Anda di halaman 1dari 62

PROSEDUR INTERVENSI

DALAM KEPERAWATAN ANAK

Koordinator MK :
Irma Fidora, S.Kep., Ns., M.Kep

CATATAN PENTING
Ini adalah kompilasi tugas yang dikerjakan oleh anggota kelas.
Jadi tidak ada jaminan apa yang dibuat lengkap dan benar.
Silahkan jadikan ini sebagai acuan saja

Selamat Belajar Dengan Senang Hati

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN MIPA
UMSB
2020
PEMBERIAN OKSIGEN PADA BAYI DAN ANAK
Oleh : Imon Putra

A. Pengertian
Pemberian oksigen merupakan salah satu terapi pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
dimana oksigen dengan konsentrasi tinggi diberikan kepada pasien yang membutuhkan
melalui selang nasal kanul atau jenis mask oksigen yang lainnya

B. Persiapan Alat dan Bahan


1. Tabung oksigen besar atau kecil

2. Flow meter

3. Regulator

4. Tongue spatel
5. Tabung humidifier

6. Aquabides steril

7. Nasal kanul (untuk anak-anak ukurannya 8-10 Fr)

8. Selang oksigen (untuk menghubungkan nasal kanul dengan humidifier)

9. Jelly jika dibutuhkan


10. Plaster atau pita jika dibutuhkan

C. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan perawatan dan catatan medis klien
2. Siapkan alat dekat dengan perawat
3. Cuci tangan

D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam
2. Perkenalkan diri
3. Panggil klien/keluarga dengan namanya
4. Jelaskan prosedur dan lama tindakan pada keluarga
5. Minta persetujuan ibu/keluarga

E. Tahap Kerja
1. Kateter nasal
NO LANGKAH- LANGKAH DALAM PEMASANGAN OKSIGEN
1 Atur aliran oksigen dengan kecepatan yang dibutuhkan
2 Kemudian observasi humidfier dengan melihat air bergelembung
3 Atur posisi anak dengan semi fowler
4 Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai kehidung dan
berikan tanda
5 Buka saluran udara dari tabung oksigen
6 Berikan jelly pada ujung nasal
7 Masukkan kedalam hidung sampai batas yang telah ditentukan
8 Lakukan pengecekkan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan
menekan lidah anak menggunakan spetel
9 Fiksasi pada hidung
10 Periksa kateter nasal setiap 6-8 jam
11 Kaji cuping, septum dan mukos hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen
12 Catat kecepatan aliran oksigen, pemberian dan respon terhadap anak
13 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
2. Kanula nasal
NO LANGKAH- LANGKAH DALAM PEMASANGAN OKSIGEN
1 Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan
2 Observasi humidifier pada lubang tabung dengan adanya gelembung air
3 Pasang kanula nasal pada hidung atau atur perangkat untuk kenyamanan
anak
4 Periksa kanula tiap 6-8 jam
5 Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen tiap jam nya
6 Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon terhadap anak
7 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

3. Masker oksigen
NO LANGKAH- LANGKAH DALAM PEMASANGAN OKSIGEN
1 Atur posisi anak dengan semi fowler
2 Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan
3 Observasi humidifier pada lubang tabung dengan adanya gelembung air
4 Tempelkan masker oksigen diatas hidung anak dan alur perangkat untuk
kenyamanan anak
5 Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam
6 Catat kecepatan aliran oksigen, rute, pemberian dan respon terhadap anak
7 Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
NEBULISASI PADA BAYI DAN ANAK
Oleh : Rahma Dani

A. Pengertian
Nebulizer adalah alat untuk mengubah obat dalam bentuk cairan menjadi uap yang
dihirup. Pengobatan yang memanfaatkan nebulizer biasanya diberikan pada penderita
gangguan pernapasan, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) saat
gejala sesak napas sedang muncul. Salah satu pengobatan gangguan pernapasan atau
penyakit paru-paru adalah dengan menggunakan obat yang dihirup. Obat ini ada yang
bekerja untuk mengatasi sesak nafas, mengurangi peradangan, dan mencegah
kekambuhan gejala. Pemberian obat hirup ini bisa melalui inhaler dan nebulizer.

B. Persiapan Alat
1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter humidifier
2. Masker alat

3. Obat yang akan diberikan

4. Spuit 22 cc (selain dengan jumlah obat yang diberikan)

5. Alat tulis
C. Tahap Pra interaksi
1. Cek catatan perawatan dan catatan medis
2. Menyiapkan alat
3. Mengkonfirmasi identitas pasien menggunakan setidaknya dua pengidentifikasi
pasien sesuai dengan kebijakan

D. Tahap Orientasi
1. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Menyiapkan lingkungan yang aman untuk klien dan memasangkan sampiran

E. Tahap Kerja
1. Memberikan proses yang nyaman pada klien
2. Mengontrol flowmeter dan humidifier
3. Mencuci tangan
4. Menyambungkan masker nebulizer dengan tabung oksigen dengan selang
penghubung
5. Mengontrol apakah selang dan masker berfungsi dengan baik
6. Menghisap obat sesuai instruksi medic dan memasukkanya kedalam tabung masker
nubulizer
7. Memasang masker sesuai wajah klien
8. Mengalirkan oksigen sesuai indikasi medis
9. Menguvaluasi respon klien (pola nafas)
10. Merapihkan pasien
11. Cuci tangan

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
PROSEDUR SUCTIONING PADA BAYI DAN ANAK

Oleh : Glenn Andrew

A. Definisi Tindakan
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri dengan
memasukkan selang catheter suction melalui selang endotracheal.

B. Persiapan Alat
1. Catheter suction dan canule suction
2. Perlak atau pengalas

3. NaCl atau air matang

4. Mesin suction

5. Sarung tangan
6. Masker (untuk perawat)

C. Tahap Pra-Interaksi
1. Cek catatan perawatan pasien
2. Cuci tangan
3. Keringkan tangan
4. Tempatkan alat di dekat pasien

D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Pastikan identitas pasien
4. Panggil pasien atau keluarga dengan namanya
5. Kaji kondisi pasien
6. Jelaskan kontrak ; waktu dan tempat
7. Beritahu dan jelaskan pada pasien atau keluarganya tentang tindakan yang akan
dilakukan
8. Jaga privasi pasien

E. Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya sebelum
tindakan dilakukan
2. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien
5. Cuci tangan
6. Pakai sarung tangan
7. Berikan posisi yang nyaman pada pasien dengan kepala sedikit ekstensi
8. Berikan Oksigen 2 – 5 menit
9. Letakkan pengalas di bawah dagu pasien
10. Hidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung
11. Masukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm, mulut ±10 cm)
12. Hisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)
13. Bilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas
14. Ulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning
15. Observasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya
16. Observasi secret tentang warna, bau dan volumenya
17. Bereskan alat
18. Lepaskan handscoen
19. Rapikan kembali pasien
20. Berikan reinforcement positif pada pasie
21. Bereskan peralatan
22. Cuci tangan

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
PROSEDUR PEMASANGAN INFUS PADA BAYI
Oleh : Feby Handayani

A. Definisi
Infus adalah salah satu cara pemmberian terapi cairan dengan menggunakan prosedur
infasif yang dilaksanakan dengan menggunakan teknik aseptik. Tujuan pemasangan infus
adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan elektrolit dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dan pengobatan.

z
B. Persiapan Alat
1. Standar infus
2. Infus set

3. Cairan yang dibutuhkan

4. Jarum infus dengan ukuran yang disesuaikan

5. Perlak dan alasnya


6. Torniket, kapas alkohol, curafor

7. Plester, handscun dan gunting

C. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan medis klien
2. Cuci tangan
3. Keringkan tangan
4. Pasang sarung tangan

D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Panggil klien dengan namanya
4. Jelaskan kontrak : tempat dan waktu
5. Jelaskan prosedur kepada orang tua klien, kaji penah atau tidaknya klien menerima
transfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
6. Pastikan bahwa orang tua klien telah menandatangani surat persetujuan

E. Tahap Kerja
1. Atur posisi klien
2. Siapkan standar infus
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan bagian karet pada cairan infus
4. Isi cairan kedalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisis sebagian dan
buka klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara yang ada diselang akan
keluar
5. Letakkan perlak dibawah tempat vena yang akan ditusuk
6. Pasang torniket sedekat mungkin disekitar area penusukan dan lakukan desinfektan
7. Untuk imobilisasi vena, lakukan peregangan kulit dengan cara menarik kulit dengan
kuat dan bersebrangan
8. Lakukan desinfektan pada daerah sekitar tempat penusukan dengan arah melingkar
dari dalam keluar
9. Dengan mata jarum menghadap keatas dan membentuk sudut 20-30 derajat dengan
kulit, lakukan penusukan dengan cepat lapisan yang ada diatas vena
10. Rubah sudut penetrasi hingga hampir sejajar dengan kulit pasien dan lakukan
penetrasi dengan cepat sepanjang 1 cm
11. Tunggu hingga ada tanda flashback chamber (cateter jarum) yang berarti mata jarum
sudah tepat dalam vena
12. Tarik jarum keluar sepanjang 1 m, darah akan mengalir diantara kateter dan tabung
jarum. Hal ini memastikan ujung kateter sudah berada dalam vena
13. Pegang pangkal kateter dengan kuat dan masukkankateter seluruhnya dengan
menggunakan jarum kateter sebagai pemandu
14. Lakukan penekanan dengan jari diatas kateter, tarik jarum sepenuhnya
15. Menggunakan satu tangan, kembali jarum introduser ke dalam bungkus pelindungnya
16. Tekan kateter jarum kedalam pembungkusnya hingga terdengar bunyi klik
17. Sambungkan infus set, alirkan cairan infus dan lakukan fiksasi dan jangan lupa
meberikan bantalan pada telapak tangan bayi atau anak-anak agar infus tidak terlepas
18. Atur kecepatan tetesan sesuai dengan kebutuhan
19. Rapikan pasien dan bereskan alat
20. Lepaskan handscun dan cuci tangan

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
3. Jelaskan rencana pemeriksaan selanjutnya
PROSEDUR TRANSFUSI DARAH PADA BAYI DAN ANAK
Oleh : Feby Handayani

A. Definisi
Transfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang memerlukan
darah dengan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi. Tujuan
transfusi ini yaitu :
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
pada klien anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih

B. Persiapan Alat
1. Kateter
2. Cairan IV

3. Set infus darah

4. Produk darah yang tepat


5. Sarung tangan

6. Kapas alkohol

7. Plester
8. Manset tekanan darah

9. Stetoskop

10. Thermometer

C. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan medis klien
2. Cuci tangan
3. Keringkan tangan
4. Pasang sarung tangan
D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Panggil klien dengan namanya
4. Jelaskan kontrak : tempat dan waktu
5. Jelaskan prosedur kepada orang tua klien, kaji penah atau tidaknya klien menerima
transfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
6. Pastikan bahwa orang tua klien telah menandatangani surat persetujuan

E. Tahap Kerja
1. Pasang selang IV dengan menggunakan kateter
2. Gunakan selang infus yang memiliki filter didalam selang
3. Gantungkan botol larutan salin untuk diberikan setelah pemberian infus darah selesai
4. Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah
5. Identifikasi produk darah dan klien dengan benar
6. Ukur TTV dasar klien
 Nadi
 Suhu
 Pernafasan
 Tekanan darah
7. Berikan dahulu larutan salin normal. Mulai berikan transfuse darah secara perlahan
diawali dengan pengisian filter didalam selang
8. Atur kecepatan sampai 2 ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien
9. Monitor TTV setiap m menit selama 15 menit pertama transfuse, selanjutnya ukur
tiap jam
10. Pertahankan kecepatan infuse yang diprogramkan dengan menggunakan pompa infus
11. Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
PROSEDUR FOTOTERAPI PADA BAYI DAN ANAK
Oleh : Glenn Andrew

A. Definisi Tindakan
Fototerapi atau terapi dengan menggunakan sinar ultraviolet, merupakan perawatan
paling umum yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi pada
newborn yang mengalami jaundice atau bayi kuning. Jaundice adalah keadaan di
mana bayi lahir terlihat kuning pada kulit dan bagian putih mata (sklera). Kuning pada
bayi biasanya dapat muncul sekitar hari ketiga setelah kelahiran dan menghilang pada
saat bayi berusia dua minggu.

