1.1 Latar belakang
Asidi-alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa. Secara
sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH diatas 7 sedangkan basa merupakan
larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut memiliki kekuatan
yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama, akan didapat larutan yang
memiliki pH netral.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari larutan standar
sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara pembakuan. Yang
dubantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang konsentrasinya dapat diketehui
secara langsung dari hasil penimbangan, yang ditambahkan indikator pH sebagai penentu
tingkat keasaman suatu larutan.
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam kimia
dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi, kedokteran dan
pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut asidimetri-alkalimetri.
Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri
menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses
atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang
menyangkut asam dan basa.
Asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk beberapa larutan. Oleh karena itu praktikum
ini dilakukan agar dapat memahami konsep adisi-alkalimetri serta mengetahui konsentrasi
larutan yang dianalisa.
1.2 Tujuan percobaan
- Mengetahui konsentrasi NaOH standar
- Mengetahui konsentrasi CH3COOH perdagangan
- Mengetahui volume titran (C2H2O4) untuk menetralkan NaOH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan
garam.
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam
air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.
Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung
dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya
ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium
hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium
hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :
Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan
elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan
sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara
kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-
proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika
sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat
kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini
dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia zaman dulu (G. Shevla, 1985).
Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau
basa. Caranya dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam.
Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan dihentikan pada saat
jumlah mol H+ setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik
ekuivalen. Cara seperti ini disebut titrasi, yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang
diperlukan untuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga analisis
volumetri, karena yang diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan volume
tertentu larutan asam (Syukri, S. 1999).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang akan dititrasi dimasukkan ke dalam gelas kimia (erlenmeyer), dengan
mengukur volumnya terlebih dulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik
ekuivalen dipakai indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi
perubahan warna itu disebut titik akhir (Syukri, S. 1999).
Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
- Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
- Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
- Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan
warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator
berubah warna disebut titik akhir.
- Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam-basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut
disebut kurva pH, atau kurva titrasi.
- KURVA TITRASI
Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH.
Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan
selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada
awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi
dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut
kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat
agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan
pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek
indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva (Khopkar, 2003).
Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan atau basa diantaranya:
Asam kuat dan basa kuat
Reaksi untuk titrasi asam kuat-basa kuat adalah
Untuk menghitung [H+] pada titik tertentu dalam titrasi, kita harus menentukan jumlah
H+ yang tetap tinggal pada titik tersebut dibagi dengan volume total larutan.
(Hardjono. 2005)
Asam kuat dan basa lemah
Meskipun istilah penetralan lazim digunakan untuk reaksi apa saja antara asam dengan
basa, tak selalu akan dihasilkan larutan yang benar-benar netral. Memang larutan netral hanya
diperoleh bila asam dan basa itu sama kuatnya.
Pada hakekatnya titrasi basa lemah dengan asam kuat dapat dipahami seperti cara kerja
sebelumnya. Yang perlu diperhatikan adalah tentang komponen utama dalam larutan dan
kemudian memutuskan apakah reaksi terjadi menuju sempurna (Keenan, dkk. 1984).
Asam lemah dan basa kuat
Reaksi dalam larutan air dari asam lemah seperti asam asetat, HC2H3O2, dengan basa kuat
NaOH dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:
Pemaparan lama :
Pemaparan baru :
Larutan natrium asetat yang dihasilkan agak bersifat basa, karena ion asetat berfungsi sebagai
basa dalam larutan air (Keenan, dkk. 1984).
Asam lemah dan basa lemah
Sebagai contoh akhir dari penetralan, perhatikan reaksi dalam larutan air dari asam asetat
yang lemah itu dengan basa lemah amonia. Larutan amonium asetat, yang dihasilkan, praktis
netral. Ini karena kuat asam ion NH4+ tepat diimbangi oleh basa kuat dari ion C2H3O2-.
Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan menghasilkan larutan
netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah.
- Indikator Asam Basa
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam
lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari
indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut
warna basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari
trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada
range pH yang berbeda (Khopkar. 2003)
Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah
dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas
(Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-
nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP,
adalah sebagai berikut :
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
4.1. Hasil Pengamatan
Perlakuan Keterangan
Asidimetri
- Didapat 0,05075 N
Alkalimetri
- Didapat 0,155 N
4.2. Reaksi-reaksi
4.2.1. Naoh + Indikator PP
4.2.2. Asam oksalat Indikator PP
4.3. Perhitungan
4.1. Pembahasan
Titrasi merupakan cara reaksi netralisasi yang dipakai untuk menetukan konsentrasi
larutan asam atau basa dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan
asam.
Titik ketika melakukan titrasi dimana titrasi yang diteteskan cukup untuk membuat
reaksi yang sempurna yang disebut titik equivalen yang ditandai oleh perubahan warna pada
indikator. Titik akhir titrasi merupakan titk pada saat indikator berubah warna.
Larutan standar primer adalah larutan yang kadarnya dapat diketahui secara langsung
dari hasil penimbangan. Contohnya K2Cr2O7 dan Na2B4O7. Syarat-syarat larutan standar
primer adalah
5.2 Saran
Dalam percobaan sebaiknya ditambah titrasi asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa
lemah sehingga dapat diketahui perbandingannya.
DAFTAR PUSTAKA
Kenaan, dkk. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
Keenan, W Kleinferter. 1980. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
Khopkar, S M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia
Sastrohamidjojo, Handjono. 2005. Kimia Dasar. Yogjakarta : Gajah Mada University Press
Shevla, G. 1985. Vogel Analisis Anorgami Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT.
Kalman Media Pustaka
S, Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 3. Bandung : ITB
Hardjono, S. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM