Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PRE OPERASI SISTEM PERNAFASAN

1. KLASIFIKASI PENYAKIT PADA PERNAFASAN


a) Klien dengan infeksi dan inflamasi sistem pernafasan :
1. Tuberkolusis Paru
2. Pneumonia
3. Abses paru
4. Bronkhitis
b) Klien dengan gangguan pleura :
1. Efusi pleura
2. Pneumothoraks
3. Empiema
4. Hematothoraks
c) Klien dengan gangguan jalan nafas :
1. Penyakit Paru Obstruktif Menahun
2. Emfisema
3. Asma Bronkhial
4. Status Asmatikus
5. Bronkhiektasis
d) Klien dengan keganasan sistem pernafasan :
1. Karsinoma Bronkhogenik
2. Karsinoma Mediastinum
e) Klien dengan gangguan pernafasan :
1. Gagal Nafas
2. Adult Respiratory Distress Syndrome
3. Penyakit Jantung – Paru ( Kor Pulmonal )
4. Embolisme Paru

2. FAKTOR – FAKTOR
Faktor yang mempengaruhi respirasi
1. Efek Ketinggian ( Altitude )
Pada tempat yang tinggi biasanya tekanan parsial oksigen ( PO2 ) turun,
darah dalam arteri di bawah tekanan parsial oksigen arteri ( PaO2 ), sehingga
terjadi peningkatan laju dan ke dalaman respiratori.

2. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas terjadi dilatasi ( pelebaran ) pembuluh darah
perifer, hal ini mengakibatkan darah mengalir ke kulit sehingga akan
meningkatkan jumlah kehilangan panas dari permukaan tubuh.

3. Emosi
Kerja dari jantung dipengaruhi oleh pusat tertinggi dari serebrum melalui
hipotalamus, dimana terdapat pusat stimulasi jantung ( cardioinhibitory dan
cardioaccelerator ) di medula. Jarak motorik dari pusat tersebut dibawa oleh
impuls kepada neuron simpatis dan parasimpatis, yang kemudian ditransmisikan
ke jantung.

4. Aktivitas dan Istirahat


Latihan / kegiatan akan meningkatkan laju respirasi dan menyebabkan
peningkatan suplai serta kebutuhan oksigen dalam tubuh.

5. Kesehatan
Pada seseorang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan pernafasan secara
normal menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada penyakit sistem
kardiovaskuler, hal ini sering kali berdampak terhadap pengangkutan oksigen ke
sel tubuh, sedamgkan penyakit sistem pernafasan dapat memengaruhi oksigenasi
dalam darah. Pada kedua kasus tadi, hipoksemia dapat timbul.

6. Gaya Hidup
Klien yang merokok atau terpapar polusi udara akan dapat
mengindikasikan adanya gangguan paru – paru.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi penyakit paru dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut. (Irman Somantri, 2009,
hlm.21)
1. Metode morfologis : radiologi, bronkoskopi, dan pemeriksaan biopsi sputum
( dahak ).
2. Metode fisiologis : pengukuran gas darah dan tes – tes fungsi ventilasi.

Metode Morfologis
1) Radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat
bersinar - sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh -
pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X
dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat
pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang ( termasuk iga, sternum dan
vertebra ) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi.

Gambar 2 : Chest X-Ray ; Sumber : meddean.luc.edu


2) Bronkoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea
dan cabang - cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk
memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan
untuk mengangkat benda asing.

Gambar 3 : Bronchoscope ; Sumber : asiancancer.com

3) Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah
jaringan yang diperoleh dari saluran pernafasan bagian atas dan bawah dengan
menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop.
Manfaat utama biopsi paru – paru terutama berkaitan dengan penyakit paru –
paru difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.

4) Pemeriksaan sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernafasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab
pada berbagai pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta berbagai jenis infeksi
jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam
mendiagnosis karsinoma paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum
adalah setelah bangun tidur, karena sekresi abnormal bronkus cenderung
untuk berkumpul pada waktu tidur.

Metode Fisiologis
1) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien - pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam
tubuh, kadar oksigenasi dalam darah, kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “
ASTRUP ”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah
arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, Arteri brachialis, dan
Arteri Femoralis.

Tes Rentang Normal Dewasa


PaO2 80 – 100 mmHg
PaCO2 35 – 45 mmHg
pH 7,35 – 7,45
HCO3 21 – 28 mEq/L
SaO2 95% - 100%
Sumber : Perry dan Potter, 2001

2) Tes Fungsi Paru


Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit
yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume
yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi
sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer
atau spirometri, sedang hasil rekamannya disebut dengan spirogram.
(www.duniaalatkedokteran.com)
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan
ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal
pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-
rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk
sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif
dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% ( 150 ml )
menetap di ruang rugi ( anatomic dead spac e).
Volume total udara yang ditukarkan dalam satu menit disebut dengan
minute volume of respiration ( MVR ) atau juga biasa disebut menit ventilasi.
MVR ini didapatkan dari hasil kali antara volume tidal dan frekuensi
pernapasan normal permenit. Rata - rata MVR dari 500 ml volume tidal
sebanyak 12 kali pernapasan permenit adalah 6000 ml / menit.
Volume pernapasan yang melebihi volume tidal 500 ml dapat diperoleh
dengan mengambil nafas lebih dalam lagi. Penambahan udara ini biasa
disebut volume cadangan inspirasi ( Inspiratory reserve volume ) sebesar 3100
ml dari volume tidal sebelumnya, sehingga volume tidal totalnya sebesar 3600
ml.
Meskipun paru dalam keadaan kosong setelah fase ekspirasi maksimal,
akan tetapi sesungguhnya paru - paru masih memiliki udara sisa yang disebut
dengan volume residu yang mempertahankan paru - paru dari keadaan
kollaps, besarnya volume residu sekitar 1200 ml.

4. PENGOBATAN
Agen farmakologi untuk penyakit saluran pernafasan ( Irman Somantri, 2009, hlm. 33
)
1) Antimikrobial ( Antibiotik )
Biasanya Ampicillin dan Tetracycline dapat digunakan untuk mengobati
infeksi paru. Meskipun begitu penyebab yang sering pada infeksi saluran
pernafasan adalah virus. Pengobatan untuk infeksi virus bersifat simptomatik.

2) Bronkodilator
Bekerja langsung pada otot bronkus untuk mengurangi bronkospasme.
Biasanya dibedakan menjadi dua grup yaitu sebagai berikut.
 Β-adrenergik, seperti Albuterol ( Ventolin ).
 Theophyline, seperti Aminophyline.
Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan denyut jantung (
heart rate ), palpitasi, nervousness, tremor, mual ( nausea ) dan anoreksia.

3) Adrenal Glukokortikoid ( Prednison )


Digunakan untuk mengurangi inflamasi, dengan cara mempertebal dinding
bronkial dan menurunkan ukuran dari lumen bronkial.

4) Antitusif
Berfungsi untuk menghambat refleks batuk pada pusat batuk. Seperti Benzinatate
( Tessalon ), Codein Phosphate, Dextrometorphan Hydrobromida ( Robitusin
DM ), dan Hydrocodone Bitartrate ( Hycodan ).

5) Mukolitik
Membantu mengencerkan sekresi pulmonal agar dapat diekspektorasikan. Obat
ini diberikan kepada klien dengan sekresi mukus yang abnormal, kental pada
penyakit akut dan kronis seperti pneumonia, brokitis, tuberkulosis serta kistik
fibrosis. Acetilcystein ( Mucomyst ) berbentuk aerosol dapat digunakan untuk
mengurangi kekentalan dari sekresi.

6) Antialergenik
Cromolyn Sodium ( Intal ) merupakan antialergen yang khusus untuk klien
dengan asma. Obat ini mampu menstabilkan mast sel serta menghambat
pelepasan mediator tipe I dari reaksi alergi ( histamin dan Slow – Reacting
Substance of Anaphylaxis – SRS – A ).

