Anda di halaman 1dari 9

Hubungan Paritas dan Kehamian Kembar Terhadap Kejadian Letak Sungsang

di RSKDIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2018

Kehamilan adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang
kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan
bertambah. Peningkatan angka kematian ibu hamil setiap tahun terus meningkat saat
persalianan terutama di Negara berkembang.
Di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah adalah AKI (Angka Kematian Ibu) yang
cukup besar 118.62/100.000 kelahiran dan terjadi 44 kasus sungsang di Surakarta.
Banyak dilakukan penelitian seperti hubungan antara paritas ibu hamil dengan
kejadian sungsang menunjukkan bahwa 3,84 dari nilai hitung terdapat hubungan
antara paritas dengan letak sungsang. Letak sungsang dapat mempengaruhi proses
persalinan, jika tidak dilaukan persalinan segera kemungkinan janin tak terselamatkan.
Untuk mencegahnya, persalinan dapat dilakukan dengan cara seksio sesaria (SC) dan
bersiap siaga adalah hal penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin, namun dimulai sejak masa kehamilan dengan melakukan antenatal care yang
baik.
Data dari rekam medic RSKDIA Siti Fatimah Makassar 2017 terdapat 79
orang dengan kehamilan sungsang dari 1.256 ibu hamil, dan di tahun Mei 2018
terdapat 35 orang dari 396 ibu hamil. Kehamilan dengan letak sungsang akan
memberikan prognosa yang buruk pada persalinan karena akan meningkatkan
komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi yang terjadi pada janinnya itu
menimbulkan after coming head, sufokasi/aspirasi, asfiksia, trauma intrakranial,
fraktur/dislokasi, paralisa nervus brachialis. Sedangkan komplikasi yang akan terjadi
pada ibu adalah perdarahan, trauma jalan lahir, dan infeksi.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode analitik (Cross Sectional Study) untuk
mengetahui hubungan paritas dengan sungsang yang dilakukan RSKDIA Siti Fatimah
Makassar pada bulan Januari-Mei 2018 sebanyak 396 orang,pengambilan sampel
dengan Simple Random Sampling secara acak dari 396 populasi yang diambil 80
orang yang dijadikan sampel. Pengumpulan data dari rekam medic, pengolahan data
dilakukan dengan program komputerisasi dengan analisa data univariat dan bivariat
dengan nilai alfa sebesar 0,05 (95%).
Pembahasan
Dari hasil penelitian, paritas ibu dengan resiko tinggi ≥3 yang mengalami
kehamilan letak sungsang sebanyak 7 orang dan yang tida mengalami sungsang
sebanyak 17 orang. Sedangkan paritas ibu dengan risiko rendah 1-2 yang mengalami
kehamilan letak sungsang sebanyak 49 orang dan yang tidak mengalami kehamilan
letak sungsang sebanyak 7 orang. Paritas yang tinggi merupakan salah satu faktor
risiko tinggi karena kehamilan yang berulang akan menyebabkan rahim tidak sehat.
Dalam hal ini kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah
dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin. Ibu yang mempunyai
anak <3 (paritas rendah) dapat dikategorikan pemeriksaan kehamilan dengan kategori
baik.Hal ini dikarenakan ibu paritas rendah lebih mempunyai keinginan yang besar
untuk memeriksakan kehamilannya, karena bagi ibu paritas rendah kehamilannya ini
merupakan sesuatu yang sangat diharapkannya. Sehingga mereka sangat menjaga
kehamilannya tersebut dengan cara melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin
demi menjaga kesehatan kesehatan janinnya.
Dari penelitian 80 orang, terdapat 59 orang yang memiliki jumlah paritas 1-2
berisiko rendah terkena kehamilan sungsang dan 21 orang yang memiliki jumlah
paritas ≤ 3 paritas memiliki resiko tinggi kehamilan sungsang di RSKDIA Siti Fatimah
Makassar. Selain jumlah kehamilan di RSKDIA Siti Fatimah Makassar juga
dipengaruhi oleh status pendidikan ibu. Dimana sebagian (50,1%) ibu hamil di
RSKDIA Siti Fatimah Makassar bependidikan menengah. Pendidikan sangat berkaitan
dengan pengetahuan seseorang, ketika pendidikannya tinggi maka makin mudah
dalam memperoleh dan menerima informasi khususnya dalam hal
kesehatan.Pengetahuan dalam hal ini bisa mempengaruhi tingkah laku seseorang
dalam menjalani kehidupan.Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat
kemampuan dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi
akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang dan tidak
lebih dari 3 orang. Hal tersebut yang mendasari ibu hamil di RSKDIA Siti Fatimah
Makassar memiliki anak lebih dari satu dan tidak lebih dari tiga.
Dari hasil penelitian menunjukkan analisis hubungan antara kehamilan kembar
dengan letak sungsang. Dari 80 orang kehamilan.Terdapat ibu dengan kehamilan
kembar yang terdiagnosa letak sungsang 8 orang (10%), dan terdapat 27 orang ibu
hamil dengan letak sungsang yang tidak mengalami kehamilan kembar, sedangkan ibu
yang tidak mengalami letak sungsang 45 orang (100%) Kehamilan kembar adalah
kondisi saat dalam satu proses kehamilan terdapat dua bayi atau lebih yang dikandung.
Hal ini terjadi sebab adanya pembuahan ganda.
Meskipun uterus mengalami pembesaran dan memiliki distensi, janin tetap memiliki
mobilitas yang lebih sedikit dari seharusnya.Kedua janin tersebut dapat saling
menghambat gerakan masing-masing yang dapat menyebabkan terjadinya
malpresentasi, terutama pada janin kembar yang kedua.Setelah pelahiran bayi pertama,
presentasi kembar kedua dapat berubah. Terdapat ibu dengan kehamilan kembar yang
terdiagnosa letak sungsang 4 orang (5%), dan terdapat 76 orang ibu hamil dengan
letak sungsang yang tidak mengalami kehamilan kembar.
Sedangkan hasil penelitian di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dari 757 terdapat
39 orang sampel, dominan kehamilan kembar dengan risiko tinggi tidak dapat
mengalami kejadian letak sungsang dengan nilai P(0,54). Hasil penelitian ini yang
menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan letak sungsang meliputi
hidramnion, prematuritas, kehamilan kembar, placenta previa, panggul sempit,
panggul sempit, hidrosefalus, dan janin besar.
TERAPHY PRAKTIK PERAWATAN PAYUDARA DENGAN
KEJADIAN MASTITIS PADA IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS
KALIWUNGU KABUPATEN KUDUS TAHUN 2015

Kasus mastitis bervariasi dan dari sedikit sampai 30% wanita menyusui, tapi
biasanya 10% mastitis sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca persalinan
dan kebanyakan kasus terjadi dalam 12 minggu pertama mastitis dapat terjadi juga
pada masa laktasi. Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 12-35
% pada ibu yang puting susunya pecah-pecah dan tidak di obati dengan antibiotik.
Namun bila minum obat antibiotik pada saat putting susunya bermasalah kemungkinan
untuk terkena mastitis hanya sekitar 5 % saja. Masalah payudara yang sering terjadi
pada masa nifas sebenarnya dapat dicegah dengan dilakukannya perawatan payudara
sebelum dan setelah melahirkan. Dilakukan survey di Desa Bandengan pada 10 ibu
nifas. Dari pertanyaan di atas, 6 responden ( 60 %) ibu menyusui dan ibu nifas
mengalami tanda-tanda mastitis, dan 4 responden (40 %) ibu menyusui dan ibu nifas
lainnya tidak mengalami tanda-tanda mastitis.
METODE PENELITIAN

 Pengurutan payudara
 Pengompresan
payudara
 Pengosongan payudara Kejadian
 Perawatan puting susu Mastitis

Variabel Penelitian
 Variabel independent / variabel bebas / variabel yang mempengaruhi yaitu praktik
perawatan payudara.
 Variabel dependent / variabel tidak bebas / variabel yang terpengaruh oleh variabel
lain yaitu kejadian mastitis pada masa nifas.
Penelitian bersifat backwardlooking (melihat kejadian ke belakang), yaitu
kejadian mastitis. Pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang terjadi, dalam
penelitian retrispektif dari dependent variables ( variable berpengaruh ). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang berada diwilayah Kaliwungu
sejumlah 234 orang, dan sampel yang diambil dari penelitian diambil dari 20% dari
total populasi. 77 sampel ibu nifas yang menyusui.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Ibu nifas pada tahun 2015
b. Ibu yang pernah menyusui.
c. Ibu yang nifas di wilayah puskesmas kaliwungu kabupaten kudus.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data primer
Data yang diambil berdasarkan penelitian langsung pada responden meliputi
identitas, praktik perawatan payudara dan kejadian mastitis pada masa nifas tahun
2015.
2) Data sekunder
Data tersebut peneliti peroleh dari puskesmas kaliwungu kab kudus
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kecamatan Kaliwungu terdiri dari 2 Puskesmas, yaitu Puskesmas Kaliwungu dan
Puskesmas Sidorekso. Wilayah Puskesmas Kaliwungu terdiri atas cakupan 9 desa.
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga merupakan
beban dalam pembangunan kesehatan, karenanya pembangunan diarahkan kepada
peningkatan kualitas hidup dan kesehatan.
B. Analisa Univariat
1. Frekuensi Pemberian ASI di Kabupaten Kudus Tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan kejadian mastitis di Wilayah
Puskesmas Kaliwungudengan kategori mastitis berat sebanyak 11 responden
(19,1%) dan mastitis sedang sebanyak 26 responden (30%).
C. Analisa Bivariat
1) Frekuensi Pemberian Praktik Perawatan payudara dengan Kejadian Mastitis di
Wilayah Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kudus Tahun 2015
PEMBAHASAN
Penelitian mengenai hubungan frekuensi pemberian Praktik Perawatan payudara
dengan kejadian mastitis di Wilayah Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kudus Tahun
2015 akan dibahas meliputi :
A. Frekuensi Pemberian Praktik Perawatan payudara
Dari 77 responden, frekuensi pemberian ASI di Wilayah Puskesmas
Kaliwungudengan kategori tidak diberikan sebanyak 11 responden (30,8%), yang
diberikan sebanyak 66 responden (70,2%)
B. Kejadian Mastitis
Dari 77 responden, kejadian mastitis di Wilayah Puskesmas Kaliwungudengan
kategori mastitis berat sebanyak 11 responden (11%) dan mastitis sedang sebanyak
26 responden (27%). Berdasarkan teori di atas dan dari hasil penelitian kejadian
mastitis di Wilayah Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kudus Tahun 2015
menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian mastitis yang dialami ibu adalah
sedang.
C. Hubungan frekuensi pemberian Praktik Perawatan payudara dengan kejadian
mastitis di Wilayah Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kudus Tahun 2015
Dari 77 responden, frekuensi pemberian Praktik Perawatan payudara dengan
kejadian mastitis di Wilayah Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kudus sebagai
berikut, frekuensi pemberian ASI dengan kategori tidak diberikan dengan kejadian
mastitis berat sebanyak 9 responden , dengan kejadian mastitis sedang sebanyak 2
responden. Frekuensi pemberian ASI dengan kategori diberikan dengan kejadian
mastitis berat sebanyak 0 responden (0%), dengan kejadian mastitis sedang
sebanyak 2 responden.
USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI

Mioma uteri merupakan suatu tumor Mioma uteri merupakan suatu tumor
uterus jinak yang tidak berkapsul dan berbatas tegas, berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya, pertumbuhan tumor jinak dari sel-sel polos imatur
yang namanya diberikan sesuai dengan lokasinya di uterus. Dikenal juga istilah
fibromioma, leiomioma atau pun fibroid. Kejadian mioma uteri sebesar 20-40%
ditemukan pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun.
Kanker serviks adalah penyakit urutan kedua di Indonesia sebesar 2,39-11,7%.
Provinsi Riau tahun 2004, mioma uteri pada urutan kelima dari 10 penyakit
Ginekologi. Penyebab AKI (Angka Kematian Ibu) karena mioma uteri, pada tahun
2010 sebanyak 2010 dan 2011 naik. Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum
diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu
teori stimulasi, estrogen sebagai faktor indicator. Teori Cellnest atau Genitoblas, yaitu
mioma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest.
Faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah usia penderita, hormone
endogen, riwayat keluarga, IMT (Indeks Massa Tubuh), Diet, kehamilan, paritas
kebiasaan merokok. Mioma banyak menyerang wanita berkulit hitam dan 27% pada
wanita usia 25 tahun, kecil kemungkinan terjadi saat sebelum menars dan setelah
menopause hanya berkisar 10%. Kejadian kasus mioma di RSUD Abdul Moeloek
Bandar Lampung pada tahun 2010 kejadian mioma uteri 2010-2013 selalu naik dan
berada di urutan ketiga penyakit ginekologi.
METODE
Penelitian yang dilakukan dengan analitik case control. Pada peneltian ini akan
dianalisis ada tidaknya hubungan usia penderita dan paritas dengan mioma uteri.
Populasinya adalah wanita penderita penyakit ginekologi. Hakikat dari pengambilan
sampel seacara acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Jenis data yang
digunakan dokumen yang memenuhi syarat sebagai alat penelitian seperti rekam
medic. Pengambilan sampel control dari yang tidak berpasangan yang dilakukan
dengan Editing Coding dan Cleaning, dan analisis yang digunakan adalah analisis
univariat dan bivariat.
HASIL
Banyak responden adalah SD yaitu sebanyak 60,3 % dan pekerjaan terbanyak
responden adalah ibu rumah tangga 82,8%. Sebanyak 79,3% responden usia beresiko
20-50 tahun, responden mioma uteri paritas beresiko sebanyak 37,9%. Kelompok yang
tak terdiagnosa mioma utei sebanyak 20,7 %. Hasil analisis brivat hubungan antara
usia dengan mioma uteri sebanyak 65,7% dan kelompok tak terdiagnosa mioma uteri
sebanyak 34,3%.
PEMBAHASAN
Hubungan Usia Dengan Kejadian Mioma Uteri
hasil analisis hubungan antara usia dengan mioma uteri diperoleh bahwa yang
terdiagnosa mioma uteri sebanyak 65,7%, sedangkan pada kelompok yang tidak
terdiagnosa mioma uteri sebanyak 34,3%. Hubungan yang signifikan antara usia
dengan kejadian mioma uteri di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung. Frekuensi
kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu 25%, jarang
ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum
menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun
pada usia menopause.
Penderita mioma uteri yang terjadi pada usia tidak beresiko yaitu sebanyak 26,1% dan
bukan mioma uteri pada usia beresiko kejadiannya tidak begitu mencolok sebesar
34,3%. Hal ini karena mioma uteri tumbuh disebabkan karena stimulasi hormone
estrogen. Hormone estrogen dieksresikan oleh ovarium mulai pada saat pubertas
berangsur-angsur meningkat dan akan mengalami penurunan bahkan tidak berproduksi
lagi setelah usia menopause. Dalam penelitian, mioma uteri terjadi pada wanita
berusia lebih dari 30 tahun, tetapi bisa juga tumbuh pada wanita usia berapapun.
Peningkatan risiko mioma pada usia lebih dari 30 tahun, terkait dengan stimulant
hormone estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang mengalami peningkatan pada
usia reproduksi. Mioma uteri umumnya tumbuh tanpa gejala.
Hubungan Paritas Dengan Kejadian Mioma Uteri
Hasil analisis hubungan antara Paritas dengan mioma uteri diperoleh bahwa yang
terdiagnosa mioma uteri sebanyak 64,7% dan kelompok yang terdiagnosa sebanyak
35,3%. Mioma uteri lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang
subur. Semakin meningkatnya jumlah kehamilan maka akan menurunkan insidensi
mioma uteri. Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk
terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil
atau 1 kali hamil.
Penelitian yang dilakukan sejalan dengan teori yang terjadinya mioma uteri. Wanita
yang beresiko tinggi lebih sering dan rutin memeriksakan diri terutama pada pasangan
yang belum memiliki anak. Karena salah satu dampak dari mioma dapat menyebabkan
seorang seorang wanita mengalami infertilitas.

Anda mungkin juga menyukai