SGD 3 :
Nabilah Rafifah Putri Hidayat (1902551005)
Elimia Leoni Putri (1902551008)
Yoshe Kartika Sentosa (1902551012)
Elizabeth Hendrawan (1902551026)
Komang Ayu Juni Adiyanti (1902551027)
I Ketut Suandika Dharma Y. (1902551030)
Made Nadia Maharani (1902551035)
Nyoman Ari Pranata (1902551047)
a) Malformasi
Malformasi adalah suatu defek struktural dari suatu organ, bagian dari suatu
organ, ataupun daerah yang lebih luas pada tubuh yang terjadi pada saat proses
organogenesis (proses pembentukan awal suatu struktur organ, sebagian besar
organogenesis terjadi pada 8 minggu awal setelah fertilisasi) sebagai akibat dari
kelainan intrinsik dari suatu proses perkembangan janin. Meskipun biasanya
istilah “malformasi” sering digunakan pada anomali kongenital, sebenarnya hal
tersebut kurang tepat karena anomali kongenital bukan hanya terjadi karena
proses malformasi saja. Malformasi yang paling sering dijumpai adalah
morfogenesis yang tidak sempuna karena proses perkembangan terhenti, seperti
celah langitan. Malformasi merupakan anomali morfologis kongenital yang tidak
progresif dari satu organ atau bagian tubuh karena perubahan program
perkembangan primer (Hennekam et al., 2013). Malformasi bisa juga disebut
sebagai gangguan struktural, perilaku,fungsional dan metabolic yang ada sejak
lahir. Malformasi terjadi selama pembentukan struktur, sebagai contoh selama
organogenesis (Vania Tanujaya, 2013).
Malformasi dapat digolongkan menurut berat ringannya (Retno Hayati,
2000),menjadi :
a. Malformasi mayor, adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup,
contoh malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna.
b. Malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang
serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik, misalnya kelainan
pada daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari,dan lekukan
pada kulit (dimple).
b) Disrupsi
c) Defek struktur yang disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan,
berbedaa dengan deformasi yang disebabkan karena mekanik (Sassouni, 2001).
Disrupsi misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion,
dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-
jari, tengkorak, serta muka. Baik deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai
struktur yang semula berkembang normal. Contoh dari defek karena disrupsi
adalah Moebius sequence, ketulian akibat rubella, mikrosomia hemifasial akibat
perdarahan arteri supedial, dan clefti facial amniotic band complex. Disrupsi
artinya anomali morfologis kongenital yang tidak progresif karena kerusakan
struktur tubuh yang memiliki potensi perkembangan normal (Hennekam et al.,
2013). Disrupsi menyebabkan perubahan morfologis pada struktur yang sudah
terbentuk dan disebabkan oleh proses destruktif (Vania Tanujaya, 2013). Defek
struktur yang disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan, berbedaa
dengan deformasi yang disebabkan karena mekanik (Sassouni, 2001). Disrupsi
misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat
terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari,
tengkorak, serta muka. Baik deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai
struktur yang semula berkembang normal.
d) Deformasi
a. Deformasi merupakan abnormalitas dari bentuk atau posisi dari suatu bagian
tubuh yang terjadi akibat dari proses mekanik setelah proses awal
perkembangan janin. Contoh dari kelainan karena proses deformasi adalah
oligohidroamnion (cairan amnion yang sedikit) yang dapat mengakibatkan
Potter sequence, clubfoot, dislokasi pinggul, dan scoliosis postural congenital.
Deformasi terjadi karena adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga
mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal. Clubfeet, sebagai contoh disebabkan oleh penekanan di
rongga amnion. Deformasi sering mengenai system musculoskeletal dan
mungkin pulih setelah lahir (Vania Tanujaya, 2013).
Sumber:
1. Hayati, R., 2000. ANOMALI KRANIO FASIAL AKIBAT GANGGUAN
TUMBUH KEMBANG. Journal of Dentistry Indonesia, 7(2),
pp.195-201.
2. Hennekam, R.C., Biesecker, L.G., Allanson, J.E., Hall, J.G., Opitz, J.M.,
Temple, I.K. and Carey, J.C. (2013). Elements of morphology: General terms
for congenital anomalies. American Journal of Medical Genetics Part A,
161(11), pp.2726–2733.
3. Retno-Hayati. Anomali Kranio Fasial Akibat Gangguan Tumbuh Kembang.
Jurnal Kedokteran Gigi UI. 2000: 7 (Edisi Khusus) : 195-201
4. Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2017 Artikel Kesehatan “Apa Itu
Microtia?” [online] Available at : https://rumahsakit.unair.ac.id/website/apa-
itu-microtia/
5. Sassouni V. & Forrest EJ. Orthodontics in dental practice. St. Louis: Mosby
Co., 2001 : 169-97
6. Usu Ocw, Kelainan Gigi Akibat Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan
[online] Available at : http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-
PEDODONSIA-DASAR/kgm-
427_slide_kelainan_gigi_akibat_gangguan_pertumbuhan_dan_perkembangan.
pdf
7. Vania Tanujaya, M. (2013). Malformasi Kongenital. [online] Scribd.
Available at: https://www.scribd.com/doc/167355658/Malformasi-Kongenital
[Accessed 14 Apr. 2020].
Sumber :
1. Hayati, R. 2000. ANOMALI KRANIOFASIAL AKIBAT GANGGUAN
TUMBUH KEMBANG. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
2. Rahim,MI,dkk 2017, Jurnal Radiologi Indonesia “GAMBARAN
RADIOLOGI PADA CRANIOSYNOSTOSIS”, Vol 2; 2.
a. Dental displasia :
Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua
rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain.
Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
Keseimbangan muka dan fungsi normal
Perkembangan muka dan pola skeletal baik
Macam-macam kelainan: kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh
karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga
dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan sebagainya.
b. Skeleto Dental displasia
Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak
normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang
terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam
kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut (Sulandjari, 2008.
c. Skeletal Displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada :
Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis
kranium
Hubungan rahang atas dan rahang bawah
Posisi gigi dalam lengkung gigi normal (Sulandjari, 2008).
Sumber :
1. Sassouni V. & Forrest EJ. Orthodontics in dental practice. St. Louis: Mosby Co.,
1971 : 169-97
2. Sulandjari, H., 2008. Buku Ajar Ortodonsia I. 1st ed. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada, p.43.
4. Jelaskan apa yang bisa anda ketahui dari penyebab down’s syndrome dan apa saja
tanda khasnya
Sumber:
1. Asim, A., Kumar, A., Muthuswamy, S., Jain, S. and Agarwal, S., 2015. Down
syndrome: an insight of the disease. Journal of biomedical science, 22(1),
p.41.
2. Elden, L. M. and Zur, K. B. (2013) Congenital malformations of the head and
neck, Congenital Malformations of the Head and Neck. doi: 10.1007/978-1-
4419-1714-0.
3. Irwanto et al. (2019) A-Z Sindrom Down. 1st edn. Edited by Irwanto and H.
Wicaksono. Airlangga University Press.
4. MUHAMMAD YOGI (2014) ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者
における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title’, Implementation
Science, 39(1), pp. 1–24. doi: 10.4324/9781315853178.
5. Rohmadheny, P. S. (2016) ‘Studi Kasus Anak Downsyndrome Case Study of
Down Syndrome Child’, Jurnal CARE (Children Advisory Research and
Education), 03(3), pp. 67–76.