Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK

Pendidikan Anak dalam Keluarga dan Implikasinya

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak

Dosen Pengampu : Agung Hastomo, M.Pd

Disusun Oleh :

Shelina Syalmadia Aji 18108241139 / 4A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020

1
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 3
C. Tujuan......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pola Asuh Orang Tua................................................................................ 5
B. Perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor di keluarga ................... 10
C. Strategi orang tua untuk mengembangkan karakter anak dalam keluarga 13
D. Tanggung jawab orang tua........................................................................ 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan lingkungan yang paling penting bagi perkembangan anak secara
fisik, emosi, spiritual dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber kasinh sayang,
perlindungan dan identitas bagi anggotanya.
Sejak lama keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama
predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh lingkungan keluarga
dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Dalam prakteknya bagaimanapun
pengaruh keluarga itu bervariasi. Hal itu bergantung kepada bentuk, kualitas itesitas
perlakuan yang terjadi, disamping itu bergantung juga pada kondisi anak itu sendiri.
Walaupun semacam prinsip umum yang dapat dijadikan bahan rujukan oleh orang tua
dalam perlakuan anak. Unsur keunikan anak tetap merupakan hal yang tidak dapat
diabaikan
Dilihat dari proses dan materi interaksi pada masing masing lingkungan secara logis
dapat diperkirakan perilaku-perilaku apa yang terutama dipengaruhi oleh pengaruh
lingkungan daripada pengaruh lingkungan keluarga. Peran keluarga lebih banyak bersifat
memberikan dukungan baik dalam hal menyediakan fasilitas maupun penciptaan
pembentukan perilaku, sikap, kebiasaan, penanaman nilai-nilai dan perilaku-perilaku
sejenisnya. Lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang sangat dominan.
Sehingga orang tua harus memberikan pola asuh yang baik, serta melakukan strategi
pendidikan anak dalam keluarga.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya?


2. Apa itu perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor anak?
3. Bagaimana startegi orang tua untuk mengembangkan karakter anak dalam keluarga?
4. Bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pola asuh orang tua terhadap anaknya.

3
2. Untuk menjelaskan perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor anak.
3. Untuk mengetahui startegi orang tua untuk mengembangkan karakter anak dalam
keluarga.
4. Untuk menjelaskan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pola asuh orang tua


a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap
(Depdikbud, 1988:54). Kemudian kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik)
anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai
dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (Depdikbud, 1988: 692). Sedangkan arti
orang tua menurut Nasution dan Nurhalijah (dalam Agustiawati, 2014: 2) “Orang tua adalah
setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang
dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” Gunarsa (dalam Agustiawati,
2014: 2) mengemukakan bahwa “Pola asuh tidak lain merupakan metode atau cara yang
dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik
memperlakukan anak didiknya.” Jadi yang dimaksud pendidik adalah orang tua terutama ayah
dan ibu atau wali.
Menurut Dr. Ahmad Tafsir (dalam Danny, 1991:94) pola asuh berarti pendidikan,
sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Thoha (dalam Agustiawati, 2014: 2) menyebutkan bahwa pola asuh orang tua
adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak,
di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat
mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
b. Macam-macam Pola Asuh Orang tua
Untuk mewujudkan kepribadian anak, menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap
positif terhadap agama, sehingga perkembangan keagamaannya baik, kepribadian kuat dan
mandiri, berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang

5
secara optimal, maka ada berbagai cara dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua
menurut Hurluck sebagaimana dikutip Chabib Thoha, yaitu:
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ototriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya
dengan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang
tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak
berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita-cerita, bertukar pikiran dengan orang tua, orang
tua malah menganggap bahwa semua sikapnya yang dilakukan itu dianggap sudah benar
sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut
permasalahan anak-anaknya. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan
hukuman-hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi
perilakunya. Perbedaan seperti sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak
tersebut menginjak dewasa.
Kewajiban orang tua adalah menolong anak dalam memenuhi kebutuhan hidup anak-
anaknya, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolong sehingga anak tidak
kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri di masa yang akan datang. Orang tua yang suka
mencampuri urusan anak sampai masalah-masalah kecil misalnya jam istirahat atau jam tidur,
macam atau jenis bahkan jurusan sekolah yang harus dimasuki, dengan demikian sampai
menginjak dewasa kemungkinan besar nanti mempunyai sifat-sifat yang ragu-ragu dan lemah
kepribadian serta tidak mampu mengambil keputusan tentang apa pun yang dihadapi dalam
kehidupannya, sehingga akan menggantungkan orang lain. 
2. Pola Asuh Demokratis
Demokrasi merupakan proses dan mekanisme sosial yang dinilai akan lebih mendatangkan
kebaikan bersama bagi orang banyak. Sedangkan bila dikaitkan dengan istilah pemimpin,
maka pemimpin demokratis adalah pemimpin yang memberikan penghargaan dan kritik
secara objek dan positif. Dengan tindakan-tindakan demikian, pemimpin demokratis itu
berpartisipasi ikut serta dengan kegiatan-kegiatan kelompok. Ia bertindak sebagai seorang
kawan yang lebih berpengalaman dan turut serta dalam interaksi kelompok dengan peranan
sebagai kawan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan
sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban
serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dengan demikian pola asuh demokratis

6
paling tidak mencerminkan pola asuh yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, antara lain
kebebasan, maksudnya memberikan kebebasan kepada anak dalam hal yang bersifat positif.
Sementara itu bentuk pola asuh demokratik berdasarkan teori convergence yaitu bahwa
perkembangan manusia itu bergantung pada faktor dari dalam dan luar, maksudnya bahwa
pendidikan dalam hal ini mengasuh itu bersifat maha kuasa dan mengasuh juga tidak dapat
bersifat tidak berkuasa. Oleh sebab itu mengasuh anak harus seimbang, yaitu tidak boleh
membiarkan dan memberi kebebasan sebebas-bebasnya dan juga jangan terlalu menguasai
anak, tetapi mengasuh harus bersikap membimbing ke arah perkembangan anak.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua
yang ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi
kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan
pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan
anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga
sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggungjawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.
Oleh karena itu dalam keluarga orang tua dalam hal ini pengasuh harus merealisasikan
peranan atau tanggung jawab dalam mendidik sekaligus mengasuh anak didik/anak asuhnya.
Pola asuh demokratis ini merupaka kajian penulis dalam rangka mencari hubungan antara
pola asuh demokratis dengan perkembangan keberagamaan anak.
Adapun indikator-indikator pola asuh demokratis diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Kedisiplinan
Dalam kehidupan sehari-hari, “disiplin” sering dikaitkan dengan “hukuman”, dalam arti
displin diperlukan untuk menghindari terjadinya hukuman karena adanya pelanggaran
terhadap suatu peraturan tertentu. Dalam pengertian yang lebih luas, disiplin mengandung arti
sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, dan mentaati segala peraturan dan ketentuan
yang berlaku.
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan
ketertiban. Disiplin akan membuat seseorang tahu dan dapat membedakan hal-hal apa yang

7
seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tak sepatutnya
dilakukan (karena merupakan hal-hal yang dilarang).
Kata disiplin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan latihan batin dan watak
dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib (di sekolah atau
kemiliteran), dan dapat pula berarti ketaatan pada aturan dan tata tertib. Dalam praktik sehari-
hari dispilin biasanya dijumpai pada anggota militer, para siswa sekolah, para karyawan
Instansi Pemerintah dan Swasta dan lain sebagainya. Hati merasa senang dan gembira melihat
segala sesuatu yang dilakukan secara disiplin dan tertib. Keinginan untuk menegakkan
disiplin adalah sejalan dengan fitrah manusia.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah upaya mengarahkan dan
mengendalikan diri, yang berarti suatu usaha untuk mengarahkan dan mengendalikan diri
kepada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang ada.
Disiplin sangat perlu ditanamkan pada anak, sebab disiplin adalah pendidikan untuk
mengajarkan pengendalian diri, dengan peraturan, contoh dan teladan yang baik.
Dalam proses penanaman kedisiplinan orang tua juga harus membina hubungan baik
dengan anak-anak, agar kedisiplinan yang diajarkan oleh orang tua benar-benar diterima dan
dilaksanakan oleh anak. Mengingat anak itu butuh dihargai, diakui keberadaannya dan
sebagainya.
Untuk menjadikan kedisiplinan itu efektif, harus memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a) Menghasilkan atau menimbulkan suatu keinginan perubahan atau pertumbuhan pada anak
b) Memelihara harga diri anak
c) Memelihara hubungan yang rapat (erat) antara orang tua dengan anak.
Dalam proses penanaman kedisiplinan ini orang tua juga harus bersikap dan bertindak
dengan tegas dengan maksud agar ajaran yang diberikan dapat diterima dan difahami oleh
anak, sehingga tujuan disiplin tercapai.
Di samping itu, disiplin juga bertujuan untuk menolong anak memperoleh keseimbangan
antar kebutuhan untuk berdikari dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Dengan
ditanamkannya disiplin mungkin, diharapkan menambah kematangan dalam bertindak dan
bertingkah laku, sehingga tidak akan terjadi kekacauan yang diakibatkan oleh adanya
perebutan hak dan kekuasaan. Hal ini penting yang juga harus diingat dalam menerapkan

8
kedisiplinan adalah adanya ketegasan dan ketetapan. Artinya kedisiplinan itu diberlakukan
secara kontinu, bukannya hari ini disiplin besok sudah lain lagi.
Tujuan jangka panjang dari disiplin adalah perkembangan dari pengendalian diri sendiri
dan pengarahan diri sendiri, (self-controle and self-direction), yaitu dalam hal mana anak-
anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh atau pengendalian dari luar.
Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan berpedoman norma-
norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik diri sendiri.
Oleh karena itu orang tua haruslah secara kontinu atau terus menerus berusaha untuk makin
memainkan peranan yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan secara
bertahap mengembangkan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri itu pada
anak.
Sedangkan cara terbaik untuk membantu anak belajar disiplin diri adalah dengan
membiarkan dia bertanggungjawab di setiap bidang dalam hidupnya, bahkan ketika dia
memilih untuk tidak melakukannya.
Jadi, disiplin yang kita tuntut dari anak-anak tidak boleh hanya dilihat sebagai sarana
pemaksaan yang diperlukan, bila sudah tidak ada jalan lain untuk mencegah perbuatan yang
salah. Disiplin pada dirinya sendiri merupakan faktor pendidikan sui generis. Dalam hal ini
sebagai orang tua harus menanamkan sikap disiplin sedini mungkin terhadap anaknya.
2) Kebersamaan
Kebersamaan di sini maksudnya adalah kerjasama. Kerjasama merupakan kebutuhan yang
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak akan ada individu,
keluarga, organisasi atau masyarakat. Tanpa kerjasama dan tanpa rasa kebersamaan
keseimbangan hidup akan terancam punah. Dengan memiliki keahlian bekerjasama kita akan
mudah mengungkapkan apa yang kita inginkan tanpa menyinggung orang lain. 
3)   Kegotong-royongan
Islam mengajarkan kita untuk hidup dalam kegotong-royongan. Apabila sejak dini anak
sudah ditanamkan sikap yang demikian itu, maka kelak akan terlatih dan bersikap hidup
dalam penuh kegotong-royongan.
Beban yang berat bisa terasa ringan jika dilakukan dengan gotong-royong, dan pada
akhirnya kita tidak merasa berat dalam menjalani hidup ini. Demikianlah yang menjadi salah
satu tugas orang tua, agar menanamkan sikap ini sebaik-baiknya kepada anak.

9
3. Pola Asuh Laisses Fire
Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak
dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan
bimbingan pada anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu
mendapat teguran, arahan atau bimbingan.
Hal itu ternyata dapat diterapkan kepada orang dewasa yang sudah matang pemikirannya
sehingga cara mendidik seperti itu tidak sesuai dengan jika diberikan kepada anak-anak.
Apalagi bila diterapkan untuk pendidikan agama banyak hal yang harus disampaikan secara
bijaksana. Oleh karena itu dalam keluarga orang tua dalam hal ini pengasuh harus
merealisasikan peranan atau tanggung jawab dalam mendidik sekaligus mengasuh anak
didik/anak asuhnya.
B. Perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor di keluarga.
a. Aspek Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah  yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam  kognitif.   kognitif  memiliki
enam jenjang atau aspek, yaitu:
 Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
 Pemahaman (comprehension)
 Penerapan (application)
 Analisis (analysis)
 Sintesis (syntesis)
 Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat
yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah:

10
1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada
gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja.
2) Tahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan
yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya
masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas.
3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun. Pada tahap ini anak sudah mampu
menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan,
melipat dan membagi.
4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir
tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak. Pada tahap sensori motor ini kemampuan anak
terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja.
Suatu fase perkembangan kognitif yang ditandai dengan berfungsinya
kemampuan berpikir secara simbolis. Refleksi dari kemampuan berpikir ini dapat dilihat
dari kemampuan anak untuk membayangkan benda-benda yang berada di sekitarnya
secara mental. Kemampuan berpikir secara intuitif dan berpusat pada cara pandang anak
itu sendiri atau egosentris. Vygotsky memandang bahwa system sosial sangat penting
dalam pengembangan kognitif anak, orangtua, guru, teman berinteraksi dengan anak dan
berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks
social dan muncul suatu istilah zona perkembangan Proximal/ Zona Proximal
Development (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seseorang anak untuk
belajar atau suatu tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan
orang lain yang lebih ahli. Dalam tahap perkembangan selanjutnya, proses belajar anak
usia dini dilakukan secara bertahap (scaffolding) yang membantu anak membangun
pengetahuan sebelumnya dan menginternalisasi informasi baru baru. Dengan demikinan
anak belajar secara bertahap sesuai dengan kemampuannya.
b. Aspek Perkembangan Afektif
Afektif adalah  yang berkaitan dengan sikap dan nilai.  afektif mencakup watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku.

11
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
 Receiving atau attending ( menerima atau memperhatikan)
 Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”
 Valuing (menilai atau menghargai)
 Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
 Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan  suatu nilai atau
komplek nilai)
c. Aspek Perkembangan Psikomotori
Psikomotor merupakan  yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil
afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). 
Psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya.
Kemampuan psikomotorik hanya bisa dikembangkan dengan latihan latihan yang
menuju kearah peningkatan kemampuan anak. Pengembangan ini memerlukan
rangsangan yang adekuat agar perkembangan potensi psikomotorik anak bisa optimal.
Peningkatan potensi perkembangan psikomotorik merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam kesuksesan pengajaran. Dengan peningkatan kemampuan motorik,
anak akan mampu menerima pengajaran sesuai dengan batasan jenjang pendidikanya.
Perkembangan motorik individu sebagai berikut :
a. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Seperti anak merasa senang memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar
bola dan memainkan alat alat mainan.
b. Dengan keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan
bulan pertama dalam kehidupanya kepada kondisi yang independen. Anak dapat bergerak
dari satu tempat ketempat yang lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri.
Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
c. Melalui peningkatan potensi perkembangan psikomotorik anak dapat menyesuaikan
dangan lingkungan sekolah. Pada masa pra sekolah atau pada masa awal sekolah dasar,
anak sudah dapat dilatih menulis menggambar melukis dan baris berbaris.

12
d. Melalui peningkatan potensi prkembangan psikomotorik yang normal memungkinkan
anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal
akan menghambat dalam bergaul dengan teman sebayanya, bahkan dia akan terkucilkan
atau menjadi anak yang terpinggirkanPeningkatan potensi perkembangan psikomotorik
sangat penting bagi perkembangan self concept (kepribadian anak).
C. Strategi orang tua untuk mengembangkan karakter anak dalam keluarga.
Anak-anak dalam keluarga sangat kuat proses identifikasinya kepada orang tua dalam
berbagai tingkah laku, cara berfikir dan cara menyikapi tentang suatu keadaan. Di samping
faktor keteladanan, faktor pembiasaan yang didasarkan atas cinta kasih merupakan sarana /
alat pendidikan yang besar pengaruhnya bagi pembentukan budi pekerti dan moral.
Di dalam keluarga yang religius terjadi interaksi interpersonal yang bernilai sosial
edukatif dan religius. Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan taraf kematangan
anak, tingkat penalaran, emosi, bakat, pengetahuan dan pengalamannya. Orang tua yang
efektif dalam proses pendidikan ditentukan oleh kemampuannya dalam membimbing dan
mengarahkan serta memecahkan persoalan-persoalan secara demokratis.
Strategi lain dalam mengembangkan pendidikan dalam keluarga adalah dengan konsep
tumbuh kembang anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta perkembangan motorik,
mental, sosio-emosional dan perkembangan moral spiritual. Ada 3 konsep penting yang
mencakup aktivitas yakni pola asuh, pola asah dan pola asih.
Selanjutnya dengan memperhatikan fase-fase perkembangan anak semenjak bayi lahir
sampai dengan dewasa, maka strategi pendidikan karakter dalam keluarga yang dapat
diterapkan adalah
a. Strategi penanaman nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan secara berkesinabungan
semenjak lahir.
Islam mengajarkan dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter seorang
anak dengan menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan keagamaan serta nilai-nilai
kemasyarakatan semenjak dini, sejak anak tersebut hadir ke muka bumi, walaupun anak
tersebut belum memahami apa-apa. Hal ini tampak dari perintah mengadzankan,
pelaksanaan aqiqah, pemberian nama yang baik, serta kewajiban mengeluarkan zakat
fitrah setelah anak tersebut lahir.

13
Penanaman nilai keagamaan dan kemasyarakatan sangat penting dilakukan sejak
dini, karena nilai-nilai inilah yang mendasari pembentukan karakter anak sebagai
makhluk beragama dan makhluk sosial.
b. Strategi keteladan orang dewasa di rumah tangga.
Seorang anak dalam bertingkah laku akan banyak mencontoh tingkah laku orang-
orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, orangtua dan orang-orang yang ada di
sekitarnya harus mampu memberi keteladanan bagaimana sifat-sifat mulia seperti ;
kejujuran, amanah, tablig dan fatanah terus dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari
bersama anak. Berbagai sifat-sifat terpuji penumbuhannya harus dimulai semenjak dini
yakni mulai dari rumah tangga atau keluarga. Untuk itulah pendidikan keluarga sangat
berperan penting. Sifat amanah atau kepercayaan, penghormatan, tanggung jawab,
kejujuran, keberanian, keterbukaan, penuh perhatian, integritas, rajin dan kenegarawanan
akan tumbuh dan berkembang bila ditanamkan semenjak masa kanak-kanak. 
c. Strategi pembiasaan.
Pembiasaan berperilaku yang baik dan adab sopan santun adalah bagian terpenting
dalam pendidikan. Oleh sebab itu anggota keluarga terutama yang sudah dewasa harus
sudah terbiasa dengan perilaku yang positif. Penghargaan kepada anak yang jujur harus
diberikan. Anak yang jujur meskipun memperoleh nilai sekolah rendah lebih berharga
daripada anak yang bohong meskipun nilainya tinggi. Keberanian untuk jujur perlu
pembiasaan. Demikian pula terhadap perilaku-perilaku positif lainnya.
d. Strategi pengajaran
Orangtua harus memberikan petunjuk kepada anak mengenai sesuatu yang baik
yang harus dihayati dan diamalkan dalam perilaku sehari-hari, serta menunjukkan sesuatu
yang tidak baik atau tidak benar yang harus dijauhi. Sehingga anak mengetahui dan dapat
membedakan mana tingkah laku yang baik dan mana tingkah laku yang tidak baik 
Informasi dan nasihat perlu diberikan secara terus menerus kepada anak.
Strategi lain yang dapat digunakan oleh orang tua untuk mengembangkan moral dan
keterampilan anak, yaitu :
a. Membantu anak untuk menemukan sendiri tujuan hidupnya.
b. Membantu anak mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
hidupnya.

14
c. Menjadi figur ideal bagi anak dalam berperilaku.
d. Memberi semangat dan menggugah hati anak untuk berperilaku terpuji.
D. Tanggung jawab orang tua
Orang tua (ayah dan ibu) memegang peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas
pendidikan anak-anaknya. Sejak anak lahir, ibu yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena
itu seorang anak pada umumnya lebih cinta kepada ibu karena ibu merupakan orang yang
pertama dikenal anak. Maka dari itu ibu harus menanamkan kepada anak, agar mereka dapat
mencintai ilmu, membaca lebih banyak, lebih dinamis, disiplin, dan ibu memberikan
motivasi yang sehat dan menjadi teladan bagi anak mereka
Pengaruh ayah terhadap anak juga sangat besar, di mata anak ayah seorang yang
terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaan sehari-hari
berpengaruh kepada cara kerja anaknya. Dengan demikian tanggung jawab orang tua
terhadap anak adalah suatu keniscayaan, apakah tanggung jawab pendidikan itu diakui secara
sadar atau tidak diterima sepenuh hati atau tidak hal ini tidak dapat dihindari.
Peranan orang tua selaku pendidik dalam keluarga adalah pangkal ketentraman dan
kedamaian hidup, bahkan dalam perspektif Islam keluarga bukan hanya sebagai persekutuan
hidup terkecil saja, melainkan sampai pada lingkungan yang lebih besar dalam arti
masyarakat secara luas, yang darinya memberi peluang untuk hidup bahagia atau celaka.
Tanggung jawab yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua kepada anak
adalah sebagai berikut:
a. Memelihara dan membesarkannya.
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari
berbagai gangguan, penyakit, atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
hidupnya.
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama.
Dengan demikian, orang tua sebagai pendidik utama pertama dan terakhir pada
hakikatnya memiliki tanggung jawab yang komprehensip dan sangat kompleks, menyangkut
semua aspek kehidupan baik pendidikan jasmani maupun pendidikan rohani dan tanggung
jawab tersebut dimanifestasikan melalui pendidikan aqidah, ibadah, akhlak, intelektual, dan
kematangan psikis.

15
Seorang anak apabila telah memasuki usia sekolah menjadi tugas dan tangung jawab
orang tua untuk menyerahkan anaknya kepada sekolah. Faktor lain yang menjadi tanggung
jawab orang tua adalah menyediakan alat-alat perlengkapan belajar anak di rumah,
memperhatikan lingkungan pergaulan, memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyampaiakan dan mengungkapkan masalahnya.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak,
di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak
dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
2. Macam-macam pola asuh orang tua adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokratis,
dan pola asuh laisses fire.
3. Jenis perkembangan anak dibagi menjadi 3 yaitu perkembangan kognitif yang
mencakup kegiatan mental (otak). Afektif yang berkaitan dengan sikap, perasaan,
minat, sikap, emosi, dan nilai. Psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
4. Terdapat beberapa strategi orang tua untuk mengembangkan karakter anak dalam
keluarga yaitu strategi penanaman nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan secara
berkesinabungan semenjak lahir, strategi keteladan orang dewasa di rumah tangga,
strategi pembiasaan, dan strategi pengajaran.
5. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangat besar, hal ini akan berpengaruh
terhadap perkembangan anaknya. Sehingga orang tua diwajibkan bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak dari sejak lahir hingga dewasa nanti.

17
DAFTAR PUSTAKA
Agustiawati, I. (2014). Pengaruh pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Akuntansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Danny, I. (1991). Kepribadian keluarga narkotika. Jakarta : Arcan.
Depdikbud. (1988). Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 
Hurlock, E.B. (1999). Chlid development jilid II, terjemahan tjandrasa. Jakarta: Erlangga.

18

Anda mungkin juga menyukai