7) Vasokonstriktor dan Dekongestan


Pengobatan ini diberikan dengan beberapa cara, yaitu topikal, parenteral, dan oral.
Contoh dekongestan adalah Ephedrine Sulfate dan Phenylephrine Hydrochloride.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Terapi Oksigen ( Irman Somantri, 2009 )
Oksigen tambahan diberikan untuk beberapa klien yang mengalami hipoksemia.
Jika hipoksemia teratasi, maka hipoksia akan dapat dicegah.
Terdapat tiga indikasi utama untuk pemberian oksigen yaitu sebagai berikut :
a) Menurunnya arterial blood oxygen.
b) Meningkatnya kerja nafas.
c) Kebutuhan untuk menurunkan kerja miokardial.
2) Fisioterapi Dada
Terdiri atas postural drainase, perkusi dada, dan vibrasi dada. Biasanya ketiga
metode ini digunakan pada posisi yang berbeda diikuti dengan nafas dalam dan
batuk.
3) Inhalasi Nebulizer
Alat bantu pernapasan yang dapat digunakan sebagai terapi untuk mengencerkan
dahak dengan pengasapan ( terapi uap ).
4) Pemberian pengobatan sesuai indikasi.
5) Dukungan Nutrisi sesuai kebutuhan.

6. KOMPLIKASI
Meskipun secara umum terapi oksigen ini aman digunakan, tetapi terdapat
beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian oksigen tambahan
seperti berikut ini. (Irman Somantri, 2009)
a) Oxygen – induced Hypoventilation.
b) Oxygen Toxicity.
c) Atelektasis.
d) Occular Damage.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PRE OPERASI

1. Pengertian Pre Operasi


Preoperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah
( preoperatif ), bedah ( intraoperatif ), pascaoperatif ( postoperatif ).Prabedah merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan
dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intra bedah merupakan masa pembedahan yang
dimulai sejak ditransfer kemeja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Pasca bedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien
memasuki ruang dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. (scribd.com)

2. Pengkajian psikososial 
  Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat menemukan
kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung selama pengalaman pembedahan.
Tidak diragukan lagi pasien yang mengalami pembedahan ini dilingkupi oleh kecemasan,
termasuk ketakutan akan ketidaktahuan dan lain sebagainya. Akibatnya, perawat harus
memberikan dorongan untuk pengungkapan, dan harus mendengarkan, memahami, dan
memberikan i n f o r m a s i y a n g m e m b a n t u m e n y in g k I r k a n k e k h a w a t I r a n tersebut.
Untuk pasien pre operatif berbagai kecemasan yang cukup besar cemas dan takut
terhadap anastesia, takut terhadap rasa nyeri dan kematian atau ancamanlain yang dapat
menimbulkan ketidak tenangan dan ansietas berat.Pe r a w a t d a p a t melakukan banyak hal untuk
menghilangkan kekhawatiran itu supaya dapat memberikan perasaan tenang pada pasien apabila
memungkinkan. (scribd.com)

3. Pengkajian fisik umum


  Sebelum pengobatan dimulai, riwayat kesehatan dikumpulkan dan pemeriksaan fisik
dilakukan, selama pemeriksaan fisik tersebut, tanda-tanda vital di catat dan data dasar ditegakan
untuk pembandingan dimasa yang datang, pemeriksaan diagnostik dilakukan seperti Analisis
Gas Darah ( AGD ), pemeriksaan rontgen, endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan
urin, perawat berada dalam posisi untuk membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan
diagnostic adalah suatu kesempatan selama pemeriksaan fisik untuk memperhatikan temuan fisik
yang signifikan, seperti decubitus, edema, atau bunyinafas yang ab n o r m a l, yang lebih jauh
menggambarkan k o n d i s i k e s e l u r u h a n pasien.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika,
status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain - lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks
sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan
bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah ( albumin dan globulin ) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi ( terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu ), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (
normal : 135 -145 mmol/l ), kadar kalium serum ( normal : 3,5 - 5 mmol/l ) dan kadar
kreatinin serum ( 0,70 - 1,50 mg/dl ). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat
dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat - obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri / anuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

4) Kebersihan lambung dan kolon


Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema / lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam ( biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB ).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
( masuknya cairan lambung ke paru-paru ) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada
pasien yang menbutuhkan operasi CITO ( segera ), seperti pada pasien kecelakaan lalu
lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT ( naso
gastric tube ).

5) Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu / menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran ( scheren ) harus dilakukan dengan hati - hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin ( pubis ) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi,
herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur,
hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga
dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.

8) Latihan Pra Operasi


Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.

Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :


a) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan
melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut
ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
 Letakkan tangan diatas perut
 Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat.
 Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
 Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
 Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.

b) Latihan Batuk Efektif


Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan
alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk
mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk
efektif dengan cara :
 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari - jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
 Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam ( 3-5 kali )
 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak
berbahaya terhadap incisi.
 Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
 Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.

c) Latihan Gerak Sendi


Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan
segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut / flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range
of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara
pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri.

4. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan
penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun
pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter
bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan ( bledding time ) dan
masa pembekuan ( clotting time ) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah,
dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

5. Pemeriksaan Status Anastesi


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien
akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan
dengan menggunakan metode ASA ( American Society of Anasthesiologist ). Pemeriksaan
ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.

6. Persiapan Mental / Psikis


Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan
ketakutan antara lain :Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat
sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi
dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus
ditunda. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain :
 Takut nyeri setelah pembedahan.
 Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
( body image ).
 Takut keganasan ( bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti ).
 Takut / cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
 Takut / ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
 Takut mati saat dibius / tidak sadar lagi.
 Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan - perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan,
gerakan - gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.
Disamping itu perawat perlu mengkaji hal - hal yang bisa digunakan untuk membantu
pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang
terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung / support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal - hal
yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
1) Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan / alasan tindakan operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang.
2) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi / kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur ( pre, intra, post operasi )
Pengetahuan tentang latihan - latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa
hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti
telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari / minggu yang
lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga / orang terdekat pasien.Persiapan mental
dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan
keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan
kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai
cara:
1) Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum
operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan
dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
2) Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih
siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
3) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai
dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika
pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan
dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik
4) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
5) Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena
pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
6) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan
diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
7) Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang.
Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di
ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

7. Obat – Obatan Pre Medikasi


Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat - obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat – obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis
yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1 - 2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca bedah 2 - 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain -
lain sesuai indikasi pasien.

8. Manajemen Keperawatan

1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999)
meliputi :
1)      Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2)      Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3)      Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas / DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
4)      Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5)      Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker /
terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ;
Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6)      Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol ( risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi ).

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006)
meliputi :
1.      Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti,
krisis situasi atau krisis maturasi.
2.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan,
factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
3.      Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4.      Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks, hospitalisasi /
perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
5.      Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit / prognosis ( misalnya kanker ),
ketidakberdayaan.
6.      Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan
saraf / otot, dan nyeri.

3.      INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan

Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif adalah :

1.      Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah
atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya
yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk
mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil : 
1. klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat
stress.
2. klien mampu mempertahankan penampilan peran.
3. klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
4. klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
5. tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1.      Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
2.      Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.
3.      Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
4.      Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan
yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
5.      Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam
keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi
masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan
orang lain atas kemampuannya.
6.      Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
7.      Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8.      Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2.      Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil : 
1. pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
2. memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
3. menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1.      Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
Rasional : faktor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
2.      Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
3.      Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap
perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
4.      Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat
pasien.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.

3.      Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang


tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau
ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : 
1. pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
2. mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang
efektif.
3. menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
4. berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1.      Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan
pemberi pelayanan kesehatan.
Rasional : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
2.      Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasional : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya,
memudahkan intervensi
3.      Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas.
Rasional : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat
ini.
4.      Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
5.      Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan
emosional untuk pasien dan keluarga.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi
kecemasan.

4.      Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi
keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil : 
1. pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
2. pasien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan
dengan perawatan setelah rawat inap.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1.      Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2.      Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
3.      Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang
digunakan.
Rasional : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
4.      Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada
anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
Rasional : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.

5.      Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar
dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : 
1. mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
2. menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
3. mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1.      Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2.      Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
Rasional : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
3.      Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
4.      Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan
yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
6.      Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan
fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : 
1. penampilan yang seimbang..
2. melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
a.       0 = mandiri penuh
b.      1 = memerlukan alat Bantu.
c.       2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
d.      3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
e.       4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


1.      Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2.      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3.      Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4.      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5.      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4.      EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre
Operasi Respirasi adalah :
1)      Ansietas berkurang/terkontrol.
2)      Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3)      Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4)      Pasien dan keluarga memahami perubahan - perubahan dalam peran keluarga.
5)      Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6)      Pasien akan menunjukkan tingkat Respirasi yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai