Anda di halaman 1dari 82

Unggul dalam IPTEK

Kokoh dalam IMTAQ

Laporan Penelitian

HUBUNGAN PERAN KADER PUSKESMAS TERHADAP KESEMBUHAN


PENDERITA DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS
KECAMATAN JOHAR BARU JAKARTA PUSAT

NAMA :VIVI RAMADHINI

NPM :2009720055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013

iii
HUBUNGAN PERAN KADER PUSKESMAS TERHADAP KESEMBUHAN
PENDERITA DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS
KECAMATAN JOHAR BARU JAKARTA PUSAT 2013

Vivi Ramadhini
2009720055

Abstrak
Peran kader puskesmas khususnya kader TB yaitu sebagai pencari dan penemu suspek
TB, menjadi PMO, sebagai penyuluh dan sebagai pemberi motivasi. Adanya kader
puskesmas khususnya kader TB bisa sebut juga ujung tombak kesehatan yang ada
dimasyarakat.Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang di sebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui jalan nafas. Kesembuhan TB
merupakan pasien TB yang sudah melakukan pengobatan lengkap dan setidaknya
melakukan pengecekan sputum selama minimal dua kali selama 6 bulan pengobatan
dengan hasil akhir BTA negatif. Untuk mengetahui hubungan peran kader puskesmas
terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru di puskesmas kecamatan johar
baru Jakarta pusat peneliti menggunakan desain cross sectional yaitu menjelaskan
tentang hubungan peran kader puskesmas terhadap kesembuhan penderita dengan
tuberkulosis paru di puskesmas kecamatan johar baru Jakarta pusat yang dilakukan pada
tanggal 14 juli 2013 sengan sampel sebanyak 45 orang dan menggunakan uji statistik
chi-square. Yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara hubungan kader
TB sebagai penemu dan pencari suspek dengan kesembuhan penderita dengan
tuberkulosis paru dengan nilai pValue 0,027 dan OR 4,750. Terdapat hubungan yang
bermakna antara peran kader sebagai PMO dengan kesembuhan penderita dengan
tuberkulosis paru dengan nilai pValue 0,045 dan OR 4,750. Terdapat hubungan yang
bermakna antara peran kader sebagai penyuluh dengan kesembuhan penderita dengan
tuberkulosis paru dengan nilai pValue 0,008 dan OR 8,000. Terdapat hubungan yang
bermakna antara peran kader sebagai pemberi motivasi dengan kesembuhan penderita
dengan tuberkulosis paru dengan nilai pValue 0,027 dan OR 5,500. Di harapkan hasil
penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan guna meningkatkan kesembuhan
penderita dengan tuberculosis paru di puskesmas kecamatan johar baru Jakarta Pusat.

Kata kunci : Peran kader puskesmas, tuberkulosis paru, kesembuhan TB


Daftar pustaka : 15 (2003- 2012)

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulliah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat iman dan islam sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Peran Kader Puskesmas Terhadap Kesembuhan Penderita Dengan
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kecamatan Johar baru Jakarta Pusat”. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi Allah Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat
ini.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Orang tua Bpk Sukiman S.Pd dan Ibu Hartati beserta keluarga yang telah

memberikan doa, materil, moral serta dukungan dalam menyusun Proposal ini.

Semoga Allah SWT Senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita

sekeluarga.

2. Bapak Muhammad Hadi,SKM.M.Kes. selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta dan pembimbing metodologi riset yang telah banyak memberikan

bimbingannya.

3. Ibu Ninik Yunitri, S.Kep., Ns. selaku wali dosen angkatan 2009 yang telah banyak

memberikan bimbingannya.

4. Ibu Ernirita S.Kep, M.Epid selaku dosen pembimbing yang sudah meluangkan

waktu dan pikiran dalam membimbing penulis agar dapat menyelesaikan proposal

skripsi tepat waktu.

5. Ibu Dra. Nadjah Halimun Dan Mas Agus selaku kepala Perpustakaan dan Staf

Perpustakaan.
vii
6. Sahabat terbaikku Zahratun Nisa,Rahayuning Tyas Saputri serta teman-teman LM

13 yang sudah memberikan semangat untuk bisa menyelesaikan skripsi tepat pada

waktunya.

7. Seluruh Mahasiswa/ I angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang

telah memberikan dukungan dan rasa kebersamaan seperti keluarga sendiri.

Dengan segenap kerendahan dan keterbatasan diri yang dimiliki, saya menyadari bahwa
skripsi ini jauh dari kesempurnaan.Besar harapan saya semoga proposal ini bermanfaat
untuk diri saya sendiri maupun bagi orang banyak.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Jakarta, 18 Juli 2013

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………… ....... i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ....... ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….. v

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah …………………………………………………………. ....... 1

B. RumusanMasalah …………………………………………………………………….. 6

C. PertanyaanPenelitian ……………………………………………………………........ 6

D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………………… 6

E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………………........ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kader…………………………………………………………………….. 9

B. Konsep Tuberkulosis ……………………………………………………………... 12

C. Konsep Kesembuhan Tuberkulosis …………………..………………………….. 26

D. PenelitianTerkait …………………………………………………………………. 27

BAB III KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS, & DEFINISI OPERASIONAL

A. KerangkaKonsep………………………………………………………………… 28

v
B. Hipotesis…………………………………………………………………………. 29

C. Definisi Operasional ……………………………………………………………… 30

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. DesainPenelitian……………………………………………………………….. 34

B. TempatPenalitian ...................................................................................... 35

C. WaktuPenelitian ……………………………………………………………….. 35

D. Populasi&Sampel …………………………………………………………….. 36

E. PengumpulanData ……………………………………………………………… 37

F. EtikaPenelitian …………………………………………………………………. 38

G. Pengolahan Data ………………………………………………………………... 40

H. Analisa Data …………………………………………………………………… 41

I. Analisa Data ……………………………………………………………………. 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang di sebabkan oleh kuman

Mycrobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui jalan nafas. Pada

umumnya, penularan tuberkulosis berasal dari orang dewasa yang positif

tuberkulosis dimana batuk atau percikan ludahnya bertebaran di udara.

Percikan ludah ini mengandung basil tuberkulosis dan bila seorang anak

menghirup udara yang mengandung basil tersebut akan berkembang biak

perlahan-lahan dan menyebabkan kelainan pada paru-paru

(Somantri,2008).

WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada

tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

kuman TB. Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian

utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru

masi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Data tahun 2007

menunjukannbahwa TB paru menyebabkan 250 kematian setiap harinya

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,Pusat Promosi kesehatan

,2010)

1
2

Pada tahun 2010, pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah

menunjukan kemajuan yang bermakna, yaitu dengan turunnya peringkat

Indonesia dari negara ke-3 di dunia penyumbang kasus TB terbanyak

menjadi peringkat ke-5. Berdasarkan Global Report TB tahun 2010,

prevalensi TB di Indonesia adalah 285 per 100.100 penduduk, sedangkan

angka kematian TB telah turun menjadi 27 per 100.000 penduduk.

Artinya, target MDGs untuk angka prevalensi TB diharapkan akan

tercapai pada 2015. (WHO, 2010). Angka kesembuhan pada tahun 2011

mencapai target sebesar 83,7% (target minimal 85%). (depkes RI 2012)

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007 didapatkan data

bahwa prevalensi Tuberkulosis yang tersebar di seluruh Indonesia adalah

1,0% tujuh belas profinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di

atas angka nasional, yaitu provinsi nangro aceh darusalam, Sumatra

barat, riau, DKI Jakarta, jawa tengah, Kalimantan selatan, Kalimantan

timur, Sulawesi tengah,Sulawesi selatan, Sulawesi tenggara, gorontalo,

papua barat, dan papua. Secara umum prevalensi yang tertinggi yaitu

papua barat (2,5%) dan terendah profinsi lampung.

Berdasarkan grafik provinsi dengan angkan kesembuhan <85% di tahun

2011 sebanyak 20 provinsi dan 13 provinsi berhasil mencapai minimal

85% yaitu Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, NAD, Gorontalo, Sulawesi


3

Tengah, Banten, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan,

Sumatra Utara, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara. Profinsi

dengan angka kesembuhan di tahun 2011 tertinggi adalah Sulawesi utara

(92,1%) dan terendah adalah Papua Barat (42,2%). Sedangkan DKI

Jakarta menduduki peringkat ke 6 terendah yaitu hanya 70% angka

keberhasilan kesembuhan TB (DITJEN PP & PL Kementerian Kesehatan

R.I , 2012)

Pada tahun 2009 terdapat 528.063 untuk semua kasus TB baru dan

236.029 untuk kasus TB BTA positif, sepertiga pasien tersebut terdapat di

sekitar puskesmas, sepertiga ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik

pemerintah dan swasta,praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit

pelayanan kesehatan. Sedangkan prevalensi untuk semua kasus TB

diperkirakan sebanyak 565.614 atau 244/100.000 penduduk. Angka

kematian karena TB diperkirakan 91.368 per tahun atau setiap hari 250

0rang meninggal karena TB (WHO, 2009)

Peran strategis kader TB komunitas diantaranya menemukan suspect,

memotivasi suspect untuk melakukan pemeriksaan dahak ke unit

pelayanan kesehatan (UPK) terdekat untuk memastikan apakah suspect

tersebut menderita sakit TB atau tidak, kader juga berperan sebagai

pengawas menelan obat (PMO) untuk memastikan pasien TB teratur

berobat dan minum obat serta melakukan pengobatan dengan lengkap dan
4

sembuh,memberikan pendidikan kesehatan terkait tentang TB (Depkes

RI, 2010)

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat TB terus

dilakukan melalui program pengendalian TB dengan strategi DOTS

(DirectlyObserved of Shortcourse), yang meliputi komitmen

politis,pemeriksaan dahak mikroskopis, pengobatan jangka pendek

dengan pengwasan langsung pengobatan, jaminan ketersediaan obat anti

Tuberkulosis (OAT) yang bermutu serta pencatatan dan pelaporan yang

baku (Depkes RI, 2009).

Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan

untuk masyarakat yang bertugas membantu pelayanan kesehatan.

Keberadaan kader yang sering dikaitkan dengan pelayanan rutin

posyandu. Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja secara

sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan posyandu

serta mau dan sanggup meggerakkan masyarakat untuk melaksanakan

dan mengikuti kegiatan posyandu (Ismawati dkk, 2010).

Kader kesehatan merupakan laki-laki atau wanita yang dipilih oleh

masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan

perseorangan maupun masyarakat, serta bekerja di tempat yang dekat

dengan pemberian pelayanan kesehatan (Syafrudin, dan Hamidah,


5

2006).Kader kesehatan merupakan tenaga sukarela yang dipilih oleh

masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini

kader disebut juga sebagai penggerak atau promoter kesehatan (Yulifah

R, dan Yuswanto, 2006)

Program pemerintah dalam menanggulangi masalah kesehatan mengacu

pada program MDGs yaitu menanggulangi kemiskinan dan

kelaparan,mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong

kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematiaan

dan anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi

HIV/AIDS,malaria,dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian

lingkungan hidup,membangun kemitraan global untuk pembangunan.

Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama

ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat.

Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek

pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri.

Selanjutnya dengan adanya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan

dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa

pembangunan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang

kesehatan
6

Berdasarkan hasil observasi studi pendahuluan dan wawancara pada

tanggal 2 mei 2013 dengan 4 kader TB di kecamatan johar baru maka di

dapatkan data tahun 2010 penemuan kasus TB 149 orang dengan angka

kesembuhan 29 orang (19,5%) ,pengobatan lengkap 108 orang (72,4%),

dan putus obat 12 orang (8,1%). Tahun 2011 penemuan kasus TB 120

orang dengan angka kesembuhan 37 orang (30,8%),pengobatan lengkap

60 orang (50%), dan putus obat 23 orang (19,2%). Tahun 2012 penemuan

kasus TB 104 orang dengan angka kesembuhan 33 orang (31,7%) dan

pengobatan lengkap 37 orang (35,6%), putus obat 34 orang (32,7%).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang ada ada di masyarakat, kader puskesmas

merupakan tolak ukur keberhasilan peningkatan derajat kesehatan di

masyarakat. Saat ini dimana pemerintah menrgetkan Dengan adanya

peran kader yang memadai dalam kesembuhan TB di masyarakat menjadi

fenomena yang ada di masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin

mengetahui bagaimana hubungan peran kader puskesmas terhadap

kesembuhan penderita dengan tuberkulosis di puskesmas kecamatan johar

baru Jakarta pusat.


7

C. Pertanyaan Penelitian

Adakah hubungan peran kader puskesmas terhadap kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru di puskesmas kecamatan johar baru

Jakarta pusat.

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh hubungan peran kader

puskesmas terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkolosis

paru di puskesmas kecamatan johar baru Jakarta pusat.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran demografi responden terhadap

kesembuhan penderita dengan Tuberkulosis paru di

Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

b. Diketahui hubungan peran kader puskesmas sebagai

penemu dan pencari suspek terhadap kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru di Puskesmas

Kecamatan Johar Baru jakart pusat.

c. Diketahui hubungan peran kader puskesmas sebagai PMO

terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta pusat.

d. Diketahui hubungan peran kader puskesmas sebagai

penyuluh terhadap kesembuhan penderita dengan


8

tuberkulosis paru di puskesmas kecamatan Johar Baru

Jakarta pusat.

e. Diketahui hubungan peran kader puskesmas sebagai

motivasi terhadap kesembuhan penderita dengan

tuberkulosis paru di puskesmas kecamatan johar baru

Jakarta pusat.

E. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap setelah dilakukan penelitian tentang hubungan peran

kader puskesmas terhadap kesembuhan penderita dengan tuberculosis

paru, maka akan di dapatkan kesimpulan yang bermanfaat dan berguna

bagi:

1. Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai nformasi

tambahan dan masukan bagi praktek keperawata komunitas

dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam

meningkatkan angka kesembuhan tuberkulosis paru di

puskesmas.

2. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan hubungan mengenai peran kader

puskesmas terhadap kesembuhan tuberkulosis paru.


9

3. Pelayanan kesehatan (puskesmas)

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan bagi

petugas kesehatan puskesmas untuk memantau dan

meningkatkan peran kader puskesmas dalam kesembuhan

tuberkulosis paru.

4. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi

sebagai sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya dan

dalam ruang lingkup yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kader

1. Definisi Kader

Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan

untuk masyarakat yang bertugas membantu pelayanan kesehatan.

Keberadaan kader yang sering dikaitkan dengan pelayanan rutin

posyandu. Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja

secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan

posyandu serta mau dan sanggup meggerakkan masyarakat untuk

melaksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Ismawati dkk,

2010).

Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara

sukarela dalam memantu program penganggulangan kader TB yang

sudah dilatih. (Depkes, 2009)

Kader puskesmas adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh

masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini

kader disebut juga sebagai penggerak atau promoter kesehatan

(Yulifah R, dan Yuswanto, 2006)

10
11

2. Peran Kader

a. Merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan data-data,

melaksanakan survey mawas diri,membahas hasil survey

menyajika dalam Musyawarah Masyarakat Desa

(MMD),menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan

masyarakat, menentukan kegiatan penanggulangan masalah

kesehatan ada bersama-sama masyarakat, membahas pembagian

tugas menurut jadwal kerja.

b. Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi, kunjungan

dengan menggunakan alat peraga dan percontohan.

c. Menggerakkan masyarakat: mendorong masyarakat untuk

bergotong royong, memberikan informasi dan mengadakan

kesepakatan kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain.

d. Memberikan pelayanan yaitu:

1) Membagi obat

2) Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan

3) Mengawasi pendatang didesanya dan melapor

4) Memberikan pertolongan pemantauan penyakit

5) Memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya


12

3. Kader TB

a. Definisi

Anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam

membantu program penanggulangan TB

b. Syarat Menjadi kader TB

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Dr. Ida Bagus mengenai

persyaratan bagi seorang kader antara lain :

1) Berasal dari masyarakat setempat

2) Tinggal di desa tersebut

3) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama

4) Diterima oleh masyarakat setempat

5) Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping

mencari nafkah

6) Mampu membaca dan menulis

c. Peran Kader TB

1) memberikan penyuluhan tentang TB dan

penanggulangannya kepada masyarakat

2) membantu menemukan orang yang yang di curigai sakit TB

dan pasien TB diwilayahnya (suspek TB)

3) memotivasi suspek untuk melakukan pemeriksaan dahak ke

pelayanan kesehatan (UPK) terdekat untuk memastikan

apakah suspek tersebut menderita TB atau tidak


13

4) Menjadi PMO, yaitu seseorang yang ditunjuk dan dipercaya

untuk mengawasi dan memantau penderita TB dalam

meminum obatnya sesuai dengan dosis dan jadwal seperti

yang di tetapkan dimana tugas seorang PMO yaitu

mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur

sampai selesai pengobatan dan dinyatakan sembuh oleh

petugas kesehatan, memberi dorongan kepada pasien agar

mau berobat secara teratur,mengingatkan pasien untuk

periksa ulang dahak pada waktu yang telah di

tentukan,member penyuluhan pada anggota pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala yang mencurigakan TB untuk

segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.

(Depkes, 2009)

B. Konsep Tuberkulosis

1. Definisi

Tuberkulosis merupakan penyakit penular yang di sebabkan oleh

kuman Mycrobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui

jalan nafas. Pada umumnya, penularan tuberculosis berasal dari

orang dewasa yang positif tuberculosis dimana batuk atau

percikan ludahnya bertebaran di udara. Percikan ludah ini

mengandung basil tuberculosis dan bila seoranga anak menghirup

udara yang mengandung basil tersebut akan berkembang biak


14

perlahan-lahan dan menyebabkan kelainan pada paru-paru

(Somantri, 2008).