B. Persiapan Alat
1. Lampu foto terapi dan formulir foto terapi
2. Tempat tidur bayi (box bayi) atau incubator

3. Kain tidak tembus cahaya / penutup mata

4. Termometer dan timbangan bayi

C. Tahap Pra-Interaksi
1. Cek catatan medis pasien
2. Mencuci tangan
3. Keringkan tangan
4. Menempatkan alat didekat perawat dan pasien
D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Panggil pasien atau keluarga dengan namanya
4. Kaji keadaan pasien
5. Tentukan kontrak waktu dan tempat
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
7. Menanyakan persetujuan dan kesiapan keluarga pasien

E. Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya sebelum
tindakan dilakukan
2. Lengkapi formulir fototerapi
3. Cuci tangan
4. Siapkan bayi dengan mengkonsumsi ASI/PASI terlebih dahulu
5. Ukur suhu bayi dan timbang berat badan

6. Pasang pengalas pada box bayi atau incubator


7. Pastikan lampu menyala sesuai standar
8. Atur jarak foto terapi dengan tempat tidur bayi antara 30 – 40 cm
9. Buka pakaian bayi
10. Tutup mata dengan penutup mata, yakinkan bahwa pelindung mata dapat
menutupi mata tanpa menyakiti bayi
11. Tidurkan bayi pada box yang sudah disiapkan
12. Ubah posisi bayi teratur sehingga seluruh tubuh bayi terekspos oleh terapi
sinar biru

13. Buka penutup mata setiap memberi minum, memandikaan dan tindakan lainnya
(1x setiap 4/6 jam)
14. Observasi status hidrasi, awasi tanda kekeringan pada kulit, kulit pecah – pecah
dan kemerahan
15. Obsesvasi suhu dan warna kulit bayi secara teratur
16. Hindari penggunaan minyak/ lotion pada tubuh bayi yang sedang mendapat foto
terapi
17. Ubah posisi setiap 6 jam

18. Setelah melakukan tindakan bereskan alat dan cuci tangan


F. Dokumentasi
1. Cek lab 3 x 24 jam untuk Hb dan bilirubin
2. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
3. Sampaikan hasil kepada keluarga pasien
EXCHANGE TRANSFUSION
Oleh : Feby Handayani
A. Definisi
Exchange transfusion atau transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan
mengeluarkan darah pasien dan memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar serum
bilirubin atau kadar hematokrit yang tinggi atau mengurangi konsentrasi toksin-toksin dalam
aliran darah pasien. Pada hiperbilirubinemia, transfusi tukar dilakukan untuk menghindari
terjadinya kern icterus.

B. Persiapan Alat
1. Radiant warmer

2. Peralatan untuk bantuan pernafasan dan resusitatasi serta obat-obatan

3. Peralatan monitor untuk denyut jantung, tekanan darah, kecepatan pernafasan, suhu
PaO2, PaCo2, SaO2
4. Monitor EKG
5. Peralatan untuk pemasangan kateter arteri dan vena umbilikalis

6. Nampan
7. Selang lambung 5F/6F

8. Ca glukonat 10 %

9. Heparin encer
10. Sempit steril 20 ml, 2 buah

11. Three way stopcock steril, 2 buah

12. Sarung tangan steril 2 buah

13. Semprit 5 ml/10 ml 2 buah


14. Kateter umbilikalis
15. Nier bekken 2 buah

16. Infus set 2 buah

17. Polisitemia

C. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan medis klien
2. Cuci tangan
3. Keringkan tangan
4. Pasang sarung tangan

D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Panggil klien dengan namanya
4. Jelaskan kontrak : tempat dan waktu
5. Jelaskan prosedur kepada orang tua klien, kaji penah atau tidaknya klien menerima
transfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
6. Pastikan bahwa orang tua klien telah menandatangani surat persetujuan

