Anda di halaman 1dari 25

INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Lingkungan

Dosen Pembimbing :
Mahmudi, SHI. , MH.
Disusun oleh :
Kelompok 2

Moh Sholahuddin C05217011


Niawati Kharisma C95217028
Abdulloh Faqih C95217032

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita. Allah
yang Maha Pengasih dan Tak Pilih Kasih, Maha Penyayang yang tak pandang
sayang. Yang telah memberikan akal dan hati sebagai salah satu instrumen untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Hanya atas rahmat-Nya, penulis mampu
menyelesaikan tugas makalah ini, guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Lingkungan. Dan tak lupa shalawat serta salam tetap kita curahkan kepada sang
revolusioner dunia, pemberi syafa’at kelak di hari kiamat The Leader of World Nabi
Muhammad saw. yang telah membawa kita dari zaman kegelepan menuju terang
benderang dengan adanya agama Islam.

Penulis ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, terutama dosen


pembimbing kami Mahmudi, SHI. , MH. yang senantiasa membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini, dan teman-temanku yang selalu memberikan motivasi.
Makalah yang berjudul Instrumen Hukum Lingkungan ini, masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi susunan bahasa, isi, yang tak lain penulis masih belajar.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun
untuk kemajuan penulis kelak di masa depan terutama dari Dosen Pembimbing.

Surabaya, 25 Februari 2020


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Instrumen-Instrumen Hukum Lingkungan................................................3
B. Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2009 .....12
C. Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2004......16
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
A. Kesimpulan..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda
lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara
saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula.
Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di
sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing- masing. Sekecil apa pun usaha yang
kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi
generasi anak cucu kita kelak.1

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia terjadi akibat eksploitasi Sumber


Daya Alam (SDA) yang berlebihan dan pelanggaran peruntukan tata ruang yang
massif di berbagai daerah di Indonesia. Isu politik Lingkungan dan Ekonomi
merupakan dua kutub yang saling berlawaman. Para ahli ekonomi berkeyakinan
bahwa sumberdaya Alam diperlukan sebanyak-banyaknya untuk mengakomodasi
keperluan manusia sedangkan para pemerhati lingkungan memaknai pemanfaatan
sumber daya Alam sesuai dengan koridor dan tingkat kecukupan akan sumberdaya
sampai pada kurun waktu yang tak terhingga. Melihat permasalahan tersebut di atas,
perlu perhatian serius dari pemerintah terkait kondisi lingkungan Indonesia saat ini.2

Untuk pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup sangat kompleks dan


pemecahan masalahnya memerlukan perhatian yang bersifat komperehensif dan
menjadi tanggung jawab pemerintah didukung pertisipasi masyarakat. Di Indonesia,
pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan
menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum.3

B. Rumusan Masalah
1
pradieta , 2011 : http://pradieta-pelestarianlingkunganhidup.blogspot.com/2011/04/pengertian-lingkungan-
lingkungan-hidup.htm
2
Aries Setiawan, 2012: http://www.imahagiregion3.org/2012/10/eksploitasi-sumberdaya-alam-dalam-kaca.html -
3
Sunarso, Siswanto, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strateg Penyelesaian Sengketa. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2005)

1
1. Apa saja Instrumen-Instrumen Hukum Lingkungan?
2. Bagaimana Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2009?
3. Bagaimana Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2004?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Apa saja Instrumen-Instrumen Hukum Lingkungan.
2. Menguraikan Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2009.
3. Menguraikan Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2004.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Instrumen-Instrumen Hukum Lingkungan


