mengkomunikasikan berbagai persoalan rumah tangga, jujur dan terbuka sehingga terbentuk sikap
saling pengertian, saling mengisi, saling mengerti, dan terhindar dari kesalahpahaman guna
mencapai kepuasan pernikahan sehingga keintiman dalam hubungan suami istri bisa terjaga untuk
mempertahankan kehidupan rumah tangga dan terhindar dari perceraian. Bagi peneliti selanjutnya
yang tertarik untuk mengembangkan tema yang sama sebagai bahan penelitian disarankan untuk
memambah analisis mengenai laki-laki yang tinggal di rumah orang tuanya sebab pada penelitian ini
hanya terfokus pada kepuasan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Serta
mempertimbangkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pasangan suami istri sehingga
dapat ditentukan faktor-faktor lain seperti pendidikan terakhir, lama perkawinan, jumlah anak dan
juga kehadiran orang tua ataupun mertua yang mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai