Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian Reumatik
Reumatik adalah suatu penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya, disertai
proliferasi dari tulang dan jaringan lunak di dalam dan sekitar daerah
yang terkena (Bangun A.P., 2008).
Reumatik adalah berbagai kelompok penyakit dan sindrom yang
semuanya merupakan penyakit pada jaringan ikat sehingga biasanya
ditemukan keluhan nyeri, kaku, atau pembengkakan pada otot serta sendi
(Cristine B, 2001 dalam Nango, 2012)
Pengertian reumatik yaitu cukup luas mencakup gejalanya seperti
nyeri, pembengkakan, kemerahan, gangguan fungsi sendi dan jaringan
sekitarnya. Semua gangguan pada daerah tulang, sendi, dan otot disebut
rematik yang sebagian besar masyarakat juga menyebutnya pegal linu
(Irwan, 2012).
Reumatik adalah penyakit kelainan pada sendi yang menimbulkan
nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal (sendi, tulang, jaringan ikat
dan otot). Dari sekitar lebih dari seratusan penyakit reumatik sebagian
besar tidak berbahaya, namun sangat mengganggu karena rasa nyerinya
(Ekaginanjar, 2010).
Reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut (degeneratif). Penyakit
rematik ada ratusan jenisnya. Rematik jenis peradangan yang di sebabkan
oleh asam urat termasuk jenis yang paling banyak di temui di Indonesia.
2. Etiologi
Faktor penyebab dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti.
Namun, faktor genetik seperti produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II (HLA-DR) dan beberapa faktor lingkungan diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Faktor genetik seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II
(HLA-DR), dari beberapa data penelitian menunjukkan bahwa pasien
yang mengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita
penyakit ini. Rematik/pegal linu pada pasien kembar lebih sering
dijumpai pada kembar monozygotic dibandingkan kembar dizygotic.
Faktor infeksi sebagai penyebab rematik/pegal linu timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan
disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok.
Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa penyakit ini sangat
mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu
antigen tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen infeksius yang
diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri, mycoplasma, atau virus.
3. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap
sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing
orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang
dapat digerakkan. Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler
membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan
yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran Sinovial melapisi dinding
dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-
tulang. Cairan Sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorbber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak
secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena
inflamasi dan generasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Meskipun
memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu
sendi hingga kalainan multisistem yang sistemik, semua penyakit
reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang
bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan
proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder
yang timbul akibat pembentukkan pannus (proliferasi jaringan sinovial ).
Inflamasi merupakan akibat dari respons imun. Sebaliknya, pada
penyakit reumatik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu
proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada
penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan
proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang
mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlihat
(Brunner dkk, 2002).
4. Klasifikasi Reumatik
Reumatik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan, yaitu:
a. Arthritis Rematoid ( AR )
Penyakit ini terjadi karena sistem imun menyerang lapisan atau
membran sinovial sendi. Proses ini pada umumnya melibatkan
seluruh tubuh, sehingga adapat menyebabkan kelelahan,
kehilangan berat badan, dan kurang darah atau anemia. Serta
menyerang organ paru, jantung, dan mata. Lebih serius lagi, AR
dapat mnyebabkan kecacatan tubuh. Arthritis reumatoid dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan serum.
b. Gout
Biasanya penyakit ini timbulnya secara mendadak dan biasanya di
jempol kaki atau pada sendi lainnya. Gout disebabkan oleh
gangguan metabolisme protein purin yang menyebabkan asam urat
darah meningkat dan kristal asam urat terbentuk dalam sendi atau
tempat lainnya. Biasanya penyakit menyerang pada umur 40-50
tahun. Gout dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar asam
urat.
c. Osteoarthritis ( OA )
Penyakit ini disebabkan oleh patahnya bantalan tulang rawan
(kartilago) yang menjadi bantal tulang. Penyakit ini sering juga
disebut arthritis degeneratif. Biasanya menyerang sendi kaki, lutut,
pangkal paha, dan jari tangan. Penderita OA ini umumnya berusia
sekitar 45 tahun ke atas.
d. Arthritis Psoriatik
Arthritis ini selain menyerang tulang dan jaringan sendi, juga dapat
menyerang bagian tubuh lainnya. Bila menyerang kulit disebut
arthritis psoriasis, yang bersifat menahun atau kronis, yaitu sekitar
5 %. Arthritis jenis ini lebih sering menyerang jari-jari tangan dan
tulang belakang. Kebanyakan gejalanya ringan, tetapi dapat
menjadi sangat berat.
e. Arthritis Rheumatoid Juvenile
Penyakit ini menyerang anak-anak. Sifat arthritis ini berbeda
dengan orang dewasa, baik diagnosa dan perawatannya. Pada
beberapa anak, penyakit ini dapat sembuh total atau tetap ada
sepanjang hidup mereka.
f. Ankilosing Spondilitis
Penyakit ini biasanya pada pria berumur 16-35 tahun dan
kebanyakan menyerang pada tulang belakang secraa kronis. Tulang
belakang yang terkena dapat menjadi rapuh atau menyatu secara
perlahan dari atas ke bawah, sehingga gerakan penderita seperti
robot. Penderita tidak bisa membungkuk maupun menoleh. Dalam
keadaan yang sangat ekstrim, bentuk tubuh penderita menjadi
melengkung seperti “ tanda tanya”. Khusus pada wanita, umumnya
ringan dan sulit didiagnosa. Penyakit ini bertendensi genetik.
5. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit reumatik adalah :
a. Nyeri sendi, terutama pada saat bergerak
b. Pada umumnya terjadi pada sendi penopang beban tubuh, seperti panggul,
tulang belakang, dan lutut.
c. Terjadi kemerahan, inflamasi, nyeri, dan dapat terjadi deformitas
(perubahan bentuk)
d. Yang tidak progresif dapat menyebabkan perubahan cara berjalan
e. Rasa sakit bertambah hebat terutama pada sendi pinggul, lutut, dan jari-jari
f. Saat perpindahan posisi pada persendian bisa terdengar suara (cracking).
g. Gerakan terbatas
h. Kekakuan, kelemahan dan perasaan mudah lelah
6. Diagnosa
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada penderita reumatik adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit,
keadaan mudah lelah serta keterbatasan mobilitas.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
tidur/ istirahat yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai, stress
emosional/ depresi.
c. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, keterbatasan ketahanan fisik.
d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kontraktur, keletihan atau
gangguan gerak.
e. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi.
f. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan gaya hidup atau perubahan
peranan yang aktual atau dirasakan.
7. Penatalaksanaan
a. Konsep pengobatan
Konsep pengobatan ditujukan untuk :
1) Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
2) Mencegah terjadinya destruksi jaringan
3) Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian
agar tetap dalam keadaan baik
4) Mengembalikan keadaan fungsi organ dan persendian yang terlibat
agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

b. Terapi non-farmakologi
1) Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan agar terapi pada
rematik/pegal linu efektif, yaitu;
2) Menganjurkan pasien untuk mengurangi berat badan jika
kegemukan.
3) Istirahat yang cukup dan menghindari trauma pada sendi yang
berulang.
4) Penggunaan alat bantu sendi dan alat bantu berjalan.
5) Fisioterapi dan olah raga yang tepat (peregangan dan penguatan)
untuk membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan,
meningkatkan daya gerak sendi, dan kekuatan otot.
6) Kompres panas/dingin dan latihan untuk memelihara sendi,
mengurangi nyeri, dan kekakuan.
7) Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin,
kondrotin yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan
sendi.

2. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Penyakit Reumatik


Penyebab reumatik sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Namun, selain faktor penyebab ada beberapa faktor predisposisi yang
memberikan kontribusi terjadinya penyakit ini antara lain faktor usia,
makanan, aktivitas fisik, hormon, riwayat trauma, psikologis, dan radikal
bebas (Bangun, A.P., 2008) . Selengkapnya akan disajikan sebagai berikut :
1. Faktor Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan
di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya
reumatik.
Dengan bertambahnya usia, cairan dalam sendi yang berfungsi
melumasi setiap gerakan mulai menipis dan mengental. Hal ini
menyebabkan tubuh menjadi kaku dan mulai sakit digerakan.
Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang
menghalangi terjadinya gesekan antara tulang. Sendi memiliki cairan
yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan
dengan leluasa. Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan
pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental,
menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.
2. Faktor Aktivitas Fisik
Aktivitas didefinisikan sebagai suatu aksi energetik atau keadaan
bergerak dan semua manusia memerlukan kemampuan untuk bergerak.
Aktivitas merupakan tanda kesehatan dimana adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan berkerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal ( Fitriyani, 2006 ).
Menurut Priharjo (1993 ) Aktivitas fisik merupakan pergerakan
anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga. Bagi para lansia
aktivitas fisik sangat penting karena dengan mampu beraktivitas, para
lansia dapat mempertahankan kualitas hidup mereka agar tetap sehat
(Soni P., 2010).
Ada beberapa aktivits fisik yang dapat dilakukan lansia untuk
mempertahankan tubuh, yaitu ;
a. Latihan Pertahanan ( Resistance Training )
Latihan pertahanan meliputi kecepatan gerak sendi luas
lingkup gerak sendi ( range of motion ) dan aktivitas fisik bersifat
ketahanan , dapat membantu jantung, otot, paru-paru, otot, dan
sirkulasi darah tetap sehat dan membantu mereka tetap bertenaga.
Contohnya : berjalan dan lari ringan, senam lansia, dll.
b. Daya Tahan
Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan
dari latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk
kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan suatu
beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahan bentuk
tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap
penyakit seperti osteoporosis (tulang keropos).
c. Kelenturan
Kelenturan merupakan komponen yang sangat penting
ketika lansia melakukan kegiatan karena pada lansia banyak terjadi
pembatasan ruang lingkup gerak sendi akibat kekakuan otot dan
tendon. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat
membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh
tetap lentur, dan sendi berfungsi baik. Contohnya : menyiram
bunga, senam aerobik lansia.
d. Keseimbangan
Keseimbangan pada lansia harus diperhatikan karena
gangguan pada lansia saat melakukan kegiatan dapat menyebabkan
lansian terjatuh.
Penderita reumatik harus mampu menyeimbangkan kehidupannya
antara isirahat dan beraktivitas. Istirahat berlebihan atau jarang
beraktivitas tidak diperbolehkan, karena dapat mengakibatkan kekakuan
pada otot dan sendi dan juga seseorang yang tidak melakukan aktivitas
aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang
masuk ke sendi berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses
degeneratif menjadi berlebihan. Lakukan aktivitas sesuai kemampuan
tubuh, seperti : olahraga secara teratur setelah bangun pagi, seperti
berjalan kaki, senam pernapasan dan sejenisnya, dan dilakukan secara
rutin. Olahraga aerobik saja tidak cukup, perlu diikuti dengan latihan
kekuatan, dan akan lebih sempurna lagi bila ditambah dengan latihan
perimbangan dan latihan peregangan. Selain itu, berolahraga jalan kaki
dan jogging juga sangat baik untuk kebugaran tubuh dan relatif aman
bagi para lansia karena menghindari risiko cedera lutut. Para lansia yang
sebelumnya tidak pernah berolahraga, disarankan agar latihan dilakukan
secara bertahap, baik intensitas, lama, dan frekuensi. Tujuannya,
memberi kesempatan tubuh beradaptasi pada beban latihannya. Latihan
olahraga untuk para lansia juga harus dilakukan dengan takaran cukup
(Soni P., 2010).
Aktivitas yang berlebihan bagi para usia lanjut tidak
diperkenankan, seperti berjalan jauh ( 2 km atau lebih ), mengangkat
yang berat, olahraga yang berlebihan dan juga pada sikap atau posisi
badan yang salah saat melakukan pekerjaan akan memudahkan
timbulnya reumatik. Misalnya, posisi badan sering membungkuk dalam
melakukan pekerjaan membuat pinggang sakit. Aktivitas sendi
berlebihan dapat menekan sendi, terutama aktivitas yang berhubngan
dengan kerja sendi.
Gerakan-gerakan penuh tekanan secara berulang (misalnya jongkok
atau berlutut dengan mengangkat beban berat) dapat berkontribusi pada
deteriorasi kartolago (rawan sendi).

3. Faktor Riwayat Trauma


Trauma berasal dari kata yunani “tramatos” yang berarti luka dari
sumber luar. Trauma diartikan sebagai luka emosi dan fisik yang
disebabkan oleh keadaan yang mengancam diri.
Trauma akut yang terjadi pada persendian termasuk robekan pada
ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya
reumatik. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma pada daerah persendian memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih
tinggi untuk menderita reumatik (Eka P., 2007).
Reumatik banyak terdapat pada lansia yang mempunyai riwayat
sebagai pekerja keras ataupun atlit keras. Penggunaan sikap atau posisi
tubuh yang kurang baik juga mempengaruhi terjadinya reumatik, seperti
posisi pekerjaan yang sering membungkuk, para kuli, petani dan yang
bekerja ditambang. Pekerjaan sebagai atlit tidak jarang sering terjadi
riwayat trauma, terutama bagi mereka mantan atlit tinju, pemain tennis,
lari maraton, dll (Eka P., 2007)
Cidera yang terjadi karena aktivitas, seperti olahraga atau kegiatan
lain juga berisiko terkena reumatik ; gerakan kejut (misalnya tiba-tiba
jatuh atau terhentak), Sikap tubuh atau posisi yang salah, trauma terkilir,
benturan saat olahraga
Cidera otot maupun sendi yang dialami sewaktu berolahraga atau
lantaran aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa pula mengundang rematik.
Karena itu, sebelum berolahraga sangat dianjurkan melakukan
pemanasan yang bertujuan melenturkan otot dan sendi sehingga cidera
dapat dihindarkan. Adanya Riwayat trauma pada sendi merupakan faktor
yang dapat menimbulkan penyakit reumatik hal ini diakibatkan oleh
menurunya kelenturan dan elastisitas sendi yakni kartilago dan juga
sinovial pada sendi mengalami penurunan fungsi. Penurunan elastisitas
sendi dan deteriorasi kartilago inilah yang menyebabkan intensitas nyeri
yang sering atau menetap pada sendi.
4. Faktor Hormon
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur
reaksi-reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di
dalam organisme dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam
nutrisi.
Pada osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan jenis reumatik
yang banyak dirasakan wanita setelah menopouse. Kurangnya hormon estrogen
setelah menopouse memperburuk masa tulang yang sudah berkurang karena
usia. Hormon estrogen (hormon utama pada wanita), membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Begitu juga faktor
kegemukan memberikan beban berlebih pada tulang. Berat badan yang
berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
reumatik baik pada wanita maupun pada pria. Hal ini akan mempengaruhi
kesehatan sendi.

5. Faktor Makanan
Tidak semua jenis reumatik dipengaruhi oleh faktor makanan.
Reumatik gout atau asam urat merupakan satu-satunya jenis reumatik
yang serangannya sangat dipengaruhi oleh pola makanan. Jenis makanan
yang dapat meningkatkan kadar asam urat yaitu mengkonsumsi terlalu
banyak makanan yang mengandung purin, seperti : jeroan, bayam,
mentega, makanan laut, kacang-kacangan, daging, tape, jengkol, santan,
alpukat, sarden, dan alkohol (Misnadiarly, 2007).
Diketahui bahwa lansia merupakan fase dimana organ-organ tubuh
mengalami penurunan fungsi tubuh, seperti fungsi pendengaran, fungsi
penglihatan, system persyarafan, system kardiovaskular, fungsi
metabolisme, system pencernaan dan lain-lain.