Dari Prinsip-Prinsip GLOBAL Ke Prinsip-Prinsip HUKUM
Peranan dunia secara global terhadap perkembangan asas-asas pengelolaan
lingkungan dan pembangunan sangat penting artinya bagi pengembangan hukum,
baik secara internasional maupun secara nasional. Berbagai negara telah menerapkan
sistem yang dirumuskan dalam konferensi-konferensi internasional mengenai
lingkungan hidup dan mengadopsinya sebagai bagian dari sistem hukum mereka.
Konferensi-konferensi internasional tersebut adalah konferensi Lingkungan Hidup di
Stockholm (1972), di Rio de Janeiro (1992), dan di Johannesburg (2002). Prinsip-
prinsip yang dihasilkan oleh masyarakat dunia melalui forum konferensi-konferensi
tersebut akan diuraikan berikut ini.4
Prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm
Pada tanggal 5 sampai 16 Juni 1972, PBB mengorganisir masyarakat dunia guna
melakukan konferensi di Stockholm untuk membicarakan isu-isu penting mengenai
lingkungan hidup. Konferensi ini lazim disingkat dengan UNCHE 1972 (United
Nations Conference on Human Environment, 1972). Inilah konferensi internasional
yang pertama mengenai masalah-masalah lingkungan hidup, di mana hadir sebanyak
113 negara, 21 organisasi PBB, 16 organisasi antar pemerintah, dan 258 LSM
(NGOS) dari berbagai negara. Konferensi ini membahas keprihatinan terhadap
masalah-masalah lingkungan yang dirasakan semakin problematis di berbagai
belahan dunia. Di satu pihak terdapat sejumlah manusia di berbagai negara yang
menderita kemiskinan dan keterbelakangan sehingga mempengaruhi lingkungan
hidupnya, sementara di pihak lain negara-negara berpacu mengejar pembangunan dan
kemajuan, yang memaksa lingkungan hidup menjadi rusak dengan berbagai
dimensinya.5
Konferensi Stockholm menghasilkan 26 prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan,
yang terkenal dengan Deklarasi Stockholm, di samping dihasilkan pula 109
4
Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika, 1991), hlm, 52.
5
Ibid

3
Rekomendasi sebagai bagian dari Action Plan (Rencana Aksi Lingkungan). Action
Plan ini bertugas mengidentifikasi program dan kegiatan internasional yang bersifat
lintas batas dan antarmasalah, yang terdiri dari tiga bagian besar, yakni:
1. Penilaian Masalah Lingkungan (Environmental Assesment);
2. Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management); dan
3. Perangkat Pendukung (Supporting Measures),yang meliputi antara lain: hukum,
pendidikan dan latihan, informasi,kelembagaan, keuangan, bantuan teknis.
Konferensi Stockholm kemudian membentuk UNEP (United Nations Environment
Program), sebuah badan PBB yang mengurusi masalah lingkungan yang
berkedudukan di Nairobi, Kenya.1286
Prinsip-prinsip Deklarasi Rio
Dua puluh tahun setelah konferensi Stockholm, PBB kembali melakukan
konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on
Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, pada tanggal 3
sampai 14 Juni 1092, yang lebih populer dengan KIT Rio (Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio). KTT ini dihadiri oleh kurang lebih 100 Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan seluruh dunia. Hasil yang dicapai dalam KTT Rio tersebut adalah:
1. Deklarasi Rio (terdiri dari 27 Prinsip);
2. Agenda 21;
3. Konvensi tentang Perubahan Iklim;
4. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati; dan
5. Prinsip-prinsip tentang Hutan;7
KTT Rio menjawab kembali persoalan-persoalan lingkungan, yang setelah
dilangsungkannya konferensi Stockholm 1972, permasalahan-permasalahan
lingkungan menjadi semakin serius. Seperti dikatakan Emil Salim bahwa sulit
disangkal permasalahan lingkungan semakin besar, tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Pembangunan yang sudah meningkatkan
kesejahteraan Penduduk, kemudian dapat menimbulkan peristiwa yang mengancam
kehidupan berupa hujan asam, lautan yang semakin kotor, udara yang semakin
6
Ibid
7
Ibid

4
tercemar, tanah yang semakin tandus serta banyak jenis fauna dan flora yang punah.
KTT Rio dalam Preambulenya menegaskan kembali Deklarasi Stockholm 1972,
dengan program kemitraan global yang baru dan adil (a new and equitable global
partnership) dalam pergaulan masyarakat dan bangsa-bangsa, dalam upaya
melindungi integritas sistem lingkungan dan pembangunan global. Dengan penegasan
demikian berarti nilai-nilai Deklarasi Stockholm masih tetap relevan untuk masa kini,
namun perlu didukung oleh komitmen baru dengan mewujudkan kemitraan global
baru dan adil sebagaimana dihasilkan oleh KTT Rio.8
Agenda 21 merekomendasikan antara lain:
1. dibentuk prosedur secara hukum dan administrasi di tingkat nasional;
2. dibentuk prosedur secara hukum dan administrasi untuk kompensasi,
pemulihan lingkungan, dan lain-lain;
3. Adanya akses bagi individu, kelompok, dan organisasi.

