BAB II Manajemen TB Paru
BAB II Manajemen TB Paru
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian TB Paru
Tuberkulos Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium T
uberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan modus limfe.
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan mycobacterium
tuberkulosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,tapi
yang paling banyak adalah paru-paru (Herdman, 2015)
2. Penularan TB Paru
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkan. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan
hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang
terkandung dalam contoh uji 5 5000 kuman/cc dahak sehingga sulit di
deteksi melalui pemeriksaan mikroskop langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah
65%, pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif
adalah 17%
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Sumber : Pedoman TB
Nasional 2014).
Penularan terj adi melalui ludah dan udara pernapasan, terutama di daerah
kumuh yang padat penduduk (Chandra, 2012)
Masa penularan secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang hasil
TB di dalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak
sempurna dahaknya akan tetap mengandung hasil TB selama bertahun tahun.
Tingkat penularan sangat tergantung pada hal hal sebagai berikut :
a. Jumlah hasil Tb yang dikeluarkan
b. Virulensi dari basil TB
c. Terpajannya hasil TB dengan sinar Ultra Violet
d. Teijadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara, atau pada saat
bernyanyi.
e. Tindakan medis dengan resiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi
atau pada waktu melakukan bronkoskopis.
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tidak dapat berkembang biak lebih lanjut dan
menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu konsis inang melemah akibat sakit lama/
keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lam, maka
bakteri tuberculosis yang dormant dapat aktif kembali. Inilah yang disebut
reaktifitas infeksi primer atau infeksi pasca primer infeksi ini dapat teljadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
tabel 2.1
Dosis dan atutan pakai FDC KATEGORI 1(Tahap intensif)
Berat badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan selama
selama 56 hari 16 minggu
30 -37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 4FDC
38- 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 4FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 4FDC
≥71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 4FDC
Sedang untuk pasien TB Dewasa yang masuk dslam kategori II,dosis dan aturan
pakai FDC yang harus diberikan yaitu :
Tabel 2.2
Berat Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali seminggu
Selama 56 hari Selama 28
badan selama 20 minggu
hari
30-37 2 tab FDC +500 mg 2 tab 4 FDC 2 tab 2 FDC + 2 tab Etambutol
streptomisin inj.
38-54 3 tab FDC +750 mg 3 tab 4 FDC 3 tab 2 FDC + 3 tab Etambutol
streptomisin inj.
55-70 4 tab FDC +1000 mg 4 tab 4 FDC 4 tab 2 FDC + 4 tab Etambutol
streptomisin inj.
≥71 kg 5 tab FDC +1000 mg 5 tab 4 FDC 5 tab 2 FDC + 5 tab Etambutol
streptomisin inj.
Catatan:
1. Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml
aquabidest. Dosis ini dapat dianggap sebagai 3 dosis & 250 mg yang
digunakan untuk kelompok pasien dengan BB 38 54 kg. Untuk kelompok
pasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan dengan jumlah tablet yang
diminum, misalnya untuk pasien yang memerlukan hanya 2 tablet, juga hanya
memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (] ml = 250 mg. Untuk pasien
berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisin maksimum 500
mg/hari. Injeksi streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat
FDC untuk anak-anak. Tablet FDC untuk anak-anak terdiri dari tablet 3FDC
dan 2FDC. Kedua jenis tablet diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0
14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3 macam obat antara lain: 30 mg INH, 60
mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan untuk
pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung
2. macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan
untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan
pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga
disesuaikan dengan berat badan anak. Bila pada akhir tahap intensif
pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak teljadi konversi maka diberikan
OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28 hari.
Tabel 2.3
Dosis dan aturan Pakai FDC Untuk Anak-Anak
Berat badan Tahan intensif tiap hari Tahap lanjutan tiap hari
selama 2 bulan selama 4 bulan
≤7 1 tablet 3 FDC 1 tablet 2 FDC
8 – 9 kg 1,5 tablet 3 FDC 1,5 tablet 2 FDC
10 – 14 kg 2 tablet 3 FDC 2 tablet 2 FDC
15 -19 kg 3 tablet 3 FDC 3 tablet 2 FDC
20- 24 kg 4 tablet 3 FDC 4 tablet 2 FDC
25 -29 kg 5 tablet 3 FDC 5 tablet 2 FDC
Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari
penggunaan OAT yang dalam tablet terpisah. Beberapa efek samping yang
muncul berupa hilangnya nafsu makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut,
nyeri sendi, gatal dan kemerahan pada kulit, kesemutan hingga rasa terbakar di
kaki, gangguan keseimbangan.Selain itu efek samping hepatotoksisitas bisa teljadi
karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis.Efek samping dari
OAT tersebut diperkirakan terjadi pada sekitar 3 6 % pasien yang mendapat
pengobatan dengan FDC.Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek
samping seperti yang disebutkan sebelumnya dan obat tersebut tidak dapat
diberikan kembali, maka pasien diberikan OAT yang dalam bentuk tablet terpisah
(CAT kombipak).
Pengobatan TB perlu diperhatikan untuk pasien yang berada dalam
kondisi khusus misalnya pasien wanita hamil, pasien dengan penyakit tertentu
seperti DM, gagal ginjal, memiliki kelainan hati kronik.Untuk pengobatan TB
pada wanita hamil perlu diperhatikan pada penggunaan streptomisinStreptomisin
tidak dapat digunakan pada kehamilanHal ini karena streptomisin bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pasien DM harus selalu dikontrol dalam pengobatannya.Jika pasien juga
menderita TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena
rifampisin dapat mengurangi efektivitas antidiabetika oral gol sulfonil urea
sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika tersebut.Pasien DM yang
memperoleh pengobatan insulin seringkali teljadi komplikasi retinopathy
diabetika, oleh karena itu perlu diperhatikan untuk pemberia etambutol karena
dapat memperparah kejadian tersebut.