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycrobacterium Tuberculosa).

Sebagiam besar kumann TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011).

2. Etiologi

Penyebab utama penyakit ini adalah bakteri Mycrobacterium

Tuberculosa, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm digolongkan dalam

basil tahan asam (BTA). bakteridan penyebaran bakteri ini dari

penderita TB paru melalui percikan dahak,pada waktu batuk atau

bersin yang menyebar ke udara. Kuman yang tersebar diudara

akan masuk kesaluran pernafasan, kemudian menyebar kebagian

paru dan tidak menutup kemungkinan akan menyebar ke organ

tubuh yang lain. Karena penyebaran melalui udara maka proses

penyebaran dengan cepat menyebar. Beberapa faktor yang

menyebabkan penyebaran TB paru diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Karena lingkungan yang tidak sehat,apalagi tempat tinggal

yang sempit dan kumuh juga tidak didukung oleh ventilasi akan

memyebabkan penyebaran TB Paru cepat menular.


15

b. Adanya permasalahan dalam tubuh karena imun yang menurun

mengakibatkan kekebalan tubuh ikut menurun, hal ini bisa

menyebabkan bakteri dan kuman apapun masuk.

c. Kontak langsung dengan penderita TB Paru, misalnya minum

dari satu gelas yang sama dengan penderita. Jika tidak

dilakukan pengobatan, resiko keluarga atau orang terdekat

tertular lebih besar.

d. Laki-laki yang sudah berumur lebuh tua atau dewasa lebih

besar beresiko tertular penyakit.

e. Kebiasaan pola hidup yang tidak sehat seperti merokok dan

minum-minuman yang berakohol.

f. Masukan zat kimia yang berlebihan kedalam tubuh

3. Patofisiologi

a. Infeksi primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali

dengan kuman TB paru. Droplet yang terhirup ukurannya

sangat kecil, hingga dapat melewati bronkus dan terus berjalan

sampai ke alveolus dan menetap disana. Infeksi di mulai saat

kuman TB paru berhasil berkembang biak dengan cara

membelah diri diparu yang mengakibatkan peradangan pada

paru dan ini disebut komplek primer adalah 4-6 minggu.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya

kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas


16

seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut

dapat menghentikan perkembangan kuman TB paru.

Meskipun demikian ,ada beberapa kuman akan menetap

sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang

daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan

kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan

akan menjadi penderita TB paru. Masa inkubasi, yaitu waktu

yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,

diperkirakan 6 bulan.

b. Infeksi pasca primer

TB paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan

atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan

tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk.

Ciri khas dari TB paru pasca primer adalah kerusakan paru

yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

4. Tanda dan Gejala

Gejala umum penyakit TB paru adalah batuk terus menerus dan

berdahak selama 3 minggu atau lebih, sedangkan gejala lain yang

sering di jumpai diantaranya:

a. Dahak bercampur darah

b. Batuk darah

c. Sesak nafas dan nyeri dada


17

d. Badan lemah, nafsu makan menurun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam walaupun tampa kegiatan,

demam lebih dari sebulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru

sselain tuberculosis. Oleh karena itu, setiap orang yang dating

ke UPK dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai

suspek tuberculosis atau tersangka penderita TB paru dan perlu

dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung

(Depkes, 2004).

5. Penegakan Diagnosis

Proses diagnose dilakukan setelah dirasakannua gejala yang

terjadi dan sebagian besar mengarah pada penyakit tuberculosis.

Proses diagnose penyakit TB dapat dilakukan dengan

menggunakan tiga tahapan yaitu pemeriksaan klinik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan radilogik (Depkes, 2004).

6. Pemeriksaan Klinik

Pada proses pemeriksaan klinik,gejala yang timbul diantaranya

yaitu mengalami batuk berdahak, batuk darak, nyeri dada, badan

lemah dan juga hal yang sangat mempengaruhi pada diagnose

klinik ini yaitu gejala yang timbul tersamarkan dengan penyakit

lainnya (Depkes dalam Triarisneini 2008).


18

7. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan untuk menunjang periksaan

klinik, pada pemeriksaan radiologic ini hal yang sangat

berpengaruh yaitu kualitas gambar yang dihasilkan. Kualitas

gambar yang semakin baik akan dapat mempermudah proses

identifikasi TB, selain itu kualitas diagnose juga akan semakin

baik (Depkes dalam Tiarisneini 2008).

8. Pemeriksaan Laboraturium

Pemeriksaan laboraturium bertujuan untuk melakukan identifikasi

terhadap kuman Mycobacterium Tuberculosis dalam dahak

penderita. Pemeriksaan laboraturium dilakukan dengan

memeriksa dahak penderita yang dengan kehendak sendiri datang

memeriksakan, terdorong oleh gejala batuk terus-menerus dengan

mengeluarkan dahak selama sedikitnya dua minggu atau pernah

batuk darah.

Pemeriksaan dahak dilakukan untuk mendianosis tuberculosis

dengan memeriksa 3 spesimen dahak. Ketiga spesimen dahak

tersebut sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan berurutan. Dahak yang dikum.apulkan adalah dahak

sewaktu, pagi, sewaktu. Pada hari pertama saat penderita suspek

TB datang, penderita di minta mengumpulkan dahak dalam pot.


19

Ini adalah spesimen pertama berupa dahak sewaktu (S).

Kemudian kepada penderita sebelum pulang diberikan pot dahak

untuk diisi dahak pada esok paginya (P). Dimintakan supaya

penderita sendiri yang harus datang membawa spesimen kedua

tersebut ke puskesmas unit pelayanan kesehatan lain. Setelah

penderita menyerahkan spesimen kedua, penderita akan diberi

lagi pot dahak untuk memberikan dahaknya yang ketiga, spesimen

ini merupakan dahak sewaktu (S). dengan demikian terkumpul

tiga dahak SPS (Depkes, 2004).

9. Tipe Penderita Penyakit TB Paru

Tipe penderita tuberculosis ditentukan berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya. Berdasarkan buku Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis, ada beberapa tipe penderita

tuberculosis yaitu:

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernh diobati dengan obat anti

tuberculosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang

dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan

sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.


20

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu

kabupaten dan kemudian pindah berobat di kabupaten lain.

d. Setelah Lalai (defaulter/drop-out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan,

dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian dtang kembali

berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Gagal

Adalah penderita BTA pisitif yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan

sebelum akhir pengobatan) atau lebih, atau penderita dengan

hasil BTA negatif rotgen positif menjadi BTA positif pada

akhir bulan ke-2 pengobatan (Depkes RI, 2004).

10. Pengobatan TB

a. OAT dan Prinsip Pengobatan

1) Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan

rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadap OAT.
21

2) Jenis, sifat dan dosis OAT

Tabel 2.1 Dosis OAT

Dosis yang direkomendasikan

Jenis OAT Sifat (mg/kg)

Harian 3x seminggu

5 10
Isoniazid (H) Bakterisid
(4-6) (8-10)

Rifampizid 10 10
Bakterisid
(R) (8-12) (8-12)

Pyrazinamide 25 35
Bakterisid
(Z) (20-30) (30-40)

Streptomycin 15 15
Bakterisid
(S) (12-18) (12-18)

Ethambutol 15 30
Bakteriostatik
(E) (15-20) (20-35)

a) Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-

prinsip sebagai berikut:


22

(1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi

beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis

tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT-Kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

(2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,

dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly

Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

(3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu

tahap intensif dan lanjutan.

(a) Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat

setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, biasanya pasien menular menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi

BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.

(b) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat

lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang


23

lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

3) Panduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh program Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

a) Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3

b) Kategori 2: 2(HRZE)s/(HRZE)/5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat

sisipan (HRZE)

c) Kategori anak: 2HRZ/4HR

4) Paduan obat OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan

dalm bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap

(OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini

disediakan dalm bentuk OAT kombipak.

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 obat

dalam satu tablet.Dosisnya disesuaikan dengan berat badan

pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

pasien.

5) Paket Kombipak
24

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket,

yaitu isoniazid,rifampisin, pirazinamid, dan etambutol,

paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi

pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan

tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.

Satu (1)paket untuk 1 pasien,(1) pasien dalam satu, (1)

masa pengobatan

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan

TB :

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan

sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi

efek samping

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga

menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan

mengurangi kesalhan penulisan resep

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga

pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan

kepatuhan pasien

b. Paduan OAT dan Peruntukannya

1) Kategori-1 (@HRZE/4H3R3)
25

Paduan OAT ini diberikan untuk:

a) Pasien baru TB paru TBA psoitif

b) Pasien TB paru TBA negative foto torak positif

c) Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.2 Dosis KDT Untuk Kategori 1

Tahap insentif Tahap lanjutan

Berat badan tiap hari 3 kali seminggu

selama 56 hari selama 16 minggu

330-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang

telah diobati sebelumnya:

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

Tabel 2.3 Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2


26

Tahap Insentif Tahap Lanjutan


Berat
Tiap hari 3 kali seminggu
Badan
Selama 56 hari Selama 28 hari Selam 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4 KDT 2 tab 2KDT

+ 500 mg + 2 tab etambutol

streptomisin inj

38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 750 mg + 3 tab etambutol

streptomisin inj

55-70 kg 4 tab 4 KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+1000 mg +4 tab etambutol

streptomisin inj

≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+1000mg +5 tab Etambutol

streptomisin inj

Catatan :

1) Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperlihatkan berat badan.

2) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan

khusus.
27

3) Cara melarutkan stretomisin vial 1 gram yaitu dengan

menambahkan aqubidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi

4ml(1ml=250mg).

11. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel : Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5tablet 4KDT

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida

(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan

diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena

potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis

pertama.Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko

resistensi pada OAT lapis kedua.


28

C. Kesembuhan TB

Kesembuhan TB yaitu suatu kondisi dimana individu telah

menunjukkan peninkatan kesehatan atau memiliki salah satu

indikator kesembuhan penyakit TB, diantaranya menyelesaikan

pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow

up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu

pemeriksaan follow up sebelumnya negatif. ( Pedoma nasional

Penanggulangan Tuberkulosis,2010).

Kesembuhan penderita TB merupakan penderita yang telah

menyelesaikan pengobatannya dengan lengkap, dan pemeriksaan

dahak ulang paliang sedikit dua kali berturut-turut yaitu pada

akhir pengobatan dan atau sebulan sebelum akhir pengobatan

hasilnya negatif. (Depkes RI, 2009)

Kesembuhan penyakit TB yaitu suatu kondisi dimana individu

telah menunjukkan peningkatan kesehatan dan memiliki salah

satu indikator kesembuhan penyakit TB diantaranya perubahan

berat badan dan perlu dilakukan tes BTA terhadap sputum

Target angka kesembuhan nasional >85%

Rumus : jumlah penderita TB paru positif yang sembuh X 100%

Jumlah penderita baru BTA positif yang diobati


29

Menurut pedoman nasional penanggulangan tuberculosis tahun

2010, faktor-faktor yang mempengaruhi angka kesembuhan

antara lain adalah keberadaan Pengawas Minum Obat (PMO),

dan pelayanan kesehatan.

Sedangkan menurut teory green modifikasi Nizar menyatakana:

a. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yaitu faktor

pencetus yang mempermudah terjadinya kesembuhan terwujud

dalam perilaku kesehatan.

b. Faktor yang memungkinkan (enabling factor)yaitu faktor yang

memungkinkan terjadinya perubahan status kesehatan

dikarenakan antara lain adalah pemakaian OAT, Pelayanan

kesehatan dan peran PMO

c. Faktor penguat (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan

perilaku kelompok yaitu baik dukungan keluarga maupun PMO

d. Dari 3 faktor yaitu presdisposing factor, enabling factor dan

reinforcing factor menimbulkan kepatuhan minum obat

e. Environment terwujud dalam lingkungan fisik rumah penderita

TB paru
30

D. Penelitian Terkait

Peneliti juga membandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Rochani Istiawan 2006 yang berjudul Hubungan Peran Pengawas Minum

Obat Keluarga, Kader, dan Petugas Kesehatan Terhadap Pengetahuan,

Perilaku Pencegahan, Kepatuhan Meminum OAT, dan Kesembuhan

Klien TBC dalam Konteks Keperawatan Komunitas di Kabupaten

Wonosobo dengan hasilo adanya hubungan yang bermakna antara peran

kader sebagai PMO terhadap kesembuhan TBC dengan nilai pValue

0.001 dan OR 0,68 dan membandingkan juga pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Nomi ArditaPuri 2010 Universitas

Sebelas Maret yang berjudul Hubungan Kinerja PMO (Pengawas Minum

Obat) Dengan Kesembuhan Kasus Pasien TB Paru RSUD Moerwardi

Surakarta dengan pValue 0,029 yang secara statistic dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara peran kader

sebagai PMO dengan kesembuhan TB Paru.

Penelitian ini juga membandingkan penelitian yang dilakukan oleh

Hasanah 2012 yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kinerja Kader Posyandu Di Kecamatan Bukit Kabupaten Bener meriah

tahun 2012 yang menyatakan adanya hubungan antara motivasi kader

dengan kinerja kader posyandu dengan nilai pValue 0,001 yang berarti

adanya hubungan yang kuat dan bermakna.


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Bersasarkan teori yang diuraikan pada studi kepustakaan, maka kerangka konsep

menggunakan variabel independen dan dependen (Nursalam, 2003). Kerangka

kerja ini digambarkan sebagai berikut:

Independen Dependen

Peran kader

1. Mencari,menemukan

suspek Kesembuhan Penderita

2. Menjadi PMO dengan TB Paru

3. Memberikan Penyuluhan

4. Memberikan motivasi

Data Demografi

1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan

28
29

B. Hipotesis

Menurut Labiondo-Wood dan Haber (1994) hipotesis adalah suatu asumsi

pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa

menjawab suatu pertanyaan dalam riset.

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan, makahipotesis penelitian

dirimuskan sebagai berikut:

1. Ada hubungan peran kader puskesmas mencari dan menemukan suspek terhadap

kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

2. Ada hubungan peran kader puskesmas sebagai PMO terhadap kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru

3. Ada hubungan peran kader puskesmas sebagai penyuluh terhadap kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru

4. Ada hubungan peran kader puskesmas sebagai motivasi terhadap kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru


30

C. Definisi Operasional

Pada penelitian ini terdapat dua variabel independen dan dependen

Data Demografi

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Usia Usia sejak lahir sampai Kuesioner 0=< Rasio


dengan ulang tahun Median

terakhir pada saat mengisi 1=>

kuisioner Median

2. Pendidikan Pendidikan formal yang Kuesioner 0 = tidak Ordinal

telah ditamatkan sampai sekolah

dengan mendapatkan bukti 1 = SD

kelulusan berupa ijazah 2 = SMP

3 = SMA

4 = PT

5 = Dll

3. Pekerjaan Aktifitas yang dilakukan Kuesioner 0 = Tidak ordinal

oleh individu setiap Bekerja

harinya dalam rangka 1 = Pegawai

memenuhi kebutuhan Swasta

hidup 2=

Wiraswasta

3 = Pegawai

Negeri
31

Variabel Independen

No Varibel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukul Skala Ukur

1 Mencari dan Menemukan orang yang Kuesioner 0= kurang Ordinal

menemukan dicurigai sakit TB dan baik (jika

suspek TB pasien TB di wilayahnya skor

dengan kriteria batuk terus jawaban <

menerus lebih dari 2 median)

minggu 1= baik (jika

skor

jawaban >

median)

2 Menjadi PMO Mengawasi pasien TB Kuesioner 0= kurang Ordinal

agar menelan obat secara baik (jika

teratur sampai selesai skor

pengobatan,member jawaban <

dorongan keada pasien median )

agar mau berobat secara 1= baik (jika

teratur, mengingatkan skor

pasien untuk perksa ulang jawaban >

dahak pada waktu yang median)

telah ditentuka

3 Memberikan Kader memberikan Kuesioner 0= kurang Ordinal

penyuluhan penyuluhan terkait TB dan baik (jika

penanggulangannya skor

kepada masyarakat jawaban <


32

median)

1= baik (jika

skor

jawaban >

median)

4 Memotivasi Responden memotivasi kuesioner 0= kurang Ordinal

suspek suspek untuk melakukan baik (jika

pemeriksaan dahak ke skor

pelayanan kesehatan jawaban <

(UPK) terdekat untuk median)

memastikan apakah suspek 1= baik (jika

tersebut menderita sakit skor

TB atau tidak jawaban >

median)
33

Variable Dependen

No Variable Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

1 Kesembuhan Responden memantau BTA Observasi 0=Tidak Ordinal


Tuberkulosis mikroskopis negatif selama sembuh bila

3 bulan berturut-turut pemeriksaan

sebelum akhir pengobatan sputum BTA

dan dan telah mendapatkan setelah 6

pengobatan yang adekuat bulan

pengobatan

hasil positif

1=Sembuh

bila

pemeriksaan

sputum BTA

setelah 6

bulan

pengobatan

hasil

negative
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode penelitian diantaranya meliputi

desain penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi dan sample,

pengumpulan data (alat dan cara), etika penelitian, pengolahan data, dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Menurut Hidayat, (2008) Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang

digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Dalam penelitian ini

menggunakan desain penelitian dengan cross sectional yaitu rancangan penelitian

yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat

sekali waktu (Hidayat, 2008). Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran

kader puskesmas terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru yang

diamati pada waktu yang sama.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas kecamatan johar baru Jakarta pusat.

C. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013.

34
35

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua kader puskesmas

khususnya kader TB paru sebanyak 45 responden.

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2010). Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menurut

Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 maka, lebih baik

semua subjek diambil sehingga penelitian merupakan total sampling atau

penelitian seluruh populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total

sampling, yaitu seluruh jumlah populasi yang ada dijadikan menjadi sampel pada

penelitian, namun tetap sesuai kriteria. Pertimbangan menggunakan metode ini

adalah karena jumlah responden yang ada di puskesmas kecamatan johar baru

Jakarta pusat jumlahnya terbatas. Adapun jumlah populasi yang ada adalah

sebanyak 45 orang, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

sebanyak 45 orang. Adapun kriteria responden, sebagai berikut:

1. Kader puskesmas kecamatan johar baru Jakarta pusat

2. Dapat membaca dan menulis

3. Bersedia menjadi responden


36

E. Pengumpulan Data

a. Alat pengumpulan data

Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan yaitu

memberikan kuisioner. Angket atau kuesioner merupakan alat ukur dengan

beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya

besar dan tidak buta huruf. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

dalam kuesioner mampu menggali hal-hal yang bersifat rahasia. Pembuatan

kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai

dengan penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2008).

Penelitian menggunakan instrumen beberapa kuesioner yang didapat dari

responden langsung. Kuesioner menggunakan skala Guttman dengan 2

pilihan jawaban : Tidak dengan skor 0, Ya dengan skor 1.

b. Cara pengumpulan data

1) Mengajukan permohonan surat izin penelitian kepada Kepala Program

Studi PSIK FIK UMJ setelah proposal penelitian disetujui oleh

pembimbing.

2) Menyerahkan surat pengantar izin penelitian kepada Dinas Kesehatan

Jakarta Pusat.

3) Menyerahkan surat pengantar izin penelitian kepada Puskesmas

Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat

4) Mendatangi responden untuk melakukan pendekatan pada responden

serta memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian,


37

kemudian meminta kesedian responden dengan menandatangani surat

pernyataan bersedia menjadi responden.

5) Menyebarkan kuisioner kepada responden dan menjelaskan cara mengisi

kuisioner.

6) Menunggu responden mengisi kuisioner

7) Setelah selesai dan semua pertanyaan telah diisi, kuisioner di ambil dan

dikumpulkan oleh peneliti sebagai bahan selanjutnya untuk pengolahan

data.

8) Setelah selesai peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden.

F. Etika Penelitian

Etika berasal dari kata yunani, yaitu etos yang berhubungan dengan

pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena

tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus

dilakukan (Suhami, 2004). Etika adalah ilmu atau pengetahuan tentang apa yang

dilakukan (pola prilaku) orang, atau pengetahuan tentang adat kebiasaan orang

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Hidayat (2008), Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain

sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan


38

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam Informed

Consent tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya

tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur, pelaksanaan,

potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang

mudah dihubungi, dan lain-lain.

2. Anomity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.
39

G. Pengolahan Data

Setelah semua pertanyaan dalam kuisioner selesai dijawab oleh responden, maka

peneliti melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan pengisian kuesioner

sesuai dengan petunjuk pengisian pada kuesioner. Setelah data terkumpul data

akan diseleksi dan diteliti. Data yang memenuhi syarat akan dianalisa kemudian

akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan bantuan komputer.

Skala ukur yang digunakan ordinal dan kemudian data diolah menggunakan

program komputerisasi. Ada empat tahapan pengelolahan data yang harus dilalui,

yaitu: Pengolahan data dengan menggunakan skor untuk masing-masing jawaban

yang diberikan responden berdasarkan subvariabel. Diananlisa dengan uji

statistik. Analisa data dilakukan dua tahap yaitu analisa Univariat dan analisa

Bivariat.

Karena alat ukur yang berupa kuesioner ini dibuat oleh peneliti sendiri maka

sebelum digunakan kuesioner ini akan dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji

coba dimaksudkan agar dapat melihat tingkat validitas dan reliabilitas dari

kuesioner ini. Uji coba direncanakan pada 15 responden diluar responden yang

telah dipilih untuk penelitian yang sesungguhnya. Dari hasil uji kuesioner, untuk

variable peran kader puskesmas di dapatka nilai r alpha (0,971) lebih besar

dibandingkan nilai r tabel (0,514), maka dari 24 pernyataan dinyataan reliable.

Sedangkan untuk kesembuhan penderita dengan TB Paru di dapatkan nilai r table

(0,865)lebih besar di bandingkan nilai r tabel (0,514), maka dari 4 pernyataan

dinyatakan reliable.
40

Menurut Hastono, S.P (2011), menjelaskan tahap-tahap pengolahan data :

1. Editing

Yaitu untuk melakukan pengecekan pengisian kuisioner. Apakah jawaban

yang ada dalam kuisioner lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

2. Coding

Yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka

atau bilangan.

3. Processing

Yaitu pemprosesan data yang dilakukan dengan cara meng entry data dari

kuisioner ke paket program komputer.

4. Cleaning

Yaitu membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.

H. Analisa Data

Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi diberi skor berdasarkan skala.

Agar dapat menafsirkan data dari memahami arti data yang dikumpulkan maka,

data tersebut perlu dianalisa dan diolah dengan uji statistik. Uji statistik akan

digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa univariat dan

analisa bivariat. Analisa data dilakukan dengan dua tahap yaitu:


41

1. Analisa Univariat

Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan dari

masing-masing variabel, baik variabel bebas (peran kader puskesmas),

maupun variabel terikat yaitu kesembuhan penderita dengan tuberkulosis

paru. Melalui hasil analisa distribusi frekuensi diharapkan dapat melihat

analisa kecendrungan setiap variabel yang digunakan dalam kategorisasi

variabel untuk analisa bivariat selanjutnya.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dimaksudkan untuk melihat hubungan antara dua variabel

yaitu masing-masing variabel bebas dan variabel terikat, yaitu antara variabel

hubungan peran kader puskesmas terhadap kesembuhan penderita dengan

tuberkulosis paru, yaitu dengan menggunakan uji chi-square dengan derajat

kemaknaan yang dipilih adalah 5% (0,05). Tujuannya adalah untuk melihat

ada tidak hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait.

Untuk mengatahui hubungan dependen dengan masing – masing variabel

independen. Analisa menggunakan uji statistik yaitu uji Chi Square, guna

mengetahui hubungan variabel penelitian dengan nilai kemaknaan (p value)

<0,05 (5%).
42

Rumus uji Chi square (Eko Budiarto,2001):

X2 = ∑ ( O – E )2
E
Keterangan :

O = Nilai hasil pengamatan ( observed )

E = Nilai ekspektasi ( harapan )

X = Nilai chi – square atau distribusi kuesioner


BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Peran

Kader Puskesmas Terhadap Kesembuhan Penderita dengan Tuberkulosis Paru di

Puskesmas kecamatan Joharbaru Jakarta Pusat”.

Adapun hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk analisa univariat dan bivariat :

A. Analisa Univariat

Analisa univariat ini menjelaskan distribusi frekuensi yang terdiri dari data

demorafi, peran kader puskesmas dan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis

paru. Adapun data tersebut yaitu:

45
46

1. Data demografi

Tabel5.1
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Data Demografi Kader
Puskesmas di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
n = 45 (%)
1. Pekerjaan IRT 20 44,4
Wiraswasta 8 17,8
Karyawan Swasta 6 13,3
PNS/ABRI/POLRI 1 2,2
DLL (buruh) 10 22,2
2. Usia 20-30 tahun 10 22.2
31-40 tahun 8 17,8
41-50 tahun 13 28,9
51-60 tahun 14 31,1
3. Pendidikan Tidak Sekolah 1 2,2
SD 3 6,7
SMP 18 31,1
SMA 27 60

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat karakteristik responden menurut

status pekerjaan dengan jumlah responden 45 orang di dapatkan responden

dengan mayoritas pekejaan yaitu IRT (Ibu Rumah Tangga) sebanyak 20

orang (44,4%), karakteristik responden menurut usia dengan mayoritas

kelompok usia yaitu 51-60 tahun sebanyak 14 orang (31,1%),dan untuk

karakteristik responden menurut status pekerjaan dengan mayoritas

Pendidikan SMA sebanyak 27 orang (60%)


47

2. Peran Kader Puskesmas

a. Peran Kader Puskesmas Sebagai Pencari dan Penemu Suspek TB

Table 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Variable Peran Kader
Puskesmas Sebagai Pencari dan Penemu Suspek TB di Puskesmas
Kecamatan JoharBaru Jakarta pusat

Variabel Kategorik Frekuensi Persentase


n = 45 (%)
Peran kader Baik 24 53,3
puskesmas
sebagaipen cari Kurang baik 21 46,7
dan penemu
suspek TB

1) Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat peran kader puskesmas

sebagai pencari dan penemu suspek TB menunjukkan jumlah

terbanyak adalah responden yang menjalankan peran kader

dengan “baik” sebanyak 24 orang (53,3%).


48

b. Peran kader puskesmas sebagai PMO

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Variable Peran Kader
Puskesmas Sebagai PMO di Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Jakarta pusat

Variabel Kategori Frekuensi Persentase


n = 45 (%)
Peran kader Baik 23 51,1
puskesmas
sebagai PMO Kurang baik 22 48,9

1). Peran kader puskesmas sebagai PMO

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah responden yang

menjalankan peran kader dengan “baik” sebagai PMO sebanyak

23 orang (51,1%),dan responden yang menjalankan peran kader

dengan “kurang baik” sebagai PMO sebanyak 22 orang (48,9%).

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah terbanyak adalah responden

yang menjalankan peran kader dengan “baik” sebagai PMO.


49

c. Peran Kader Puskesmas Sebagai Penyuluh

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Peran Kader
Puskesmas Sebagai Penyuluh di Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Jakarta pusat

Variabel Kategori Frekuensi Persentase


n = 45 (%)
Peran kader Baik 23 51,1
puskesmas
sebagai penyuluh Kurang baik 22 48,9

1). Peran kader puskesmas sebagai penyuluh

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah responden yang

menjalankan peran kader dengan “baik” sebagai penyuluh

sebanyak 23 orang (51,1%),dan responden yang menjalankan

peran kader dengan “kurang baik” sebagai penyuluh sebanyak 22

orang (48,9%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah terbanyak

adalah responden yang menjalankan peran kader dengan “baik”

sebagai penyuluh.
50

d. Peran Kader Puskesmas Sebagai Pemberi Motivasi

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Peran Kader
Puskesmas Sebagai Penyuluh di Puskesmas Kecamatan Johar Baru
Jakarta pusat

Varibel Kategori Frekuensi Persentase


n = 45 (%)
Peran kader Baik 24 53,3
puskesmas
sebagai pemberi Kurang baik 21 46,7
motivasi

1. Peran kader puskesmas sebagai pemberi motivasi

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah responden yang

menjalankan peran kader dengan “baik” sebagai pemberi motivasi

sebanyak 24 orang (53,3%),dan responden yang menjalankan

peran kader dengan “kurang baik” sebagai pemberi motivasi

sebanyak 2 orang (46,7%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

terbanyak adalah responden yang menjalankan peran kader

dengan “baik” sebagai pemberi motivasi.


51

B. Analisa Bivariat

Pada analisa ini penelitian menjelaskan secara statistik hubungan dua variabel

yaitu independent yang terdiri dari: peran kader puskesmas dengan variabel

dependent yaitu kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru dengan

menggunakan uji Chi Square.

Tabel 5.6

Distribusi Hubungan Peran Kader Puskesmas (Sebagai Pencari dan Penemu


Suspek TB) Terhadap Kesembuhan Penderita dengan Tuberkulosis Paru

Peran Tidak sembuh Sembuh Total OR 95 % pValue


kader n % n % CI
puskesmas
Kurang 11 52,4 10 47,6 21 4,750 1,214- 0,027
baik 18,548
Baik 4 16,7 20 83,3 24

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahw responden yang menjalankan peran

kader puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB ”baik” dan kesembuhan

penderita dengan TB paru ”sembuh” sebanyak 20 orang (83,3%).

Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,027

dengan menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB dengan kesembuhan penderita

dengan tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.


52

Adapun nilai Odss Ratio (OR) yang diperoleh sebesar 4,750 yang berarti

responden yang menjalankan peran peran kader puskesmas sebagai pencari dan

penemu sespek TB dengan ”baik” memiliki peluang 4,750 kali lebih besar tidak

sembuh di banding dengan peran kader ”kurang baik”.

Tabel 5.7

Distribusi hubungan peran kader puskesmas (sebagai PMO) terhadap


kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

Peran Tidak sembuh Sembuh Total OR 95 % pValue


kader n % N %
puskesmas
Kurang 11 50 11 50 22 4,750 1,214- 0,045
baik 18,548
Baik 4 17,4 19 82,6 23

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahw responden yang menjalankan peran

kader puskesmas sebagai PMO ”baik” dan kesembuhan penderita dengan TB paru

”sembuh” sebanyak 19 orang (82,6%).

Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,045

dengan menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai PMO dengan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. Adapun nilai Odss Ratio (OR)

yang diperoleh sebesar 4,750 yang berarti peran kader puskesmas sebagai

PMOyang ”baik” memiliki peluang 4,750 kali lebih besar tidak sembuh di banding

dengan peran kader ”kurang baik”.


53

Tabel 5.8

Distribusi hubungan peran kader puskesmas (sebagai penyuluh) terhadap


kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

Peran Tidak sembuh Sembuh Total OR 95 % pValue


kader n % n %
puskesmas
Kurang 12 54,5 10 45,5 22 8,000 1,829- 0,008
baik 34,984
Baik 3 17,4 20 87 23

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahw responden yang menjalankan peran

kader puskesmas sebagai Penyuluh ”baik” dan kesembuhan penderita dengan TB

paru ”sembuh” sebanyak 20orang (87%).

Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,008

dengan menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai Penyuluh dengan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis

paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. Adapun nilai Odss Ratio

(OR) yang diperoleh sebesar 8,000 yang berarti peran kader puskesmas sebagai

Penyuluh dengan ”baik ”memiliki peluang 8,000 kali lebih besar tidak sembuh di

banding dengan peran kader ”kurang baik”.


54

Tabel 5.9

Distribusi hubungan peran kader puskesmas (sebagai pemberi motivasi)


terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

Peran Tidak sembuh Sembuh Total OR 95 % pValue


kader n % n %
puskesmas
Kurang 11 52,4 10 47,6 21 5,500 1,393- 0,027
baik 21,715
Baik 4 16,7 20 83,3 24

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahw responden yang menjalankan peran

kader puskesmas sebagai Pemberi Motivasi ”baik” dan kesembuhan penderita

dengan TB paru ”sembuh” sebanyak 20 orang (83,3%).

Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,027

dengan menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai Pemberi Motivasi dengan kesembuhan penderita dengan

tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. Adapun nilai

Odss Ratio (OR) yang diperoleh sebesar 5,500 yang berarti peran kader puskesmas

sebagai Pemberi Motivasi dengan ”baik” memiliki peluang 5,500 kali lebih besar

tidak sembuh di banding dengan peran kader ”kurang baik”.


BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penelti akan membahas mengenai hasil dalam penelitian mulai dari data

demografi, analisa inivariat dan analisa bivariat tentang variabel penelitian yaitu peran

kader puskesmas dan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis.

A. Keterbatasan penelitian

Adapun keterbatasan yang dialami peneliti selama penelitian sebagai berikut:

1. Instrumen penelitian berupa kuesioner dikembang kan sendiri oleh

peneliti berdasarkan panduan tugas dan peran kader puskes mas

khususnya kader TB yang terdapat dalam buku saku kader TB (Direktorat

Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen

kesehatan Republik Indonesia, 2009), belum ada standar yang baku.

2. Variabel-variabel peneliti yang terbatas, mungkin penelitian ini perlu di

kembangkan dengan melihat variabel-variabel lain missal nya seperti

motivasi penderita untuk sembuh, dukungan kelurga, sosio-ekonomi.

3. Penelitian ini menggunakan data primer dengan disain analitik

menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional yang

mempunyai kelemahan sulit untuk menghubungkan sebab-akibat dan

hanya dapat menghubungkan variabel independen dan dependen.

55
56

B. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

Menjelaskan karakteristik responden berdasarkan data demografi (pekerjaan,

usia, pendidikan

a. Pekerjaan

Berdasarkan status pekerjaan responden diperoleh responden dengan

mayoritas pekerjaan yaitu IRT (ibu rumah tangga) sebanyak 20 orang

(44,4%). Menurut Mubarok (2006) mengatakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah status pekerjaan.

Ibu yang bekerja kemungkinan dapat mengurangi intensitas kebersamaan

ibu dengan anak. Sedangkan Ibu yang tidak bekerja dikenal sebagai ibu

rumah tangga yang kegiatannya meliputi mencuci, memasak dan

mengurusi anak (Ford & Paker, 2008).

Menurut peneliti, kader yang tidak bekerja akan lebih mempunyai waktu

yang lama untuk mendampingi dan memantau pengobatan hingga

kesembuhan penderita tuberkulosis paru. Hal tersebut sesuai dengan yang

terdapat di buku saku kader TB, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(2009).
57

b. Usia

Berdasarkan usia responden yang terbanyak adalah responden dengan

kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 14 orang (31,1%).

Hal ini sesuai dengan teori Hartanto (2003) mengatakan bahwa semakin

muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang dimiliki, namun

sebaliknya semakin tinggi tingkatan umur seseorang pengalaman yang

didapat semakin lebih banyak oleh karena itu sangat penting bila umur

dapat dikaitkan dengan pengetahuan seseorang.

Sedangkan Sarwono (2008) mengemukakan bahwa memori atau daya ingat

seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur .Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka, dapat

berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh. Semakin

tinggi tingkatan umur maka pengetahuan tentang peran kader dan

kesembuhan TB paru akan semakin baik.

c. Pendidikan

Berdasarkan pendidikan responden mayoritas responden adalah dengan

tingkat pendidikan SMA sebanyak 27 orang (60%).

Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang

dalam memahami informasi. Beeker & Reosenstock dalam Notoatmodjo

(2007) menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang lebih


58

dapat menerima pembelajaran yang berhubungan dengan pengetahuan.

Sedangkan Mubarok (2006) menyatakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan. Seirng dengan

pendapat Sunaryo (2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang, kemungkinan pengetahuan yang dimiliki juga akan

semakin tinggi. Pendidikan sangat penting untuk meningkatkan

pengetahuan wawasan kader tentang bagaiman peran kader puskesmas

terhadap kesembuhan penderita tuberkulosis paru.

2. HasilAnaliasaBivariat

a. Peran Kader Puskesmas Sebagai Pencari dan Penemu Suspek TB

Berdasarkan hasil penelitian dengan 45 responden didapatkan responden yang

menjalankan peran kader puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB

dengan ”kurang baik” dan kesembuhan penderitadengan TB paru sembuh

sebanyak 10 orang (47,6%),responden yang menjalankan peran kader

puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB kurang baik dan tidak

sembuh sebanyak 11 orang (52,4%). Sedangkan responden yang menjalankan

perankader puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB dengan baik

dan sembuh sebanyak 20 orang (83,3%), responden yang menjalankan peran

kader puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB baik dan tidak

sembuh sebanyak 4 orang (16,7%).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,027 dengan

menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha
59

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB dengan kesembuhan

penderita dengan tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru

Jakarta Pusat.

Peneliti juga membandingkan penelitian Sunar ( 2005) yang berjudul

Hubungan Karakteristik Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan

Praktek Penemuan Tersang kapenderita TB Paru Puskesmas Sambung Macan

1 Kabupaten Sragen dengan hasil adanya hubungan yang bermakna antara

Kesembuhan TBC dengan peran kader mencari dan Menemukan suspek TBC

dengannilai pValue 0,010 OR 4,630.

Penelitian ini sesuai dengan teori yang terdapat pada buku panduan kader TB

(Depkes RI,2009) yang menyatakan bahwa salah satu peran kader TB

diantaranya adalah mencari dan menemukan suspek TB.

b. Peran Kader Puskesmas Sebagai PMO

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menjalankan

peran kader puskesmas sebagai PMO dengan ”kurang baik” dan kesembuhan

penderita dengan TB paru ”sembuh” sebanyak 11 orang (50%), responden

yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai PMO”kurang baik” dan

”tidak sembuh” sebanyak 11 orang (5o%). Sedangkan responden yang

menjalankan peran kader puskesmas sebagai PMO dengan ”baik” dan

”sembuh” sebanyak 19 orang (82,6%), responden yang menjalankan peran


60

kader puskesmas sebagai PMO ”baik” dan ”tidak sembuh” sebanyak 4 orang

(17,4%).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,045 dengan

menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai PMO dengan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis

paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Rochani Istiawan (2006) yang berjudul

Hubungan Peran Pengawas Minum Obat Oleh Keluarga, Kader dan Petugas

Kesehatan terhadap Pengetahuan, Perilaku Pencegahan, Kepatuhan, dan

Kesembuhan Klien TBC dalam Konteks Keperawatan Komunitas di

Kabupaten Wonosobo dengan hasil adanya hubungan yang bermakna antara

peran kader sebagai PMO terhadap kesembuhanTBC dengan nilai pValue

0,001.

Peneliti juga membandingkan penelitian Nomi Ardita Puri 2010 Universitas

Sebelas Maret yang berjudul Hubungan Kinerja PMO (Pengawas Minum

Obat) Dengan Kesembuhan Kasus Pasien TB Paru RSUD Moerwardi

Surakarta dengan pValue 0,029 yang secara statistik dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara peran kader

sebagai PMO dengan kesembuhan TB Paru.


61

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang terdapat pada buku pedoman

kader TB (Depkes RI, 2010) yang menyatakan PMO, yaitu seseorang yang

ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita TB dalam

meminum obatnya sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang di tetapkan

dimana tugas seorang PMO yaitu mengawasi pasien TB agar menelan obat

secara teratur sampai selesai pengobatan dan dinyatakan sembuh oleh

petugas kesehatan, member dorongan kepada pasien agar mau berobat secara

teratur,mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

telah di tentukan,member penyuluhan pada anggota pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala yang mencurigakan TB untuk segera

memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.

c. Peran Kader Puskesmas Sebagai Penyuluh

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang menjalankan

peran kader puskesmas sebagai Penyuluhdengan ”kurang baik” dan

kesembuhan penderita dengan TB paru ”sembuh” sebanyak 10 orang

(45,5%), responden yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai

Penyuluh”kurang baik” dan ”tidak sembuh” sebanyak 12 orang (54,5%).

Sedangkan responden yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai

Penyuluhdengan ”baik” dan ”sembuh” sebanyak 20 orang (87%), responden

yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai Penyuluh ”baik” dan

”tidak sembuh” sebanyak orang (13%).


62

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,008 dengan

menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai Pemotivasi dengan kesembuhan penderita dengan

tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

Hal ini diperkuat juga oleh penelitian oleh Hasanah 2012 yang berjudul

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu

Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah yang menyatakan adanya

hubungan antara memberi penyuluhan kader dengan kinerja kader posyandu

dengan nilai pValue 0,001 yang berarti adanya hubungan yang kuat dan

bermakna.

d. Peran Kader Puskesmas sebagai Pemotivasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang

menjalankan peran kader puskesmas sebagai pemotivasi dengan ”kurang

baik” dan kesembuhan penderita dengan TB paru ”sembuh” sebanyak 10

orang (45,5%), responden yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai

Penyuluh”kurang baik” dan ”tidak sembuh” sebanyak 12 orang (54,5%).

Sedangkan responden yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai

Penyuluhdengan ”baik” dan ”sembuh” sebanyak 20 orang (87%), responden

yang menjalankan peran kader puskesmas sebagai Pemotivasi ”baik” dan

”tidak sembuh” sebanyak orang (13%).


63

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai pValue sebesar 0,008 dengan

menggunakan alpha 0,05. Hal tersebut menunjukkan nilai pValue < alpha

yang secara statistik berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kader

puskesmas sebagai Pemotivasi dengan kesembuhan penderita dengan

tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat.

Peneliti juga membandingkan penelitian Yulius Nuryani yang berjudul

Hubungan Motivasi Terhadan Kinerja Kader Posyandu di Kelurahan

Tangkerang Selatan Pekanbaru 2012 yang menyatakan adanya hubungan

antara memotivasi terhadap kader posyandu di Kelurahan Tangkerang

Selatan Pekanbaru dengan nilai pValue 0.027 dan OR 3,450.

Hal ini berbeda diungkapkan Isaura (2011) dalam penelitiannya bahwa

faktor-faktor seperti umur,tingkat pengetahuan, motivasi, dan sikap tidak

memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja kader posyandu yang

berarti faktor-faktor tersebut tidak mempengaruhi kinerja kader. Padahal

Suarli dan Bahtiar (2007)menyatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah faktor motivasi. Motivasi seseorang akan

timbul apabila seseorang diberi kesempatan untuk memcoba cara baru dan

mendapat umpan balik yang diberikan.


64

Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan

untuk masyarakat yang bertugas membantu pelayanan kesehatan.

Keberadaan kader yang sering dikaitkan dengan pelayanan rutin posyandu.

Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan

ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan posyandu serta mau dan

sanggup meggerak kanmasyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti

kegiatan posyandu (Ismawatidkk, 2010).

Kader puskesmas adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat

dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan

maupun masyarakat, serta bekerja di tempat yang dekat dengan pemberian

pelayanan kesehatan (Syfrudin, danHamidah, 2006).

Kader puskesmas adalah tenaga suka rela yang dipilih oleh masyarakat dan

bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini kader disebut juga

sebagai penggerak atau promoter kesehatan (Yulifah R, danYuswanto, 2006)

Kader TB merupakan anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela

dalam membantu program penanggulangan TB.Syarat Menjadi kader TB

menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh Dr. Ida Bagus mengenai

persyaratan bagi seorang kader antara lain berasal dari masyarakat yang

bretempat tinggal di desa tersebut, tidak sering meninggalkan tempat untuk

waktu yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, masih cukup waktu
65

bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah, mampu membaca dan

menulis

Menurut Depkes 2009 Peran Kader TB yaitu memberikan penyuluhan

tentang TB dan penanggulangannya kepada masyarakat.Membantu

menemukan orang yang di curigai sakit TB dan pasien TB di wilayahnya

(suspek TB),Memotivasi suspek untuk melakukan pemeriksaan dahak

kepelayanan kesehatan (UPK) terdekat untuk memastikan apakah suspek

tersebut menderita TB atau tidak. Menjadi PMO, yaitu seseorang yang

ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita TB dalam

meminum obatnya sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang di tetap kan

dimana tugas seorang PMO yaitu mengawasi pasien TB agar menelan obat

secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien

agar mau berobat secara teratur,mengingatkan pasien untuk periksa ulang

dahak pada waktu yang telah di tentukan,penyuluhan pada anggota pasien

TB yang mempunyai gejala-gejala yang mencurigakan TB untuk segera

memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan peran kader puskesmas

terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru di Puskesmas

Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti terhadap 45 responden dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan antara peran kader puskesmas (Pencari dan Penemu

suspek TB) terhadap kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru

dengan nilai pValue < 0,05 yaitu 0,027.

