PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber pengetahuan Islam. Hadits ( )الحديثsecara
harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam perkataan
dimaksud adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Namun sering kali kata
ini mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga
berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam
agama. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan
kedua pada tingkatan sumber hukum dibawah Al Qur'an. Karena
banyaknya hadits yang tersebar dan kekhawatiran para ulama Islam akan
dilupakannya hadits-hadits tersebut maka mereka membukukan hadits-
hadits tersebut.
Beberapa para ulama itu adalah: Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad,
Imam Al-Turmudzi Buku yang mereka tulispun sudah sangat popular dikalangan
masyarakat diantaranya adalah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Al-
Turmudzi dll. Buku-buku inilah yang menyebabkan sampai saat ini hadits-
hadits nabi sampai pada kita. Penyebaran hadits pun semakin dipermudah karena
adanya internet yang menyebabkan pengguna internet lebih mudah
mencari hadits yang mereka inginkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian hadist dalam islam.
2. Bagaimana macam-macam hadist dan tingkatannya dalam islam.
3. Bagaimana kriteria hadist maqbul dan mardud dalam islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Hadits secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan".
Dalam terminologi Islam 1istilah hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.
Contoh Hadist
Sedangkan Matan ialah redaksi dari hadits atau bisa di bilang isi hadits,
dari contoh sebelumnya maka matan hadits tersebut terletak setelah perkataan
1
2
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah
habis disebutkan sanadnya .
Kemudian rawi, kata rawi atau arawi, berati orang yang meriwayatkan
atau yang memberitakan hadis. Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang
merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan hadits.
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir
sama. Akan tetapi yang membedakan kedua istilah diatas ialah, jika dilihat dari
dalam dua hal yaitu : pertama, dalam hal pembukuan hadits. Orang-orang yang
menerima hadits kemudian megumpulkanya dalam suatu kitab tadwin disebut
dengan rawi. Dengan demikian perawi dapat disebutkan dengan mudawwin,
kemudian orang-orang yang menerima hadits dan hanya meyampaikan kepada
orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad.
1. Hadits Shahih
2. Hadist Hasan
a. Hadist Shahih
3
Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan
bahwa definisi hadits shahih itu adalah hadits yang lafadznya selamat dari
keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.
Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang lebih rajin daripadanya.
b. Hadits Hasan
4
Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkan
secara istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang
disebutkan berikut ini:
Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat
ingatannya, yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad
jalan datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak
punya keganjilan. At-Tirmizy dalam Al-Ilal menyebutkan tentang pengertian
hadits hasan:
Hadits yang selamat dari syuadzudz dan dari orang yang tertuduh dusta
dan diriwayatkan seperti itu dalam banyak jalan.
Jumhur ulama: Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi)
tidak begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak
terdapat ‘illat serta kejanggalan matannya.
Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada
sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan
pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai
banyak jalan) yang sepadan maknanya.
5
Hasan Li Dzatihi
Hasan Li Ghairihi
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak
nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya
sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan
periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Ringkasnya, hadits hasan li ghairihi ini asalnya adalah hadits dhaif (lemah),
namun karena ada ada mu’adhdhid, maka derajatnya naik sedikit menjadi
hasan li ghairihi. Andai kata tidak ada ‘Adhid, maka kedudukannya dhaif.
“Apakah kamu rela menyerahkan diri dan hartamu dengan hanya sepasang
sandal ini?” Perempuan itu menjawab, “Ya.” Maka nabi SAW pun
membolehkannya.
Hadits ini asalnya dhaif (lemah), karena diriwayatkan oleh Tirmizy dari
‘Ashim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amr. As-Suyuti mengatakan bahwa
6
‘Ashim ini dhaif lantaran lemah hafalannya. Namun karena ada jalur lain yang
lebih kuat, maka posisi hadits ini menjadi hasan li ghairihi.
Hadits Shahih dan Hadits Hasan ini diterima oleh para ulama untuk
menetapkan hukum (Hadits Makbul).
Bila sebuah hadits hasan li dzatihi diriwayatkan lagi dari jalan yang lain
yang kuat keadaannya, naiklah dia dari derajat hasan li dzatihi kepada derajat
shahih. Karena kekurangan yang terdapat pada sanad pertama, yaitu kurang
kuat hafalan perawinya telah hilang dengan ada sanad yang lain yang lebih
kuat, atau dengan ada beberapa sanad lain.
Hadits yang tertolak adalah hadits yang dhaif dan juga hadits palsu.
Sebenarnya hadits palsu bukan termasuk hadits, hanya sebagian orang yang
bodoh dan awam yang memasukkannya ke dalam hadits. Sedangkan hadits
dhaif memang benar sebuah hadits, hanya saja karena satu sebab tertentu, hadis
dhaif menjadi tertolak untuk dijadikan landasan aqidah dan syariah.
Hadits Dhaif yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan. Hadits Dhaif merupakan hadits
Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan
dasar hukum.
7
Penyebab Tertolak
Selain karena dua hal di atas, kedhaifan suatu hadits bisa juga terjadi
karena kelemahan pada matan. Hadits Dhaif yang disebabkan suatu sifat pada
matan ialah hadits Mauquf dan Maqthu’
8
Tetapi mereka berselisih faham tentang mempergunakan hadits dha’if
untuk menerangkan keutamaan amal, yang sering diistilahkan dengan fadhailul
a’mal, yaitu untuk targhib atau memberi semangat menggembirakan pelakunya
atau tarhib (menakuti pelanggarnya).
Senjata utama mereka yang paling sering dinampakkan adalah hadits dari
Rasulullah SAW:
“Siapa yang menceritakan sesuatu hal dari padaku padahal dia tahu bahwa
hadits itu bukan haditsku, maka orang itu salah seorang pendusta.” (HR
Bukhari Muslim)
Padahal yang benar adalah masalah keutamaan suatu amal ibadah. Jadi
kita tetap tidak boleh menetapkan sebuah ibadah yang bersifat sunnah hanya
dengan menggunakan hadits yang dhaif, melainkan kita boleh menggunakan
hadits dha’if untuk menggambarkan bahwa suatu amal itu berpahala
besar.Sedangkan setiap amal sunnah, tetap harus didasari dengan hadits yang
kuat.
9
3. Pembagian Hadits dari segi Kuantitas (Perawinya)
Hadis dari segi kuantitasnya terbagi menjadi dua yaitu :
Hadist Mutawatir
Hadist ahad
4. Hadits Mutawatir
Secara etimologi, kata mutawatir berarti Mutatabi’ (beriringan tanpa
jarak). Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan hadits yang diriwayatkan
oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil mereka
akan sepakat untuk berdusta.
10
Dalam penelitian As-Suyuthi terdapat 100 periwayatan yang
menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdoa
dalam beberapa kondisi yang berbeda, seperti dalam shalat istisqo’, pada
saat ada hujan angin ribut, dalam suatu pertempuran, dan lain-lain. Maka
disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan dalam berdoa mutawatir
melihat keseluruhan periwayatan dalam kondisi yang berbeda tersebut.
3. Mutawatir ‘Amali, yaitu amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh
Nabi Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para shahabat, kemudian
diikuti lagi oleh Tabi’in, dan seterusnya, diikuti oleh generasi sampai
sekarang. Misalnya, berita-berita yang menjelaskan tentang shalat baik
waktu dan raka’atnya, shalat jenazah, zakat, haji, dan lain-lain yang
telah menjadi ijma’ para ulama.
5. Hadits Ahad
Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata wahid berarti
“satu” jadi, karena ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai
sembilan. Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yang diriwayatkan oleh
orang perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat
untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits ahad
adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawatir.
Pembagian hadits ahad ada 3 macam, yaitu hadits, masyhur, ‘aziz, dan
gharib.
a. Hadits Masyhur
Secara bahasa, masyhur diartikan tenar, terkenal, dan menampakkan.
Dalam istilah hadits masyhur terbagi dua macam, yaitu:
1. Masyhur Ishthilahi, hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih
pada setiap tingkatan (thabaqah) pada beberapa tingkatan sanad
tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir.
2. Masyhur Ghayr Ishthilahi, hadits yang populer pada ungkapan
lisan (para ulama) tanpa ada persyaratan yang definitif. Artinya
hadits yang populer atau terkenal dikalangan golongan atau
11
kelompok orang tertentu, sekalipun jumlah periwayat dalam sanad
tidak mencapai 3 orang atau lebih.
Contoh hadits yang populer (masyhur) dikalangan ulama fikih saja:
السنَ ِد ُه َو طََرفُه
َّ أص ِل ِِ ِ ِ َُهو ما َكان
ْ َص ِل َسنَده َو
ْ ت الْغَ َرابَةُ في أ َ َ
12
Hadits yang gharabah-nya (perawi satu orang) terletak pada
pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seorang
shahabat.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits merupakan salah satu sumber pengetahuan Islam. Hadist terbagi
menjadi dua macam tingkatan yang pertama dilihat dari segi kualitas(Shahih,
Hasan dan Dhaif) dan kuantitas(Mutawatir dan Ahad). Jika dalam tingkatannya
sanad, matan,dan rawi merupakan unsur pokok yang harus ada dari tiap tiap
hadist. Karena dari ketiga unsur tersebut(sanad,matan,dan rawi) dalam
menganalisa hadist sangat diperlukan untuk mengetahui status dari hadist tersebut
apakah dapat diterima dan diterapkan atau justru dilarang.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/ulumul-
hadits/allsub/94/sanad-dan-matan-hadist.html
https://www.academia.edu/4956966/Fungsi_dan_Pengertian_Hadits
http://adamtets.blogspot.com/2011/01/pengertian-sanad-matan-dan-
rawi.html
http://www.kibar-uk.org/2011/11/14/tingkatan-dan-jenis-hadits/
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/01/pembagian-hadits-
secara-umum-hadits.html
https://www.academia.edu/8970024/Hadits_dari_Segi_Kuantitas_Pera
wi_dan_Kualitas_Sanad_dan_Matan_
http://dakwahsyariah.blogspot.com/2014/01/pembagian-hadits-
menurut-kuantitasnya.html
15