Faktor makanan jelas berhubungan dengan kejadian reumatik pada
lansia. Dimana makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi akan
memicu kenaikan asam urat dalam darah. Purin merupakan salah satu zat
alami yang terkandung dalam tubuh. Purin merupakan salah satu
penyusun rantai DNA dan RNA bersama-sama dengan pirimidin. Enzim
HGPRT bertugas mengubah purin menjadi nukleotida ourin agar dapat
digunakan kembali sebagai penyusun DNA dan RNA.
Bahan dasar asam urat adalah purin. Apabila jumlah purin dalam
tubuh terlalu banyak, kelebihannya akan diubah menjadi asam urat.
Dengan demikian, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
purin dapat meningkatkan asam urat dalam darah.
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk
kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum
diketahui. Penimbunan Kristal pada persendian ini dapat menjadikan
peradangan pada persendian. Karena pada masa lansia terjadi penurunan
kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi
kondrosit, Cairan dalam sendi yang berfungsi melumasi setiap gerakan
mulai menipis dan mengental. Ditambah lagi terdapat penimbunan
Kristal pada sendi sehingga dapat menyebabkan peradangan pada sendi.
Peradangan pada sendi ini akan terasa nyeri sendi, terutama pada saat
bergerak pada sendi pinggul,lutut, dan jari-jari, nampak kemerahan,
inflamasi, nyeri dan dapat terjadi deformitas (perubahan bentuk).
Tabel 1 Jenis Makanan dan Kadar Purin
No. Kategori Kadar Purin Jenis Makanan
1. Tinggi (150-180 Hati sapi, ginjal, limpa,
mg/100g) paru, otak, dan sari pati
daging.
2. Sedang (50-150 mg/100g) Daging sapi, udang,
kepiting, cumi, kerang,
kembang kol, bayam
kangkung, asparagus,
dan jamur.
3. Rendah (<50 mg/ 100g) Gula, telur dan susu
Sumber : Sustrani, Alam dan Hadibroto (2005)
6. Faktor Psikologis
Ketegangan yang diliputi dengan kelelahan dan ketidakmampuan
menangani tuntutan fisik menjadi faktor timbulnya reumatik. Rasa nyeri
yang menjadi gejala khas reumatik akan bertambah buruk jika terjadi
stress, depresi, dan gelisah. Stress digunakan sebagai label untuk gejala
psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan
dan banyak keadaan lain. Dengan stress berkepanjangan, mekanisme
tubuh dilengkapi untuk mempertahankan tubuh, tetapi akibatnya adalah
apa yang dimanifestasikan dengan melemahnya resistensi terhadap
penyakit dan infeksi. Selama jangka waktu tertentu, kemampuan untuk
bereaksi terhadap stress dalam keadaan ini mengorbankan tubuh, yaitu
sistem individu berangsur-angsur menjadi “kehabisan tenaga”,
mengakibatkan kerentanan terhadap penyakit meningkat dan penurunan
resistensi terhadap stress itu sendiri. Sehingga pada lansia yang
mempunyai stress tingkat tinggi atau mekanisme koping yang kurang
juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit reumatik.
7. Faktor Radikal Bebas
Dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal
bebas (free radicak). Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit
diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh.
Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul
ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi
pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu
keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi
degeneratif, seperti aging, reumatik/artrhitis, kanker dan lain-lain.
Radikal bebas adalah sekelompok elemen yang bersifat tidak stabil,
reaktif, merusak sel – sel hidup (sitotoksik), menurunkan kinerja zat – zat
dalam tubuh seperti enzim dan hormone serta merusak pembuluh darah
dan kulit. Kerusakan tersebut menyebabkan kulit menebal, kaku, tidak
elastis, keriput, pucat dan kering. Factor yang mempengaruhi
terbentuknya radikal bebas antara lain sinar matahari, zat kimia, zat
pengawet, pewarna dan pelezat makanan, polusi udara, makanan tinggi
kalori dan karbohidrat, pengobatan dengan sinar ultra violet dalam
jangka panjang. Radikal bebas yang timbul karena pencemaran dan
bahan kimia dalam makanan menjadi racun yang menurunkan daya tahan
tubuh. Akibatnya, hal ini memperburuk kerusakan jaringan tubuh dan
menimbulkan gejala reumatik.

Anda mungkin juga menyukai