Dosen Pembimbing:
dr. Linda Silvana Sari, Sp.A
Oleh:
KELOMPOK 8
1. MUHAMAD MIFTAHUL HADI (H1A016055)
2. SAFIRA SALSABILLA AZZAHRO (H1A016076)
3. SITI FADHILA MUSAFIRA (H1A016081)
4. WIRIA DARMI D. (H1A016085)
E. Patofisiologi
Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan pada endotel kapiler paru dan sel epitel
alveolus karena produksi mediator proinflamasi lokal maupun yang terdistribusi melalui arteri
pulmonalis. Hal ini menyebabkan hilangnya integritas barrier alveolar-kapiler sehingga terjadi
transudasi cairan edema yang kaya protein (Cleopas, 2018).
F. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
ARDS sering terjadi pada bayi kurang bulan (usia <38 minggu), bayi dengan
berat badan lahir <2500 gram – 1000 gram, lahir dengan sectio caesar, lahir dari ibu
yang menderita Diabete Melitus, serta hipoksia perinatal. Semakin muda seorang bayi
maka semakin tinggi risiko ARDS karena tidak adekuatnya surfaktan di dalam paru-
paru dan perkembangan paru yang masih immatur.
Gejala yang dikeluhkan berupa
sesak napas
usaha lebih untuk menarik nafas
nafas menjadi cepat dan dangkal hingga 60 kali per menit
hipoksemia.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipneu, retraksi dinding dada
(suprasternal, substernal, intercostal), nafas cuping hidung, sianosis, serta terdengar
nafas cuping hidung. Ketika bayi mulai lelah akan menjadi apneu.
Pemeriksaan penunjang
o Foto rontgent toraks digunakan untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diafragma dengan over distensi ductus alveolar.
o Analisis gas darah arteri masih merupakan baku emas dan merupakan indikator
definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal napas. Gas darah arteri
memberikan informasi status asam-basa (dengan ukuran pH dan menghitung
bikarbonat) sama seperti kadar PaO2 dan PaCO2. PaO2 merupakan faktor yang
menentukan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan PaCO2 yang sensitif
untuk ventilasi. Pada gagal nafas tanda utama berdasarkan pemeriksaan
laboratorium berupa adanya hipoksemia (PaO2<50-60 mmHg, SaO2<90%;
PaO2<60 mmHg dengan FiO2 40% atau rasio PaO2/FiO2<300) dan hiperkapnia
(PaCO2>50 mmHg dengan asidosis pH<7,25; PaCO2>40 mmHg dengan distress
pernapasan berat atau PaCO2>55 mmHg). Pada gagal napas akut, kadar bikarbonat
serum sedikit meningkat dan pH darah arteri menurun. Bila PaCO 2 masih
meningkat atau naik perlahan, ginjal akan menghemat konsentrasi bikarbonat
serum meningkat dan pH darah arteri akan mendekati normal (Bakhtiar, 2013).
Lesitin imatur
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur
kematangan paru. Dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomyelin
dari cairan amnion. Sphingomyelin merupakan suatu membrane lipid yang secara
relative merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.
Kadar L/S untuk kehamilan normal adalah <0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan
meningkat secara bertahap menjadi 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2
dicapai pada usia gestasi 35 minggu, dan pada neonatal L/S > 2 mengindikasikan
maturitas paru.
“Berlin Definition” masih secara luas digunakan untuk mendefinisikan dan mendiagnosis
ARDS pada anak-anak. Definisi ARDS berdasarkan Berlin definition (Cheifetz, 2017):
Waktu: dalam 1 minggu setelah adanya gejala baru pada sistem pernapasan atau
perburukan dar igejala yang sudah ada. Kriteria Berlin dapat digunakan pada bayi dan
anak karena menggunakan selang waktu yang spesifik.
Foto thoraks: terdapat gambaran opasitas bilateral yang tidak dapat di jelaskan dengan
efusi, kolaps paru ataupun nodul. Penggunaan foto thoraks atau tomografi sangat
penting bagi bayi dan anak karena gambaran ARDS mungkin berbeda dengan dewasa.
Asal edema: sumber cairan akibat gagal respirasi dan tidak dapat dijelaskan oleh gagal
jantung ataupun overload cairan. Jika tidak terdapat faktor risiko ARDS, dibutuhkan
pemeriksaan objektif seperti ekokardiografi untuk menilai edema. Ekokardiografi
banyak digunakan pada kasus pediatric, sedangkan kateter swan-ganz jarang
digunakan pada anak-anak.
Oksigenasi :
o Ringan: PaO2/FIO2 antara 200 – 300 mmHg dengan PEEP atau CPAP ≥ 5cm
H2O
o Sedang: PaO2/FIO2 antara 100 – 200mmHg dengan PEEP ≥ 5cm H2O
o Berat: PaO2/FIO2 <100 mmHg dengan PEEP ≥ 5cm H2O
CPAP digunakan secara luas pada penanganan kasus pediatric sehingga penggunaannya
sebaga ialat diagnosis juga berguna. Nilai PEEP yang seringdigunakan pada anak-
anakadalah 5 cm H2O
G. Tatalaksana
Tatalaksana ARDS secara umum adalah mengatasi penyebab dasarnya seperti sepsis,
pnemonia, pankreatitis dan lain-lain serta memberikan terapi suportif lainnya seperti
kecukupan nutrisi, mengatasi gangguan metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit.
Strategi yang diterapkan dalam manajemen ARDS meliputi tatalaksana cairan,
mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat dan penggunaan obat-obat inotropik dan
vasopresor untuk memperthaankan curah jantung (IDAI, 2011).
Terapi Konvensional
o Ventilasi tekanan positif
Prinsip utama tunjangan ventilasi mekanik pada ALI dan ARDS adalah
mencapai target oksigenasi dengan meminimalkan potensial kerusakan paru lebih
lanjut. Tujuan pemberian ventilasi tekanan positif dalam manajemen ALI dan
ARDS adalah untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat, juga agar
terpenuhnya kecukupan pasokan oksigen dan tercapainya tekanan gas darah
normal, dengan pemberian sejumlah tekanan tertentu (Purohit P., 2016).
o Terapi surfaktan
Pemberian surfaktan eksogen memiliki banyak manfaat seperti pencegahan
kolaps pada alveoli, optimalisasi oksigenasi, peningkatan fungsi silia, peningkatan
pembunuhan bakteri, dan penurunan regulasi respon inflamasi (Purohit P., 2016).
o Terapi nitric oxide
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator yang kuat. Tindakan vasodilatasi
dimediasi melalui jalur GMP siklik. NO yang dihirup berdifusi hanya pada bagian
paru-paru yang relatif aerasi dan mengurangi vasokonstriksi paru hipoksik lokal
(Purohit P., 2016).
o Terapi steroid
Penggunaan steroid dilaporkan sebagai terapi untuk ARDS. Sejumlah uji coba
menunjukkan tidak ada manfaat dengan penggunaan steroid dosis besar yang
diberikan sebagai terapi singkat pada fase awal ARDS. Namun, banyak peneliti
berpendapat bahwa ARDS tahap lanjut merupakan kondisi peradangan. Oleh
karena itu, berdasarkan sifat anti-inflamasinya, steroid mungkin bermafaat ketika
digunakan dalam fase fibroproliferatif (Purohit P., 2016).
H. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis
Prognosis dapat bervariasi tergantung dari penyebab ARDS. Mortalitas ARDS
pada dewasa dapat mencapai 60%, sedangkan pada anak lebih rendah berkisar antara
22-27% (IDAI, 2011).
Komplikasi
Menurut Purohit P. 2016, pasien ARDS dapat berisiko mengalami komplikasi
diantaranya adalah:
o Kolaps paru-paru, pemberian ventilator pada paru yang lama dapat berisko
membuat robekan kecil pada alveoli, sehingga membuat udara dalam paru-paru
keluar melalui lubang kecil tersebut dan menyebabkan kolaps paru.
o Infeksi akibat penggunaan ventilator, kateter urin, maupun kanul inravena dalam
waktu lama.
o Kelemahan atau disfungsi otot pernafasan.
(Purohit P., 2016).
Daftar Pustaka