2. FAKTOR – FAKTOR
Faktor yang mempengaruhi respirasi
1. Efek Ketinggian ( Altitude )
Pada tempat yang tinggi biasanya tekanan parsial oksigen ( PO2 ) turun,
darah dalam arteri di bawah tekanan parsial oksigen arteri ( PaO2 ), sehingga
terjadi peningkatan laju dan ke dalaman respiratori.
2. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas terjadi dilatasi ( pelebaran ) pembuluh darah
perifer, hal ini mengakibatkan darah mengalir ke kulit sehingga akan
meningkatkan jumlah kehilangan panas dari permukaan tubuh.
3. Emosi
Kerja dari jantung dipengaruhi oleh pusat tertinggi dari serebrum melalui
hipotalamus, dimana terdapat pusat stimulasi jantung ( cardioinhibitory dan
cardioaccelerator ) di medula. Jarak motorik dari pusat tersebut dibawa oleh
impuls kepada neuron simpatis dan parasimpatis, yang kemudian ditransmisikan
ke jantung.
5. Kesehatan
Pada seseorang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan pernafasan secara
normal menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada penyakit sistem
kardiovaskuler, hal ini sering kali berdampak terhadap pengangkutan oksigen ke
sel tubuh, sedamgkan penyakit sistem pernafasan dapat memengaruhi oksigenasi
dalam darah. Pada kedua kasus tadi, hipoksemia dapat timbul.
6. Gaya Hidup
Klien yang merokok atau terpapar polusi udara akan dapat
mengindikasikan adanya gangguan paru – paru.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi penyakit paru dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut. (Irman Somantri, 2009,
hlm.21)
1. Metode morfologis : radiologi, bronkoskopi, dan pemeriksaan biopsi sputum
( dahak ).
2. Metode fisiologis : pengukuran gas darah dan tes – tes fungsi ventilasi.
Metode Morfologis
1) Radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat
bersinar - sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh -
pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X
dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat
pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang ( termasuk iga, sternum dan
vertebra ) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi.
3) Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah
jaringan yang diperoleh dari saluran pernafasan bagian atas dan bawah dengan
menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop.
Manfaat utama biopsi paru – paru terutama berkaitan dengan penyakit paru –
paru difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
4) Pemeriksaan sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernafasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab
pada berbagai pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta berbagai jenis infeksi
jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam
mendiagnosis karsinoma paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum
adalah setelah bangun tidur, karena sekresi abnormal bronkus cenderung
untuk berkumpul pada waktu tidur.
Metode Fisiologis
1) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien - pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam
tubuh, kadar oksigenasi dalam darah, kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “
ASTRUP ”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah
arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, Arteri brachialis, dan
Arteri Femoralis.
4. PENGOBATAN
Agen farmakologi untuk penyakit saluran pernafasan ( Irman Somantri, 2009, hlm. 33
)
1) Antimikrobial ( Antibiotik )
Biasanya Ampicillin dan Tetracycline dapat digunakan untuk mengobati
infeksi paru. Meskipun begitu penyebab yang sering pada infeksi saluran
pernafasan adalah virus. Pengobatan untuk infeksi virus bersifat simptomatik.
2) Bronkodilator
Bekerja langsung pada otot bronkus untuk mengurangi bronkospasme.
Biasanya dibedakan menjadi dua grup yaitu sebagai berikut.
Β-adrenergik, seperti Albuterol ( Ventolin ).
Theophyline, seperti Aminophyline.
Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan denyut jantung (
heart rate ), palpitasi, nervousness, tremor, mual ( nausea ) dan anoreksia.
4) Antitusif
Berfungsi untuk menghambat refleks batuk pada pusat batuk. Seperti Benzinatate
( Tessalon ), Codein Phosphate, Dextrometorphan Hydrobromida ( Robitusin
DM ), dan Hydrocodone Bitartrate ( Hycodan ).
