Anda di halaman 1dari 10

PENUGASAN BLOK XX – EMERGENSI

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)


PADA ANAK

Dosen Pembimbing:
dr. Linda Silvana Sari, Sp.A

Oleh:
KELOMPOK 8
1. MUHAMAD MIFTAHUL HADI (H1A016055)
2. SAFIRA SALSABILLA AZZAHRO (H1A016076)
3. SITI FADHILA MUSAFIRA (H1A016081)
4. WIRIA DARMI D. (H1A016085)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


2019
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu respon akut yang bisa
mengancam jiwa dengan terjadinya proses peradangan pada paru-paru sehingga muncul
manifestasi berupa hipoksia dan paru-paru menjadi tidak elastic atau kaku bersamaan
dengan peningkatan permeabilitas vascular.
Pada tahun 2015 Pediatric Acute Lung Injury ConsensusConferences (PALICC)
mempublikasikan suatu sususan kriteria tentang Pediatric ARDS yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan kejadian ARDS pada anak, hal yang melatarbelakangi adalah
karena keterbatasan kriteria ARDS dewasa untuk mendefinisikan kejadian ARDS pada
populasi khusus seperti anak-anak.
B. Epidemiologi
Berdasarkan studi populasi di New Zealand, United States, dan Eropa menunjukkan
bahwa insidensi ARDS pada anak adalah 2.0 – 12.8 per 100.000 orang per tahun dengan
tingkat mortalitas ARDS pada anak adalah 18 – 27%. Sedangkan data dari Australia
menunjukkan tingkat mortalitas ARDS pada anak sebanyak 35%. Tidak terdapat
perbedaan tingkat mortalitas yang signifikan pada jenis kelamin. Pada ARDS anak,
ditemukan bahwa pada 65 – 74% kasus terdapat penyakit pernapasan yang mendahului
ARDS.
C. Etiologi
Gagal nafas pada anak dapat disebabkan oleh kelainan sistem pernafasan dan di luar
sistem pernafasan. Pada umumnya, gagal nafas disebabkan oleh gangguan paru primer,
termasuk pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut, sumbatan benda asing, dan
sindrom croup. Penyebab di luar paru dapat berupa gangguan ventilasi akaibat kelainan
sistem saraf, misalnya Sindrom Guillain Barre, Miastenia Gravis (Bakhtiar, 2013)
D. Faktor Risiko

E. Patofisiologi
Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan pada endotel kapiler paru dan sel epitel
alveolus karena produksi mediator proinflamasi lokal maupun yang terdistribusi melalui arteri
pulmonalis. Hal ini menyebabkan hilangnya integritas barrier alveolar-kapiler sehingga terjadi
transudasi cairan edema yang kaya protein (Cleopas, 2018).

1. Kerusakan endotel kapiler paru


Kerusakan endotel kapiler paru berperan dalam terjadinya ARDS. Kerusakan
endotel tersebut menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga terjadi
akumulasi cairan yang kaya akan protein. Kerusakan endotel ini dapat terjadi
melalui beberapa mekanisme. Mekanisme yang utama adalah terjadinya kerusakan
paru melalui keterlibatan netrofil (Cleopas, 2018)..
Pada ARDS (baik akibat infeksi maupun non-infeksi) menyebabkan
neutrofil terakumulasi di mikrovaskuler paru. Neutrofil yang teraktivasi akan
berdegranulasi dan melepaskan beberapa mediator toksik yaitu protease, reactive
oxygen species, sitokin pro- inflamasi, dan molekul pro-koagulan. Mediator-
mediator inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan
hilangnya fungsi endotel yang normal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
akumulasi cairan yang berlebihan di interstitial dan alveoli (Cleopas, 2018)..
Selain neutrofil dalam patogenesis ARDS, platelet juga mempunyai peran yang
penting. Studi yang ada membuktikan efek sinergisme antara platelet dengan
neutrofil yang menyebabkan kerusakan paru (Cleopas, 2018).

2. Kerusakan epitel alveoli


Dalam patogenesisnya kerusakan endotel saja tidak cukup menyebabkan
ARDS. Kerusakan sel epitel alveoli juga merupakan faktor yang penting.
Neutrophil berperan dalam meningkatkan permeabilitas paraselular pada ARDS.
Dalam keadaan normal neutrophil dapat melintasi ruang paraselular dan menutup
kembali intercellular junction sehingga barrier epitel dan ruang udara di distal alveoli
tetap utuh. Pada kondisi patologis neutrofil dalam jumlah besar dapat merusak epitel
alveoli melalui mediator inflamasi yang dapat merusak intercellular junction dan
melalui mekanisme apoptosis atau nekrosis sel epitel (Cleopas, 2018)..
Sel alveolus tipe I (yang menyusun 90% epitel alveoli) merupakan jenis sel
yang paling mudah rusak. Kerusakan sel tersebut menyebabkan masuknya cairan
ke dalam alveoli dan menurunnya bersihan cairan dari rongga alveoli. Sel tipe II
bersifat tidak mudah rusak dan memiliki fungsi yang penting dalam memproduksi
surfaktan, transport ion, dan lebih lanjut dapat berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel alveoli tipe I. Kerusakan pada kedua sel tersebut menyebabkan
penurunan produksi surfaktan dan penurunan elastisitas paru (Cleopas, 2018)..

