Anda di halaman 1dari 22

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

Topik                           : ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

Penyuluh                     : Mahasiswa Program Profesi Ners STIKes Indramayu

Kelompok Sasaran      : Masyarakat Desa Santing

Hari/Tanggal : .....................................................

Waktu : 60 menit

A. LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran Pernapasan Atas merupakan keadaan infeksi anak
paling lazim, tetapi kemakananya tergantung frekuensi relatif dari
komplikasi yang terjadi pada anak. Sindrom ini lebih luas dari pada orang
dewasa. Biasanya anak dengan ISPA mengalami penurunan nafsu makan
tetapi tindakan memaksa dia untuk makan hidangan tidak ada gunanya.
Sebagian besar penyakit pada anak-anak adalah infeksi, sebagian
besar infeksi ini terjadi pada saluran nafas, sebagian besar adalah ISPA,
kebanyakan adalah virus. Ispa dapat mencetus kejang demam, dan
serangan asma (lectur, 2002).
Dinding dan seluruh sistem pernapasan dilapisi oleh mukosa yang
saling berhubungan sehinga infeksi yang terjadi disuatu tempat dengan
mudah bisa mempengaruhi bagian saluran pernapasan atas lainnya. ISPA
juga menjadi alasan utama mengapa pasien lebih memilih perawatan
ambulatory atau rawat jalan. Oleh karena itu menjadi penting bahwa
perawat perlu dipersiapkan untuk memberikan perawatan terbaik,
memberikan penyuluhan dan informasi mengenai obat- obatan kepada
pasien. Meskipun teknologi kedokteran telah berkembang sedemikian
pesatnya, namun pertanyaan-pertanyaan klinis yang umum untuk penyakit
ISPA selalu mementingkan pada strategi yang efektif untuk pencegahan,
diagnosa dan perawatan.
Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk
terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan
organisasi kesehatan dunia (WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal
tiap tahun. Yang disebabkan karena diare, HIV/AIDS, Malaria dan ISPA
(Depkes,2007).
Penyakit ISPA merupakan suatu masalah kesehatan utama di
indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada
Anak-Anak dan balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% – 30% kematian
anak balita. ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien pada
sarana kesehatan. Sebanyak 40% – 60% kunjungan berobat di puskesmas
dan 15% – 30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap.

B. TUJUAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, sasaran mampu
memahami tentang masalah ISPA.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan sasaran
dapat :
a. Menjela
b. Menyeb
c. Menyeb
d. Menjela
e. Menjela
f. Menjela
g. Menjela
C. Materi
Terlampir

D. Metode
Kegiatan ini menggunakan metode tanya jawab

E. Media / alat
1. Leaflet

F. Kegiatan Penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. Pembukaan a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Menjelaskan pokok c. Memperhatikan
bahasan dan tujuan d. Menerima/menga
penyuluhan mbil leaflet
d. Membagika leaflet
2. Pelaksaaan e. Menjelaska e. Memperhatikan
pengertian ISPA f. Memperhatikan
f. Menjelaskan tanda g. Memperhatikan
dan gejala ISPA h. Memperhatikan
g. Menjelaskan i. Memperhatikan
penyebab ISPA
h. Menjelaskan
penatalaksanaan ISPA
i. Menjelaskan cara
perawatan ISPA

3. Evaluasi j. Menanyakan kepada j. Menjawab


peserta penyuluhan pertanyaan yang
megenai materi yang diajukan pemateri
telah disampaikan
4. Terminasi k. Mengucapkan terima k. Mendengarkan
kasih atas perhatian l. Menjawab salam
dan kerja sama
peserta
l. Mengucapkan salam

G. Pengorganisasian

1. Penanggung jawab : Ayu Zulfah Nurhidayah

2. Moderator : Anggi Tw

3. Penyaji : Fajar Wilantika

4. Fasilitator : Fazri Firmansyah

5. Observer : Putri Riski Paradila

H. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian ISPA


2. Sebutkan Tanda dan Gejala ISPA non Pneumonia
3. Jelaskan macam-macam ISPA.
4. Jelaskan cara pencegahan ISPA Pneumonia

Jawaban :
1. Infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
2. Batuk pilek dengan disertai demam atau tidak
3. Pneumonia dan non Pneumonia
4. Cara pencegahan ISPA
a. Menjauhkan anak dari penderita batuk
b. Memberikan makanan bergizi setiap hari
c. Jagalah kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan anak
d. Berikan imunisasi lengkap.
Lampiran

MATERI PENYULUHAN
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas
laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai  bagian saluran atas dan
bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran  pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura
(Nelson, 2003)
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah penurunan
kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme
asing yang terjadi secara tiba-tiba, menyerang hidung, tenggorokan,
telinga bagian tengah serta saluran napas bagian dalam sampai ke paru-
paru. Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-5 tahun. (Whaley and Wong;
1991; 1418).

B. Penyebab
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab
dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis,
mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan
imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut
berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang
yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup
secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses
terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang
terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi,
asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi
perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley
and Wong; 1991; 1420).

C. Tanda dan Gejala


Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat
menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya
tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal,
gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi,
gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran
tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara
umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan
membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan
sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3
tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,50 C-40,5 0 C.
2) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya
adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3) Anoreksia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit.
Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

E. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian ISPA


pada anak menurut (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut:
1. Usia / Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA dari pada usia yang lebih lanjut.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita
batasan 0-5 tahun, sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena
ISPA. Balita merupakan faktor resiko yang meningkatkan morbidibitas
da mortalitas infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Khususnya
pnemonia karena pada usia balita daya tahan tubuh mereka belum terlalu
kuat (Santoso, 2007).
2. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA
terhadap jenis kelamin tertentu.
3. Status Gizi
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi
untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutriaen. Penelitian
status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada  dayta
antropometri serta biokimia dan riwayat diit      (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara.
Semua organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang
rusak diganti. Kulit dan rambut terus berganti, sel – sel tubuh terus
bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan mengolah zat makanan yang
masak agar zat makanan dapat dipakai untuk pekerjaan tubuh (Nadesul,
2001).
4. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja
memberikan kekebalan terhadap penyakit secara aktif sehingga anak
dapat terhindar dari suatu penyakit. Oleh sebab itu anak yang tidak
mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko terkena ISPA
dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap (Nelson,
1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11
bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar.
Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4
dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan
wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar
rneliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis TT (Dinkes, 2009).
5. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang
dihasilkan oleh kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa
hari setelah kelahiran bayi (Wikipedia, 2008).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan bahkan air putih tidak
diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (WHO, 2001).
Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA, bayi
usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih
besar meninggal karena ISPA dibandingkan Bayi yang memperoleh ASI
Ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebapkan terjadinya defisiensi
zat besi, ini menjadikan resiko kematianya karena ISPA sangat besar
dibandingkan bayi yang secara ekslusif mendapatkan ASI dari si ibu,
Bayi yang diberi ASI ekslusif dapat tumbuh lebih baik dan lebih jarang
sakit serta angka kematianya lebih renda dibandingkan bayi yang tidak
mendapatkan ASI. Ini terjadi karena pemberian ASI dapat meningkatkan
reaksi Imonologis bayi, hampir 90 % kematian bayi dan balita terjadi di
negara berkembang dan jumlah itu sekitar 4 % lebih kematian
disebapkan oleh ISPA (Kartasasmita, 2003).
6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap
kejadian penyakit ISPA. Faktor lingkungan tersebut dapat
berasal dari dalam maupun luar rumah. Untuk faktor yang
berasal dari dalam rumah sangat dipengaruhi oleh kualitas
sanitasi dari rumah itu sendiri, seperti :
a. Kelembaban ruangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa
kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40-
60%. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah
dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikrorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab
ISPA (Kemenkes RI, 2011a).
b. Suhu ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah
memiliki suhu optimum 18- 30 0C. Hal ini berarti, jika
suhu ruangan rumah di bawah 180C atau di atas 300C,
keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat
(Kemenkes RI,2011).
c. Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya
yang cukup. Suatu rumah atau ruangan yang tidak
mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan
kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit.
Sebaliknya suatu ruangan yang terlalu banyak
mendapatkan cahaya akan menimbulkan rasa silau,
sehingga ruangan menjadi tidak sehat.
d. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal,
hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda.
Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar angin
sekaligus udara dari luar ke dalam dan sebaliknya.
Dengan adanya jendela sebagai lubang ventilasi, maka
ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela
selalu dibuka. Untuk lebih memberikan kesejukan,
sebaiknya jendela dan lubang angin menghadap ke
arah datangnya angin, diusahakan juga aliran angin
tidak terhalang sehingga terjadi ventilasi silang (cross
ventilation). Fungsi ke dua dari jendela adalah sebagai
lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya
alam/matahari). Suatu ruangan yang tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan beberapa
keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen,
bertambahnya kadar karbon dioksida, bau pengap,
suhu dan kelembaban udara meningkat. Keadaan yang
demikian dapat merugikan kesehatan dan atau
kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada
kesehatan menunjukkan terjadinya penyakit
pernapasan, alergi, iritasi membrane mucus dan kanker
paru. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan
mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai
ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Depkes RI,
1999).
e. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan
luas lantai dalam rumah dengan jumlah anggota
keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian
ruang tidur menurut Permenkes RI Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 adalah minimal 8 m 2, dan
tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur
dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur
lima tahun (Depkes RI, 1999).
f. Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu
penghasil bahan pencemar dalam ruang. Obat nyamuk
bakar menggunakan bahan aktif octachloroprophyl eter
yang apabila dibakar maka bahan tersebut
menghasilkan bischloromethyl eter (BCME) yang
diketahui menjadi pemicu penyakit kanker, juga bisa
menyebabkan iritasi pada kulit, mata tenggorokan dan
paru-paru (Kemenkes RI, 2011a).

g. Bahan bakar untuk memasak


Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-
hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak,
terutama akibat penggunaan energi yang tidak ramah
lingkungan, serta penggunaan sumber energi yang
relatif murah seperti batubara dan biomasa (kayu,
kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian)
(Kemenkes RI, 2011).
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga
perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan
kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara lain
Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain (Kemenkes RI,
2011a). Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al.
(2009) serta Winarni et al. (2010), didapatkan
hubungan yang bermakna antara pajanan asap rokok
dengan kejadian ISPA pada Balita.
i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter
2,5μ (PM2,5) dan Partikel debu diameter 10μ (PM10)
dapat menyebabkan pneumonia, gangguan system
pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis.
PM2,5 dapat masuk ke dalam paru yang berakibat
timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker
paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau
kardiovascular (KVS). Secara umum PM2,5 dan PM10
timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan manusia
akibat pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari
dalam rumah antara lain dapat berasal dari perilaku
merokok, penggunaan energi masak dari bahan bakar
biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau
penyangga atap juga untuk melindungi rumah dari
gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga
sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah.
Dinding berguna untuk mempertahankan suhu dalam
ruangan, merupakan media bagi proses rising damp
(kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan
salah satu faktor penyebab kelembaban dalam rumah.
Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat
dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang
sering disebut tembok. Dinding dari tembok akan dapat
mencegah naiknya kelembaban dari tanah (rising
damp) Dinding dari anyaman bambu yang tahan
terhadap segala cuaca sebenarnya cocok untuk daerah
pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak dapat
menahan lembab, sehingga kelembabannya tinggi
(Depkes RI,1999).
k. Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan
sakit berbeda dari satu individu dengan individu
lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap
penyakitnya merupakan hal yang penting dalam
menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak
balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan
pengobatan yang akan diterima oleh anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian Djaja et al. (2001),
didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan
dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar,
maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi
tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah. Ibu dengan pendidikan lebih
tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke
fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan
rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak
sakit ataupun berobat ke dukun. Ibu yang
berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih
banyak membawa anaknya ke pelayanan kesehatan
ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak
bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat
SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang
diderita oleh balitanya.
F. Cara penularan penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh
karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.
Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi
tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak
langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab (WHO, 2007)

G. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan
mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara
lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga
dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan
menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat
maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga
dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke
tubuh kita.
2) Immunisasi.
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-
anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk
menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang
berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang
baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di
dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup
asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh
virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit
penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara
yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang
di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran
antara bibit penyakit)

H. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat, pemberian multivitamin dll.
b) Antibiotik :
1) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama
ditujukan pada S. pneumonia, H. influensa dan S. aureus.
2) Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu
kotrimoksasol, Amoksisillin,
3) Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil
penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
4) Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada
posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan
lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata
dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,
dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10
hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.
3. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.
2) Meningkatkan makanan bergizi.
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum.
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
dengan sapu tangan yang bersih.
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis
tidak terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila
anak tersebut masih menetek.

I. Pengobatan
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres,
1) Bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b. Mengatasi batuk
1) Tarik napas dalam dan batuk efektif.
Cara napas dalam dan batuk efektif :
 Ambil napas dalam (melalui hidung)
 Tahan sejenak ± 5-10 detik, lalu hembuskan pelan-
pelan melalui mulut
 Ulangi cara (1) dan (2) sebanyak 3 X
 Setelah itu, batukkan dengan keras
 Jika ada cairan/lendir/sekret yang keluar, langsung
buang ke tempat yang sudah disediakan (Sputum Pot
atau jika tidak ada boleh menggunakan botol /kaleng
/wadah berisi pasir).
 Berkumur-kumur.
 Lakukan dengan teratur (minimal 3 x sehari).
Cara pembuatan larutan jeruk nipis-kecap, yaitu :
a. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan
larutan jeruk nipis-kecap :
 Beberapa buah jeruk nipis yang masih segar.
 Setengah sendok teh kecap manis.
 Satu buah gelas minum ukuran belimbing.
b. Langkah-langkah :
 Peras jeruk nipis dan tempatkan dalam gelas.
 Campurkan dengan ½ - 1 sendok kecap manis,
aduk rata.
 Diminum sekali habis, lakukan secara rutin, agar
batuknya hilang.
c. Aturan pakai larutan jeruk nipis – kecap adalah:
 Bagi orang dewasa, minum 3 x 1 sdm larutan tanpa
dicampur air.
 Bagi anak-anak, minumkan larutan 3 x ½ sdm
larutan tanpa dicampur air.
 Bila ingin minum air setelah minum larutan,
minumlah air matang yang masih hangat.
 Bila batuk tidak berkurang, segera periksakan diri
ke pusat pelayanan kesehatan terdekat

c. Mengatasi pilek bisa dengan cara inhalasi uap/penguapan


sederhana (tradisional)
 Persiapkan alat dan bahan (baskom berisi air panas, minyak
kayu putih, kain/handuk kering).
 Campurkan minyak kayu putih dengan air panas dalam baskom
dengan perbandingan 2-3 tetes minyak kayu putih untuk 250 ml
(1 gelas) air hangat.
 Tempatkan penderita dan campuran tersebut di ruangan tertutup
supaya uap tidaktercampur dengan udara bebas (bisa ditutupi
dengan kain/handuk kering).
 Hirup uap dari campuran tersebut selama ± 5-10 menit atau
penderita sudah merasa lega dengan pernafasannya.
Kontra indikasi : pada balita karena bau minyak penghangat
terlalu kuat serta risiko kecelakaan terkena tumpahan air panas.
DAFTAR PUSTAKA

C long Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah 2 (Suatu Proses


Pendekatan Keperawatan). Bandung.
DEPKES RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular, 1993.
Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk Kader
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ronald. 2006. Obat-obatan Ramuan Tradisional. Bandung : Yrama Widya
[diakses 26 Juni 2011]

Anda mungkin juga menyukai