2. Ada hubungan antara peran kader puskesmas (PMO) terhadap

kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru dengan nilai pValue <

0,05 yaitu 0,045.

3. Ada hubungan antara peran kader puskesmas (penyuluh) terhadap

kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru dengan nilai pValue <

0,05 yaitu 0,008.

4. Ada hubungan antara peran kader puskesmas (pemotivasi) terhadap

kesembuhan penderita dengan tuberkulosis paru dengan nilai pValue <

0,05 yaitu 0,027.

67
68

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti ingin memberikan saran

kepada :

1. Pelayanan keperawatan

Keperawatan komunitas yang bekerjasama dengan keperawatan medikal

bedah diharapkan dapat megoptimalkan program-program yang telah ada

seperti penyuluhan untuk memberikan sosialisasi kepada kader dan

masyarakat mengenai pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat.

2. Pendidikan keperawatan

Mengoptimalkan peningkatan pengetahuan mahasiswa keperawatan agar

dapat turut serta melakukan sosialisasi mengenai apa saja peran dan tugas

kader di masyarakat agar nantinya institusi keperawatan dapat menjalin kerja

sama dengan para kader di masyarakat guna meningkatkan taraf kesehatan di

masyarakat yang lebih baik.

3. Penelitian

a. Demi memperoleh suatu penelitian yang representative mengenai suatu

populasi, diharapkan penelitian selanjutnya dapat memperluas area

penelitian sehingga sampelnya menjadi lebih besar, sehingga dapat

digeneralisasi untuk populasi dengan karakteristik yang sama.

b. Penelitian selanjutnya instrument untuk mengukur pengetahuan perlu

dikembangkan kembali agar instrumen yang digunakan dalam penelitian

selanjutnya dapat mengukur kedua variabel secara akurat.


69

c. Untuk penelitian mendatang yang akan melakukan penelitian mengenai

topic terkait diharapkan agar lebih mengembangkan variabel-variabel lain

yang dapat mempengaruhi peran kader puskesmas khususnya kader TB.

4. Pembuat program (Depkes RI) diharapkan agar lebih dapat bekerjasama

dengan para kader agar kader dapat lebih terarah dimasyarakat demi

meningkatkan kesembuhan penderita dengan tuberkulosis


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Azis. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Care International Indonesia. (2008). Kumpulan Materi Pelatihan Koordinator PMO:
Keterampilan Fasilitas dan Komunikasi. Jakarta.
Depkes RI. (2009). Kurikulum Pelatihan Pengawas Menelan Obat. Jakarta: Depkes.
Depkes RI. (2009). Modul Pelatihan Pengawas Menelan Obat. Jakarta: Depkes.
DepKes. (2009). Buku Saku Kader TB. Jakarta: DepKes.
Doengoes, Marilyn E dkk. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). Ahli bahasa:
Kariasa, I., Suwarti, N. Jakarta: EGC.
Hana, S. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru
Dibalai Pengobatan Penyakit Paru Kota Bekasi.
Istiawan Rochani, dkk. (2006). Hubungan Peran Pengawas Minum Obat Oleh Keluarga Dan
Petugas Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Perilaku Pencegahan Dan Kepatuhan Klien
TBC Dalam Konteks Keperawatan Komunitas Di Kabupaten Wonosobo. (Jurnal
Keperawatan Soedirman, Vol. 1 no. 2). DinKes Wonosobo.
Kepmenkes RI, (2010). Rencana Operasional Promosi kesehatan Dalam pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta.
Marak, Wahid Iqbal. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S.(2005). Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Rieneka Cipta.
Notoatmodjo, S.(2009). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rieneka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodolgi Penelitian Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba.
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Vol. 2), Ahli Bahasa, R.,
Evriyani, D., Novieastari, E., Kurnianingsih, S. Jakarta: EGC.
Sunar. (2005). Hubungan Karakteristik Pengetahuan & Sikap Kader Kesehatan Dengan
Prakterk Penemuan Tersangka Penderita TB Paru di Puskesmas Sambung Macan.
Lampiran: 1

PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Bapak/Ibu Calon Responden

Di Jakarta

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (PSIK FIK UMJ)

Nama : VIVI RAMADHINI

NPM : 2009720055

Akan melakukan penelitian dengan judul : Hubungan Peran Kader Puskesmas Terhadap Kesembuhan
Penderita dengan Tuberkulosis Paru. Bersamaan ini saya mohon untuk menjadi responden dan
menandatangani lembar persetujuan, serta menjawab seluruh pertanyaan dalam lembar kuisioner
sesuai dengan petunjuk yang ada, jawaban yang ibu berikan akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.

Atas perhatian dan partisipasi ibu dalam penelitian ini saya ucapkan banyak terima kasih.

Peneliti

VIVI RAMADHINI
Lampiran : 2

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam Penelitian yang

dilakukan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (PSIK UMJ).

Dengan judul penelitian : Hubungan Peran Kader Puskesmas Terhadap Kesembuhan Penderita dengan

Tuberkulosis Paru. Saya juga mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan oleh

peneliti dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Saya telah diberikan penjelasan tentang penelitian ini dan saya mengetahui bahwa informasi yang saya

berikan ini sangat besar manfaatnya bagi perkembangan pengetahuan, khususnya keperawatan.

Dengan ini saya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jakarta, 2013

(……………………)
Lampiran 3

HUBUNGAN PERAN KADER PUSKESMAS TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA


DENGAN TUBERKULOSIS PARU(TB)

Petunjukpengisian

a. Isilah jawaban yang menurut saudara / saudari sesuai


b. Berikan tanda check list (√) pada setiap kolom jawaban yang dianggap sesuai
c. Apabila saudara / saudari merasa kesulitan atau membutuhkan penjelasan dalam
menjawab pernyataan dalam kuisioner ini dapat meminta penjelasan kepada peneliti
d. Dalam kolom jawaban terdapat 2 pilihan jawaban (Ya dan Tidak) dan saudara / saudari
diharapkan memilih salah satu jawaban, pilihan jawaban

Peran kader puskesmas sebagai pencari dan penemu suspek TB

No Pernyataan Ya Tidak
1 Saya langsung melakukan kunjungan kerumah yang di duga terdapat
suspek TB
2 Setelah didapatkan suspek TB saya langsung membawa suspek TB ke
UPK terdekat
3 Saya menginformasikan kepada petugas kesehatan jika ada warga yang
diduga suspek TB diwilayah tempat saya berada
4 Saya member saran kepada suspek TB agar segera memeriksakan diri
puskesmas terdekat
5 Saya menginformasikan bahwa pemeriksaan dan pengobatan TB dapat
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan
6 Saya menerima informasi dari warga bila ada salah satu warga di
lingkungan sekitar yang mempunyai tanda gejala TB seperti batuk lebih
dari 2 minggu tidak kunjung sembuh

Peran kader puskesmas sebagai PMO


No Pernyataan Ya Tidak
7 Saya memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan
hingga sembuh
8 Saya membuat kesepakatan antara PMO dan pasien mengenai lokasi dan
waktu meminum obat
9 PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat
10 Saya mendampingi penderita TB saat meminum OAT
11 Saya menganjurkan keluarga untuk menjadi PMO
12 Saya meyakinkan kepada pasien bahwa TB bisa disembuhkan dengan
menelan obat secara lengkap dan teratur
13 Saya menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar
pasien tidak putus obat
14 Saya menanyakan apakah ada keluhan dari penderita TB setelah meminum
OAT
Peran kader puskesmas sebagai penyuluh
No Pernyataan Ya Tidak
15 Saya memberikan penyuluhan terkait penyebab TB kepada pasien dan
keluarga serta warga sekitar
16 Saya memberikan penyuluhan tentang tanda dan gejala TB
17 Saya menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita jika TB bisa
disembuhkan
18 Saya memberikan penyuluhan kepada penderita dan warga tentang cara
menjadi PMO
19 Saya memberikan penjelasan kepada penderita kemungkinan efek samping
apa saja yang bisa terjadi setelah meminum OAT

Peran kader puskesmas sebagai pemotivasi


No Pernyataan Ya Tidak
20 Saya memberikan motivasi kepada penderita untuk teratur meminum OAT
agar sembuh
21 Saya memberikan motivasi kepadasuspek TB (tersangka penderita TB)
untuk segera melakukan pemeriksaan keunit pelayanan kesehatan
22 Saya memberikan motiasi kepada penderita agar cepat sembuh
23 Saya memberikan motivasi kepada penderita agar teratur meminum OAT
24 Saya memberikan motivasi kepada penderita untuk tetap berperilaku
hidup bersih dan sehat

Anda mungkin juga menyukai