WSSD Johannesburg 2002


Pada 1-5 September 2002 berlangsung KTT mengenai Pembangunan
Berkelanjutan (Worid Summit on Sustainable Development,WSSD) di Johannesburg,
Afrika Selatan. Dalam rangka persiapan-persiapan tentang WSSD tersebut, pada
bulan Juni 2002 di Bali, Indonesia, telah dilangsungkan perundingan-perundingan
Komite Persiapan (PrepCom WSSD).
Secara singkat, beberapa hasil yang dicapai dalam WSSD di Johannesburg dapat
disebutkan, yakni apa yang disebut sebagai dokumen Plan of Implementation. Plan of
Implementation terdiri dari 153 paragraf, yang secara komprehensif menyangkut
semua segi kehidupan. Ada 3 (tiga) hal pokok yang diagendakan WSSD9, yakni:
1. Pemberantasan Kemiskinan
2. Perubahan Pola Konsumsi dan Produksi
3. Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Ketiga hal ini menjadi dasar dari 10 pokok rencana pelaksanaan (action plan)
yang harus dikerjakan setiap negara. Upaya pemberantasan kemiskinan dilakukan
8
N. H. T Siahan, Hukum Lingkungan Dan Ekologi Pembangunan, (Erlangga, 2004), hlm, 23.
9
Ibid

5
dengan meningkatkan pendapatan, memberantas kelaparan, penyediaan air bersih,
pembukaan akses terhadap sumber daya produktif, kredit dan kesempatan kerja yang
melibatkan perempuan dan masyarakat tradisional, perluasan akses energi, serta
perbaikan kesehatan. Sementara perubahan pola konsumsi dan produksi dilakukan
dengan pemerataan energi, terutama yang dapat diperbarui (renewable), transportasi,
pengelolaan limbah, pengurangan konsumsi, dan perluasan penggunaan bahan baku
yang bisa didaur ulang. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam,
mensyaratkan penataan kawasan air, darat, dan udara yang benar, peraturan yang
transparan dan dilaksanakan secara konsekuen, serta pemerintahan yang accountable
dan responsible.10

ASAS-ASAS HUKUM LINGKUNGAN NASIONAL


UU No. 4 Tahun 1982
Tepat sepuluh tahun setelah berlangsungnya konferensi Lingkungan Hidup
Sedunia (UNCHE, United Nations Conference on the Human Environment, 1972,
Stockholm) negara kita berhasil merumuskan satu produk perundangan penting di
bidang lingkungan hidup. Undang-undang itu ialah UU No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH
1982).11
Adapun dasar-dasar pemikiran yang diberikan oleh UUPLH ini adalah konsep
Perpaduan prinsip-prinsip pembangunan dan lingkungan serta ekologi yang lazim
Disebut dengan Prinsip Ecodevelopment12, yang dinyatakan sebagai berikut:
a. Lingkungan hidup Indonesia adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus
Kita kembangkan berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam
Hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan manusia,
Dalam hubungannya dengan alam lingkungan, dalam hubungan manusiaDengan
Tuhan Yang Maha Esa maupun dalam kehidupan lahiriah serta Kebahagiaan
batiniah.

10
Ibid
11
Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika, 1991), hlm, 87.
12
Ibid

6
b. Sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menuju kesejahteraan harus
Dilestarikan kemampuan ekosistem secara serasi dan seimbang dengan cara
Bijaksana, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi kini
Dan mendatang.
c. Pengelolaan lingkungan berasaskan kemampuan lingkungan yang serasi dan
Seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
d. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat tercapai kehidupan
Optimal.

Perkembangan global mengenai isu lingkungan, terutama setelah


berlangsungnyaEarth Summit di Rio de Janeiro, 1992, yang lebih dikenal dengan
KTT Rio, telah Menjadi salah satu alasan mengapa UUPLH 1982 harus direvisi.
Karena bila melihat Hasil-hasil yang dicapai dalam KTT Rio, terlihat bahwa dengan
UUPLH 1982 tidak Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam rangka membuat
kebijakan pembangunan Lingkungan sesuai dengan majunya prinsip-prinsip yang
telah diadopsi dalam Rio. Setelah kurang lebih 5 tahun berlangsungnya KTT Rio,
diundangkanlah UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH 1997), pada tanggal 19 September 1997 melalui Lembaran Negara 1997 No
68, sebagai perubahan atas UUPLH 1982.13
Beberapa prinsip dari UUPLH 1982 masih digunakan sebagai asas-asas dalam
Pembangunan saat ini, namun telah diperbarui sesuai perkembangan masa kini. Dari
Berbagai Prinsip yang dikandung UUPLH 1997 14, dapat dikemukakan antara lain
seperti Berikut ini:
1. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dari UUPLH 1982:
(a) Prinsip pembangunan berwawasan lingkungan (Eco Development)
(b) Prinsip partisipatoris dari masyarakat (public participatory)
(c) Prinsip pemberlakuan analisis dampak lingkungan (environmental impact
Assesment);
Dan lain-lain yang menjadi dasar dari pengelolaan lingkungan di Indonesia pada saat
13
Ibid
14
N. H. T Siahan, Hukum Lingkungan Dan Ekologi Pembangunan, (Erlangga, 2004), hlm, 40.

7
itu, yang kemudian di kembangkan dengan uu no 4 tahun 1997 dengan prinsip-
prinsip
(a) Prinsip pembangunan berkelanjutan (ecological sustainable development)
dasarnya dari prinsip ecodevelopment
(b) Prinsip hak standing (legal standing)
(c) Prinsip gugatan perwakilan (class action)
(d) Prinsip pemberian informasi (information access)
(e) Prinsip partisipasi aktif (actively public participatory)
(f) Prinsip pengelolaan terpadu (management integration)
(g) Prinsip kemitraan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah
(h) Prinsip meminta pendapat dari masyarakat (public hearing)
(i) Prinsip pengenaan sanksi administratif, Prinsip pengauditan lingkungan
(environmental auditing)
(k) Prinsip pembentukan lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa
Keberlakuan Sebelum UUPLH.
Dalam hubungannya dengan perundang-undangan lingkungan hidup yang sudah
berlaku sebelum UKPPLH, pasal 50 (ketentuan peralihan) menentukan untuk berlaku
sepanjang tidak bertentangan. Karenanya, seperti disinggung di atas, UU sekaligus
menjadi landasan bukan saja untuk peraturan-peraturan perundangan van akan dibuat,
tetapi juga untuk perundangan yang lahir sebelumnya, baik yang dibuat setelah
kemerdekaan maupun produk-produk perundangan semasa Hindia Belanda15
Jelaslah, UUPLH mempunyai fungsi vital dan strategis juridis di bidang
lingkungan hidup. UUPLH menjadi basis Yuridis (basic Law) untuk menilai dan
menyesuaikan semua produk yang mengandung ketentuan tentang lingkungan baik
yang sudah ada (lex lata) maupun yang akan berlaku (lex feranda).
Hingga saat ini hampir semua bidang lingkungan hidup telah diatur dengan berbagai
undang-undang, yang di antaranya dapat disebut di bawah ini:
1. Hinder Ordonnantie, 1926 atau Undang-Undang Gangguan (UUG)
2. Pertanahan/Lahan (UUPA No. 5 Tahun 1960)

15
Ibid

8
3. Pertanian/Pangan:
a) Perikanan (Ordonnantie 1920 No. 396 sebagaimana diubah dengan UU No.
9 Tahun 1985)
b) Sistem Budaya Tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).
c) Pangan (UU No. 7 Tahun 1996)
4. Perlindungan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ordonnantie 1941
sebagaimana diubah dengan UU No. 5 Tahun 1990)
5. Kehutanan (UU No. 5 Tahun 1967 sebagaimana diubah dengan UU No. 41
Tahun 1999);
6. Pertambangan (UU No. 11 tahun 1967 sebagaimana diubah dengan UU No.22
Tahun 2001 tentang Minyak, Gas Bumi);
7. Transmigrasi (UU No. 3 Tahun 1972 sebagaimana diubah dengan UU No. 15
Tahun 1997)

PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINGKUNGAN


Perlunya Badan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Berkaitan dengan penyelesaian sengketa pencemaran/kerusakan lingkungan,
hingga saat ini di negara kita belum ada semacam badan The Settlement of
Environmental Disputes. Sebetulnya badan semacam ini penting, di mana tugas
khususnya adalah menyelesaikan sengketa-sengketa pencemaran/kerusakan
lingkungan dalam bentuk konsiliasi, mediasi atau arbitrasi. Badan ini harus bersifat
privat dan harus terhindar dari campur tangan pemerintah.16

Alternatif Penyelesaian Sengketa


Mekanisme penyelesaian sengketa (dispute resolution) dalam hukum lingkungan
di banyak negara, termasuk di Indonesia, kini telah berkembang khususnya di bidang
keperdataan. Perkembangan yang dimaksud di sini ialah penyelesaian sengketa tidak
lagi hanya ditangani oleh lembaga-lembaga tradisional yang ditunjuk oleh pemerintah
seperti pengadilan dan semacamnya. Di luar pengadilan kecenderungan demikian
telah mengarah kepada sebuah sistem (extra judicial settlement), dan perkembangan
16
Ibid

9
demikian telah semakin melembaga sebagai kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa telah tumbuh berbagai sistem
dan model, bukan saja hanya-melalui pengadilan, tetapi juga di luar pengadilan.
Inilah yang disebut dengan alternative dispute resolution (ADR). Istilah ADR bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bisa beragam. Ada yang menyebutnya
dengan alternatif penyelesaian sengketa (APS), ada pula yang menyebutnya dengan
penyelesaian sengketa alternatif (PSA). Bahkan ada pula yang mengistilahkan dengan
penyelesaian sengketa luar penyidikan (PLP). UU No 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyebutnya dengan istilah
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Jika disimak semua istilah ini menunjuk
kepada satu sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang ada (court).17

Class Action
Dalam Pasal 37 ayat (1) UUPLH ditentukan bahwa masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak
hukum mengenai berbagai masalah lingkungan yang merugikan masyarakat.
Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan ini disebut class action, yakni
sekelompok korban mewakili sejumlah korban lainnya untuk bertindak mengajukan
gugatan ke pengadilan atas kerugian yang diderita, yang memiliki sifat kesamaan
masalah, fakta hukum, dan tuntutan.18
Dalam gugatan secara class action terdapat dua unsur subjek penggugat. Pertama,
penggugat yang mewakili (dalam jumlah kecil), yang lazim disebut wakil kelompok
atau wakil kelas, yakni para korban yang bertindak mewakili; kedua, para korban
lainnya (dalam jumiah besar) yang diwakili, yang lazim disebut dengan anggota kelas
atau anggota kelompok. Keuntungan dari gugatan secara class action adalah
meskipun para korban umumnya bersifat masal (banyak), tetapi cukup diwakili oleh
beberapa orang dan tidak perlu harus memberikan surat kuasa satu per satu kepada
mereka yang mewakilinya. Inilah hal paling pokok yang membedakannya dengan
sistem gugatan biasa.
17
Ibid
18
Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika, 1991), hlm, 95.

10
Private Standing atau Citizen Suit
Legal standing dapat dibedakan menjadi private standing dan public standing.
Private standing atau disebut pula dengan citizen suit adalah hak warga atau
perseorangan untuk bertindak karena mengalami kerugian atas masalah hak
kepentingan umum. Misalnya P warga DKI Jakarta menggugat Q perusahaan
pembangunan rumah mewah karena menimbun (reklamasi) wilayah pantai utara
Jakarta untuk membuat areal perumahan, sehingga menimbulkan banjir dan membuat
jalan utama tidak dapat dilalui karena sering tergenang air sebagai akibat reklamasi.19
PENGATURAN DALAM KUHP
Di dalam KUHP, diatur tentang deiik-delik yang berhubungan dengan delik
lingkungan hidup. Ketentuan ini terutama dapat dilihat dalam Buku II tentang
Kejahatan, di mana Bab VII mengatur tentang Kejahatan yang Membahayakan
Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang. Sebagian dari pasal-pasal ini dapat
disebutkan di bawah ini.
Pasal 187 KUHP, yaitu dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau
banjir, maka ancaman pidananya masing-masing 1) maksimal 72 tahun penjara, jika
timbul bahaya umum bagi barang, 2) maksimal 15 tahun penjara, jika timbul bahaya
bagi nyawa orang lain, dan 3) pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun, jika timbul
bahaya tehadap nyawa dan mengakibatkan matinya orang lain.
Pasal 188 KUHP: Barang siapa karena kealpaannya, menyebabkan kebakaran,
ledakan, atau banjir diancam pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan
maksimal satu tahun, atau denda maksimal tiga ratus juta rupiah jika karenanya
timbul bahaya umum bagi barang atau bagi nyawa orang lain atau kalau
mengakibatkan matinya orang.20
Pasal 202 KUHP: 1) Barang siapa memasukkan sesuatu ke dalam sumur, pompa,
sumber ke dalam perlengkapan (inrichting) air minum untuk umum atau untuk
dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahui bahwa
karenanya air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang diancam dengan
19
Ibid
20
Ibid

11
pidana penjara maksimal 15 tahun. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
orang, maka akan dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu
tertentu maksimal 20 tahun.
Pasal 203 KUHP. 1) Barang siapa karena kealpaannya, menyebabkan barang
sesuatu dimasukkan dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air
minum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga air itu
dapat berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam pidana penjara paling
lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau kurungan paling
lama satu tahun.
Melihat ancaman-ancaman pidana KUHP yang ditentukan melalui pasal-pasai di
atas jelaslah kelihatan adanya ketidaksinkronan atau ketidakserasian dengan UUPLH
1997. PasaI-pasal KUHP di atas, nyatanya lebih tinggi ancamannya dengan yang
terdapat dalam UUPLH 1997. Kalau dalam pasal 41 ayat (2) UUPLH mengakibatkan
kematian orang atau luka berat, hukuman hanya maksimal 15 (lima belas) tahun bagi
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, maka pasal 187 KUHP menentukan lebih
dari batas itu, yaitu 20 (dua puluh) tahun. Dan bahkan, dimungkinkan pidana penjara
seumur hidup, bila hal itu mengakibatkan matinya orang.21

B. Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2009


Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk menjamin kelestarian
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka perlu
dilaksanakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Untuk
itu dibentuklah UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) sebagai pengganti UU No. 23 tahun 1997. UU No. 32
Tahun 2009 yang berlaku sejak tanggal 3 Oktober 2009, terdiri dari 17 bab dan 127
pasal yang mengatur secara menyeluruh tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.22
21
Ibid
22
UU RI No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

12
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum, seperti digambarkan dalam siklus berikut: Untuk mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup harus dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai
dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku
pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan
pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
UU No. 32 Tahun 2009 memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri
untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan dibidang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain.
Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas
kepada pemerintah daerah dalam melakukan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di daerah masing-masing. UU ini juga mengamanatkan agar
lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip pelestarian fungsi lingkungan yang
sesuai, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan lingkungan hidup bagi
peningkatan kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan, sehingga tujuan pengelolaan lingkungan hidup dapat terwujud.

Perbedaan antara UU No. 32 Tahun 2009 dengan UU No. 23 Tahun 1997 :

Perbedaan UU No. 23 Tahun 1997 UU No. 32 Tahun 2009


Kewenangan Pusat dan Tidak terlalu detail Pembagian tugas dan
daerah dijelaskan pembagian kewenangan jelas dalam pasal
kewenangan antara pusat 63-64
dan daerah
Upaya pengendalian Belum diatur secara jelas dan Diatur dalam BAB V tentang
lingkungan hidup terpisah pengendalian
Instrumen pencegahan Diatur dengan peraturan Meliputi KLHS, baku mutu

13
pencemaran dan/atau pemerintah (pasal 14) lingkungan hidup, kriteria
kerusakan lingkungan baku kerusakan lingkungan
hidup hidup, dll
Unsur-unsur Unsur pengelolaan Penambahan unsur antara lain
Pengelolaan lingkungan lingkungan hidup tercantum RPPLH, KLHS, UKL-UPL,
hidup dalam pasal 1 ayat 1-25 Perubahan iklim, dll
Pendayagunaan tidak ada penetapan wilayah Ada wilayah ekoregion
pendekatan ekosistem ekoregion
Denda pidana Denda paling sedikit sebesar Denda paling sedikit Rp
Rp 100.000.000,00 (seratus 1000.000.000,00 (satu milyar
juta rupiah) rupiah)
Pengawasan Dibentuk suatu lembaga pejabat pengawas lingkungan
khusus oleh pemerintah hidup berkoordinasi dengan
penyidik PNS

Terkait penyelenggaraan jalan, terdapat beberapa poin penting mengenai


dokumen lingkungan (AMDAL dan UKL-UPL) yang diatur sebanyak 23 pasal dalam
UU No. 32 Tahun 2009. Dari ke-23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang
sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 dan memberikan implikasi
yang besar bagi para pelaku AMDAL23, termasuk pejabat pemberi ijin. Hal-hal
penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun
2009, antara lain:
1. AMDAL dan UKL-UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi
AMDAL
4. AMDAL dan UKL-UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin
lingkungan; Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota

23
UU RI No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

14
sesuai kewenangannya.24

Selain hal tersebut di atas, dalam UU No. 32 Tahun 2009 terdapat pengaturan
yang tegas mengenai sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.
Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi.
3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAL atau UKL-UPL.

