Anda di halaman 1dari 12

SOP FISIOTERAPI DADA

    

              


STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR  
       
PENGERTIAN   
Tindakan untuk melepaskan sekret dari saluran nafas bagian bawah

TUJUAN   
1.    Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret 
2.    Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret 

PETUGAS   
Perawat

PERALATAN   
1.    Kertas tissue 
2.    Bengkok 
3.    Perlak/alas 
4.    Sputum pot berisi desinfektan 
5.    Air minum hangat 

PROSEDUR PELAKSANAAN   
A. Tahap PraInteraksi 

1.    Mengecek program terapi 


2.    Mencuci tangan 
3.    Menyiapkan alat 

B.    Tahap Orientasi 

1. Memberikan salam dan sapa nama pasien 


2.    Menjelaskan tujuan  dan prosedur pelaksanaan 
3.    Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien 

C.    Tahap Kerja 


1. Menjaga privacy pasien
2. Mengatur posisi sesuai daerah gangguan paru 
3. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau di dekat
mulut bila tidur miring) 
4. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat menepuk punggung pasien secara
bergantian
5. Menganjurkan pasien inspirasi dalam, tahan sebentar, kedua tangan perawat di
punggung pasien 
6. Meminta pasien untuk melakukan ekspirasi, pada saat yang bersamaan tangan
perawat melakukan vibrasi 
7. Meminta pasien menarik nafas, menahan nafas, dan membatukkan dengan kuat 
8. Menampung lender dalam sputum pot 
9. Melakukan auskultasi paru 
10. Menunjukkan sikap hati-hati dan memperhatikan respon pasien 

D.    Tahap Terminasi


 
1.    Melakukan evaluasi tindakan 
2.    Berpamitan dengan klie 
3.    Membereskan alat 
4.    Mencuci tangan 
5.    Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
SOP INHALASI NEBULIZER

PENGERTIAN   
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulator

TUJUAN   
1.    Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan 
2.    Melonggarkan jalan nafas 

PETUGAS   
Perawat

PERALATAN   
1.    Set nebulizer 
2.    Obat bronkodilator 
3.    Bengkok 1 buah 
4.    Tissue 
5.    Spuit 5 cc 
6.    Aquades 
7.    Tissue 

PROSEDUR PELAKSANAAN   
A. Tahap PraInteraksi 

1.    Mengecek program terapi 


2.    Mencuci tangan 
3.    Menyiapkan alat 

B.    Tahap Orientasi 

1.    Memberikan salam dan sapa nama pasien 


2.    Menjelaskan tujuan  dan prosedur pelaksanaan 
3.    Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien 
C. Tahap Kerja 

1.    Menjaga privacy pasien 


2.    Mengatur pasien dalam posisi duduk 
3.    Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer 
4.    Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran 
5.    Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik 
6.    Memasukkan obat sesuai dosis 
7.    Memasang masker pada pasien 
8.    Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien nafas dalam sampai obat habis 
9.    Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue 

D.    Tahap Terminasi 

1.    Melakukan evaluasi tindakan 


2.    Berpamitan dengan pasien/keluarga 
3.    Membereskan alat 
4.    Mencuci tangan 
5.    Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
SOP PEMBERIAN OKSIGEN
Prosedur Pemberian Oksigen

Pengertian    :
Merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dengan menggunakan alat
bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada klien dapat melalui tiga cara, yaitu: kateter nasal,
kanula nasal dan masker oksigen.

Tujuan        :
1. Memenuhi kebutuhan oksigen.
2. Mencegah terjadi hipoksia.

Alat dan bahan:


1. Tabung oksigen atau outlet oksigen sentral dengan flowmeter dan
humidifier.
2. Kateter nasal, kanula nasal atau masker.
3. Vaselin / jely.

Prosedur        :
A. Menggunakan kateter nasal

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sdah disiapkan sesuai level yang
telah ditetapkan.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian observasi
humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya gelembung air.
5. Atur posisi dengan semi fowler.
6. Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
7. Buka saluran udara dari flommeter oksigen.
8. Berikan minyak pelumas (vaselin/jely).
9. Masukkan ke dalam hidung sampai datas yang ditentukan.
10. Lalukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah
pasien dengan menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di bawah uvula).
11. Fiksasi pada daerah hidung.
12. Periksa kateter nasal setiap 6 – 8 jam.
13. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian dan respon pasien.
14. Cuci tangan seterlah prosedur dilakukan.

B. Menggunakan kanula nasal

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah disiapkan sesuai level yang
telah ditetapkan.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian observasi
humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya gelembung air.
5. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
6. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.
7. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian dan respon pasien.
8. Cuci tangan seterlah prosedur dilakukan.
C.    Menggunakan masker oksigen

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Atur posisi semi fowler.
4. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah disiapkan sesuai level yang
telah ditetapkan.
5. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian observasi
humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya gelembung air.
6. Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien.
7. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.
8. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian dan respon pasien.
9. Cuci tangan seterlah prosedur dilakukan.

SOP PERAWATAN WSD

Persiapan Alat :
1. Satu buah meja dengan satu set bedah minor
2. Botol WSD berisi  larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9% dan  ujung
selang terendam sepanjang dua cm.
3. Kasa steril dalam tromol
4. Korentang
5. Plester dan gunting
6. Nierbekken/kantong balutan kotor
7. Alkohol 70%
8. Bethadin 10%
9. Handscoon steril

Persiapan Pasien dan Lingkungan


a.    Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b.    Memasang sampiran disekeliling tempat tidur
c.    Membebaskan pakaian pasien bagian atas
d.    Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien
e.    Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

Pelaksanaan Perawatan WSD


1. Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon
2. Membuka set bedah minor steril
3. Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati,    balutan kotor
dimasukkan ke dalam nierbekken
4. Mendisinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol 70% 
5. Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya   kemudian diplester
6. Selang WSD diklem
7. Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol
8. Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD
dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru
9. Klem selang WSD dibuka
10. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk efektif
11. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
12. Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam
posisi yang paling nyaman
13. Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi kembali
14. Membuka handscoon dan mencuci tangan
15. Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD

a.    Evaluasi keadaan umum :

1)    Observasi keluhan pasien


2)    Observasi gejala sianosis
3)    Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada
4)    Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD
5)    Observasi tanda-tanda vital.

b.  Evaluasi ekspansi paru meliputi :

1)    Melakukan anamnesa 


2)    Melakukan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
3)    Melakukan Palpasi  paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
4)    Melakukan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
5)    Melakukan Auskultasi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
6)    Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan  sebelum selang WSD
di lepas.

c.  Evaluasi WSD meliputi :

1)    Observasi undulasi pada selang WSD


2)    Observasi fungsi suction countinous
3)    Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat
4)    Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
5)    Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2  cm di bawah air
6)    Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh
7)    Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh.

SOP PENGHISAPAN LENDIR (suction)


Pengertian    :
Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada klien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara mandiri
dengan menggunakan alat penghisap.

Tujuan        :
1. Membersihkan jalan napas.
2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Alat dan bahan:


1. Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.
2. Kateter penghisap lendir steril.
3. Pinset steril.
4. Sarung tangan steril.
5. Dua kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan.
6. Kasa steril.
7. Kertas tissue.
8. Stetoskop.

Prosedur        :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.


2. Cuci tangan
3. Tempatkan pasien pada posisi telentang dengan kepala miring ke arah
perawat.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Hubungkan kateter penghisap dengan slang alat penghisap.
6. Mesin penghisap dihidupkan.
7. Lakukan penghiusapan lendir dengan memasukkan kateter penghisap ke
dalam kom berisi aquadest atau NaCl 0,9 % untuk mempertahankan
kesterilan.
8. Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap.
9. Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110 – 150 mm Hg untuk
dewasa, 95 – 110 mm Hg untuk anak-anak, dan 50 – 95 ,, Hg untuk bayi
(Potter dan Perry, 1995).
10. Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15 detik.
11. Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.
12. Lakuka penghisapan antara penghisapan pertama dengan berikutnya,
minta pasien untuk bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami
distres pernapasan, biarkan istirahat 20 – 30 detik seblum melakukan
penghisapan berikutnya.
13. Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respon
pasien terhadap prosedur yang dilakukan.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

SOP postural Drainage


Fisiotherapi dada

Pengertian    :
Merupakan tindakan perawatan dengan melakukan drainage postural, clapping
dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.
Tindakan postural merupakan tindakan dengan menempatkan pasien dalam
berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran pernafasan. Tindakan
drainage postural diikuti dengan tindakan clapping (penepukan) dan vibrasi.

Tujuan        :
1. Meningkatkan efisiensi pola pernafasan.
2. Membersihkan jalan napas.

Indikasi untuk Postural Drainase :

1. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :


1.1. Pasien yang memakai ventilasi
1.2. Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
1.3. Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis
1.4. Pasien dengan batuk yang tidak efektif .

2. Mobilisasi sekret yang tertahan :


2.1. Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
2.2. Pasien dengan abses paru
2.3. Pasien dengan pneumonia
2.4. Pasien pre dan post operatif
2.5. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontra indikasi untuk postural drainase :


1. Tension pneumotoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akutrd infark dan
aritmia.
4. Edema paru
5. Efusi pleura yang luas

lndikasi untuk perkusi :

Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi
postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :


1. Patah tulang rusuk

2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada

3. Skin graf yang baru

4. Luka bakar, infeksi kulit

5. Emboli paru

6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati

Alat dan bahan:


1. Pot sputum berisi desinfeksi
2. Kertas tisue
3. Dua balok tempat tidur (untuk drainage postural).
4. Satu bantal (untuk drainage postural).
5. Stetoskop.

Prosedur        :
A. Drainage p[ostural

 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


 Cuci tangan
 Atur Posisi:
 Semi fowler bersandar ke kanan, ke kiri lalu ke depan apabila daerah
yang akan di di drainage pada lobus atas bronkus apikal.
 Tegak dengan sudut 45 derajat membungkuk ke depan pada bantal
dengan 45 derajat ke kiri dan kanan apabila daerah yang akan di drainage
bronkus podterior.
 Berbaring dengan bantal di bawah lutut apabila yang akan didrainage
brokus anterior.
 Posisi trendelenberg dengan sudut 30 derajad atau menaikkan kaki
tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang akan di drainage
pada lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
 Posisi trendelenberg dengan sudut 30 derajad atau menaikkan kaki
tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kanan iri apabila daerah yang akan
di drainage pada bronkus superior dan inferior).
 Condong dengan bantal di bawah panggul apabila ynag didrainage
bronkus apikal.
 Posisi trendelenberg dengan sudut 45 derajad atau dengan menaikkan
kaki tempat tidur 45 – 50 cm, miring ke samping kanan, apabila yang akan di
drainage bronkus medial.
 Posisi trendelenberg dengan sudut 45 derajad atau dengan menaikkan
kaki tempat tidur 45 – 50 cm, miring ke samping kiri, apabila yang akan di
drainage bronkus lateral.
 Posisi trendelenberg condong sudut 45 derajad dengan bantal di bawah
panggul, apabila yang akan di drainage brokus posterior.
 Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudian periode
selanjutnya kurang lebih 15 – 30 menit.
 Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.
 Setelah pelaksanaan drainage lakukan clapping, vibrasi, dan pengisapan
lendir (suction).
 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

B. Clapping dan Vibrasi

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan
3. Atur Posisi sesuai dengan postural drainage.
4. Lakukan clapping dan vibrasi pada:
1. Seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula apabila
daerah paru yang perlu di clapping/vibrasi adalah daerah bronkus
apikal.
2. Lebar bahu kanan masing-masing sisi apabila yang akan di
clapping/vibrasi adalah daerah bronkus posterior.
3. Dada depan di bawah klavikula, apabila yang akan di
clapping/vibrasi adalah daerah bronkus anterior.
4. Anterior dan lateral dada kanan dan lipat ketiak sampai mid
anterior dada apabila yang akan di clapping/vibrasi adalah daerah
lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
5. Lipat ketiak kiri sampai midanterior dada apabila yang diclapping
dan vibrasi adalah daerah bronkus superior dan inferior.
6. Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang
diclapping dan vibrasi adalah daerah bronkus apikal.
7. Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang
diclapping dan vibrasi adalah daerah bronkus medial.
8. Sepertiga bawah kosta posterior kanan, apabila yang diclapping
dan vibrasi adalah daerah bronkus lateral.
9. Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang
diclapping dan vibrasi adalah daerah bronkus posterior.

5. Lakukan clapping dan vibrasi selama lurang lebih satu menit.


6. Setelah dilakukan tindakan drainage postural, clapping dan vibrasi dapat
dilakukan tindakan pengisapan lendir (lihat tindakan penghisapan
lendir/suction).
7. Lakukan auskultasi pada daerah paru yang dilakukan tindakan drainage
postural, clapping dan vibrasi.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

ANATOMI FISIOLOGI (PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN)

PENGKAJIAN  SISTEM PERNAFASAN
Pemeriksaan jasmani – Fisiologi Pernafasan

Pemeriksaan jasmani paru berdasarkan :


1. Udara Dalam Alat Pernafasan
- Perkusi :udara dalam paru bergetar, bising
- Bising sonor : suara seperti tuk-tuk, perbandingannya antara udara/padat =1
- Bisa berubah karena penyakit :
- Hipersonor / redup
- Empisema : hipersonor
- Atelektasis : redup
2. Arus Udara
- Dalam trachea: bising tracheal: leher depan
- Bronkhus besar: bising bronkhial: antara skapula
- Bronkhiolus dan Alveolus: Vesikuler: 1 dan 2 depan
Cepatnya arus mempengaruhi bising.

3. Saluran Udara
Saluran nafas ? bronkhus ? Alviolus.
Penyempitan pada astma- bising bertambah – Wheezing
Cepatnya arus mempengaruhi bising

4. Penghalang
Suara dikeluarkan – getaran disalurkan dari pita suara melalui trachea, bronkhus, jaringan
paru, pleura, dinding thoraks – kulit : fremitus.

PEMERIKSAAN JASMANI
Terdiri dari: Anamnesis, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

2. Anamnesis.
a. Keluhan utama penyakit yang diderita, alat-alat tubuh lain, rohani, penyakit yang
pernah diderita, keturunan, sosek, nutrisi, lingkungan, obat-obat yang digunakan.
3. Gejala Lokal
- Batuk : Kering
: basah
: Spastik (tdk mudah berhenti).
- Sesak nafas
: karena penyakit lain
: Tersumbat
: Kelainan paru
: Gangguan lambung, ascites
- Pengeluaran Dahak
Sifat – sifat : cair kental, lekat, berbusa, berwarna, bau, jumlah dan darah
- Nyeri Dada
- Karena kelainan dinding thoraks, mediastinum, dalamperut.
Dalam jaringan paru tidak menyebabkan nyeri – pleura perietalis terangsang.
- Bersumber dari otot, subcutis, tulang iga, saraf I. C.
3. Gejala Umum
Suhu , pusing nafsu makan ?, lemah, keringat dingin.

PEMERIKSAAN PARU
1. Inspeksi
? Posisi : duduk, baring
? Arah : depan, belakang, atas
? Bentuk :
- Ptisis ( panjang dan gepeng )
- Thoraks : dada burung
- Barel chest ( seperti tong )
- Cekung kedalam
? Kesimetrisan
? Gerakan pernapasan
? Frekkuensi N pada orang dewasa 18 – 22 x / menit sifatnya abdominal / thorakoabdominalis
? Frekuansi normal pada anak 30 – 40 x / menit sifatnmya abdominalis / thorakoabdominalis.
? Jenis pernapasan :
- Tachipnea :
Paru / jantung ada gangguan
- Bradipnea:
keracunan balbiturat, uremia, koma diabetis, prosesdalam otak
- Cheyne stokes:
keracunan obat bius penyakit jantung, paru, ginjal, perdrahan SSP.
- Biot:
meningitis
- Kusmaul:
Keracunan alkohol, obat bius, koma diabetes, uremia
- Asimetri :
Pneumonia, tbc paru, efusi pleura, tumor
- Dangkal : empisema, tumor paru, cairan dipleura, konsolidasi paru
- Hiperpnea:
lebih dalam, kecepatan normal
- Apneustik:
lesi pusat pernafasan.
- denyut jantung apeks:
jantung membesar, tumor
- Pelebaran vena dada:
tumor mediastinum
- Denyut nadi didada / punggung : koarktasio aorta, anastomosis.
- Penonjolan dada setempat yang berdenyut : aneurysma

2. Palpasi
a. Pemeriksaan kelainan dinding thoraks
- Nyeri tekan.
- Bengkak
- Menonjol
b. Pemeriksaan tanda – tanda penyakit paru
- Gerakan dinding thoraks waktu inspirasi dan ekspirasi
- Kesimetrisan
- Getaran suara ( fremitus vocal ) :
- me?:konsolidasi paru, pnemonia lobaris, tbc, infark paru, atelektasis dll.
- Me? : pleura terisi air, darah, nanah, bronchus tersumbat, emfisema.
c. Memeriksa tanda – tanda penyakit jantung dan aorta

3. Perkusi
a. Perkusi adalah untuk menentukan keadaan paru
? Normal : suara perkusi resonan – dug – dug.
? Sangat resonan : timpanik dang-dang ? udara (pneumothoraks).
? Agak menggendang: sub timpanik – dung ( rongga pleura mengandung udara )
? lebih resonan: belum subtimpanik = hiperresonan deng-deng ( emfisema, pnemonthoraks
ringan )
? kurang resonan: deg – deg ( fibrosa )
? Redup : bleg-bleg ( paru-paru padat )
? Pekak : seperti suara perkusi pada paha ( rongga pleura penuh nanah, tumor, fibrosis )
b. Batas Paru
? Atas: fossa supraklavikularis ka – ki
? Bawah: iga 6 midklavikularis, iga 8 mid aksilaris, iga 10 skapularis. Paru kiri lebih tinggi dari
pada kanan.
Me?pada anak, fibrosis, konsolidasi, efusi pleura.
Me?pada orang tua, emfisema, pneumothoraks.

4. Auskultasi
a. Suara nafas
- Trakheo bronkhial : Normal pada trachea, seperti meniup pipa pada thoraks penderita
pnemonia
- Bronkhovesikuler : Normal pada bronkhi, sternum atas (3 – 4) inspirasi vesikuler, ekpirasi
tracheo bron khus
- Vesikuler: Normal Suara jaringan paru, inspirasi dan ekspirasi, tidak terputus, tidak terdengar
pada penebalan.
b. Resonan Vocal
Suara pada auskultasi waktu penderita mengucap kata.
- Me pada pneumonia lobarts.
- Me? pada efusi pleura, pleura tebal, pneumothoraks.

5. Suara Tambahan
Ronchi: Suara dalam bronchi oleh karena penyempitan lumen bronchi, penyempitan oleh
karena selaput lendir bengkak, tumor menekan bronkhus, pada asthma ada wheezing.
c. Krepitasi : Seperti hujan rintik – rintik
Berasal dari bronkhus, alveolus, kavitas paru berisi cairan :
- Halus : Oleh karena alveoli yang tertutup mulai terbuka yang digesekan dengan jari
- Kasar : Seperti suara bila kita meniup air

SISTEM IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

Pemeriksaan Rumple Leed Tes (tourniquet test)


Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk
menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed
adalah pemeriksaan bidang hematologi  dengan  melakukan pembendungan
pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan
vaskuler dan fungsi trombosit. Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:

1. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai


tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump
sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).
2. Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan sebagai
lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).
3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang
kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang
telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum
diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang
tidak diikat).
4. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris
tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.

Catatan:

1. Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira


4 cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif.
Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi
terdapat petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test
Rumple Leede juga dikatakan positif.
2. warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak
ikut diikut sebagai petechiae
3. pasien yg “tekanan” darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat dipakai
pada “tekanan” 80 mmHg
4. pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam waktu 1
minggu
5. Derajad laporan :
(-)    = tidak didapatkan petechiae
(+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan
& telapak tangan muka & belakang
(+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak
tangan & jari, muka & belakang
6. Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10
 

Anda mungkin juga menyukai