3. Resolusi dari inflamasi dan edema alveoli


Pada tahap awal resolusi ARDS ditandai dengan pembersihan cairan edema
dari rongga alveoli, dimana cairan tersebut akan direabsorpsi ke sistem limfatik
paru, mikrosirkulasi paru dan rongga pleura. Pembersihan cairan edema dari rongga
alveoli membutuhkan transport aktif sodium dan klorida yang akan membuat gradient
osmosis sehingga air dapat direabsorpsi. Pada kondisi ARDS, pembuangan cairan
edema dari alveoli terjadi lebih lambat karena epitel alveoli mengalami kerusakan
(Cleopas, 2018)..

Perbandingan alveolus normal dan alveolus pada ARDS

F. Penegakan Diagnosis
 Anamnesis
ARDS sering terjadi pada bayi kurang bulan (usia <38 minggu), bayi dengan
berat badan lahir <2500 gram – 1000 gram, lahir dengan sectio caesar, lahir dari ibu
yang menderita Diabete Melitus, serta hipoksia perinatal. Semakin muda seorang bayi
maka semakin tinggi risiko ARDS karena tidak adekuatnya surfaktan di dalam paru-
paru dan perkembangan paru yang masih immatur.
Gejala yang dikeluhkan berupa
 sesak napas
 usaha lebih untuk menarik nafas
 nafas menjadi cepat dan dangkal hingga 60 kali per menit
 hipoksemia.
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipneu, retraksi dinding dada
(suprasternal, substernal, intercostal), nafas cuping hidung, sianosis, serta terdengar
nafas cuping hidung. Ketika bayi mulai lelah akan menjadi apneu.
 Pemeriksaan penunjang
o Foto rontgent toraks digunakan untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diafragma dengan over distensi ductus alveolar.
o Analisis gas darah arteri masih merupakan baku emas dan merupakan indikator
definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal napas. Gas darah arteri
memberikan informasi status asam-basa (dengan ukuran pH dan menghitung
bikarbonat) sama seperti kadar PaO2 dan PaCO2. PaO2 merupakan faktor yang
menentukan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan PaCO2 yang sensitif
untuk ventilasi. Pada gagal nafas tanda utama berdasarkan pemeriksaan
laboratorium berupa adanya hipoksemia (PaO2<50-60 mmHg, SaO2<90%;
PaO2<60 mmHg dengan FiO2 40% atau rasio PaO2/FiO2<300) dan hiperkapnia
(PaCO2>50 mmHg dengan asidosis pH<7,25; PaCO2>40 mmHg dengan distress
pernapasan berat atau PaCO2>55 mmHg). Pada gagal napas akut, kadar bikarbonat
serum sedikit meningkat dan pH darah arteri menurun. Bila PaCO 2 masih
meningkat atau naik perlahan, ginjal akan menghemat konsentrasi bikarbonat
serum meningkat dan pH darah arteri akan mendekati normal (Bakhtiar, 2013).
 Lesitin imatur
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur
kematangan paru. Dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomyelin
dari cairan amnion. Sphingomyelin merupakan suatu membrane lipid yang secara
relative merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.
Kadar L/S untuk kehamilan normal adalah <0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan
meningkat secara bertahap menjadi 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2
dicapai pada usia gestasi 35 minggu, dan pada neonatal L/S > 2 mengindikasikan
maturitas paru.

Kriteria Diagnosis(American Medical Association. 2012)

“Berlin Definition” masih secara luas digunakan untuk mendefinisikan dan mendiagnosis
ARDS pada anak-anak. Definisi ARDS berdasarkan Berlin definition (Cheifetz, 2017):

 Waktu: dalam 1 minggu setelah adanya gejala baru pada sistem pernapasan atau
perburukan dar igejala yang sudah ada. Kriteria Berlin dapat digunakan pada bayi dan
anak karena menggunakan selang waktu yang spesifik.
 Foto thoraks: terdapat gambaran opasitas bilateral yang tidak dapat di jelaskan dengan
efusi, kolaps paru ataupun nodul. Penggunaan foto thoraks atau tomografi sangat
penting bagi bayi dan anak karena gambaran ARDS mungkin berbeda dengan dewasa.
 Asal edema: sumber cairan akibat gagal respirasi dan tidak dapat dijelaskan oleh gagal
jantung ataupun overload cairan. Jika tidak terdapat faktor risiko ARDS, dibutuhkan
pemeriksaan objektif seperti ekokardiografi untuk menilai edema. Ekokardiografi
banyak digunakan pada kasus pediatric, sedangkan kateter swan-ganz jarang
digunakan pada anak-anak.
 Oksigenasi :
o Ringan: PaO2/FIO2 antara 200 – 300 mmHg dengan PEEP atau CPAP ≥ 5cm
H2O
o Sedang: PaO2/FIO2 antara 100 – 200mmHg dengan PEEP ≥ 5cm H2O
o Berat: PaO2/FIO2 <100 mmHg dengan PEEP ≥ 5cm H2O

CPAP digunakan secara luas pada penanganan kasus pediatric sehingga penggunaannya
sebaga ialat diagnosis juga berguna. Nilai PEEP yang seringdigunakan pada anak-
anakadalah 5 cm H2O

G. Tatalaksana
Tatalaksana ARDS secara umum adalah mengatasi penyebab dasarnya seperti sepsis,
pnemonia, pankreatitis dan lain-lain serta memberikan terapi suportif lainnya seperti
kecukupan nutrisi, mengatasi gangguan metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit.
Strategi yang diterapkan dalam manajemen ARDS meliputi tatalaksana cairan,
mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat dan penggunaan obat-obat inotropik dan
vasopresor untuk memperthaankan curah jantung (IDAI, 2011).

 Terapi Konvensional
o Ventilasi tekanan positif
Prinsip utama tunjangan ventilasi mekanik pada ALI dan ARDS adalah
mencapai target oksigenasi dengan meminimalkan potensial kerusakan paru lebih
lanjut. Tujuan pemberian ventilasi tekanan positif dalam manajemen ALI dan
ARDS adalah untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat, juga agar
terpenuhnya kecukupan pasokan oksigen dan tercapainya tekanan gas darah
normal, dengan pemberian sejumlah tekanan tertentu (Purohit P., 2016).
o Terapi surfaktan
Pemberian surfaktan eksogen memiliki banyak manfaat seperti pencegahan
kolaps pada alveoli, optimalisasi oksigenasi, peningkatan fungsi silia, peningkatan
pembunuhan bakteri, dan penurunan regulasi respon inflamasi (Purohit P., 2016).
o Terapi nitric oxide
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator yang kuat. Tindakan vasodilatasi
dimediasi melalui jalur GMP siklik. NO yang dihirup berdifusi hanya pada bagian
paru-paru yang relatif aerasi dan mengurangi vasokonstriksi paru hipoksik lokal
(Purohit P., 2016).
o Terapi steroid
Penggunaan steroid dilaporkan sebagai terapi untuk ARDS. Sejumlah uji coba
menunjukkan tidak ada manfaat dengan penggunaan steroid dosis besar yang
diberikan sebagai terapi singkat pada fase awal ARDS. Namun, banyak peneliti
berpendapat bahwa ARDS tahap lanjut merupakan kondisi peradangan. Oleh
karena itu, berdasarkan sifat anti-inflamasinya, steroid mungkin bermafaat ketika
digunakan dalam fase fibroproliferatif (Purohit P., 2016).
H. Prognosis dan Komplikasi
 Prognosis
Prognosis dapat bervariasi tergantung dari penyebab ARDS. Mortalitas ARDS
pada dewasa dapat mencapai 60%, sedangkan pada anak lebih rendah berkisar antara
22-27% (IDAI, 2011).
 Komplikasi
Menurut Purohit P. 2016, pasien ARDS dapat berisiko mengalami komplikasi
diantaranya adalah:
o Kolaps paru-paru, pemberian ventilator pada paru yang lama dapat berisko
membuat robekan kecil pada alveoli, sehingga membuat udara dalam paru-paru
keluar melalui lubang kecil tersebut dan menyebabkan kolaps paru.
o Infeksi akibat penggunaan ventilator, kateter urin, maupun kanul inravena dalam
waktu lama.
o Kelemahan atau disfungsi otot pernafasan.
(Purohit P., 2016).
Daftar Pustaka

Acute Respiratory Distress Syndrome. 2012. JAMA, 307(23).


Khemani, R., Smith, L., Zimmerman, J. and Erickson, S. 2015. Pediatric Acute Respiratory
Distress Syndrome. Pediatric Critical Care Medicine, 16, pp.S23-S40.
Cheifetz, IM. 2017. Pediatric ARDS.
Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. IDAI 2011.
Purohit P., 2016. Pediatric Acute Respiratory Distress Syndrome.
Bakhtiar, 2013. Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala Volume 13 Nomer 3
Cleopas, M., 2018. Acute Respiratory Distress Syndrome. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM.

Anda mungkin juga menyukai