TANTANGAN DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009


Terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2009 terkait
penyelenggaraan Jalan25, diantaranya adalah :
Dokumen Lingkungan (AMDAL/UKL-UPL)
1) Kurangnya sumber daya manusia yang memadai dalam melakukan penyusunan
Dokumen Lingkungan serta memiliki sertifikasi kompetensi bagi penyusun
AMDAL. Hingga saat ini, baru terdapat sebanyak 495 tenaga ahli yang memiliki
sertifikat tenaga ahli penyusun AMDAL di seluruh Indonesia;
2) Pada tahap perencanaan umum dan pra studi kelayakan, instansi penyelenggara
jalan harus mampu melakukan penyaringan lingkungan;
3) Memasukkan / mengintegrasikan rekomendasi lingkungan dari AMDAL/ UKL-
UPL ke dalam perencanaan teknis;
4) Masih adanya pemikiran bahwa penyusunan Dokumen Lingkungan merupakan
penghambat pembangunan dikarenakan membutuhkan waktu penyusunan yang
cukup lama dengan biaya yang cukup mahal.
Aspek Keselamatan
UU No. 32 tahun 2009 mengamanatkan pelaksanaan pembangunan yang
24
Anonime,2009:http://www.duniaesai.com/direktori/esai/42-lingkungan/231-waspadai-pelaksanaan-uu-pplh-no-
32-tahun-2009.html)
25
UU RI No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

15
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pada Pasal 1 UU No. 32 Tahun 2009
menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Selain itu, pada Pasal 3 (b), disebutkan bahwa Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup bertujuan untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia. Dari penjabaran diatas, jika ditarik dalam konteks penyelenggaraan jalan,
maka UU No. 32 Tahun 2009 juga mengamanatkan agar pelaksanaan pembangunan
jalan memenuhi aspek keselamatan.
Sanksi Pidana
Terdapat sanksi pidana yang tegas pada UU No. 32 Tahun 2009 terkait izin
lingkungan dan kompetensi penyusun AMDAL, yaitu:
Pasal 109:
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun & paling lama 3
tahun & denda Paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- & Paling banyak Rp.
3.000.000.000,-
Pasal 110:
Setiap orang yang menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
AMDAL, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun & denda paling
banyak Rp3.000.000.000,-

C. Kewenangan dan Pengelolaan Lingkungan UU No. 32 Tahun 2004


Undang-undang Nomor 32 tahun 2004.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 merupakan perubahan dari Undang-
undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Yang mana dalam hal
ini, Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

16
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, mutu pelayanan, kualitas pemberdayaan dan peran masyarakat
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.26

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu


ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan. Memberikan kewenangan penuh kepada
daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Yang dimaksud dengan kewenangan penuh daerah ialah, pelimpahan wewenang


pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tertulis dalam; pasal 1 ayat (3)
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Tugas-tugas yang diemban
meliputi Otonomi daerah masing-masing, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tidak hanya
tentang Undang-undang daerah, tapi juga meliputi Mengajukan dan menetapkan
rancangan perda, APBD dan Komisi (Pilkada, Pilkades, dll).27

Pembagian urusan pemerintahan. Pemerintahan daerah menyelenggarakan dan


mensukseskan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
meliputi:

26
Koesnadi Hardjasoemantri, Perencanaan pembangunan hukum nasional bidang
lingkungan hidup; badan pembinaan hukum nasional, Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, 2007.
27
Ibid

17
a. Politik luar negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter dan Fiskal Nasional
f. Agama.
Namun tugas itu dapat dilimpahkan sebagian atau seluruhnya kepada daerah
sesuai dengan pasal 10 ayat (4) berdasarkan asas tugas oembantuan. Pendanaan tigas
yang dilimpahkan kepada Daerah tetap kewajiban dari Pemerintah. Sesuai dengan
pasal 12 ayat (1).28
Dampak dari diberlakukannya Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
1. Dilihat dari sudut politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat
menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai
tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
3. Sedabgkan dari sudut organisasi pemerintahan, alasan mengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai
suatu pemerintahan yang efisien.29

Peraturan Daerah tentang Lingkungan Hidup.


