Disusun oleh :
220110180111
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
A. Pemeriksaan Fisik
a. Materi
Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon
dengan tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara terkoordinasi.
Tubuh memerlukan koordinasi yang baik . Salah satu sistem komunikasi dalam
tubuh adalah sistem saraf. Pengkajian system persarafan merupakan salah satu
aspek yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka menentukan diagnosa
keperawatan tepat dan melakukan tindakan perawatan yang sesuai. Pada
akhirnya perawat dapat mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan
klien.
Pemeriksaan persarafan terdiri dari dua tahapan penting yaitu pengkajian
yang berupa wawancara yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien
yang berhubungan dengan system persarafan seperti riwayat hiopertensi, stroke,
radang otak, atau selaput otak, penggunaan obat-obatan dan alcohol, dan
penggunaan obat yang diminum secara teratur. Tahapan selanjutnya adalah
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status mental, pemeriksaan saraf
cranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik, dan pemeriksaan reflex.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan prinsip-prinsip head to toe,
chepalocaudal dan proximodistal. Harus pula diperhatikan keamanan klien dan
privasi klien. .
b. Prosedural
Persiapan
Siapkan peralatan yang diperlukan:
1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula,
atau cuka
12. Baju periksa
13. Sarung tangan
· Cuci tangan
· Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien
· Pastikan ruang periksa hangat dan cukup penerangan
Langkah-langkah Pemeriksaan
Status mental: atur posisi klien, Observasi kebersihan klien, cara
berpakaian, postur tubuh, bahasa tubuh, cara berjalan, expresi wajah,
kemampuan berbicara, dan kemampuan untuk mengikuti petunjuk.
Kemampuan berbicara klien meliputi: kecepatan, kemampuan
mengucapkan kata-kata yang keras-lembut, jelaas, dan benar. Kaji pula
kemampuan pemilihan kata-kata, kemampuan dan kemudahan
merespon pertanyaan.
· Tingkat Kesadaran klien: dikaji menggunakan Glasgow koma
skale
1. Respon membuka mata:
# Spontan………………………..4
# Terhadap stimulus verbal……...3
# Terhadap stimulus nyeri………2
# Tidak ada respon………………1
Respon motorik terbaik:
# Mengikuti perintah……………6
# Dapat melokalisasi nyeri………5
# Fleksi (menarik)……………….4
# Fleksi abnormal……………….3
# Extensi………………………..2
# Tidak ada respon……………..1
2. Respon Verbal:
# Orientasi waktu, tempat, dan orang baik…………………..5
# Berbicara dengan bingung………………………………...4
# Berkata-kata dengan tidak jelas…………………………...3
# Berguman………………………………………………....2
# Tidak ada respon………………………………………… 1
Jika klien menggunakan ETT atau tracheostomi maka tulis E untuk
ETT dan T untuk tracheostomy.
3. Tanyakan waktu, tanggal, tempat, dan alas an berkunjung ke
rumah sakit
4. Tanyakan nama klien, nama anggota keluarga, tanggal lahir,
riwayat pekerjaan untuk mengkaji memori klien
5. Kaji kemampuan berhitung klien dari yang mudah dan meningkat
ke yang lebih sulit secara bertahap, sesuaikan dengan tingkat
pendidikan, tahap perkembangan , dan tingkat intelektualitas klien.
6. Kaji kemampuan klien berpikir abstrak
- Pemeriksaan Motorik.
Kaji cara berjalan dan keseimbangan dengan mengobservasi cara
berjalan, kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.
Minta klien berjalan dengan menyentuhkan ibujari pada tumit kaki
yang lain (heel to toe), minta klien jalan jinjit dan minta klien berjalan
dengan bertumpu pada tumit.
Lakukan romberg test
Lakukan pemeriksaan jari hidung dengan mata terbuka dan tertutup,
evaluasi perbedaan yang terjadi.
Tes pronasi dan supinasi dengan meminta klien duduk dan meletakan
telapak tangan di paha, minta untuk melakukan pronasi dan supinasi
bergantian dengan cepat. Observasi kecepatan, irama, dan kehalusan
gerakan.
Melakukan pemeriksaan heel to shin test dengan meminta klien tidur
pada posisi supine, minta klien menggesekkan tuimit telapak kaki kiri
sepanjang tulang tibia tungkai kanan dari bawah lutut sampai ke
pergelangan kaki. Ulangi pada kaki kanan. Observasi kemudahan klien
menggerakkan tumit pada garis lurus
- Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada
bagian tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas,
tumpul dan tajam, suhu, getaran, identifikasi objek tanpa melihat objek
(stereognosis test), merasakan tulisan di tangan (graphesthesia test),
kemampuan membedakan dua titik, kemampuan mengidentifikasi
bagian tubuh yang diberi sentuhan dengan menutup mata (topognosis
test)
· Reflex
· Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx dan meletakkan kedua
lengan diatas paha, dukung lengan bawah klien dengan tangan non
dominan, letakkan ibujari lengan non dominan diatas tendon bisep,
pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot biseps
(fleksi siku)
· Triseps: Minta klien duduk, dukung siku dengan tangan non
dominan, pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon, observasi
kontraksi otot triseps (ekstensi siku)
· Brachioradialis: Minta klien duduk dan meletakkan kedua tangan
di atas paha dengan posisi pronasi, pukulkan hammer diatas tendon (2-
3 inchi dari pergelangan tangan), observasi fleksi dan supinasi telapak
tangan.
· Patelar: Minta klien duduk dengan lulut digantung fleksi, palpasi
lokasi patella (interior dari patella), pukulkan reflek hammer,
perhatikan ekstensi otot quadriceps
· Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien dengan tangan non
dominant, pukul tendon archiles dengan mengguanakan bagian lebar
refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak kaki
· Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit
eksternal rotasi, stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks
hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi luar telapak kaki, observasi
gerakan telapak kaki (normal jika gerakan plantar fleksi dan jari-jari
kaki fleksi).
· abdomen: minta klien tidur terlentang, sentuhkan ujung aplikator
ke kulit di bagian abdomen mulai dari arah lateral ke umbilical,
observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan prosedur tersebut pada
keempat area abdomen.
Penutup
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, klien dikembalikan pada
posisi yang nyaman, jelaskan kesimpulan dari pemeriksaan fisik, jika
ditemukan kelainan didiskusikan dengan tim medis. Tahap akhir adalah
pendokumentasian. Catat dengan teliti dan sistematis, dapat dimengerti
oleh setiap anggota tim kesehatan.
c. Hasil Penelitian
Pada “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gangguan Sistem
Persarafan: Stroke Non Hemoragik Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum
Daerah Pandan Arang Boyolali” hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam masalah perfusi jaringan serebral dan gangguan mobilitas fisik
teratasi sebagian sedangkan untuk masalah hambatan komunikasi verbal dan
gangguan eliminasi fekal: konstipasi sudah teratasi. Kesimpulan : 2 diagnosa
yang telah teratasi dan ada 2 diagnosa atau masalah keperawatan yang hanya
teratasi sebagian, yaitu untuk diagnosa ketidakefektifan gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah ke otak (spasme
arteri) serta diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular. Sehingga membutuhkan perawatan lebih lanjut
B. Lumbal Pungsi
a. Materi
Pungsi lumbal (lumbar puncture), sering disebut spinal tap atau penyadapan
tulang belakang, adalah pemeriksaan medis umum yang melibatkan
pengambilan sampel cairan serebrospinal (CSF) untuk pemeriksaan. CSF adalah
cairan jernih dan tidak berwarna yang mendistribusikan nutrisi dan melindungi
otak dan sumsum tulang belakang, atau sistem saraf pusat. Pada pungsi lumbal,
jarum dimasukkan secara hati-hati ke tulang belakang bawah untuk mengambil
sampel CSF. Umumnya, pungsi lumbal dilakukan untuk menguji meningitis,
tetapi pungsi lumbal juga dapat mendeteksi perdarahan di otak dan kondisi
tertentu yang mempengaruhi sistem saraf (seperti sindrom Guillain-Barré dan
multiple sclerosis). Obat kemoterapi juga dapat didistribusikan melalui pungsi
lumbal.