5) Mukolitik
Membantu mengencerkan sekresi pulmonal agar dapat diekspektorasikan. Obat
ini diberikan kepada klien dengan sekresi mukus yang abnormal, kental pada
penyakit akut dan kronis seperti pneumonia, brokitis, tuberkulosis serta kistik
fibrosis. Acetilcystein ( Mucomyst ) berbentuk aerosol dapat digunakan untuk
mengurangi kekentalan dari sekresi.
6) Antialergenik
Cromolyn Sodium ( Intal ) merupakan antialergen yang khusus untuk klien
dengan asma. Obat ini mampu menstabilkan mast sel serta menghambat
pelepasan mediator tipe I dari reaksi alergi ( histamin dan Slow – Reacting
Substance of Anaphylaxis – SRS – A ).
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Terapi Oksigen ( Irman Somantri, 2009 )
Oksigen tambahan diberikan untuk beberapa klien yang mengalami hipoksemia.
Jika hipoksemia teratasi, maka hipoksia akan dapat dicegah.
Terdapat tiga indikasi utama untuk pemberian oksigen yaitu sebagai berikut :
a) Menurunnya arterial blood oxygen.
b) Meningkatnya kerja nafas.
c) Kebutuhan untuk menurunkan kerja miokardial.
2) Fisioterapi Dada
Terdiri atas postural drainase, perkusi dada, dan vibrasi dada. Biasanya ketiga
metode ini digunakan pada posisi yang berbeda diikuti dengan nafas dalam dan
batuk.
3) Inhalasi Nebulizer
Alat bantu pernapasan yang dapat digunakan sebagai terapi untuk mengencerkan
dahak dengan pengasapan ( terapi uap ).
4) Pemberian pengobatan sesuai indikasi.
5) Dukungan Nutrisi sesuai kebutuhan.
6. KOMPLIKASI
Meskipun secara umum terapi oksigen ini aman digunakan, tetapi terdapat
beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian oksigen tambahan
seperti berikut ini. (Irman Somantri, 2009)
a) Oxygen – induced Hypoventilation.
b) Oxygen Toxicity.
c) Atelektasis.
d) Occular Damage.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PRE OPERASI
2. Pengkajian psikososial
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat menemukan
kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung selama pengalaman pembedahan.
Tidak diragukan lagi pasien yang mengalami pembedahan ini dilingkupi oleh kecemasan,
termasuk ketakutan akan ketidaktahuan dan lain sebagainya. Akibatnya, perawat harus
memberikan dorongan untuk pengungkapan, dan harus mendengarkan, memahami, dan
memberikan i n f o r m a s i y a n g m e m b a n t u m e n y in g k I r k a n k e k h a w a t I r a n tersebut.
Untuk pasien pre operatif berbagai kecemasan yang cukup besar cemas dan takut
terhadap anastesia, takut terhadap rasa nyeri dan kematian atau ancamanlain yang dapat
menimbulkan ketidak tenangan dan ansietas berat.Pe r a w a t d a p a t melakukan banyak hal untuk
menghilangkan kekhawatiran itu supaya dapat memberikan perasaan tenang pada pasien apabila
memungkinkan. (scribd.com)
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah ( albumin dan globulin ) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi ( terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu ), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
4. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan
penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun
pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter
bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan ( bledding time ) dan
masa pembekuan ( clotting time ) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah,
dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
8. Manajemen Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999)
meliputi :
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3) Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas / DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
4) Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker /
terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ;
Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol ( risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi ).
1. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah
atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya
yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk
mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
1. klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat
stress.
2. klien mampu mempertahankan penampilan peran.
3. klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
4. klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
5. tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
1. pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
2. memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
3. menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
Rasional : faktor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
2. Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap
perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat
pasien.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi
keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
1. pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
2. pasien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan
dengan perawatan setelah rawat inap.
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar
dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
1. mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
2. menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
3. mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.