Berbagai macam permasalahan lingkungan hidup karena ulah kegiatan manusia
baik disengaja maupun tidak, atau karena peristiwa alam, berpotensi menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Maka perlu dilakukan
pengendalian secara komprehensif dan terpadu.
Memahami berbagai persoalan longkungan hidup yang terjadi di daerah, maka
28
Ibid
29
Djanius Djamin, Pengawasan dan pelaksanaan Undang-undang lingkungan hidup;
suatu analisis sosial; (yayasan obor indonesia;2007), hlm, 30.

18
keberadaan peraturan daerah lingkungan hidup sangat dibutuhkan. Yang tidak kalah
pentingnya adalah mengenai pengaturan tentang peran serta masyarakat yang hakiki
di dslam pengelolaan lingkungan hidup yang harus termuat secara jelas dan tegas.30

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :


1. Melindungi wilayah daerah dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Mencapai tujuan dalam keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan
hidup. Dll.

PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG


TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam pasal 1 disebutkan bahwa, Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat SPPL adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan
hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL.

Dan dalam pasal 3 ayat (1) menyebutkan, Walikota berwenang menerapkan


sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap :
a. SPPL
b. Izin Pembuangan Air Limbah
c. Izin penyimpanan sementara limbah B3
d. Izin pengumpulan limbah B3

30
Ibid

19
e. Izin Lingkungan.
Dan masih dalam pasal 3 ayat (3); Walikota melimpahkan kewenangan
penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala
BLH Kota Surabaya.31

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peranan dunia secara global terhadap perkembangan asas-asas pengelolaan
lingkungan dan pembangunan sangat penting artinya bagi pengembangan hukum,
baik secara internasional maupun secara nasional. Berbagai negara telah menerapkan

31
Ibid

20
sistem yang dirumuskan dalam konferensi-konferensi internasional mengenai
lingkungan hidup dan mengadopsinya sebagai bagian dari sistem hukum mereka.
Konferensi-konferensi internasional tersebut adalah konferensi Lingkungan Hidup di
Stockholm (1972), di Rio de Janeiro (1992), dan di Johannesburg (2002). Prinsip-
prinsip yang dihasilkan oleh masyarakat dunia melalui forum konferensi-konferensi
tersebut
Kebutuhan perubahan undang-undang banyak disebabkan oleh tuntunan untuk
merespon krisis yang terjadi dari waktu ke waktu, adapun poin-poin yang dikuatkan
dalam undang-undang PPLH tertuang dalam penjelasan UU no 32 Tahun 2009 di
poin ke-8. Kendala dalam penerapan perubahan UU terkait lingkungan bukan hanya
diakibatkan oleh ada atau tidak adanya celah pada UU tersebut (seperti peraturan
pendukung undang-undang), melainkan tergantung pada siapa dan dengan cara
bagaimana UU tersebut digunakan.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 merupakan perubahan dari Undang-
undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Yang mana dalam hal
ini, Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, mutu pelayanan, kualitas pemberdayaan dan peran masyarakat
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonime,2009:http://www.duniaesai.com/direktori/esai/42-lingkungan/231-waspadai
-pelaksanaan-uu-pplh-no-32-tahun-2009.html)

Aries Setiawan, 2012:


http://www.imahagiregion3.org/2012/10/eksploitasi-sumberdaya-alam-dalam-kac
a.html -

21
Djamin, Djanius. 2007. Pengawasan dan pelaksanaan Undang-undang lingkungan
hidup, suatu analisis sosial. yayasan obor indonesia.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 2007. Perencanaan pembangunan hukum nasional bidang


lingkungan hidup; badan pembinaan hukum nasional, Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia RI.

Pradieta , 2011 : http://pradieta-


pelestarianlingkunganhidup.blogspot.com/2011/04/pengertian-ling kungan-
lingkungan-hidup.htm

Siahan, N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan Dan Ekologi Pembangunan. Erlangga.

Soemartono, Gatot P. 1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika.


Bandung

Sunarso, Siswanto. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strateg Penyelesaian
Sengketa. Rineka Cipta. Jakarta

UU RI No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UU RI No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup.

22

Anda mungkin juga menyukai