Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran internasional dan


perkembangan system moneter internasional
Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah

Ekonomi Internasional

OLEH

Kelompok : 12 kelas : EI-G

Muhammad Alfikhri : 3217250

Khairul Amri Putra : 3217251

Marataua Efendi : 3217280

Dosen pembimbing :

Muhammad Zulkarnain, SP, ME

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


JURUSAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
TH.1441 H/2020
BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku
untuk semua Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi
lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing
ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem
moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi
perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap
perubahan.
Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan
pengaturan sistem kurs tukar. Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga
abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut.
Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi
pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi
perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih
berfungsi optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara asean untuk
merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku
tunggal di kawasan ASEAN. Sebelum pemberlakuan kebijakan mata uang
bersama, krisismoneter terlebih dahulu melanda negara-negara anggota ASEAN.
Hal tersebut telah menjadikan struktur perekonomian negara-negara tersebut
terguncang.1
Krisis ini dimulai pada pertengahan tahun 1997 semua perekonomian
negara-negara ASEAN terpuruk oleh krisis ekonomi regional yang disebabkan
oleh depresiasi mata uang dollar terhadap Amerika. Krisis moneter sendiri
seperti virus yang mudah menular dimulai dari Thailand, ke Indonesia, Lalu
Korea Selatan, dan berakhir di India. Tak tekecuali bagi Indonesia, akibat dari
1
Boediono, Ekonomi Internasional, BPFF, Yogyakarta, 2000

2
terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan
politik ini, yang telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap
sendi-sendi perekonomian nasional.
Secara garis besar, terganggunya perekonomian Indonesia dicerminkan
oleh tingkat pertumbuhan ekonomi 1997 yang merosot menjadi 4,65% bahkan
pada triwulan III tahun 1998 pertumbuhannya minus 17,13%, turun drastis dari
rata-rata pertumbuhan selama tiga tahun terakhir sebesar 7,9%”. Hal ini
diperparah dengan menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap dollar.
Terganggunya perekonomian ini memiliki dua makna terhadap sektor ekonomi.
Di satu pihak menimbulkan kelumpuhan pada sektor ekonomi daerah perkotaan
yang mungkin bergantung pada dollar Amerika. Di sisi lain mungkin bagi
masyarakat pedesaan yang mayoritas petani kurang merasakan akibat
terpuruknya keadaan ini, karena petani tidak bergantung pada dolar.Akan tetapi
sangat mungkin dampak yang dirasakan petani adalah kenaikan harga barang-
barang pokok karena pemerintah tidak bias membiayai impor bahan baku karena
melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi keadaan ini pemerintah tidak tinggal diam. Hal ini
dibuktikan pemerintah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan, baik kebijakan
sementara maupun tetap. Salah satunya pemerintah pada saatitu mengeluarkan
kebijakan sementara yang dipimpin langsung olehmenteri keuangan saat itu.
Dalam jangka pendek kebijaksanaan ekonomi tersebut memiliki dua sasaran
strategis, yaitu :
1) Pertama
Mengurangi dampak negatif dari krisis tersebut terhadap kelompok
penduduk berpendapatan rendahdan rentan; dan
2) Kedua
Pemulihan pembangunan ekonomi ke jalur petumbuhan yang tinggi.2

B. Tujuan
2
Jain, Subhash C. ,Manajemen Pemasaran Internasional, Jakarta: Erlangga, 1996

3
Makalah ini bertunjuan untuk agar pembaca bisa memahami tentang
pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran internasional dan
perkembangan system ekonomi internasional. Dimana submaterinya yaitu:
1) Mengetahui tentang perkembangan system ekonomi inernasional
2) Mengetahui sejarah moneter internasional
3) Mengetahui pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran
internasional

4
BAB II
Pembahasan

A. Pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran internasional


Sebagaimaną telah diterangkan, penggabungan antara pendekatan
elastisi- tas dan absorpsi belum mampu menghasilkan suatu sintesa yang benar-
benar memadukan keduanya. Studi-studi ini hanya mampu menunjukkan bahwa
neraca pembayaran adalah merupakan phenomenon moneter. Pendekatan
moneter belum lama mempunyai bentuk seperti yang se- karang dikenal umum.
Secara praktis, pendekatan ini nampak di dalam bentuk kebijaksanaan untuk
menghilangkan ketidak seimbangan neraca pembayaran yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Inggris setelah kegagalannya dalam tindakan devaluasi pound
sterling pada tahun 1967. 3
Secara teoritis, pendekatan ini timbul dari berbagai studi yang dilakukan
oleh Mundell, Johnson, dan lain-lain, terutama berbagai ahli moneter dan
perdagangan intemasional dari Universitas Chicago, tempat yang subur bagi
studi moneter di Amerika Serikat. Di samping itu para ahli moneter yang
mempunyai latar belakang akademis, tetapi lebih berkecimpung di dalam
formulasi kebijaksanaan moneter dan neraca pembayaran, ternyata mempunyai
sumbangan yang cukup besar di dalam perkembangan pendekatan moneter.
Mereka ini terutama para ahli yang bekerja di Dana Moneter Internasional serta
ahli-ahli moneter dari Negeri Belanda. Apakah itu pendekatan moneter? Apakah
yang istimewa dari padanya? Mengapa pendekatan ini berbeda dengan yang
lain? Marilah kita telaah bersama-sama.
Secara gampang, pendekatan moneter dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang pada dasarnya menekankan sifat moneter dari penyeneraca
pembayaran. Secara lebih terperinci, Mussa mengatakan bahwa pendekatan
moneter mempunyai berbagai ciri sebagai berikut:

3
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.312

5
a) bahwa neraca pembayaran itu dasarnya, akan tetapi tidak ter-
batas pada phenomenon moneter,
b) penggunaan process moneter, terutama fungsi permintaan akan
uang, sebagai dasar analisa dari proses penyesuaian dalam neraca
pembayaran, dan
c) pemusatan perhatian dan analisa berjangka panjang pada
pengaruh perubahan parameter dan kebijaksanaan di dalam
neraca pembayaran, disertai argumen yang sangat sederhana
mengenai mekanisme terjadinya penyesuaian jangka panjang, di
mana hasil akhimya terwujud.
Penonjolan sifat dari neraca pembayaran nampak dari pemusatan
analisanya pada pos moneter atau 'official settlement' dari suatu neraca
pembayaran. Pengamat moneter hanya membedakan pos-pos yang dianggap di
atas garis (items above the line), termasuk di dalamnya ekspor dan impor barang
dan jasa, serta transfer (yang biasanya disebut 'current account'), serta neraca
modal (capital account), dan pos di bawah garis (items below the line) atau
neraca uang.4
Dengan lain perkataan, pendekatan moneter melihat pos akhir dari neraca
pembayaran, yang merupakan neto kewajiban atau klaim moneter dari segala
macam transaksi yang dilakukan oleh warga dari sesuatu negara dengan warga
dari negara lain. Pendekatan moneter mendasarkan diri pada prinsip
keseimbangan umum (general equilibrium). Dengan pandangan yang sangat
sederhana mengenai suatu sistem ekonomi yang dibedakan dalam sektor riil atau
sektor barang dan jasa di satu pihak serta sektor moneter di lain pihak, maka
penerapan dari prinsip keseimbangan umum ini menjurus pada anggapan bahwa
sektor moneter merupakan bayangan kaca dari sektor riil. Ketidakseimbangan
sektor yang satu mencerminkan ketidak seimbangan sektor lain, demikian pula
dengan keseimbangannya. Analisa moneter dalam hal ini memusatkan perhatian
pada apa yang terjadi pada sektor moneter, permintaan dan penawaran uang
4
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.313

6
atau, likuiditas, dengan berpegang pada prinsip bahwa apa yang nampak di
dalam sektor ini merupakan refleksi dari apa yang terjadi di sektor riil,
permintaan dan penawaran akan barang dan jasa.
Suatu keadaan di mana terlalu banyak uang beredar dibandingkan
dengan apa yang dikehendaki masyarakat, atau adanya suatu penawaran lebih
dari uang (excess money supply), dipandang sebagai pencerminan dari keadaan
dalam sektor riil, di mana terdapat permintaan akan barang-barang dan jasa yang
melebihi penawarannya (atau adanya excess demand'). Di dalam suatu
perekonomian yang kecil, artinya tidak mempunyai kedudukan monopoli di
pasar dunia, dan mengalami 'full employment', adanya perdagangan bebas
menyebabkan sektor perdagangan internasional menjadi saluran untuk
penyesuaian permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Permintaan yang
lebih di dalam negeri akan mengalir menjadi permintaan akan barang-barang
impor. Dan di dalam sistem hubungan internasional yang ada, impor dan ekspor
ini dengan transaksi-transaksi lain nampak di dalam neraca pembayaran. Nah,
pendekatan moneter dalam hal ini melihat neraca pembayaran sebagai sarana
penyesuaian dari kegoncangan di dalam sektor moneter, yang sebenarnya
merupakan juga kegoncangan di dalam sektor riil. Dari keadaan ini bisa
dikatakan bahwa adanya 'excees supply' dalam sektor moneter yang berarti
excess demand dalam sektor riil akan nampak dalam peningkatan impor yang,
ceteris paribus, menyebabkan defisit dalam neraca pembayaran.5
Pendekatan moneter melihat proses ini dari neraca pembayaran, dan
mengatakan bahwa surplus dalam neraca pembayaran mencerminkan adanya
excess money supply. Atau secara umum neraca pembayaran merupakan sarana
penyesuaian sektor moneter, setiap kali terjadi kegoncangan yang berasal dari
unsur yang datang dari luar. Ketidak seimbangan neraca pembayaran
memerlukan penyesuaian yang menyangkut penggunaan devisa. Sehubungan
dengan ini, pendekatan moneter memusatkan perhatian pada perubahan
cadangan devisa, dan mendefinisikan neraca pembayaran sebagai perubahan
5
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.314

7
neto dari cadangan devisa dari Bank Sentral. Di dalam negara yang menganut
sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) perubahan neto dari cadangan
devisa di dalam bank sentral merupakan bagian dari uang beredar di dalam
masyarakat. Pendekatan moneter beranggapan bahwa permintaan akan uang di
dalam masyarakat itu stabil, merupakan suatu fungsi dari berbagai variabel yang
jelas.
Sedang mekanisme hubungan moneter adalah sebagaimana yang telah
diuraikan. Semua ini merupakan basis, mengapa pendekatan moneter
memusatkan analisanya pada proses moneter dan penentuan fungsi permintaan
uang. Mussa menekankan, bahwa analisa moneter lebih memusatkan perhatian
pada jangka panjang, karena secara empiris nampak bahwa proses moneter dan
fungsi permintaan uang yang stabil itu biasanya hanya dapat terlihat untuk
jangka panjang (satu tahun atau lebih). Pendekatan moneter tidak secara cermat
mengikuti proses penyesuaian yang terjadi, yang diperhatikan hanyalah hasil
akhirnya saja, setelah segala proses penyesuaian berjalan dan kestabilan tercipta
kembali. Neraca pembayaran dapat diturunkan dari model sektor moneter yang
sangat sederhana, yang menunjukkan suatu fungsi permintaan akan uang,
definisi uang beredar, dan kondisi untuk keseimbangan dalam sektor moneter,
sebagai berikut :
1. Md = P. f(y.i),
2. MS = mm (R+ D)
3. M$ = Ma
Persamaan pertama menunjukkan permintaan akan uang tergantung dari
nilai riil pendapatan nasional (y) dan suku bunga (i), di mana P merupakan
indeks harga.6 Persamaan kedua menunjukkan jumlah uang beredar sebagai hasil
dari suatu angka multiplikasi (money multiplier) dikalikan dengan 'uang dasar'
atau 'base money', yang terdiri dari cadangan neto devisa dari bank sentral (R)
dan nilai neto kredit bank (D); yang pertama sering disebut sebagai Net Foreign
Assets (NFA), sedang yang kedua Net Domestic Assets (NDA). Dan persamaan
6
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.315

