Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH FARMAKOLOGI

KELOMPOK
OBAT GAGAL JANTUNG

Dosen Pembimbing

Dra. Kionarni Ongkowijoyo, Apt, M.M.Kes

Nama Penyusun

1. Khafisul Nilla Adkhaini (P27820719020)


2. Salsabila Dharma Ananda (P27820719031)

TINGKAT 1 PENDIDIKAN PROFESI NERS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PENDIDIKAN PROFESI NERS KAMPUS SOETOMO SURABAYA


TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Obat Gagal jantung” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Farmakologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang obat gagal jantung bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Kionarni Ongkowijoyo,


Apt, M.M.Kes selaku dosen mata kuliah Farmakologi yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 28 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................1

1.1 Pengertian Penyakit Gagal Jantung..............................................1

1.2 Patofisiologi Penyakit Gagal jantung............................................2

1.3 Penyebab Penyakit Gagal Jantung................................................8

1.4 Gejala Penyakit Gagal jantung....................................................10

BAB 2 MEKANISME ATAU CARA KERJA OBAT.................12

2.1 Nitrogliserin................................................................................12

2.2 ACE Inhibitor..............................................................................13

2.3 Angiotensin Reseptor Bloker......................................................13

2.4 Diuretik.......................................................................................14

2.5 Digitalis.......................................................................................15

2.6 Agonius β-Adrenergik................................................................16

BAB 3 FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK.....18

3.1 Nitrogliserin................................................................................18

3.2 ACE Inhibitor..............................................................................22

3.3 Angiotensin Reseptor Bloker......................................................25

ii
3.4 Diuretik.......................................................................................28

3.5 Digitalis.......................................................................................40

3.6 Agonius β-Adrenergik................................................................43

BAB 4 SEDIAAN OBAT DAN DOSIS.........................................49

4.1 Nitrogliserin................................................................................49

4.2 ACE Inhibitor..............................................................................49

4.3 Angiotensin Reseptor Bloker......................................................51

4.4 Diuretik.......................................................................................51

4.5 Digitalis.......................................................................................53

4.6 Agonius β-Adrenergik................................................................54

DAFTAR PUSTAKA......................................................................56

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Penyakit Gagal Jantung

Gagal jantung (Heart Failure) merupakan suatu keadaan yang


terjadi saat jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang
memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme atau jantung dapat
bekerja dengan baik hanya bila tekanan pengisian dinaikkan. Gagal
jantung juga merupakan suatu keadaan akhir dari setiap penyakit jantung,
termasuk aterosklerosis pada arteri koroner, infark miokardium, kelainan
katup jantung, maupun kelainan kongenital.
Gagal jantung adalah gawat medis yang bila dibiarkan tak terawat
akan menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Perawatan pertama
utama untuk gagal jantung adalah cardiopulmonary resuscitation. Gagal
jantung dapat akut, misalnya setelah serangan jantung atau dapat juga
terjadi secara perlahan-lahan. Banyak sebab terjadinya gagal jantung,
sering kali karena suatu serangan jantung, tekanan darah tinggi atau
adanya problem pada katup-katup jantung.
Diagnosa berdasarkan gejala-gejala di atas, pemeriksaan jantung,
pembuluh darah, paru-paru, pembengkakan hati dan pembengkakan kaki
(edema). Tes lainnya untuk meyakinkan diagnosa adalah rontgen paru-

1
paru (ada cairan atau tidak), echocardiogram (USG jantung) dan
pemeriksaan darah. Gagal jantung hanya dapat di atasi dengan
transplantasi jantung, yang termasuk jarang dilakukan. Kebanyakan
penderita gagal jantung perlu obat berkemih (diuretic) dan obat-obat
lainnya seperti ACE inhibitor, dan statin. Beberapa penderita gagal
jantung lainnya perlu pacu jantung agar jantung bekerja lebih baik, tetapi
alat pacu jantung harus ditala secara berkala (biasanya 6 bulan sekali).

1.2 Patofisiologi Penyakit Gagal Jantung


Patofisiologi utama gagal jantung adalah pengurangan efisiensi
otot jantung, melalui kerusakan atau kelebihan beban. Dengan demikian,
itu dapat disebabkan oleh sejumlah besar kondisi, termasuk infark miokard
(otot jantung kekurangan oksigen dan mati), hipertensi (yang
meningkatkan kekuatan kontraksi yang diperlukan untuk memompa darah)
dan amiloidosis (salah lipatannya protein disimpan dalam otot jantung,
menyebabkannya menjadi kaku). Seiring waktu peningkatan beban kerja
ini akan menghasilkan perubahan pada jantung itu sendiri
Jantung seseorang dengan gagal jantung mungkin memiliki
kekuatan kontraksi yang berkurang karena kelebihan ventrikel. Pada
jantung yang sehat, peningkatan pengisian ventrikel menghasilkan
peningkatan kekuatan kontraksi (oleh hukum jantung Frank-Starling) dan
dengan demikian peningkatan curah jantung. Pada gagal jantung,
mekanisme ini gagal, karena ventrikel penuh dengan darah ke titik di mana
kontraksi otot jantung menjadi kurang efisien. Hal ini disebabkan
berkurangnya kemampuan untuk menghubungkan aktin dan filamen
miosin pada otot jantung yang berlebihan.
Volume stroke yang berkurang dapat terjadi sebagai akibat dari
kegagalan sistol, diastol atau keduanya. Volume sistolik akhir yang
meningkat biasanya disebabkan oleh kontraktilitas yang berkurang.
Penurunan volume diastolik diakibatkan oleh gangguan pengisian
ventrikel, ini terjadi ketika kepatuhan ventrikel jatuh (ketika dinding
menjadi kaku). Karena jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme normal, jumlah curah jantung dapat meningkat

2
pada saat peningkatan kebutuhan oksigen (misalnya, olahraga) berkurang.
Ini berkontribusi pada intoleransi olahraga yang biasa terlihat pada gagal
jantung. Ini berarti hilangnya cadangan jantung seseorang, atau
kemampuan jantung untuk bekerja lebih keras selama aktivitas fisik yang
berat. Karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi tuntutan
metabolisme normal, jantung tidak mampu memenuhi tuntutan
metabolisme tubuh selama berolahraga.
Temuan umum pada mereka yang mengalami gagal jantung adalah
peningkatan denyut jantung, yang distimulasi oleh peningkatan aktivitas
simpatis untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Awalnya,
ini membantu mengkompensasi gagal jantung dengan mempertahankan
tekanan darah dan perfusi, tetapi menempatkan tekanan lebih lanjut pada
miokardium, meningkatkan persyaratan perfusi koroner, yang dapat
menyebabkan memburuknya penyakit jantung iskemik. Aktivitas simpatis
juga dapat menyebabkan irama jantung abnormal yang berpotensi fatal.
Peningkatan ukuran fisik lapisan otot jantung dapat terjadi. Hal ini
disebabkan oleh serat otot jantung yang berdiferensiasi meningkat dalam
ukurannya dalam upaya meningkatkan kontraktilitas. Ini dapat
berkontribusi pada peningkatan kekakuan dan dengan demikian
mengurangi kemampuan untuk rileks selama diastole. Pembesaran
ventrikel juga dapat terjadi dan berkontribusi terhadap pembesaran dan
bentuk bola jantung yang gagal. Peningkatan volume ventrikel juga
menyebabkan penurunan volume stroke karena kontraksi jantung yang
tidak efisien dan mekanis.
Efek umum adalah salah satu dari penurunan curah jantung dan
meningkatnya ketegangan pada jantung. Ini meningkatkan risiko henti
jantung (khususnya karena irama jantung ventrikel abnormal) dan
mengurangi suplai darah ke seluruh tubuh. Pada penyakit kronis
penurunan curah jantung menyebabkan sejumlah perubahan pada bagian
tubuh lainnya, beberapa di antaranya merupakan kompensasi fisiologis,
beberapa di antaranya merupakan bagian dari proses penyakit.

3
Tekanan darah arteri turun. Ini menstimulasi baroreseptor pada
sinus karotis dan lengkungan aorta yang terhubung ke nukleus trus solitarii
. Pusat otak ini meningkatkan aktivitas simpatis, melepaskan katekolamin
ke dalam aliran darah. Mengikat reseptor alfa-1 menghasilkan
vasokonstriksi arteri sistemik. Ini membantu mengembalikan tekanan
darah tetapi juga meningkatkan resistansi perifer total, meningkatkan
beban kerja jantung. Mengikat reseptor beta-1 dalam miokardium
meningkatkan denyut jantung dan membuat kontraksi lebih kuat dalam
upaya meningkatkan curah jantung. Namun, ini juga meningkatkan jumlah
pekerjaan yang harus dilakukan jantung.
Stimulasi simpatis yang meningkat juga menyebabkan hipofisis
posterior untuk mengeluarkan vasopresin (juga dikenal sebagai hormon
antidiuretik atau ADH), yang menyebabkan retensi cairan di ginjal. Ini
meningkatkan volume darah dan tekanan darah.
Gagal jantung juga membatasi kemampuan ginjal untuk
membuang natrium dan air, yang selanjutnya meningkatkan edema.
Mengurangi aliran darah ke ginjal menstimulasi pelepasan renin-suatu
enzim yang mengkatalisasi produksi vasopressor angiotensin yang manjur.
Angiotensin dan metabolitnya menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut,
dan merangsang peningkatan sekresi steroid aldosteron dari kelenjar
adrenal. Ini mempromosikan retensi garam dan cairan di ginjal.
Tingkat hormon neuroendokrin yang bersirkulasi tinggi secara
kronis seperti katekolamin, renin, angiotensin, dan aldosteron
mempengaruhi miokardium secara langsung, yang menyebabkan
remodeling struktural jantung dalam jangka panjang. Banyak dari efek
remodeling ini tampaknya dimediasi dengan mentransformasikan beta
faktor pertumbuhan (TGF-beta), yang merupakan target hilir umum dari
kaskade transduksi sinyal yang diprakarsai oleh katekolamin dan
angiotensin II, dan juga oleh faktor pertumbuhan epidermal. (EGF), yang
merupakan target jalur pensinyalan yang diaktifkan oleh aldosteron.

4
Berkurangnya perfusi otot rangka menyebabkan atrofi serat otot.
Hal ini dapat mengakibatkan kelemahan, peningkatan kelelahan dan
penurunan kekuatan puncak-semua berkontribusi untuk melakukan
intoleransi.
Meningkatnya resistensi perifer dan volume darah yang lebih besar
menyebabkan tekanan pada jantung dan mempercepat proses kerusakan
miokardium. Vasokonstriksi dan retensi cairan menghasilkan peningkatan
tekanan hidrostatik di kapiler. Ini menggeser keseimbangan kekuatan yang
mendukung pembentukan cairan interstitial karena tekanan yang
meningkat memaksa cairan tambahan keluar dari darah, ke dalam jaringan.
Ini menghasilkan edema (penumpukan cairan) di jaringan. Pada gagal
jantung sisi kanan, ini biasanya dimulai di pergelangan kaki di mana
tekanan vena tinggi karena efek gravitasi (meskipun jika pasien terbaring
di tempat tidur, akumulasi cairan dapat dimulai di daerah sakral). Ini juga
dapat terjadi di rongga perut, tempat penumpukan cairan disebut asites.
Pada edema gagal jantung sisi kiri dapat terjadi di paru-paru-ini disebut
edema paru kardiogenik. Ini mengurangi kapasitas cadangan untuk
ventilasi, menyebabkan pengerasan paru-paru dan mengurangi efisiensi
pertukaran gas dengan meningkatkan jarak antara udara dan darah.
Konsekuensi dari hal ini adalah dispnea (sesak napas), ortopnea , dan
dispnea nokturnal paroksismal.
Gejala gagal jantung sebagian besar ditentukan oleh sisi jantung
mana yang gagal. Sisi kiri memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik,
sementara sisi kanan memompa darah ke dalam sirkulasi paru-paru .
Sementara gagal jantung sisi kiri akan mengurangi curah jantung ke
sirkulasi sistemik, gejala awal sering bermanifestasi karena efek pada
sirkulasi paru. Pada disfungsi sistolik, fraksi ejeksi menurun,
meninggalkan volume darah yang meningkat secara abnormal di ventrikel
kiri. Pada disfungsi diastolik, tekanan ventrikel end-diastolik akan tinggi.
Peningkatan volume atau tekanan ini kembali ke atrium kiri dan kemudian
ke vena paru-paru. Peningkatan volume atau tekanan pada vena
pulmonalis merusak drainase normal alveoli dan menyokong aliran cairan

5
dari kapiler ke parenkim paru-paru, menyebabkan edema paru. Ini
merusak pertukaran gas. Dengan demikian, gagal jantung sisi kiri sering
muncul dengan gejala pernapasan: sesak napas, ortopnea, dan dispnea
nokturnal paroksismal. Pada kardiomiopati berat, efek penurunan curah
jantung dan perfusi yang buruk menjadi lebih jelas, dan pasien akan
bermanifestasi dengan ekstremitas dingin dan basah, sianosis, klaudikasio,
kelemahan umum, pusing, dan pingsan.
Oksigen darah rendah yang dihasilkan oleh edema paru
menyebabkan vasokonstriksi dalam sirkulasi paru, yang menyebabkan
hipertensi paru. Karena ventrikel kanan menghasilkan tekanan yang jauh
lebih rendah daripada ventrikel kiri (masing-masing sekitar 20 mmHg
versus sekitar 120 mmHg, pada individu yang sehat) tetapi meskipun
demikian menghasilkan output jantung yang persis sama dengan ventrikel
kiri, ini berarti bahwa sedikit peningkatan resistensi vaskular paru
menyebabkan peningkatan besar dalam jumlah kerja yang harus dilakukan
oleh ventrikel kanan. Namun, mekanisme utama gagal jantung sisi kiri
menyebabkan gagal jantung kanan sebenarnya tidak dipahami dengan
baik. Beberapa teori menggunakan mekanisme yang dimediasi oleh
aktivasi neurohormonal. Efek mekanis juga dapat berkontribusi. Ketika
ventrikel kiri membesar, septum intraventrikular membungkuk ke
ventrikel kanan, mengurangi kapasitas ventrikel kanan.
Disfungsi Sistolik
Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistolik lebih mudah
dikenali. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai kegagalan fungsi
pompa jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan fraksi ejeksi (kurang
dari 45%). Kekuatan kontraksi ventrikel dilemahkan dan tidak memadai
untuk membuat volume stroke yang memadai, sehingga curah jantung
tidak memadai. Secara umum, ini disebabkan oleh disfungsi atau
penghancuran miosit jantung atau komponen molekulnya. Pada penyakit
bawaan seperti distrofi otot Duchenne , struktur molekul miosit individu
dipengaruhi. Miosit dan komponennya dapat rusak oleh peradangan
(seperti pada miokarditis) atau oleh infiltrasi (seperti pada amiloidosis).

6
Racun dan agen farmakologis (seperti etanol, kokain, doksorubisin, dan
amfetamin) menyebabkan kerusakan intraseluler dan stres oksidatif.
Mekanisme kerusakan yang paling umum adalah iskemia yang
menyebabkan infark dan pembentukan parut. Setelah infark miokard,
miosit yang mati digantikan oleh jaringan parut, secara merusak
mempengaruhi fungsi miokardium. Pada ekokardiogram, ini
dimanifestasikan oleh gerakan dinding abnormal (hipokinesia) atau
gerakan dinding absen (akinesia).
Karena ventrikel tidak cukup dikosongkan, tekanan dan volume
ventrikel akhir meningkat. Ini ditransmisikan ke atrium. Di sisi kiri
jantung, peningkatan tekanan ditransmisikan ke pembuluh darah paru-
paru, dan tekanan hidrostatik yang dihasilkan lebih menyukai ekstravasasi
cairan ke parenkim paru-paru, menyebabkan edema paru. Di sisi kanan
jantung, peningkatan tekanan ditransmisikan ke sirkulasi vena sistemik
dan kapiler sistemik, mendukung ekstravasasi cairan ke dalam jaringan
organ target dan ekstremitas, sehingga menyebabkan edema perifer yang
tergantung.
Disfungsi Diastolik
Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi diastolik umumnya
digambarkan sebagai kegagalan belakang ventrikel untuk cukup rileks dan
biasanya menunjukkan dinding ventrikel yang lebih kaku. "Kekakuan" dan
kontraktilitas dinding ventrikel pada diastole pertama kali dijelaskan oleh
Pierre-Simon Laplace. Hal ini menyebabkan pengisian ventrikel yang
tidak adekuat dan karenanya menghasilkan volume stroke yang tidak
adekuat (SV). SV adalah istilah matematika yang dapat menerima
manipulasi banyak variabel. Kegagalan relaksasi ventrikel juga
mengakibatkan peningkatan tekanan diastolik akhir, dan hasil akhirnya
identik dengan kasus disfungsi sistolik (edema paru pada gagal jantung
kiri, edema perifer pada gagal jantung kanan). Disfungsi diastolik dapat
disebabkan oleh proses yang serupa dengan yang menyebabkan disfungsi
sistolik, terutama penyebab yang memengaruhi remodeling jantung.

7
Disfungsi diastolik mungkin tidak memanifestasikan dirinya
kecuali dalam ekstrem fisiologis jika fungsi sistolik dipertahankan. Pasien
mungkin benar-benar tanpa gejala saat istirahat. Namun, mereka sangat
sensitif terhadap peningkatan denyut jantung, dan serangan takikardia
yang tiba-tiba (yang dapat disebabkan hanya oleh respons fisiologis
terhadap aktivitas, demam, atau dehidrasi, atau oleh takiaritmia patologis
seperti fibrilasi atrium dengan respons ventrikel yang cepat) dapat
mengakibatkan edema paru flash. Kontrol laju yang adekuat (biasanya
dengan agen farmakologis yang memperlambat konduksi AV seperti
blocker saluran kalsium atau beta-blocker), oleh karena itu, sangat penting
untuk mencegah dekompensasi akut.
Fungsi diastolik ventrikel kiri dapat ditentukan melalui
ekokardiografi dengan mengukur berbagai parameter seperti rasio E/A
(rasio pengisian ventrikel kiri awal-ke-atrium), waktu perlambatan E
(pengisian ventrikel kiri awal), dan waktu relaksasi isovolumik .

1.3 Penyebab Penyakit Gagal Jantung


Banyak kondisi atau penyakit yang dapat menjadi penyebab gagal jantung,
antara lain:
 Penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner merupakan
penyebab gagal jantung yang paling sering. Penyakit ini terjadi akibat
penyempitan pada pembuluh darah yang memasok darah ke jantung.

 Hipertensi menyebabkan jantung bekerja lebih keras dalam memompa


dan mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sehingga menimbulkan
penebalan otot jantung. Jika dibiarkan, otot jantung akan melemah dan
jantung tidak lagi mampu memompa darah secara efektif. Hal inilah
yang membuat gagal jantung dapat terjadi akibat komplikasi
hipertensi.

 Diabetes. Selain penderita diabetes rentan terkena penyakit jantung


koroner yang merupakan penyebab utama gagal jantung, gula darah
yang tinggi juga dapat merusak jantung.

8
 Kelainan atau kerusakan otot jantung (kardiomiopati). Otot jantung
memiliki peran penting dalam memompa darah. Jika otot jantung
mengalami kerusakan atau kelainan, maka pemompaan darah juga
akan terganggu.

 Radang otot jantung (miokarditis). Peradangan pada otot jantung


menyebabkan otot jantung tidak bekerja secara maksimal dalam
memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini paling sering
disebabkan oleh infeksi virus.

 Penyakit katup jantung. Katup jantung berfungsi mengatur aliran darah


di dalam jantung, sehingga jantung bisa memompa darah dengan
efektif. Jika katup jantung rusak, aliran darah akan terganggu. Kondisi
ini akan menyebabkan peningkatan beban kerja otot jantung.

 Gangguan irama jantung (aritmia). Kondisi ini dapat menyebabkan


detak jantung menjadi terlalu lambat atau terlalu cepat, dan tidak
teratur. Aritmia membuat kerja jantung menjadi tidak efektif. Lama
kelamaan, kondisi ini akan mengubah struktur jantung dan akhirnya
menimbulkan gagal jantung.

 Penyakit jantung bawaan. Sebagian bayi terlahir dengan sekat ruang


jantung atau katup jantung yang tidak sempurna. Kondisi ini
menyebabkan bagian jantung yang sehat harus bekerja lebih keras
dalam memompa darah, dan berpotensi menimbulkan gagal jantung.

 Kadar hormon tiroid yang tinggi (hipertiroidisme). Tingginya kadar


hormon tiroid di dalam darah akan meningkatkan denyut jantung,
sehingga membuat jantung bekerja ekstra. Lama kelamaan, jantung
akan menjadi lelah dan gagal berfungsi.

 Anemia atau kurang darah. Seseorang yang menderita anemia


kekurangan alat transportasi dalam darah untuk menyalurkan oksigen
ke seluruh tubuh. Alat transportasi ini disebut hemoglobin (Hb).

9
Kondisi ini akan membuat jantung bekerja lebih keras untuk
mempercepat aliran darah, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh
tetap terpenuhi. Hal inilah yang memicu terjadinya gagal jantung,
akibat kelelahan pada otot jantung.
Selain sejumlah penyakit di atas, ada beberapa hal yang juga membuat
seseorang lebih berisiko mengalami gagal jantung, yaitu:
 Memiliki berat badan berlebih.

 Memiliki kebiasaan merokok.

 Hobi mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol.

 Kurang olahraga.

 Mengonsumsi alkohol secara berlebihan.

1.4 Gejala Penyakit Gagal Jantug


Gagal jantung tidak selalu datang secara tiba-tiba. Penyakit ini,
bisa dibagi menjadi kondisi yang kronis dan akut. Sehingga, ada gejala
maupun tanda yang dapat Anda kenali untuk mencegah keparahannya
sejak dini, seperti berikut ini.
 Napas pendek-pendek saat berbaring

 Tubuh terasa lelah dan lemas

 Bengkak di kaki

 Detak jantung cepat dan tidak teratur

 Kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik menjadi berkurang

 Batuk tidak sembuh-sembuh atau napasnya berbunyi, disertai dahak


berwarna putih atau merah muda

 Sering ingin buang air kecil, terutama pada malam hari

10
 Perut bengkak akibat penumpukan cairan (asites)

 Berat badan naik dengan sangat cepat, akibat penumpukan cairan di


tubuh

 Nafsu makan berkurang dan mual

 Sulit berkonsenterasi

 Tiba-tiba sesak napas yang parah, disertai batuk dahak yang


berwarna merah muda

 Nyeri dada, apabila gagal jantung disebabkan oleh serangan jantung


Muncul atau tidaknya gejala-gejala di atas, juga dapat menjadi acuan
tingkat keparahan gagal jantung kongestif. Klasifikasi gagal jantung dibagi
menjadi empat tingkat berdasarkan New York Heart Association (NYHA),
yaitu:
 Kelas I
Ini adalah tingkatan paling ringan. Di kelas I, penderita gagal
jantung kongestif tidak merasakan adanya batasan saat melakukan
aktivitas fisik. Pengobatan untuk kondisi ini pun cukup dilakukan
dengan perubahan gaya hidup, konsumsi obat jantung, dan
pengawasan rutin dari dokter.
 Kelas II
Jika mengalami gagal jantung kongestif kelas II, gejala umumnya
akan timbul saat Anda melakukan aktivitas fisik tertentu. Namun,
gejala tidak akan muncul saat Anda sedang berada di posisi
istirahat. Gejala yang bisa muncul saat melakukan aktivitas fisik di
antaranya kelelahan, jantung berdebar, dan sesak napas. Penanganan
untuk kondisi ini, sama dengan kelas I.
 Kelas III
Pada gagal jantung kongestif kelas III, melakukan aktivitas fisik
yang ringan maupun berada di posisi istirahat sudah bisa merasakan
timbulnya gejala. Bahkan sedikit pergerakan sudah bisa

11
menimbulkan sesak napas, kelelahan, dan jantung berdebar.
Perawatan untuk kondisi ini lebih rumit. Dokter akan menyesuaikan
terapi, yang paling cocok untuk kondisi Anda.
 Kelas IV
Ini adalah tingkatan yang paling parah. Penderita tidak dapat
melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman dan juga
gejala timbul saat sedang istirahat. Apapun kegiatan yang Anda
lakukan, gejala gagal jantung kongestif selalu menyertai. Pada tahap
ini, penyakit sudah tidak bisa disembuhkan.

BAB 2

MEKANISME ATAU CARA KERJA OBAT

2.1 Nitrogliserin
Nitrogliserin atau glyceryl trinitrate (GTN) adalah obat golongan
nitrat yang digunakan untuk mengurangi intensitas serangan angina (nyeri
dada), terutama pada penderita penyakit jantung koroner. Obat ini bekerja
dengan cara melebarkan pembuluh darah, serta meningkatkan pasokan
darah dan oksigen ke otot jantung.
GTN adalah prodrug yang harus didenitrasi , dengan anion nitrit
atau spesies terkait selanjutnya dikurangi untuk menghasilkan metabolit
nitrit oksida aktif (NO). Nitrat organik yang menjalani dua langkah ini di
dalam tubuh disebut nitrovasodilator , dan denitrasi dan reduksi terjadi
melalui berbagai mekanisme. Mekanisme nitrat menghasilkan NO secara
luas diperdebatkan. Beberapa percaya bahwa nitrat organik menghasilkan
NO dengan bereaksi dengan kelompok sulfhidril , sementara yang lain

12
percaya bahwa enzim seperti glutathione S-transferases , cytochrome P450
(CYP), dan xanthine oxidoreductase adalah sumber utama bioaktivasi
GTN. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bukti telah dihasilkan yang
mendukung kesimpulan bahwa denitrasi dan reduksi GTN yang relevan
secara klinis menghasilkan 1,2-glyceryl dinitrate (GDN) dan NO, dan
bahwa reaksi ini dikatalisis oleh mitochondrial aldehyde dehydrogenase
(ALDH2 atau mtALDH).
NO yang diproduksi oleh proses ini adalah aktivator kuat guanylyl
cyclase (GC) oleh mekanisme bergantung- heme; aktivasi ini
menghasilkan pembentukan siklik guanosin monofosfat (cGMP) dari
guanosine trifosfat (GTP). Di antara peran lain, cGMP berfungsi sebagai
substrat untuk protein kinase yang tergantung cGMP yang mengaktifkan
myosin rantai ringan fosfatase. Dengan demikian, produksi NO dari
sumber eksogen seperti GTN meningkatkan tingkat cGMP dalam sel, dan
merangsang defosforilasi myosin, yang memulai relaksasi sel otot polos
dalam pembuluh darah.

2.2 ACE Inhibitor


ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim dalam
tubuh untuk memproduksi hormon angiotensin II atau zat yang dapat
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan kerja jantung. Dengan
obat ini, pembuluh darah menjadi melebar, sehingga tekanan pada
pembuluh darah berkurang, begitu pun jumlah cairan yang mengalir dalam
pembuluh darah. Kondisi tersebut dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan meringankan kerja jantung.
ACE-Inhibitors menurunkan:
 Kadar angiotensin II baik lokal maupun dalam sirkulasi
 Sekresi aldosteron
 Sekresi vasopresin
 Aktivitas saraf simpatis
 Efek trofik angiotensin II

13
Menghambat kininase II  meningkatkan kadar bradikinin  merangsang
reseptor B2  pelepasan nitrit oksida (NO), prostasiklin dan prostaglandin
E2. Tetapi, ACE-Inhibitors tidak menghambat kerja angiotensin II yang
diaktivasi melalui reseptor AT1 dan AT2, dan juga tidak secara langsung
berinteraksi dengan komponen sistem renin- angiotensin lainnya

2.3 Angiotensin Reseptor Bloker


Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat
anti hipertensi yang bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah
melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron. ARB mampu menghambat
angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehinggasecara langsung
akan menyebabkan vasodilatasi,penurunan produksi vasopresin, dan
mengurangi sekresialdosteron.
ARB bekerja dengan cara mengeblok aktivitas kimia alami yang
disebut angiotensin II. Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat
(menyebabkan pembuluh darah kontriksi [menyempit]). Penyempitan ini
bisa menyebabkan tekanan darah tinggi dan sedikit aliran darah yang
melalui ginjal.
ARB mencegah angiotensin II berikatan dengan reseptornya,
reseptor angiotensin II tipe I (AT1) yang terletak di otot-otot di sekitar
pembuluh darah, sehingga:
 Memungkinkan pembuluh darah tersebut membesar
 Mengurangi tekanan darah
 Memperbaiki gejala gagal jantung
 Memperbaiki perkembangan penyakit ginjal akibat diabetes
Angiotensin II juga memiliki efek pada:
 Aktivasi simpatetik. Angiotensin II memiliki efek pada
noradrenalin yang berkontribusi terhadap vasokonstriksi dan
meningkatkan denyut jantung
 Sekresi aldosteron dari korteks adrenal
 Penyerapan kembali natrium dan retensi (penahanan) air oleh ginjal

2.4 Diuretik

14
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi natrium,sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak.
Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain,
yakni di :
1. Tubuli peroksimal. Ultrafitrat mengandung sejumlah besar garam
yang di sini direabsorbsi secara aktif untuk kurang lebih 70%
antara lain ion-Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorpsi berlangsung proporsional, maka susunan fitrat tidak
berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis
(manitol, sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi reabsorpsi air
dan juga natrium.
2. Lingkungan henle. Di bagian menaik dari henle’s loop ini k.l. 25%
dari semua ion-Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, di
susul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti
furosemida, bumetamida dan etakrinat, bekerja terutama di sini
dengan merintangi transpor Cl- dan demikian reabsorpsi Na+ ,
pengeluaran K+ dan air juga di perbanyak.
3. Tubuli distal. Dibagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi
secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi cair dan lebih
hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak sekresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di
bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion-K atau –
NH4+ ; proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron,
antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium
(amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan
ekskresi Na+ (kurang dari 5%) dan retensi- K+.
4. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari
hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan memengaruhi
permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

2.5 Digitalis
1. Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol

15
Terjadi hambatan pada aktivitas pompa proton. Hal ini
menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intra sel, yang
menyebabkan kadar kalsium intra sel yang meningkat
menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.
2. Peningkatan kontraktilitas otot jantung
Pemberian glikosida digitalis meningkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi
aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi. Efek-efek ini
menyebabkan reduksi kecepatan jantung dan kebutuhan oksigen
otot jantung berhenti (berkurang) (Mycek et al., 2001).
Terapi digoksin merupakan indikasi pada pasien dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretic
dan vasodilator. Digoksin tidak diindikasikan pad pasien dengan
gagal jantung sebelah kanan atau diastolik. Obat yang termasuk
dengan golongan ini adalah digoksin dan digitoksin. Glikosida
jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang,
termasuk otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini
belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan
hambatan Na+ K+ -ATPase di dalam jaringan ini (Katzung, 1992).
Adanya interaksi obat dengan preparat digitalis dapat
menyebabkan toksisitas digitalis. Banyak dari diuretik kuat seperti
furesemid dan hidroklortiazid memperberat kehilangan kalium dari
tubuh sehingga meningkatkan efek preparat digitalis sehingga
terjadilah toksisitas (Kee, 1996).

3. Agonius β-Adrenergik
Obat-obat β-2 adrenergik digolongkan menjadi dua golongan yaitu
(Ikawati, 2014) :
a. Short acting β-2 agonis
Obat golongan ini adalah bronkodilator yang paling umum
digunakan. Hal ini paling sering digunakan dalam terapi
penyelamatan untuk gejala asma akut. Contoh : Salbutamol atau
Albuterol

16
b. Long acting β-2 agonis
Salmeterol : obat ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk
kortikosteroid inhalasi untuk mengurangi efek negatif dari steroid
Formoterol : dapat mengurangi bronkospasme dengan relaksasi
otot polos bronchioles dalam kondisi yang berhubungan dengan
asma.

Mekanisme kerjanya melalui stimulasi reseptor B2 di


bronki yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat perubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi
menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk
proses-proses dalam sel. Salbutamol digunakan untuk meringankan
bronkospasm yang berhubungan dengan asma
Salbutamol merupakan sympathomimetic amine termasuk
golongan beta-adrenergic agonist yang memiliki efek secara khusus
terhadap reseptor beta(2)-adrenergic yang terdapat didalam adenyl
cyclase. Adenyl cyclase merupakan katalis dalam proses perubahan
adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic-3', 5'-adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Mekanisme ini meningkatkan
jumlah cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot polos
bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi
hipersensitivitas dari mast cells(syamsudin, 2013).

17
BAB 3

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

3.1 Nitrogliserin
Nitroliserin adalah vasodilator kuat dengan pengaruh pada vena
dan pengaruh yang kuat pada jaringan pembuluh darah arteri. Farmakologi
nitrogliserin bekerja dengan merelaksasikan otot polos vaskular. Walau
efek pada pembuluh darah vena lebih dominan, nitrogliserin dapat
memberi efek vasodilatasi pada arteri dan vena.
a) Farmakokinetik
Farmakokinetik nitrogliserin cukup baik pada penggunaan
sublingual yang akan diekskresikan melalui urine.
1) Absorbsi
Nitrogliserin dengan cepat diabsorpsi setelah penggunaan tablet
sublingual. Puncak konsentrasi plasma rata-rata terjadi pada sekitar
6-7 menit setelah penggunaan. Konsentrasi plasma maksimum
nitrogliserin dan area di bawah kurva konsentrasi plasma-waktu

18
(AUC) meningkat proporsional dengan peningkatan dosis dari 0,3-
0,6 mg.
Bioavailabilitas absolut nitrogliserin tablet adalah sekitar 40%
namun cenderung bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi obat, seperti hidrasi (kelembaban)
sublingual serta metabolisme mukosa.
2) Distribusi
Volume distribusi nitrogliserin adalah 3,3 liter/kg. Pada
konsentrasi plasma antara 50 hingga 500ng/mL, pengikatan
nitrogliserin kepada plasma protein adalah sekitar 60%, di mana
untuk 1,2-dinitrogliserin pengikatan plasma adalah 60% dan untuk
1,3-dinitrogliserin sebesar 30%.
3) Metabolisme
Enzim reduktase liver merupakan komponen utama dalam
metabolisme nitrogliserin menjadi gliserol dinitrat dan mononitrat
yang pada akhirnya akan diubah menjadi gliserol dan nitrat
organik. Lokasi metabolisme ekstrahepatik nitrogliserin antara lain,
sel darah merah dan dinding vaskular.
Selain nitrogliserin, 2 metabolit yakni 1,2- dan 1,3-
dinitrogliserin juga ditemukan pada plasma. Konsentrasi plasma
puncak rata-rata 1,2- dan 1,3-dinitrogliserin adalah pada 15 menit
setelah penggunaan obat. Waktu paruh eliminasi dari 1,2- dan 1,3-
dinitrogliserin adalah 36 dan 32 menit secara berurutan. Metabolit
dari 1,2- dan 1,3-dinitrogliserin dilaporkan menghasilkan sekitar
2% dan 10%, secara berurutan.
Efek farmakologis dari nitrogliserin, konsentrasi plasma yang
lebih tinggi dari metabolit dinitro, bersamaan dengan waktu
paruhnya yang sekitar 10 kali lipat lebih tinggi, mungkin
berkontribusi secara signifikan terhadap durasi efek farmakologis
obat tersebut. Metabolit gliserol mononitrat yang dihasilkan oleh
nitrogliserin tidak aktif secara biologis.
4) Eliminasi

19
Konsentrasi plasma nitrogliserin menurun dengan cepat,
dengan waktu paruh eliminasi rata-rata selama 2-3 menit (1,5 - 7,5
menit). Pembersihan (clearance) nitrogliserin jauh melebihi aliran
darah hepar yakni 13,6 liter/menit. Utamanya, obat ini
diekskresikan melalui urine.
b) Farmakodinamik
Farmakodinamik nitrogliserin utamanya adalah venodilatasi.
Dilatasi pembuluh pasca kapiler seperti vena-vena besar, mampu
menghasilkan pengumpulan darah balik ke jantung, serta menurunkan
tekanan akhir diastolik (preload) pada ventrikel kiri. Selain itu,
nitrogliserin juga menyebabkan relaksasi arteriole, sehingga
menurunkan resistensi vascular perifer dan tekanan arteri (afterload),
serta menyebabkan dilatasi arteri koronaria epikardial besar. Namun,
pengetahuan mengenai apakah efek ini berkontribusi terhadap
penurunan gejala angina saat aktivitas fisik masih belum jelas.
Dosis terapi nitrogliserin dapat menurunkan tekanan darah sistolik,
diastolik, dan mean arterial pressure. Tekanan perfusi koroner selalu
dijaga efektif, namun tekanan tersebut dapat terganggu apabila terjadi
penurunan tekanan darah yang berlebihan atau ketika terjadi
peningkatan denyut jantung menurunkan waktu pengisian diastolik.
Peningkatan tekanan vena sentral dan tekanan baji kapiler
pulmonal (pulmonary wedge pressure), serta tekanan pulmonal dan
resistensi vaskular sistemik juga dapat menurun melalui terapi
nitrogliserin. Denyut jantung biasanya sedikit meningkat,
kemungkinan disebabkan oleh respon kompensasi terhadap penurunan
tekanan darah.
Sesuai dengan hilangnya gejala angina, efek vasodilatasi
nitrogliserin terjadi pada 1 sampai 3 menit setelah penggunaan
nitrogliserin secara sublingual dan mencapai efek vasodilatasi optimal
pada 5 menit setelah penggunaan. Efek vasodilatasi dapat berlangsung
hingga 25 menit setelah pemberian nitrogliserin.

20
1) Indikasi: mengurangi gejala serangan akut atau untuk profilaksis
akut angina pektoris yang disebabkan oleh penyakit jantung
coroner.
2) Kontraindikasi
Jangan mengkonsumsi obat ini jika memilki kondisi medis seperti:
 Hipotensi
 Sakit kepala berulang
 Glaukoma
3) Interaksi obat
Adapun interaksi obat ini meliputi:
 Efek hipotensif (menurunkan tekanan darah) meningkat
dengan vasodilator dan obat hipotensif lainnya.
 Efikasi nitrogliserin menurun (sediaan oral/bukal) dengan
obat yang menyebabkan mulut kering, seperti TCA dan
antimuskarinik lainnya.
 Efek vasodilator nitrogliserin meningkat dengan
acetylcysteine.
 Menurunkan aktivitas thrombolitik alteplase.
 Dapat meningkatkan ketersediaan dihydroergotamine yang
dapat menyebabkan vasokonstriksi koronari. 
 Penggunaan nitrogliserin dengan PDE5 inhibitor, seperti
sildenafil, tadalafil, vardenafil), riociguat dan nitrat organik
lainnya dengan donor nitrit oksida menyebabkan efek
hipotensi yang sangat signifikan.
 Menurunkan efek antikoagulan heparin.
4) Pengguanaan klinis
Nitrogliserin atau dikenal dengan glyceryl trinitrate
digunakan untuk mengobati angina, infark miokard akut,
hipertensi berat, dan kejang arteri coroner akut, nyeri dada
akibat kurangnya asupan oksigen dan darah menuju jantung,
atau untuk mengobati gagal jantung. Selain itu, nitrogliserin

21
juga digunakan untuk lapisan kulit pada lubang anus yang robek
atau luka, yang juga disebut dengan fisura anal.
5) Efek Samping
Hampir sama seperti kebanyakan jenis obat, obat ini juga
dapat memiliki beberapa efek samping saat dikonsumsi, antara
lain:
 Efek samping yang umum terjadi: kembung, pembengkakan
wajah, lengan, tangan, atau kaki, kesulitan bernapas,
pingsan, pusing, pening, kepala terasa ringan, tubuh terasa
hangat atau panas, kulit memerah terutama di wajah dan
leher, sakit kepala, penambahan berat badan secara cepat,
berkeringat, sesak napas, rasa geli pada tangan dan kaki,
serta penambahan atau pengurangan berat badan yang tak
wajar.
 Efek samping yang jarang terjadi: bibir, kuku, atau telapak
tangan berwarna biru, urine berwarna gelap, demam, kulit
pecat, denyut jantung meningkat, sakit tenggorokan, serta
rasa lelah atau lemah yang tak wajar.
 Efek samping yang kejadiannya tidak diketahui: nyeri
lengan, punggung, atau rahang, penglihatan buram atau
kabur, nyeri dada, sesak napas atau dada terasa berat, pusing,
batuk, kulit pecah-pecah, kesulitan menelan, pusing,
pingsan, kepala terasa ringan ketika beranjak dari posisi
berbaring, denyut nadi atau jantung tak teratur, tubuh terasa
hangat, gatal-gatal atau ruam, produksi keringat meningkat,
kehilangan panas tubuh, mual atau muntah, pembengkakan
kantong mata, wajah, bibir, atau lidah, kulit membengkak
dan memerah, kulit bersisik, serta lemah.

3.2 ACE Inhibitor


Angiotensin-converting-enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) atau
penghambat enzim konversi angiotensin adalah golongan obat yanag

22
bekerja dengan cara menghambat kerja enzim konversi angiotensin (ACE)
secara kompetitif. ACE inhibitor adalah kelas obat yang digunakan
terutama untuk pengobatan tekanan darah tinggi dan gagal jantung.
Captopril merupakan salah satu golongan penghambat ACE.
a) Sifat fisikokimia Captopril
Captopril, ACE-Inhibitor pertama yang diperdagangkan. Pada
pemberian oral, captopril secara cepat diabsorpsi dan memiliki
ketersediaan hayati sekitar 75%. Kosentrasi puncak dalam plasma
terjadi selama 1 jam, kemudiaan obat dibersihkan secara cepat
(waktu paruhnya sekitar 2 jam). Sebagian obat dieliminasi dalam
urin (Goodman & Gilmam, 2012).
b) Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral captopril adalah sekitar 70%, jika ada
makanan maka terjadi penurun penyerapan obat, sehingga obat harus
diminum saat perut kosong. obat terikat dengan plasmaprotein
sekitar 30% dan Volume distribusi adalah 0,8 ± 0,2 L / kg, lebih
tinggi di CHF. Cl adalah 0.72 ± 0.08 L / hr / kg terjadi penurunan
dosis yang dimetabolisme sekitar 20% dan menyebabkan
disfungsi,terutama untuk captopril disulfida. Ekskresi captopril tidak
berubah adalah 24-38% lebih dari 24 jam. Waktu paruh2.2 ± 0,05
jam pada subyek sehat dan berkepanjangan di disfungsi ginjal atau
CHF (Anderson, 2002).
c) Farmakodinamik
1) Indikasi
 Untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat. Captopril
dapat dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
obat antihipertensi lain terutama tiazid.
 Payuh jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat
dikontrol dengan diuretik dan digitalis.

2) Kontraindikasi
ACE-Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena
bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga

23
kontraindikasi ACE-Inhibitor diekskresi melaui ASI dan
berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.
Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi
dengan penyakit ginjal kronik. Namun harus berhati-hati
terutama bila ada hipertensi kalemia, karena ACE-Inhibitor akan
memperberat hyperkalemia. Kadar kreatinin , maka obat ini
harus dihentikan. ACE-Inhibitor dikontraindiksikan pada
stenosis arteri renalis atau unilateral pada ginjal tunggal
(Katzung, 2013).

3) Interaksi obat
Tabel interaksi captropil dengan obat lain
No Nama obat Obat lain Interaksi
.
1. Captopril Antasid Dapat menurunkan
absorbsi dari
captopril di
pencernaan jika
diberikan bersamaan.
2. Captopril Diuretik Dapat meningkatkan
efek senyawa diuretik
jika diberikan
bersamaan.
3. Captopril Aspirin (OAINS) OAINS menghambat
sintesis prostaglandin
sehingga mengurangi

24
kemampuan captopril
untuk menurunkan
tekanan darah.
4. Captopril Amilorida Terjadi peningkatan
(diuretic hemat jumlah kalium
kalium) sehingga terjadi
hiperkalemia
5. Captopril Probenesid Probenesid
menurunkan sekresi
tubulus ginjal
captopril, berujung
pada konsentrasi
serum captopril yang
lebih tinggi.
6. Captopril Litium Captopril dapat
menurunkan
eliminasi litium
diginjal, yang dapat
menyebabkan
toksisitas litium.

4) Penggunaan klinis
Kegunaan utama kaptropil dudasarkan pada vasodilatasi dan
penghambat beberapa aktivitas fungsi ginjal. Manfaat-manfaat
ini paling jelas terlihat pada : hipertensi, kondisi jantung seperti
gagal jantung kongesif dan setelah infark miokard, pelestarian
fungsi ginjal pada netropati diabetik.

5) Efek Samping
Efek samping dari captopril yang sering terjadi adalah
hilangnya rasa (kadang-kadangjuga penciuman), batuk kering,
exanthema ( ruam-ruam pada kulit). Efeknya dapat ditiadakan
oleh indometasin atau NSAID lainnya (Tjay & Rahardja, 2007).

25
3.3 Angiotensin Reseptor Bloker
ARB atau angiotensin II receptor blockers adalah golongan obat-
obatan yang digunakan untuk menangani tekanan darah tinggi dan gagal
jantung. Kandesartan merupakan salah satu kelompok obat angiotensin II
receptor antagonists. Candesartan menjaga pembuluh darah dari
penyempitan, yang mengurangi tekanan darah dan meningkatkan aliran
darah. Candesartan kadang diberikan bersamaan dengan obat tekanan
darah lainnya.
a) Farmakokinetik
1) Absorpsi: Setelah pemberian oral, bioavailabilitas candesartan
adalah sebesar 15% hingga 40%. Setelah konsumsi tablet,
konsentrasi serum puncak (Cmax) tercapai setelah 3-4 jam.
Makanan tidak mempengaruhi bioavailabilitas kandesartan setelah
pemberian kandesartan.
2) Distribusi: Volume distribusi kandesartan adalah 0,13 L / kg.
Candesartan sangat terikat pada protein plasma (> 99%). Pasien
diabetik nefropati dengan proteinuria, dan mengalami penurunan
kadar protein plasma, beresiko efek toksik apabila diberikan
dengan dosis tinggi.
3) Metabolisme: Candesartan dengan cepat dan lengkap diaktifasi
melalui hidrolisis ester selama absorpsi dari saluran pencernaan.
Candesartan mengalami metabolisme minor di hati oleh
O-deethylation menjadi bentuk metabolit tidak aktif. Penelitian
secara in vitro menunjukkan bahwa sitokrom P450 isoenzim CYP
2C9 terlibat dalam biotransformasi candesartan menjadi metabolit
tidak aktif.
4) Ekskresi: Total klirens plasma candesartan adalah 0,37
mL/menit/kg, dengan klirens ginjal 0,19 mL/menit/kg. Candesartan
terutama diekskresikan tidak berubah dalam urin dan feses (melalui
empedu). Ekskresi renal candesartan menurun seiring dengan
menurunnya fungsi ginjal. Hal ini menyebabkan perpanjangan
waktu paruh obat.

26
Karena ARB dapat meningkatkan konsentrasi kalium dalam
darah, menggabungkan candesartan dengan obat lain yang dapat
meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah, seperti hydrodiuril
(Dyazide), spironolakton (aldactone), dan suplemen kalium, dapat
menyebabkan peningkatan berbahaya pada kalium darah.
Menggabungkan candesartan atau ARB lain dengan obat anti-
inflammatory drugs (NSAID) pada pasien yang sudah lanjut usia,
volume cairan kurang (termasuk yang pada terapi diuretik), atau
dengan fungsi ginjal yang buruk dapat mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal. Efek ini biasanya reversible.
Waktu paruh candesartan adalah 5,1 sampai 10,5 jam, dan
kemudian diekskresikan 33% melalui renal dan 67% melalui feses.

b) Farmakodinamik
Farmakodinamik dari obat golongan angiotensin II receptor
blockers diantaranya:
1) Indikasi terapeutik: angiotensin II receptor blockers di indikasikan
untuk penggunaan tunggal atau terapi kombinasi pengobatan
hipertensi.
2) Kontraindikasi dan peringatan
ARB dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap salah
satu obat tersebut; selama kehamilan, karena dikaitkan dengan
kematian janin dan abnormalitas yang berat; dan selama laktasi,
karena adanya efek merugikan potensial pada neonatus. Obat ini
harus digunakan dengan hati-hati jika ada disfungsi hati atau ginjal,
yang dapat mengubah metabolism dan ekskresi obat, dan pada
hipovolemia, karena menghambat mekanisme kompensasi yang
berpotensi menyelamatkan nyawa. Adapun kontraindikasi ARB
lainnya yaitu hipersensitivitas dan stenosis arteri renal bilateral.
3) Interaksi obat

27
Terdapat peningkatan risiko menurunnya kadar serum dan
hilangya efektivitas obat ini jika diminum dalam kombinasi dengan
fenobarbital. Jika kombinasi ini digunakan, pasien harus dipantau
dengan ketat dan dilakukan penyesuaian dosis.
4) Penggunaan klinis
Angiotensin II receptor blocker digunakan terutama untuk
pengobatan hipertensi di mana pasien tidak toleran terhadap terapi
inhibitor ACE terutama karena batuk. ARB tidak menghambat
pemecahan bradikinin atau kinin lainnya, karena itu jarang
dikaitkan dengan batuk kering persisten dan atau angioedema yang
membatasi terapi inhibitor ACE. ARB juga digunakan untuk
pengobatan gagal jantung pada pasien yang tidak toleran terhadap
terapi inhibitor ACE, khususnya candesartan. Candesartan
digunakan secara eksperimental dalam pengobatan pencegahan
migrain.
5) Efek samping
ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan
dengan obat antihipertensi lainnya. ARB tidak menyebabkan batuk
kering karena tidak memengaruhi bradikinin. Kejadian batuk
sangat jarang, demikian juga angioedema; tetapi reaktivitas silang
telah dilaporkan.
Sama halnya dengan ACE inhibitor, ARB dapat menyebabkan
insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-hal
yang harus diperhatikan lainnya sama dengan pada penggunaan
ACE inhibitor.
6) Efek Merugikan
Efek merugikan yang paling umum terjadi pada penggunaan
ARB antara lain sakit kepala, pusing, sinkop, dan kelemahan fisik
yang dapat dihubungkan dengan penurunan tekanan kepala;
hipotensi; keluhan GI seperti diare, nyeri abdomen, mual, mulut
kering, dan sakit gigi; gejala infeksi saluran pernapasan atas dan

28
batuk; serta ruam kulit, kulit kering dan alopesia. Pada uji
praklinis, obat-obat ini terbukti terkait dengan terjadinya kanker.

3.4 Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama
diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel
menjadi normal. Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
1) Inhibitor karbonik anhydrase
Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat antara lain dalam
sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan
SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Inhibitor karbonik anhidrase
adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular
pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan
sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Yang termasuk golongan
diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
 Asetazolamid
a. Farmakokinetik
1) Absorbsi: Asetozalamid mudah diserap melalui saluran
cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam
2) Distribusi: Asetazolamid terikat kuat pada karbonik
anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak
mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks
ginjal. Obat penghambat karbonik anhydrase tidak dapat
masuk ke dalam eritrosit, jadi efeknya hanya terbatas pada
ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik anhidrase
dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik
anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya
obat itu masuk ke dalam sel.
3) Metabolisme: Asetazolamid tidak dimetabolisme

29
4) Ekskresi: Ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam
24 jam. Obat ini mengalami proses ekskresi aktif oleh
tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Waktu paruh
3-9 jam. Diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
b. Farmakodinamika
Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid
adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif.
Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada. Asetazolamid
memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada
permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap
keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
1) Indikasi
Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan
intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga
efektif untuk mengurangi gejala acute mountain sickness.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi
dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga
mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam
lemah.
2) Kontraindikasi
Dikontraindikasikan pada pasien dengan sickle cell
anemia, alergi terhadap obat sulfa, penyakit hati dan
ginjal, Addison desease serta ibu hamil dan menyusui.
3) Interaksi obat
Asetazolamid memodifikasi metabolisme fenition dengan
peningkatan kadar serum fenition, mengurangi
penyerapan primidone di gastrointestinal, menurunkan
konsentrasi serum primidone dan metabolitnya,
menyebabkan penurunan ekskresi amfetamin dan
meningkatkan efek durasinya, meningkatkan kadar
siklosforin.

30
4) Efek Samping
Efek samping dari pengguanaan obat ini diantaranya
mati rasa dan kesemutan pada jari tangan dan kaki, dan
perubahan rasa (parageusia), terutama untuk minuman
berkarbonasi. Beberapa juga mungkin mengalami
penglihatan kabur tetapi ini biasanya hilang segera setelah
menghentikan obat. Asetazolamid juga meningkatkan
risiko pembentukan batu ginjal kalsium oksalat dan
kalsium fosfat.
2) Loop Diuretik
Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan
digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang
disebabkan oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium
diperlukan selama menggunakan obat ini.
a) Farmakokinetik
1) Absorbsi: Loop diuretic mudah diserap melalui saluran cerna,
dengan derajat yang berbeda-beda. Bioavalabilitas furosemid
65% sedangkan bumetenid hamper 100%.
2) Distribusi: Obat golongan ini terikat pada protein plasma
secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi glomerulus tetapi
cepat sekali disekresi melalui sistem transport asam organik
di tubulus proksimal
3) Metabolism: Obat terakumulasi di cairan tubuli daan
mungkin sekalai di tempat kerja di daerah yang lebih distal
lagi.
4) Ekskresi: Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam
konjugasi dengan senyawa sulfhidil terutama sistein dan N-
asetil sistein.
b) Farmakodinamik
1) Indikasi atau penggunaan klinik
 Gagal jantung

31
Furosemid merupakan obat standar untuk gagal
jantung disertai edem dan tanda-tanda bendungan
sirkulasi seperti peninggian tekanan vena jugular, edema
paru, edema tungkai, dan asites. lebih banyak digunakan
daripada asam etakrinat, karena ganguan saluran cerna
yang lebih ringan. Unduk edema paru akut diperlukan
pemberian secara intravena. Pada keadaan ini perbaikan
klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodinamik dan
penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat,
sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan
berkurang.
 Edema refrakter
Untuk mengatasinya, diuretic loop biasanya diberikan
bersama diuretic lain, misalnya thiazin atau diuretic
hemat kalium.
 Asietas dan edema akibat gagal ginjal
Diuretic loop merupakan obat efektif untuk asites
akibat penyakit sirosis hepatis, dan edema akibat gagal
ginjal.
 Gagal ginjal akut
Diuretic loop diberikan pada pasien gagal ginjal akut
yang masih awal baru terjadi namun hasilnya tidak
konsisten.
 Menurunkan kadar kalsium plasma
Diuretic loop dapat menurunkan kadar kalsium
plasma pada pasien hiperkalsemia simptomatis dengan
cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin.
2) Kontraindikasi dan perhatian
Gagal ginjal yang disertai anuria, hati0hati pada pasien
yang dicurigai hipokalemia, gout, hiperkalsemia, pengguna
digitalis, dan sirosis hepatic. Tidak dianjurkan pada wanita
hamil.

32
3) Interaksi obat
 Pemberian diretic loop dapat meningkatkan risiko
aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau
obat antiaritmia.
 Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan anti kanker sispaltinakan
meningkatkan risiko nefrositotoksisitas.
 Probenesid mengurangi sekresi diuretic ke lumen
tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang.
 Berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui
penggeseran ikatannya dengan protein.
 Pada pengguna jangka lama diuretic loop dapat
menurunkan klirens litium.
 Pengguna bersama sefalosporin dapat meningkatkan
nefrotoksisitas sefalosporin
 Anti inflamasi non steroid terutama indometasin dan
kortikosteroid melawan kerja furosemid.
4) Efek samping
 Gangguan cairan elektrolit
Sebagian efek berkaitan dengan gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan antara lain:
hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia,
hipokalsemia, dan hipomagnesia.
 Ototoksisitas
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian
sementara maupun menetap. Ketulian sementara dapat
terjadi pada furosemid dan jarang pada butenamid.
Ketulian disebabkan oleh perubahan komposisi
elektrolit cairan endolimf.
 Efek metabolik
Hiperuresemia, hiperglikemia, peningkatan
kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan HDL.

33
 Reaksi alergi
Berkaitan dengan struktur model yang menyerupai
sulfonamide, sehingga dikontra indikasikan pada pasien
dengan riwayat alergi sulfonamide.
 Nefritis intersisialis alergik
Furosemide dapat menyebabkan nefritis intersisialis
alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversible.
3) Tiazid
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya
klouretik maksimal yang sebanding. Merupakan Obat diuretik yang
paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti bendroflumetiazid,
bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini
menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan
ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan
kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi,
gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid,
benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan
indapamid.
a) Farmakokinetik
1) Absorbsi
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya
efek obat tampak setelah 1 jam.
2) Distribusi
Klortiazid didistribusikan ke seluruh ruang intrasel dan dapat
melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam
jaringan ginjal saja.
3) Metabolisme dan ekskresi
Dengan proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal
ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali,
biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.

34
b) Farmakodinamika
1) Indikasi
 Hipertensi. Tiazid merupakan salah satu obat penting
pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal
atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain.
Selain sebagai diuretik, tiazid memberi efek anti
hipertensi berdasarkan efek penurunan resistensi
pembuluh darah.
 Gagal jantung. Tiazid merupakan diuretic terpilih
untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan
sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan
diuretic hemat kalium pada penderita yang juga
mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah
timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya
intoksikasi digitalis.
 Pengobatan jangka panjang edema kronik. Pasien
jangan terlalu dibatasi garam.
 Pengobataan diabetes insipidus. Terutama yang bersifat
nefrogenik dan hiperkalsiuria pada penderita dengan
batu kalsium pada saluran kemih.
2) Kontraindikasi
Hati-hati pada pasien yang dicurigai hipokalemia, gout,
hiperkalsemia, pengguan digitalis, dan sirosis hepatik.
3) Interaksi obat
 Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek
tiazid karena kedua obat ini menghambat sintesis
prostaglandin vasodilator di ginjal.
 Probenesid menghambat sekresi tiazid dalam lumen
tubulus, akibatnya efek tiazid berkurang.
 Hipokalemi yang terjadi akibat pemberian tiazid dapat
meningkatkan risiko aritmia oleh digitalis dan obat anti
aritmia lain, sehingga pemantauan kadar kalium sangat

35
penting pada pasien yang mendapat digitalis atau
antiaritmia lain. Kehilangan kalium lebih lanjut dapat
memperbesar bahaya intoksikasi digitalis.
 Kombinasi dengan KCL dapat menimbulkan iritasi
lokal di usus haluss sehingga tidak digunakan lagi.
Tiazid menghambat ekskresi litium sehingga kadar
litium dalam darah meningkat.
4) Efek samping
 Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis
disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
 Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia,
terutama pada penderita diabetes yang laten. Ada 3
faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya
sekresi insulin terhadap peninggian kadar glukosa
plasma, meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya
glikogenesis.
 Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan
trigliserid plasma dengan mekanisme yang tidak
diketahui.
 Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid,
mungkin karena tiazid langsung megurangi aliran darah
ginjal.
 Gangguan fungsi seksual, mekanismenya tidak jelas.
4) Diuretik Hemat Kalium (Antagonis Aldosteron)
Aldosterone adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat.
Peranan utama aldosterone ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan
klorida di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium. Selain
aldosterone, adapun golongan diuretic hemat kalium lainnya yaitu
triamteren dan amilorid. Efek diuretik hemat kalium tidak sekuat
golongan diuretic kuat lainnya. Saat ini dikenal dua macam antagonis,
yaitu spironolakton dan eplerenon.
 Spironolakton

36
a) Farmakokinetik
1) Absorbsi: pada pemberian oral, 70% diserap di saluran cerna
2) Distribusi: ikatan dengan protein cukup tinggi
3) Metabolisme: mengalami sirkulasi enterohepatik dan first pass
metabolisme di hati. Metabolit umumnya, kanrenon,
memeperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut
berperan dalam aktivitas biologik spironolakton, kanrenon
mengalami interkonversi enzimatik menjadi kanrenoat yang
tidak aktif. Spironolakton menginduksi CP45o hati.
4) Ekskresi: melalui urin dan cairan empedu
b) Farmakodinamik
Spironolakton mengahambat pengaruh aldosterone secara
komprehensif pada reseptor aldosteron intraseluler di duktus
koligentes. Hal ini menyebabkan penurunan reabsorpsi natrium
dan air, sehingga sekresi kalaium juga berkurang.
1) Indikasi Klinis
Digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan
edema yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama
diuretic lain dengan maksud mengurangi sekresi kalium. Pada
gagal jantung kronik spironolakton digunakan untuk
mencegah remodeling (pembentukan jaringan fibrosis di
miokard). Spironolakton merupakan obat pilihan untuk
hipertensi, hiperadosteronisme primer dan sangat bermanfaat
pada kondisi-kondisi yang disertai hiperaldosteronisme
sekunder seperti asites pada sirosis hepatik dan sindrom
nefrotik.
2) Kontraindikasi: insufisiensi ginjal akut, anuria, hyperkalemia,
kehamilan.
3) Interaksi obat
Spironolactone dapat menurunkan kadaar natrium darah
sekaligus meningkatkan kadar potassium darah. Kalium darah
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kelainan irama

37
jantung yang berpotensi mangancam jiwa dalam. Oleh karena
itu, spironolakton biasanya tidak diberikan dengan agen lain
yang dapat meningkatkan kadar kalium darah, seperti
suplemen kalium, angiotensin converting enzyme (ACE)
inhibitor, indometasin, atau diuretic hemat kalium lainnya.
Spironolakton dapat menyebabkan peningkatan kadar digoxin
darah menjadi toksik sehingga membutuhkan penyesuaian
dosis digoksin.
4) Efek samping
Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah
hyperkalemia yang sering terjadiu bila obat ini diberikan
bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa
diberikan bersama dengan tiazid pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal yang berat. Efek samping lain yang ringan dan
reversible diantaranya ginekomastia, efek samping mirip
androgen dan gejala saluran cerna, sakit kepala, diare, kram,
mengantuk, ruam, impotensi, menstruasi tidak teratur, dan
pertumbuan rambut tidak teratur. Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit dapat terjadi, sehingga pasien harus dimonitor
secara hati-hati.
5) Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit
yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat
bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat:
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis
lembam, seperti manitol (satu gula). Diuresis osmotik diberikan
secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan

38
tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis
setelah overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik
akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak
direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi. Contoh dari diuretik
osmotik adalah; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
a) Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus
diberikan secara parenteral. Jika diberikan peroral, manitol
menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak dimetabolisme dan
diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit,
tanpa adanya reabsorpsi ataupun sekresi tubular yang berarti.
b) Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus
proksimal dan ansa henle cabang desenden. Melalui efek osmotik,
diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus koligen renalis.
Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol
mencegah absorpsi normal air dengan menimbulkan tekanan
osmotik yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urin
meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu
kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan
reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis yang terjadi
kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian
menyebabkan kehilangan banyak cairan tubuh dan hipernatremia.
1) Indikasi Klinis
Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu:
 Meningkatkan volume urin
 Penurunan tekanan intrakranial
2) Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan
anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat
dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan
kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat

39
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah
jantung atau kongesti paru.
3) Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu:
 Ekspansi cairan ekstrasel
 Dehidrasi, hiperkalemia, dan hypernatremia
 Sakit kepala, mual, dan muntah
 Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru)

3.5 Digitalis
Digitalis adalah nama genus untuk family tanaman yang menghasilkan
sebagian besar dari glikosida jantung yang berguna dari segi medis, misal
digoksin. Semua glikosida jantung, atau kardenolida dengan digoksin
sebagai prototypenya mengombinasikan satu inti steroid yang berikatan
dengan sebuah cincin laktondin posisi 17 dan serangkain gula karbon 13
nukleus. Karena tidak memilki gugus, mudah terionisasi, kelarutannya
tidak tergantung PH.
 Digoksin
Digoxin merupakan jenis obat yang dikenal sebagai glikosida
jantung atau digitalis. Farmakologi digoxin sebagai antiaritmia yang
bekerja melalui tiga proses: peningkatan kadar kalsium intraselular,
reduksi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, serta
mempengaruhi aktivitas listrik jantung.
a) Farmakokinetik
Farmakokinetik digoxin berupa aspek absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan eliminasinya.
1) Absorbsi
Onset awal digoxin dicapai dalam 0,5-2 jam untuk
sediaan oral dan 5-30 menit untuk sediaan intravena. Efek

40
maksimal tercapai dalam 2-6 jam untuk sediaan oral dan 1,5-
4 jam untuk sediaan intravena.
2) Distribusi
Bioavailabilitas digoxin tablet sebesar 60-80%. 20-25%
digoxin akan terikat oleh protein. Waktu paruh digoxin
selama 3,5-5 hari.
3) Metabolisme
Metabolisme digoxin terjadi di hepar yang menghasilkan
metabolit akhir 3 b-digoxigenin dan 3-keto-digoxigenin.
4) Eliminasi
Sekitar 50-70% dosis digoxin akan diekskresikan melalui
urin.
b) Farmakodinamik
Farmakodinamik digoxin adalah melalui menghambat enzim
Na-K-ATPase sehingga meningkatkan jumlah natrium di dalam
sel. Natrium calcium exchanger kemudian mencoba untuk
mengeluarkan natrium dan membawa masuk kalsium.
Konsentrasi tinggi kalsium di dalam sel dapat mengaktivasikan
protein contractile seperti aktin dan myosin, sehingga
meningkatkan inotropi dan automaticity dan mengurangi
kecepatan konduksi.
1) Indikasi: Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama
fibrilasi atrium).
2) Kontraindikasi: Blok jantung komplit yang intermiten; blok
AV derajat II; aritmia supraventrikular karena
sindrom Wolf-Parkinson-White; takikardi atau fibrilasi
ventrikular; kardiomiopati obstruktif hipertrofik.
3) Peringatan:  Infark jantung baru; sindrom penyakit sinus;
penyakit tiroid; kurangi dosis pada usia lanjut; hindari
hipokalemia dan pemberian intravena yang sangat cepat
(nausea dan risiko aritmia); gangguan fungsi ginjal;
kehamilan.

41
4) Interaksi obat: Digoksin dapat diadsorpsi bila diberikan
bersama kolestiramin, kolestipol, kaolin/pektin atau karbo-
adsorbens. Karena itu pemberian digoksin harus berjarak
paling sedikit 2 jam sebelum atau sesudah pemberian obat-
obat di atas. Pemberian bersama kinidin menaikkan kadar
digoksin plasma sampai sekitar 70-100%. Hal tersebut
diperkirakan karena kinidin mengurangi klirens ginjal dan
volume distribusi digoksin (terjadi perpindahan digoksin
dari otot skelet). Dengan demikian dosis digoksin harus
dikurangi sampai 50% dan dilakukan pemantauan kadar
digoksin plasma. Verapamil, suatu antagonis kalsium
menunjukkan interaksi yang sama dengan kinidin. Obat
antiaritmia yang lain seperti prokainamid, disopiramid, dan
meksiletin tidak menunjukkan interaksi seperti kinidin,
(Glikosida jantung).
5) Penggunaan klinis:
 Detak jantung takberaturan
Indikasi paling umum dari digoksin adalah fibrilasi
atrium dan geletar atrium dengan respons
ventrikelcepat. Terdapat bukti sementara bahwa
digoksin dapat meningkatkan risiko kematian,
walaupun metaanalisis lain pada 2015 melaporkan tidak
ada perubahan pada mortalitas.
 Gagal jantung
Digoksin tidak lagi menjadi pilihan pertama
untuk gagal jantung; obat ini tidak lagi disetujui untuk
penderita gagal jantung karena dapat meningkatkan
risiko kematian. Saat ini, pengobatan yang
direkomendasikan untuk gagal jantung adalah terapi
rangkap tiga berupa inhibitor ACE, penyekat beta,
dan antagonis mineralokortikoid. Digoksin merupakan
terapi baris ketiga.

42
 Aborsi
Digoksin juga digunakan secara intrafetal atau
amniotik ketika aborsi pada akhir trimester kedua dan
trimester ketiga kehamilan. Obat ini biasanya
menyebabkan kematian janin(diukur dengan
berhentinya aktivitas jantung) dalam beberapa jam
setelah pemberian obat.
6) Efek samping
Biasanya karena dosis yang berlebihan, termasuk
anoreksia, mual muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala, rasa capai, mengantuk, bingung,
pusing; depresi; delirium, halusinasi; aritmia, blok jantung;
rash yang jarang; iskemi usus; ginekomastia pada
pemakaian jangka panjang; trombositopenia.

3.6 Agonius β-Adrenergik


Obat golongan ini mempunyai mekanisme kerja yaitu dengan
menyebabkan bronkodilatasi, meningkatkan klirens mukosiliari, stabilitas
sel mast dan menstimulasi otot skelet. Obat yang bekerja selektif pada
reseptor beta merupakan bronkodilator paling efektif dengan efek samping
yang lebih minimal pada terapi asma. Adapun obat golongan agronis
adrenergik beta, diantaranya salbutamol, fenoterol, terbutalin, dan lain
sebagainya.
1. Salbutamol
Salbutamol merupakan obat yang menstimulasi reseptor beta
terutama selektif pada reseptor β2 yang biasa digunakan sebagai terapi
asma akut dan asma akibat exercise karena amerupakan bronkodilator
poten yang mempunyai onset cepat.
a) Farmakokinetik dan farmakodinamik
Salbutamol di absorbsi baik dalam saluran pencernaan ketika
digunakan secara per oral. Onset of Action (OOA) dari salbutamol
melalui rute per oral adalah 30 menit dan kadar tertinggi dalam
plasma dicapai dalam 1 sampai 3 jam dan mempunyai t 1/2 selama 4

43
sampai 6 jam. Sedangkan jika digunakan secara inhalasi OOA
selama 5 menit dengan Duration of Action (DOA) selam 3 sampai
6 jam. Oleh karena obat ini diabsorbsi dengan baik dan mempunyai
t1/2 yang pendek maka digunakan 3-4 kali sehari. Jika diberikan
dalam bentuk inhalasi. 10-20% dari dosis akan mencapai saluran
nafas bagian bawah dan sisanya tertinggal dalam sistem
penghantaran atau tertelan dan diserap di usus halus. Obat ini
dimetabolisme melalui metabolisme lintas pertama di hati dan juga
di dinding usus namun tidak dimetabolisme di paru, dengan hasil
metabolit utamanya adalah konjugat sulfat yang tidak aktif.
Salbutamol diekskresikan terutama dalam urin sebagai metabolit
maupun bentuk aslinya, proporsi lebih kecil diekskresikan dalam
feses (Sweetman, 2009).
b) Efek samping
Salbutamol memiliki efek seperti agonis beta lainnya, dapat
menyebabkan tremor otot rangka (terutama tangan), palpitasi,
takikardia, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, dan
jarang terjadi kram otot. Inhalasi menyebabkan efek samping yang
lebih sadikit daripada dosis sistemik, dan β2 – agonis lebih selektif
menyebabkan efek merugikan berkurang jika dibandingkan dengan
β-agonis kurang selektif. Setelah pemberian dosis besar akan
berpotensi terjadi hipokalemia serius. Iskemik miokard juga telah
dilaporkan. Selain itu, juga terjadi reaksi hipersensitivitas,
termasuk bronkospasme paradoks, angioedema, urtikaria,
hipotensi, dan collapse. Dosis tinggi dari salbutamol digunakan
secara intravena untuk menunda persalinan prematur dan dikaitkan
dengan mual dan muntah, dan dengan efek jantung dan
metabolisme yang merugikan serta edema paru (Sweetman, 2009).
Salbutamol juga menyebabkan bronkitis, epistaksis, peningkatan
nafsu makan dan kram otot (Depkes RI, 2007).
c) Interaksi obat

44
Berkaitan dengan pengguanaan obat simpatomimetiksebagai
vasopresor banyak terjadi interaksi sehingga diperlukan
pertimbangan saat menggunakan bronkodilator simpatomimetik.
Beberapa obat yang berinteraksi adalah antihistamin, beta bloker
glikosida jantung, diuretik, alkaloid ergotamin, furazolidon,
anestesi umum, guanetidin, levotiroksin, metildopa, inhibitor
monoamin, nitrat, obat oksitosik, fenotiazin, alkaaloid rauwolfia,
antidepresan trisiklik, digoksin, teofilin, insulin atau obat
hipoglikemi oral (Depkes RI, 2007).
1) β-bloker : kerja salbutamol berlawanan dengan kerja β-bloker
(Cathomas et al, 2006)
2) kortikosteroid: kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan
hipokalemi dan hiperglikemi (Cathomas et al, 2006)
3) Diuretik: interaksi dengan diuretik terjaadi ketika salbutamol
inhalasi diberikan dalam jumlah besar yang menyebabkan
hipokalemi dan efek elektrokardiograf (Cathomas et al, 2006)
4) Formoterol dan salmeterol: pengobatan sebelumnya dengan
folmoterol dan salmeterol dapar berlawanan dengan efek
perlindungan dari salbutamol terhadap bronkokintriksi
(Cathomas et al, 2006)
5) Teofilin: menggabungkan teofilin dengan salbutamol secara
infus meningkatkan takikardia. Salbutamol infus menyebabkan
penurunan diastolik dan peningkatan tekanan darah sistolik,
yang tidak diubah oleh teofilin. Kombinasi kedua obat ini juga
meningkatkan resiko hipokalemi (Cathomas et al, 2006)
6) MAO inhibitor dapat meningkatkan efek pada daerah vaskular
(McEvoy et al, 2011)
2. Fenoterol
Fenoterol adalah agronis β2 agronis dengan aktivitas intrinsik lebih
tinggi dari salbutamol. Menghasilkan efek maksimal yang lebih besar
dan memilki efek sistemik yang lebih besar jika digunakan lebih tinggi
dari dosis konvensional (Cathomas et al, 2006).

45
a) Farmakokinetik dan farmakodinamik
Fenoterol tidak diabsorbsi sempurna pada saluran pencernaan
dan juga mengalami metabolisme lintas pertama dengan konjugasi
sulfat. Obat diekskresikan melalui urin dan empedu hampir
seluruhnya sebagai sulfat konjugat tidak aktif. Fenoterol
didistribusikan ke dalam ASI. DOA dari fenoterol jika digunakan
secara inhalasi adalah 6 sampai 8 jam dan OOA yang cepat yaitu 5
menit (Sweetman, 2009).
b) Efek samping
Fenoterol mempunyai efek samping yang hampir sama dengan
salbutamol yaitu dapat menyebabkan tremor otot rangka (terutama
tangan), palpitasi, takikardia, ketegangan saraf, sakit kepala,
vasodilatasi perifer, dan jarang terjadi kram otot. Inhalasi
menyebabkan efek samping yang lebih sedikit daripada dosis
sistemik, dan β2 –agronis lebih selektif menyebabkan efek
merugikan kurang dari β–agronis kurang selektif. Berpotensi
terjadi hipokalemia serius setelah pemberian dosis besar dan juga
terjadi iskemik miokard. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi,
termasuk bronkospasme paradoks, angioedema, urtikaria,
hipotensi, colapse, mual dan muntah, dan dengan efek janatung
dan metabolisme yang merugikan serta edema paru (Sweetman,
2009).
c) Interaksi obat
Penggunaan fenoterol dan agronis β2 lainnya dengan
kortikosteroid, diuretik, atau xantin meningkatkan resiko
hipokalemia, dan pemantauan konsentrasi kalium dianjurkan pada
asma yang parah. Penggunaan bersama dengan kortikosteroid juga
dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Sedangkan penambahan deuretik memberikan potensi aritmogenik
yang secara klinis penting pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik.β-bloker menghambat efek bronkodilator dari β-agonis
dan kontraindikasi pada pasien asma karena dapat menyebabkan

46
bronkokonstriksi serius, bahkan jika diberikan sebagai tetes mata.
Tidak ada interaksi yang merugikan biasanya terjadi antara
bronkodilator β-agonis dan kardioselektif β-bloker namun kadang-
kadang bronkospasme dapat terjadi pada pasien asma, terutama
jika dosis tinggi digunakan (Sweetman, 2009). Pemberian obat ini
bersamaan dengan kanabinoid dapat memperparah efek samping
takikardi. Betahistin juga dapat mengurangi efek bronkodilator dari
obat golongan β2 –agronis (Lacy et al, 2007).
3. Terbutalin
Terbutalin adalah selektif β2 –agronis, dengan profil yang mirip
dengan salbutamol. Berdasarkan sebuah penelitian penggunaan
terbutalin inhalasi lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan
salbutamol inhalasi dalam mengontrol fungsi paru pada pasien
dengan asma ringan ataupun berat.
a) Farmakokinetik dan farmakodinamik
Ketika terbutalin digunakan secara inhalasi, kurang dari 10%
dari obat ini diserap dalam saluran nafas. Sisanya ditelan dan
diserap di saluran pencernaan secara bervariasi. Bioavailabilitas
puasa setelah dosis oral dilaporkan sekitar 14-15% dan dikurangi
dengan adanya makanan. Terbutalin mengalami ekstensif
metabolisme lintas pertamaa oleh sulfat (dan beberapa
glukuronida) konjugasi di hati dan dinding usus kemudian
diekskresikan dalam urin dan tinja. Sebagian sebagai sulfat
konjugat tidak aktif dan sebagian sebagai terbutalin aktif, rasio
tergantung pada rute yang diberikan. Waktu paruh setelah
penggunaan tunggal dan beberapa dosis dilaporkan antara 16dan
20 jam. Obat ini dapat menembus plasenta dan juga
didistribusikan ke dalam ASI. OOA dari terbulin ketika diberikan
secara oral adalah 30 menit dengan DOA 4 sampai 8 jam. Jika
diberikan melalui rute sub kutan OOA 5 sampai 15 menit dan
DOA 1,5 sampai 4 jam. Sedangkan jika diberikan melalui rute

47
inhalasi OAA 5 sampai 30 menit dan DOA 3 sampai 6 jam
(Depkes RI, 2007).
b) Efek samping
Terbutalin mempunyai efek samping yang hampir sama
dengan salbutamol yaitu dapat menyebabkan tremor otot rangka
(terutama tangan), palpitasi, takikardia, ketegangan saraf, sakit
kepala, vasodilatasi perifer, dan jarangterjadi kram otot. Inhalasi
menyebabkan efek samping yang lebih sedikit daripada dosis
sistemik, dan β2 –agronis lebih selektif menyebabkan efek
merugikan kurang dari β–agronis kurang selektif. Berpotensi
menyeabkan hipokalemia serius telah dilaporkan setelah
pemberian dosis besar dan juga terjadi iskemik miokard. Reaksi
hipersensitivitas juga terjadi, termasuk bronkospasme paradoks,
angioedema, urtikaria, hipotensi, dan collapse. Dosis tinggi
dikaitkan dengan mual dan muntah, dan dengan efek jantung dan
metabolisme yang merugikan serta edema paru (Sweetman,
2009)
c) Interaksi obat
Penggunaan terbutalin dengan antidepresan trisiklik atau
MAO inhibitor dapat menyebabkan potensiasi efek vackular.
Ketika digunakan dengan β–bloker, maka β–bloker akan bekerja
antagonis dengan β–agronis dalam memberikan efek terapi pada
bronkopasme saluran nafas yang parah pada pasien asma.
Pemberian yang bersamaan dengan diuretik juga dapat
menyebabkan hipokalemia. Penggunaan terbulin dengan
fenilefrin atau toloxaton menyebabkan berkeringat, takikardi dan
sakit kepala (Cathomas et al, 2006).

48
BAB 4

SEDIAAN OBAT DAN DOSIS

4.1 Nitrogliserin

Bentuk Obat Dosis Obat


2.5-6.5 mg, 3 atau 4 kali sehari. Dosis maksimum 26
Tablet minum
mg/hari empat kali sehari.
1 tablet 300-600 mcg per konsumsi, diletakkan persis
Tablet sublingual di bawah lidah. Dosis dapat ditambah setiap 5 menit,
maksimum 3 kali konsumsi.
Suntikan 1. Angina tidak stabil: 5-15 mcg/menit, dapat
ditingkatkan sampai dengan 200 mcg/menit.
2. Hipertensi: 5-25 mcg/menit, dapat ditingkatkan
sampai dengan 400 mcg/menit sesuai dengan
respons yang dialami.
3. Serangan jantung: 10-100 mcg/menit, dapat
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan
respons pasien terhadap obat.
4. Gagal jantung: 5-25 mcg/menit, dapat
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan

49
respons pasien terhadap obat.

4.2 ACE Inhibitor


1. Ramipril
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet dan kaplet
- Dosis Obat : 1,25 mg per hari sebagai dosis awal. Dosis maksimal
adalah 10 mg per hari.
2. Lisinopril
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : Dewasa: Sebagai adjuvan: dosis permulaan: 2,5 atau
5 mg/hari, dapat ditingkatkan dengan peningkatan dosis ≤10 mg
dalam rentang waktu paling tidak 2 minggu hingga dosis
pemeliharaan maksimal 40 mg/hari.
3. Perindopril
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet, tablet salut selaput
- Dosis Obat : Dosis awal: 2 mg (erbumine) atau 2,5 mg (arginine),
dikonsumsi pada pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan setelah 2
minggu masa pengobatan.Dosis pemeliharaan: 4 mg (erbumine)
atau 5 mg (arginine), 1 kali sehari.
4. Enalapril
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : Untuk dewasa, Dosis awal: 2,5 mg diminum sekali
sehari. Dosis pemeliharaan: 2.5 hingga 20 mg sehari dalam 2
dosis terbagi. Dosis maksimum: 40 mg diminum per hari dalam 2
dosis terbagi
5. Captopril
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : Dewasa, Dosis awal 6,25-12,5 mg dikonsumsi 2-3
kali sehari. Dosis pemeliharaan 75-150 mg dosis terbagi. Dosis
maksimal 450 mg perhari. Dosis yang diberikan untuk anak
ditentukan berdasarkan berat badan (BB). Untuk bayi, dosis yang
dapat diberikan adalah 0,15- 0,3 mg/kg BB, bisa ditingkatkan
sampai dosis maksimal 6 mg/kgBB/hari terbagi dalam 1-4 kali

50
pemberian. Untuk anak-anak dan remaja, dosis yang dapat
diberikan adalah 0,3 mg/kgBB 3 kali sehari, bisa ditingatkan
sampai dosis makasimal 6mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 kali
pemberian. Untuk lansia, dosis awal adalah 6,25 mg 2 kali sehari.

4.3 Angiotensin Reseptor Bloker


1. Candesartan
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : 4 mg per hari sebagai awal, dan dapat digandakan
tiap 2 minggu. Dosis maksimal adalah 32 mg per hari.

2. Losartan
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : Dosis awal 12,5 mg, sekali sehari, dan bisa
digandakan setiap minggu. Dosis perawatan adalah 50 mg, sekali
sehari, maksimal 150 mg, sekali sehari.
3. Valsartan
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : Dosis awal 40 mg, 2 kali sehari. Dosis maksimal 160
mg, 2 kali sehari.
4.4 Diuretik
1. Monitol
- Sediaan Obat : dalam bentuk cairan infus
- Dosis Obat : Untuk sediaan IV digunakan larutan 5-25% dengan
volume antara 50-1.000ml. dosis untuk menimbulkan diuresis
ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam
dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis

51
sebanyak 30-50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat
diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan
melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis
percobaan diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3
jam. Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi
atau mengatasi oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa
ialah 50- 100g.

2. Furosemide
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet dan preparat suntikan
- Dosis Obat : oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3
mg/kg bb; Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-
1,5mg/kg sampai dosis maksimal sehari 20 mg; infus IV
disesuaikan dengan keadaan pasien
3. Hidroklortiazid
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : 25-200 mg 1-2 dd, untuk mengontol hipertensi 25-
50 mg 1-2 dd
4. Antagonis Aldosteron
- Sediaan Obat : Terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg
- Dosis Obat : dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis
efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.
Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25
mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg
dan tiabutazid 2,5 mg.
5. Triamteren dan Amilorid
- Sediaan Obat : Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg.
Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg
- Dosis Obat : dari Triamteren 100-300mg sehari. Untuk tiap
penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri. Dosis

52
Amilorid sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara
amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk
tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
6. Bendroflazid
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang
sehari pada pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali
seminggu Hipertensi, 2,5 mg pada pagi hari.

7. Chlortalidone
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-
200 mg selang sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin.
Hipertensi, 25 mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg pada
pagi hari
8. Bumetanide
- Sediaan Obat : dalam padatan berbentuk tablet dan cairan injeksi
- Dosis Obat : Dosis 1 mg diminum langsung pada pagi atau sore
hari, dilanjutkan dengan 1 mg setelah 6-8 jam kemudian. Pada
pemberian intramuskular dan intravena penyesuaian dengan dosis
dokter
9. Indapamide
- Sediaan Obat : dalam bentuk padatan tablet
- Dosis Obat : pengobatan edema, 2,5-5 mg satu kali per hari.
Pengobatan hipertensi, 1,25-2,5 mg sekali sehari. Dapat
dikombinasikan dengan obat anti hipertensi lain.
5.5 Digitalis
1. Digoxin
Sediaan Obat : terdapat dalam bentuk tablet dan cairan injeksi
Dosis Obat :

Kondisi Usia Dosis

53
Gagal Jantung 0,5-1 mg sebagai dosis tunggal, infus selama
Dewasa
Akut 2 jam.
Dosis awal 0,75-1 mg yang diberikan dalam
24 jam sebagai dosis tunggal, atau dibagi
tiap 6 jam. Dosis pemeliharaan 125-250 mcg
per hari.
Dosis awal 25 mcg/kgBB per hari, dibagi
Bayi dengan berat
dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 4-6
badan hingga 1,5
mcg/kgBB per hari, dalam 1 atau 2 kali
kg
pemberian.
Dosis awal 30 mcg/kgBB per hari, dalam 3
Bayi dengan berat
kali pemberian. Dilanjutkan 4-6 mcg/kgBB
badan 1,5-2,5 kg
per hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.
Bayi dengan berat
badan di atas 2,5
Gagal jantung, kg dan balita usia Dosis awal 45 mcg/kgBB per hari, dalam 3
aritmia 1 bulan hingga 2 kali pemberian. Dilanjutkan 10 mcg/kgBB
tahun per hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.

Dosis awal 35 mcg/kgBB per hari, dalam 3


Anak usia 2-5
kali pemberian. Dilanjutkan 10 mcg/kgBB
tahun
per hari, dalam 1 atau 2 kali pemberian.
Dosis awal 25-750 mcg/kgBB per hari,
Anak usia 5-10 dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 6-250
tahun mcg/kgBB per hari, dalam 1 atau 2 kali
pemberian.
Dosis awal 0,75-1,5 mg/kgBB per hari,
Anak usia 10
dalam 3 kali pemberian. Dilanjutkan 62,5-
tahun hingga usia
750 mcg per hari, dalam 1 atau 2 kali
18 tahun
pemberian.

5.6 Agonis β-Adrenergik


1. Dobutamin
- Sediaan obat : dalam bentuk cairan injeksi

54
- Dosis Obat : Dewasa dan anak-anak (bayi hingga remaja usia 18
tahun) 0,5-1 mcg/kgBB per menit, dapat ditingkatkan 2-20
mcg/kgBB per menit. Dosis tidak lebih dari 40 mcg/kgBB per
menit.

2. Dopamin
- Sediaan obat : dalam bentuk cairan injeksi
- Dosis : Dosis awal penggunaan dopamin adalah 2-5 mcg/kgBB
per menit, melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap
hingga 5-10 mcg/kgBB per menit.

55
DAFTAR PUSTAKA

2020.Gagal Jantung.(Online).Tersedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gagal_jantung (22 Maret 2020)

2020.Patofisiologi Gagal Jantung.(Online).Tersedia:


https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Pathophysiology_of_heart_failure&hl=id&sl=en
&tl=id&client=srp (22 Maret 2020)

Willy Tjin.2019.Penyebab Gagal Jantung.(Online).Tersedia:


https://www.alodokter.com/gagal-jantung/penyebab (24 Maret 2020)

Hertiwi Nina.2019.Mengenal Gejala Gagal Jantung Kongestif yang Mengancam


Nyawa.(Online).Tersedia: https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-gejala-gagal-
jantung-kongestif-yang-mengancam-nyawa (24 Maret 2020)

Ardhy Fajar.2008. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di
Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Surakarta.(Online).Tersedia:
http://eprints.ums.ac.id/7823/2/K100050202.pdf (25 Maret 2020)

Lestari Puji.2015.Farmakologi II satu.(Online).Tersedia:


https://www.academia.edu/31862228/FARMAKOLOGI_II_SATU (27 Maret
2020)

Rjiwilmsi.2020.Nitrogliserin.(Online).Tersedia:
https://translate.google.com/translate?

56
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Nitroglycerin_(medication)&hl=id&sl=en&tl=id
&client=srp (27 Maret 2020)

Marianti.2017.Nitrogliserin.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/nitrogliserin (27 Maret 2020)

Tjin Willy.2018.ACE Inhibitor.(Online).Tersedia:


https://www.alodokter.com/ace-inhibito. (27 Maret 2020)

Eka.2014. ACE Inhibitors (Penghambat Enzim Konversi Angiotensin).


(Online).Tersedia: https://www.slideshare.net/seputarjantung/ace-inhibitors-
37269913 (27 Maret 2020)

Fathaya Nur Arifah.2013. ARB (Angiotensin Reseptor Blocker).


(Online).Tersedia: https://id.scribd.com/doc/169976138/ARB-Angiotensin-
Reseptor-Blocker (27 Maret 2020)

2019. Farmakologi/Penyekat Reseptor Angiotensin II.(Online).Tersedia:


https://id.wikibooks.org/wiki/Farmakologi/Penyekat_Reseptor_Angiotensin_II#M
ekanisme_aksi (27 Maret 2020)

Wikibuku. 2019. Farmakologi/Penyekat Reseptor Angiotensin II.


(Online).Tersedia:https://id.m.wikibooks.org/wiki/Farmakologi/Penyekat_Resepto
r_Angiotensin_II

Fitri Meri Juwita. 2014. FARMAKOLOGI. (Online).Tersedia:


https://www.acamedia.edu/11731872/FARMAKOLOGI

Necel. 2011. Referat Diuretic. (Online). Tersedia:


https://id.scribd.com/doc/58794952/referat-deuretik [27 Juni 2011]

Arifah Fathya Nur. 2013. ARB (Angiotensin Reseptor Blocker). (Online).


Tersedia:https://id.scribd.com/doc/169976138/ARB-Angiotensin-Reseptor-
Blocker [22 September 2013]

57
Chandra Francesca Alexandra.Farmakologi.Nitrogliserin.(Online).Tersedia:
https://www.alomedika.com/obat/obatkardiovaskuler/antiangina/nitrogliserin/farm
akologi

Althaf Nisha.2015.Farmakologi Diuretik.(Online).Tersedia:


https://www.slideshare.net/Altafunnisaicha/farmakologi-diuretik (28 Maret 2020)

Brahmana Rika.2014.Diuretik.(Online).Tersedia:
https://www.academia.edu/21411159/DIURETIK (28 Maret 2020)

Marianti.2017.Diuretik.(Online).Tersedia: https://www.alodokter.com/diuretik.
(28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Dopamine.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/dopamine (28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Dobutamine.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/dobutamin (28 Maret 2020)

Tjin Willy.2018.Digoxin.(Online).Tersedia: https://www.alodokter.com/digoxin


(28 Maret 2020)

Marianti.2017.Nitrogliserin.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/nitrogliserin (28 Maret 2020)

Tjin Willy.2018.Ramipril.(Online).Tersedia: https://www.alodokter.com/ramipril


(28 Maret 2020)

Virly.2019.Lisinopril.(Online).Tersedia: https://www.sehatq.com/obat/lisinopril
(28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Perindopril.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/perindopril (28 Maret 2020)

Aprilia Lika.2020.Enalapril.(Online).Tersedia: https://hellosehat.com/obatan-


suplemen/obat/enalapril/ (28 Maret 2020)

58
Willy Tjin .2018.ACE-Inhibitor.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/ace-inhibitor (28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Candesartan.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/candesartan (28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Lasartan.(Online).Tersedia: https://www.alodokter.com/losartan


(28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.Valsartan.(Online).Tersedia:
https://www.alodokter.com/valsartan (28 Maret 2020)

Willy Tjin.2018.ARB.(Online).Tersedia: https://www.alodokter.com/arb (28


Maret 2020)

59

Anda mungkin juga menyukai