b. Prosedur
Sebelum prosedur
Anda diminta untuk berganti menjadi gaun rumah sakit. Ada beberapa
posisi yang memungkinkan untuk tes ini. Biasanya, Anda berbaring
miring dengan lutut terangkat ke dada, atau Anda duduk dan bersandar ke
permukaan yang stabil. Posisi-posisi ini melenturkan punggung Anda,
memperluas ruang di antara tulang belakang Anda dan membuatnya lebih
mudah bagi dokter Anda untuk memasukkan jarum. Untuk bayi atau anak
kecil, seseorang akan memegang posisi anak selama prosedur. Punggung
Anda dicuci dengan sabun antiseptik atau yodium dan ditutup dengan
lembaran steril.
Selama prosedur
Anestesi lokal disuntikkan ke punggung bawah Anda untuk mematikan
rasa situs tusukan sebelum jarum dimasukkan. Anestesi lokal akan
menyengat sebentar saat disuntikkan. Jarum tipis dan berongga
dimasukkan di antara dua vertebra bagian bawah (daerah lumbar), melalui
membran tulang belakang (dura) dan ke dalam kanal tulang belakang.
Anda mungkin merasakan tekanan di punggung Anda selama bagian dari
prosedur ini. Setelah jarum berada di tempatnya, Anda mungkin diminta
untuk sedikit mengubah posisi Anda. Tekanan cairan serebrospinal
diukur, sejumlah kecil cairan ditarik dan tekanan diukur lagi. Jika perlu,
obat atau zat disuntikkan. Jarum dilepas, dan situs tusukan ditutupi dengan
perban. Prosedur ini biasanya berlangsung sekitar 45 menit. Dokter Anda
mungkin menyarankan berbaring setelah prosedur. Kadang-kadang, USG
dapat digunakan sebagai panduan selama prosedur pada bayi dan anak
kecil. Ultrasonografi dapat membantu mencegah memasukkan jarum
terlalu jauh.
Setelah prosedur
Berencana untuk beristirahat. Jangan berpartisipasi dalam aktivitas berat
pada hari prosedur Anda. Anda dapat kembali bekerja jika pekerjaan Anda
tidak mengharuskan Anda untuk aktif secara fisik. Diskusikan kegiatan
Anda dengan dokter Anda jika Anda memiliki pertanyaan.
Minum obat penghilang rasa sakit. Obat pereda nyeri tanpa resep yang
mengandung acetaminophen dapat membantu mengurangi sakit kepala
atau sakit punggung.
c. Hasil Penelitian
Pada penelitian “Komplikasi pungsi lumbal diikuti oleh antikoagulasi”
Studi ini menunjukkan bahwa jika LP dilakukan, menunda antikoagulasi selama
setidaknya satu jam dan menghindari terapi aspirin bersamaan dapat
mengurangi risiko mengembangkan hematoma tulang belakang
ekstraparenchymal.
C. EEG
a. Materi
Electroencephalography (EEG) adalah suatu tindakan medis berupa
penempelan electrode pada permukaan kulit kepala untuk menangkap aktifitas
listrik di otak. EEG berguna untuk menyokong diagnosa epilepsi, maupun non
epilepsi seperti gangguan tidur, ensefalopati metabolik maupun neurologist,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, coma, dan brain death. EEG dapat
membantu para klinisi apabila dilakukan dengan baik dan benar, oleh karena
kalau tidak dilakukan dengan baik dan benar justru akan menjerumuskan para
klinisi dalam upaya menegakkan diagnosa yang tepat. Bad EEG is worse than
no EEG at all. Untuk itu sangatlah penting untuk menguasai teknik perekaman
EEG yang baik dan benar agar diagnosa EEG dapat membantu para klinisi
dalam mendiagnosa dengan tepat penyakit penderita. EEG iktal sangat
diperlukan untuk menentukan epileptogenic zone bagi penderita yang
memerlukan operasi epilepsi.
b. Prosedural
Sebelum Tes
Sebelum melakukan pemeriksaan EEG, hal yang perlu dilakukan adalah
memberitahu dokter tentang obat apa saja, baik resep maupun yang dijual
bebas, serta suplemen yang mungkin selama ini dikonsumsi. Sehari sebelum
pemeriksaan, dokter biasanya akan menyarankan untuk mencuci rambut.
Namun, jangan gunakan produk kondisioner atau produk penataan rambut
lainnya sesudahnya.
Selama Tes
Selama pemeriksaan berlangsung, kamu akan diminta untuk berbaring di meja
atau tempat tidur yang telah disediakan, kemudian seorang teknisi akan
menempatkan sekitar 20 sensor kecil di kulit kepala. Sensor-sensor ini, yang
disebut elektroda, akan mengambil aktivitas dari sel-sel di dalam otak yang
disebut neuron dan mengirimkannya ke mesin, dan akan muncul sebagai
serangkaian garis yang direkam pada kertas bergerak atau ditampilkan di layar
komputer. Awalnya, kamu akan diminta untuk relaks dengan mata terbuka,
kemudian tertutup. Teknisi mungkin meminta kamu untuk bernapas dalam dan
cepat atau menatap cahaya yang berkedip-kedip, karena keduanya dapat
mengubah pola gelombang otak. Kamu biasanya dapat memiliki EEG di
malam hari saat tidur. Jika fungsi tubuh lainnya, seperti pernapasan dan denyut
nadi, juga direkam, tes ini disebut polisomnografi.
Setelah Tes
Teknisi akan melepas elektroda dan membasuh lem yang menahannya. Kamu
dapat menggunakan penghapus cat kuku kecil di rumah untuk menghilangkan
sisa-sisa lengket. Kecuali jika secara aktif mengalami kejang atau dokter
menyarankan untuk pemeriksaan lanjutan, kamu biasanya sudah dibolehkan
pulang.
c. Hasil Penelitian
Pada penelitian “Perubahan Electroencephalographic (EEG) pada wanita muda
dengan tingkat patologi makan subklinis yang tinggi: studi EEG kuantitatif”
Analisis cluster yang dilakukan pada tanggapan EDE-Q mengungkapkan
sekelompok 17 wanita dengan tingkat tinggi patologi ED jatuh ke dalam
kategori EDs subklinis (yaitu, sub-ambang batas) dan sekelompok 20 wanita
dengan tingkat rendah patologi ED (kontrol). Dalam kondisi RS, tidak ada
modifikasi signifikan yang diamati antara kelompok. Dibandingkan dengan
kontrol, wanita dengan ED subklinis menunjukkan peningkatan aktivitas theta
di daerah parieto-oksipital dalam kondisi ML-RS. Setelah mengendalikan
indeks massa tubuh dan psikopatologi umum, aktivitas theta dalam struktur otak
ini berhubungan positif dengan skor global dan subskala EDE-Q (pengekangan,
bentuk, dan berat badan).
D. Tracheostomi
a. Materi
Trakeostomi adalah lubang di bagian depan Trakea yang dapat bersifat
sementara atau permanen dan dapat dibentuk dengan prosedur bedah atau
perkutan. Dalam pasien dewasa rumah sakit kami mungkin memerlukan
pemasangan trakeostomi karena sejumlah alasan klinis. Ini mungkin merupakan
prosedur elektif sebagai bagian dari rencana manajemen, misalnya dalam
operasi kepala dan leher di mana tumor menghalangi jalan napas. Dalam
pengaturan perawatan kritis, trakeostomi perkutan sering dilakukan untuk
memfasilitasi penyapihan pasien yang membutuhkan ventilasi (The Intensive
Care Society, 2014).
b. Prosedural
PERSIAPAN PASIEN :
PERSIAPAN ALAT :
3. Stetoskop
4. Suction set
9. sikat pembersih
11. Tromol kasa, kaca mata pelindung, masker, gaun/ skort (kalau perlu)
PENATALAKSANAAN
6. Menutup sampiran
8. Membuka set peralatan dan bungkus alat-alat yang dibutuhkan untuk pembersihan
trakeostomi.
d. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrgen
peroksida
e. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrogen
peroksida
10.Melepaskan handscoen yang sudah basah dan kenakan handscoen steril yang baru.
Pertahankan agar tangan dominan tetap steril sepanjang prosedur dilakukan.
d. Memasang kanul dalam dengan hati-hati dan cermat dan kunci kembali agar
tetap pada tempatnya
a. Membiarkan tali yang lama tetap pada tempatnya sementara memasang tali
yang baru
b. Menyisipkan tali yang baru pada salah satu sisi faceplate. Melingkarkan
kedua ujung bebasnya mengelilingi bagian belakang leher klien ke sisi lainnya
faceplate dan ikat dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali trakeostomi yang
lama.
16. Memasang kasa mengelilingi kanul luar dibawah tali pengikat dan faceplate.
Periksa kembali untuk memastikan bahwa tali pengikat tidak terlalu ketat tetapi pipa
trakeostomi tertahan dengan aman pada tempatnya.
a. memakai hanscoen
b. jika terdapat klem pada pipa cuff lepaskan klemnya dan sambungkan
dengan spuit
18.Mengatur kembali posisi klien, memasang pengaman tempat tidur dan atur
kembali ketinggian tempat tidur.
19.Rapikan peralatan
DOKUMENTASI
c. Hasil Penelitian
Pada peneilitian “Parameter yang Mempengaruhi Dekannulasi Trakeostomi
pada Pasien yang Sedang Rehabilitasi setelah Cedera Otak Akuisisi (sABI)”
Kami menganalisis 45 pasien sABI trakeostomi setelah stroke, trauma, atau
henti jantung. Persentase keberhasilan menyapih lebih tinggi pada pasien Head
Trauma dan pada pasien yang mengalami batuk spontan positif. Kegagalan
tampaknya terkait dengan adanya sekresi dan kerusakan otak anoksik. GCS
tampaknya tidak terkait dengan hasil dekanulasi.
Daftar Pustaka
panji. (2015). Reproduksi Virus Secara Litik dan Lisogenik - Info Pendidikan
dan Biologi. Retrieved October 13, 2018, from
https://www.edubio.info/2015/07/reproduksi-virus-secara-litik-dan.html
Perin, C., Meroni, R., Rega, V., Braghetto, G., & Cerri, C. G. (2017).
Parameters influencing tracheostomy decannulation in patients undergoing
rehabilitation after severe acquired brain injury (sABI). International
Archives of Otorhinolaryngology, 21(4), 382–389.
https://doi.org/10.1055/s-0037-1598654
Rokhman, N., Budi, S. C., & Nuryati, N. (2019). Optimalisasi Sistem Informasi
Puskesmas pada Layanan Kesehatan di Puskesmas Dlingo I Kabupaten
Bantul Yogyakarta. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Indonesian
Journal of Community Engagement), 1(1), 133–142.
https://doi.org/10.22146/jpkm.16960
Ryles, J., & Brooks, L. (2016). Tracheostomy Adult Care Policy. Doncaster and
Bassetlaw Hospitals NHS Foundation Trust, 4(March 2014), 1–29.
Tusukan lumbal (keran tulang belakang) - Mayo Clinic. (n.d.). Retrieved April
15, 2020, from https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/lumbar-
puncture/about/pac-20394631