8
ketiga menunjukkan kondisi keseimbangan, di mana jumlah uang sama dengan
permintaannya.
Persyaratan untuk dipenuhinya kondisi keseimbangan dari variable
'stock' ini, adalah kalau tingkat pertumbuhan dari keduanya sama (flow), yakni
kalau MS = Md. Sekarang, dari persyaratan keseimbangan ini dapat diturunkan
persamaan neraca pembayaran sebagai berikut;
%3D 4. Ř = (R+D.+e,j+e,i- mim) –PD %3D
Dari persamaan ini, neraca pembayaran yang didefinisikan sebagai
perubahan neto cadangan devisa pada Bank Sentral merupakan perbedaan dari
pertumbuhan permintaan uang (dikalikan dengan suatu bilangan, R/(R + D))
diku- rangi dengan bagian dari jumlah uang yang berada di bawah kontrol Bank
Sentral (D).
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa yang paling penting dari
pendekatan moneter adalah untuk menunjukkan bahwa ada suatu korelasi yang
negatif antara perkembangan kredit dalam negeri dan neraca pembayaran. Setiap
kali penguasa moneter menyediakan kredit yang melebihi dari permintaan
masyarakat, maka akan berakibat negatif pada neraca pembayaran. Di samping
itu, berbeda dengan pendekatan Keynes seperti dikemukakan sebelumnya,
peningkatan pendapatan di sini (y) memberikan pengaruh yang positif terhadap
neraca pembayaran, demikian pula perubahan bahan tingkat suku bunga (i) dan
harga (P).
Dalam hal ini bisa pula ditunjukkan bahwa devaluasi memberikan
pengaruh yang positif terhadap neraca pembayaran, meskipun hanya dalam
jangka pendek. Untuk menunjukkan hal yang terakhir, kita ganti fungsi
permintaan uang dengan persamaan yang menggunakan harga luar negeri, M =
r.Pe f(yi).
Kalau kita masukkan persamaan ini dalam bentuk tingkat
pertumbuhannya ke dalam persamaan, jelas bahwa kita akan mendapatkan
koefisien untuk perubahan nilai tukar (t) atau devaluasi, yang memberikan
pengaruh positif terhadap neraca pembayaran (R). Studi empiris yang

9
menggunakan pendekatan moneter ini banyak berkembang pada pertengahan
dan akhir tahun tujuh puluhan ini. Pendekatan moneter yang dikemukakan oleh
para ahli di lingkungan IMF lebih mementingkan kegunaannya di dalam
praktek, meskipun akhir- akhir ini nampak usaha dari golongan muda mereka
untuk membangun model moneter yang serupa dengan perkembangan teoretis
dari dunia akademi. Pendekatan moneter versi IMF merupakan kombinasi dari
penggunaan analisa Keynes dan analisa moneter. Di dalam versi yang lama
analisa ini terkenal dengan model Polak yang ditulis pada pertengahan tahun
lima puluhan yang lalu. Di dalam formula, neraca pembayaran menurut analisa
ini dapat ditunjukkan sebagai berikut,
5. B = (1 + mv) d(K + X) - dD + (1 + mv) B.1 (1 + mv)
Dimana B = neraca pembayaran, K = aliran modal neto, X = ekspor, D
kredit perbankan, B.1 neraca pembayaran periode sebelumnya, m 'marginal
propensity to import', v 'income velocity' dari uang, dan d menunjukkan
perubahan, dimana dX = X – X.7
Dari persamaan ini dapat ditunjukkan bahwa neraca pembayaran
mempunyai korelasi positif dengan aliran modal neto, ekspor dan posisi neraca
pembayaran masa lalu, serta mempunyai korelasi negatif terhadap perubahan
kredit perbankan. Yang terakhir adalah sama dengan pendekatan moneter yang
diuraikan sebelumnya. Dalam praktek biasanya formula ini digunakan untuk
menentukan batasan jumlah kredit perbankan yang dianggap layak (ceiling),
dengan merubah variabel kredit perbankan (D) menjadi variabel yang ditentukan
(dependent variable), oleh berbagai variable, antara lain posisi neraca
pembayaran (B). Hal ini digunakan oleh IMF dalam konsultasinya dengan
negara-negara penerima bantuan IMF lewat apa yang dinamakan 'stand by
agreement.
Analisa yang sangat mirip juga dikemukakan oleh ahli-ahli moneter
Belanda, terutama Holtrop. Nampaknya hal ini tidak terlalu mengherankan
mengingat negeri asal Polak. Bahkan ada suatu spekulasi yang menunjukkan
7
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.316

10
kemungkinan pengaruh dari para ahli Belanda ini terhadap tokoh pendekatan
moneter yang telah disebut semula, Robert Mundell, pada waktu yang disebut
terakhir bekerja sebentar di IMF pada akhir tahun lima puluh- n.23 an.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, memang sangat tidak mustahil bahwa
pendekatan moneter ini tumbuh dan menyebar dari Negeri Belanda. Hal ini
disebabkan karena asumsi yang dipegang di dalam pendekatan ini, bahwa
perekonomian yang kita analisa itu kecil, berada dalam keadaan kesempatan
kerja penuh, dan menganut sistem perdagangan bebas, memang sangat cocok
untuk perekonomian Belanda yang dalam hal ini juga sangat terbuka. Sedangkan
perekonomian Amerika Serikat, paling sedikit sampai dengan tahun lima
puluhan, masih relatif tertutup dalam arti kecilnya arti perdagangan luar negeri
di dalam perekomian domestiknya.
Di samping itu, dalam bidang di mana perekonomian Amerika
melakukan hubungan dengan negara lain yang biasanya sukar untuk kita
golongkan sebagai negara kecil, juga tidak memegang monopoli. Tambahan lagi
ajaran Keynes yang mendasari pendekatan yang berbeda dengan pendekatan
moneter memang sangat berpengaruh, mungkin secara lebih intensif dari pada di
negara-negara lain. Semuanya ini menyebabkan bahwa kondisi objektif yang
ada, untuk timbulnya analisa moneter, memang lebih besar di negara seperti
Belanda dari pada Amerika Serikat.8
B. Pengertian Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan
suatu negara dapat saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem tersebut
disebut sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter Internasional
menunjukkan seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme
yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata uang
lain. Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu
banyak perkembangan dan transformasi dari masa ke masa. Perkembangan ini

8
EKI, Vol, XXVIII, No. 3, September 1980, hl.317

11
disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta
Internasional pada masing-masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala Internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui
financing, perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan
dan investasi, melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan
devisa, atau dengan cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai
situasi dan kondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter
internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan
ketidakseimbanganpembayaran internasional.9

C. Sejarah dan Perkembangan Sistem Moneter Internasional


1) Sistem Standar Emas (1876-1913)
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di
Inggris. Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas.
Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang
makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap
emas. Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di
Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-kejadian tersebut sistem standar
emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak
1970 hingga perang dunia pertama. Perdagangan yang semakin meningkat
membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin
terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara
berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus
menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika
pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan,

9
Anwar, Moh. Arsjad. Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia, Jakarta: CSIS 1997, hal.
33-48.

12
maka kurs antardua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang
lain tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan
kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang. Standar
emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat,
nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan
pemerintah menjaga integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali
kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda
menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitantersebut adalah 0
rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai matauang didasarkan pada
emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang
beredar, karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-
negara di dunia memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang
berkepanjangan tidak akan terjadi di dalam situasi semacam itu. Dengan
adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934) negara-
negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter
Internasional menjadi kacau. Kekacauan inimenimbulkan kurang
kepercayaan dunia terhadap poundsterling yang masih dikaitkan dengan
emas. Ponsterling makin lama makin lemah posisinya. Kelemahan ini
ditambah keharusan Inggris untuk memberi bantuan kepada Jerman. Pada
tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan pounsterlling jatuh
nilainya, diikuti oleh dolar Amerika.10

2) Periode Perang Dunia (1914-1994)


Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antarakedua
perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangandan keuangan
internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perangsampai tahun 1925
(kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standaremas dalam tahun 1919).
Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untukmenetapkan kembali standar
10
Bello, W. 1998.Mencari Solusi Alternatif untuk Mengatasi Krisis, Jakarta:Kompas, 1998, hal. 3.

13
emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 padawaktu Depresi Besar.
Kemudian disusul dengan periode persainganDevaluasi, ketika negara-
negara mencoba untuk mengeksporpengangguran mereka (kebijakan mengemis
tetangga mereka). Tarif,kuota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan
akibat volumeperdagangan dunia berkurang hampir setengahnya.
Kecenderungandevlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara
dipersenjataikembali untuk perang dunia II.

3) Periode Kurs Tetap


Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian
ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi
tidak diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalamemas. Negara
anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia
menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka
menjaga kurs mata uangnya. Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap
tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama
beberpaminggu dalam bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs
matauang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan olehkekuatan
pasar.

4) Post Bretton Woods


Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter
Internasional, yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang
dihadiri oleh 44 negara. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana
pembuatan sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF
dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem tersebut. Selama periode 1944-1973
dolar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran
Internasional. Peranan dolar ini timbul setelah perang dunia II, disebabkan saat
itu terjadi kekurangan dolar. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan
uang/dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-satunya sumber adalah

14
Amerika Serikat, sehingga dolar banyak diminta. Konsekuensinya, emas
menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping memiliki tenaga beli yang kuat di
Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan penghasilan bunga.
Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota menetapkan
perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat
ditukarkan dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai
posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota
memperoleh jatah/ quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya
75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta
jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan
sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota.
Pinjaman diberikan kepadadalam mata uang negara lain yang harus di tukar
dengan mata uang negara peminjam.

5) Sistem Semenjak 1973


Semenjak 1973 sistem moneter Internasional merupakan campuran
antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar Kanada,
franc Perancis, dan Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan
pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-negara tersebut
melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi
kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit dalam
neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik. Untuk mencegah hal
ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila surplus di
dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar untuk
mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian disebut “managed atau
dirty” float, sebagai lawan dari “clean” float di mana bank Sentral sama
sekali tidak campur tangan di dalam pasar valuta asing. Lima negara Eropa
(Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia)
mengadakan pengaturan secara tersendiri. Kurs tetap berlaku di antara

15
mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang
negara lain. Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama)
menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian disebut
“Snake like”.

Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya


dengan dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang
yang mengambang. Namun demikian Dolar masih memegang peranan penting
dalam lalu lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan
campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan
statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih
menggunakan dasarmata uang Dolar.

D. Kebijakan Moneter di Indonesia


Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia
menganutsebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework
(ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uangprimer
(base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Sesuai dengan UU No.3 tahun
2004 pasal 7 Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara
lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada
inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilaitukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangatpenting dalam mencapai stabilitas
harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan
kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan,
bukan untukmengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

16
1) Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia
Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik
dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan
moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan
moneter dilakukan melalui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan
masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka
kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas
kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter
dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan
akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.

2) Tujuan Kebijakan Moneter Di Indonesia


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.3 tahun
2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa
yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005
Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Perang kestabilan
nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan.
Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-
sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan

17
utamamenjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara
operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan
instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.11

BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Bahwa pengaruh penjajahan terhadap sistem moneter Indonesia pasca
kemerdekaan sangat jelas nampak mempengaruhi konsep-konsep moneter yang
dianut dan diakui di Indonesia. Kehadiran bangsa penjajah yang membawa
perangkat-perangkat ekonominya telah berhasil disebarkan di daerah jajahannya
dan dengan sadar diadopsi oleh bangsa jajahannya, termasuk Indonesia.
Mengindikasikan bahwa tujuan sistem moneter dalam perekonomian juga
diadopsi oleh Indonesia dari Pemerintahan Hindia Belanda dan Pemerintahan
Jepang. Hal tersebut merupakan pintu gerbang terjadinya hubungan multilateral

11
Gunawan, A.H., Sri Mulyani I. Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi (Makro) Ekonomi,
Kampus UI, Depok, 1998

18
dengan negara-negara koloni yang secara tidak langsung mendikte
perekonomian Indonesia dengan melakukan pengawasan dan kontrol atas
kebijakankebijakan moneter.
Kendati demikian, sistem moneter Indonesia saat ini telah memberikan
kontribusinya secara baik dan mampu mensejahterakan kebutuhan pokok
masyarakat. Meskipun system ini diyakini bukan satu konsep yang ideal bagi
negara Indonesia. Berdasarkan laporan tinjauan moneter yang dilakukan Bank
Indonesia Triwulan-II 2009 ini bahwa perkembangan perekonomian global
mengindikasikan proses pemulihan yang semakin menguat pasca krisis akhir
2008 lalu, walaupun masih ada beberapa risiko.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat memberikan
manafaat kepada pembaca. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam
menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Kami berharap semoga
dapat dijadikan ilmu yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moh. Arsjad. Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia, Jakarta:


CSIS 1997

Bello, W. 1998.Mencari Solusi Alternatif untuk Mengatasi Krisis,


Jakarta:Kompas, 1998,

Boediono, Ekonomi Internasional, BPFF, Yogyakarta, 2000

EKI, Vol, XXVIII,

Gunawan, A.H., Sri Mulyani I. Krisis Ekonomi Indonesia dan Reformasi


(Makro) Ekonomi, Kampus UI, Depok, 1998

19
Jain, Subhash C. ,Manajemen Pemasaran Internasional, Jakarta: Erlangga, 1996

20

Anda mungkin juga menyukai