E. Tahap Kerja
1. Bayi dipuasakan 3-4 jam sebelumnya dan selang lambungdiasspirasi sebelum TT
2. Bila mungkin 4 jam sebelum TT bayi diberi infus albumin 1 g/kg BB
3. Awasi tanda vital, jika perlu berikan oksigen
4. Tubuh anak jangan sampai kedinginan
5. Bila tali pusat masih segar, potong dan sisakan 3-5 cm di atas dinding perut. Bila
kering, potong rata setinggi perut
6. Salah satu kateter poetilen dihubungkan dengan semprit 3 cabang dan ujung yang satu
lagi dimasukkan ke vena umbilikalis dengan hati-hati sampai terasa tahanan lalu tarik
lagi sepanjang 1 cm.
7. Periksa tekanan vena umbilikalis dengan mencabut kateter dari semprit dan
mengangkat ke atas.
8. Keluarkan lagi sebanyak 20 ml, kemudian baru masukkan 20 ml darah donor dan
seterusnya
9. Semprit harus sering dibilas dengan heparin encer
10. Setelah 140-150 ml darah dimasukkan, kateter dibilas dengan 1 ml heparin encer dan
dimasukkan pula 1,5 ml glukonas kalsikus 10% dengan perlahan, kemudian bilas lagi
dengan 1 ml heparin encer. Bila bunyi jantung bayi kurang dari 100x/menit, waspada
terjadinya henti jantung
11. Jika tidak bisa pada vena umbilikalis maka bisa dipakai vena sefena, cabang vena
femoralis

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
PEMBERIAN OBAT PADA BAYI DAN ANAK (ORAL DAN PREORAL)
Oleh : Imon Putra

A. Pengertian
Pemberian obat oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut.

B. Persiapan Alat dan Bahan


1. Baki berisi obat
2. Kartu atau buku berisi berencana pengobatan
3. Martil dan lumpang penggerus
4. Gelas pengukur
5. Gelas
6. Air minum
7. Sedotan
8. Pipet
9. Sendok
10. Spuit sesuai ukuran mulut bayi atau anak-anak

C. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan perawatan dan catatan medis klien
2. Siapkan alat dekat dengan perawat
3. Cuci tangan

D. Tahap Orientasi
1. Berikan salam
2. Perkenalkan diri
3. Panggil klien/keluarga dengan namanya
4. Jelaskan prosedur dan lama tindakan pada keluarga

E. Tahap Kerja
1. Siapkan peralatan dan cuci tangan
2. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual, muntah,
adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan pengisapan lambung dll)
3. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu dan cara
pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada kerugian pada perintah
pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang meminta.
4. Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil obat yang
diperlukan)
5. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan
dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik aseptik untuk
menjaga kebersihan obat).
a. Tablet atau kapsul
1. Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa menyentuh obat.
2. Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat sesuai dengan
dosis yang diperlukan.
3. Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan
menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian campurkan dengan
menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi sebelum menggerus obat, karena
beberapa obat tidak boleh digerus sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.
b. Obat dalam bentuk cair
1. Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum dituangkan,
buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih keruh.
2. Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk menghindari
kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
3. Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan
tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak akibat
tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.
4. Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.
5. Sebelum menutup botol tutup usap bagian tutup botol dengan menggunakan
kertas tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka kembali akibat cairan obat yang
mengering pada tutup botol.
6. Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan
spuit steril untuk mengambilnya dari botol.
7. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar.
a. Identifikasi klien dengan tepat.
b. Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh klien.
c. Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral. Posisi
ini membantu mempermudah untuk menelan dan mencegah aspirasi.
d. Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan
klien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan minum.
Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.
e. Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap keluhan,
dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau dimuntahkan,
catat secara jelas alasannya.
f. Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar, buang alat-alat
disposibel kemudian cuci tangan.

F. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada ibu
TAPID SPONGE PADA BAYI DAN ANAK
Oleh : Rahma Dani

A. Persiapan Alat :
1. Baskom berisi air suam-suam kuku, sekitar 80 sampai 95o F (26,7o – 35oC)
2. Termometer bak mandi

3. Selimut
4. Linen-saver pad

5. Waslap
6. Termometer pasien
7. Botol air panas dan penutup
8. Kantong es (ice bag) dan penutup
9. Handuk
10. Gaun pasien bersih
11. Sarung tangan
12. Obat antipiretik sesuai instruksi

B. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan perawatan dan catatan medis
2. Menyiapkan alat
3. Mengkonfirmasi identitas pasien menggunakan setidaknya dua pengidentifikasi
pasien sesuai dengan kebijakan.
4. Memeriksa catatan obat untuk administrasi terbaru dari antipiretik karena obat jenis
ini dapat mempengaruhi respon pasien untuk mandi.
5. Pastikan ruangan hangat dan bebas dari angin.
6. Siapkan botol air panas dan kantong es. Kemudian tempat termometer mandi di
baskom, dan menuangkan air hingga mencapai suhu tinggi akhir rentang hangat
(93°F) karena air akan dingin selama mandi. Merendam waslap dalam larutan hangat
sampai jenuh.

C. Tahap Orientasi
1. Memberi salam, memperkenalkan diri
2. Mengidentifikasi pasien
3. Menjelaskan tujuan, prosedur dan waktu pada pasien/ keluarga
4. Menanyakan kesiapan klien / keluarga
D. Tahap Kerja
1. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan, jika perlu.
2. Tempatkan linen-saver pada/ alas kain di bawah pasien untuk menangkap tumpahan
dan selimut mandi di atasnya untuk privasi. Kemudian melepas pakaian pasien.
3. Ukur suhu pasien, denyut nadi, dan pernapasan untuk dijadikan sebagai dasarnya
(baseline).
4. Tempatkan botol air panas dengan pelindung di kaki pasien untuk mengurangi sensasi
kedinginan. Tempatkan kantong es tertutup di kepalanya untuk mencegah sakit kepala
dan hidung tersumbat yang terjadi sebagai sisa dari tubuh mendingin.
5. Peras setiap lap sebelum ditempelkan ke pasien sehingga air tidak menetes dan
menyebabkan ketidaknyamanan.
6. Tempatkan lap basah pada pembuluh darah superfisial besar diaksila, selangkangan,
dan area popliteal untuk mempercepat pendinginan. Ganti waslap agar tetap hangat.
7. Mandikan setiap ekstremitas secara terpisah
E. Dokumentasi
1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
2. Sampaikan hasil tindakan pada orang tua
PENCEGAHAN INFEKSI LINGKUNGAN PADA BBL
Oleh : Feby Handayani

A. Pengertian
Infeksi pada bayi cepat sekali meluas. Infeksi BL lebih sering ditemukan di RS dari pada
dirumah, dari ibu, petugas kesehatan (dokter/perawat), dan petugas kesehatan yang lain
juga pengunjung yang datang keruangan. Pencegahan infeksi merupakan
penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir
sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong
untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi.

B. Tindakan Pencegahan BBL :


1. Mencuci tangan secara seksama sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan bayi
2. Memakai sarung tangan bersih saat melayani bayi yang belum dimandikan
3. Memastikan semua peralatan telah disterilkan
4. Memastikan semua alat-alat yang bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih
5. Memastikan semua perlengkapan bayi dalam keadaan bersih
6. Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudara
7. Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi dengan air bersih hangat dan sabun
setiap hari
8. Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi

C. Upaya lain untuk mencegah infeksi sbb :


1. Pencegahan infeksi pada tali pusat, upaya dilakukan dengan cara merawat tali pusat
agar luka tersebut tetap bersih. Dilarang membubuhkan atau mengoleskan ramuan,
abu dapur dan sebagainya pada luka tali pusatsebab akan menyebabkan infeksi,
tetanus dan kematian. Tanda infeksi tali pusat yang harus di waspadai yaitu : kulit
disekitar tali pusat berwarna kemerahan, ada pus/nanah dan berbau busuk
2. Pencegahan infeksi pada kulit, beberapa cara yang diketahui dapat mencegah
terjadinya infeksi pada kulit bayi baru lahir adalah meletakkan bayi didada ibu, agar
terjadi kontak kulitlangsung antara ibu dan bayi, sehingga menyebabkan terjadinya
kolonisasi mikroorganisme ibu yang cenderung bersifat patogen, serta adanya zat anti
body bayi yang sudah terbentuk dan terkandung dalam ASI
3. Pencegahan infeksi pada mata BBL, cara mencegah infeksi mata pada BBL adalah
dengan memberikan salep mata atau obat tetes mata dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir untuk mencegah oftalmia neonatorium, biarkan obat pada mata bayi dan obat
yang ada disekitarnya jangan dibersihkan, keterlambatan memberikan salep mata pada
bayi baru lahir merupakan seringnya kegagalan upaya pencegahan infeksi pada mata
4. Imunisasi. Pada daerah resiko tinggi infeksi TBC, Imunisasi BCG harus segera
dilakukan pada bayi segera setelah bayi lahir, pemberian dosis pertama tetesan polio
dianjurkan pada umur 2 minggu, maksud pemberian imunisasi polio secara dini
adalah untuk meningkatkan perlindungan awal, imunisasi hepatitis B sudah
merupakan program nasional meskipun pemberiannya secara bertahap
BONUS
MAKALAH PENGENDALIAN INFEKSI
Oleh : Putri Aisyah

1.1 Bayi Baru Lahir


1.1.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
a. Menurut Saifuddin (2002), bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama
satu jam pertama kelahiran.
b. Menurut Donna L. Wong (2003), bayi baru lahir adalah bayi dari lahir
sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42
minggu.
c. Menurut Dep. Kes. RI (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir
dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram.
d. Menurut M. Sholeh Kosim (2007), bayi baru lahir normal adalah berat lahir
antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak
ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.
1.1.2 Kriteria Bayi Baru Lahir Normal
a. Berat badan lahir bayi antara 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan bayi 48 – 50 cm
c. Lingkar dada bayi 32 – 34 cm
d. Lingkar kepala bayi 33 – 35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun
sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit
f. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit disertai
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal, serta
rintihan hanya berlangsung 10-15 menit
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk
dan dilapisi verniks kaseosa
h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik
i. Kuku telah agak panjang dan lemas
j. Genitalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora sudah
menutupi labia minora (pada bayi perempuan)
k. Reflek isap, menelan, dan moro telah terbentuk
l. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama.
Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket. (Jenny J.S
Sondakh, 2013)
1.1.3 APGAR Score
APGAR ringkasan dari:
A : Appearance : Rupa (warna kulit)
P : Pulse Rate : Nadi/frekuensi jantung
G : Grimace : Menyeringai (akibat reflek kateter dalam hidung)
A : Activity : Keaktifan/tonus otot
R : Respiration : Pernafasan
Setiap Penilaian diberi angka : 0, 1, 2
KU bayi dimulai 1 menit setelah lahir dengan menggunakan nilai
APGAR. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah bayi menderita
asfiksia/tidak.
Penilaian bayi dilakukan berdasakan:
1. Usaha bernafas
2. Frekuensi denyut jantung
3. Warna kulit
4. Tonus otot
5. Reaksi Penghisapan

Tabel Nilai APGAR


TANDA 0 1 2
1. Appearance/ warna Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh tubuh
kulit biru atau putih tangan dan kaki kemerahan
biru

2. Pulse/ bunyi Tidak ada < 100 > 100


jantung

3. Grimace/ Reflek Tidak ada Perubahan mimik Bersin, batuk,


menangis kuat
4. Activity/ aktivitas
Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif,
5. Respiratory/ sedikit flexi ekstremitas flexi
pernapasan
Tidak ada Lambat, tidak Menangis keras
teratur atau kuat
Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui keadaan bayi dengan kriteria
sebagai berikut:
Nilai APGAR 7 – 10 : Bayi normal
Nilai APGAR 4 – 6 : Asfiksia ringan – sedang
Nilai APGAR 0 – 3 : Asfiksia berat
Bila nilai APGAR dalam 2 menit tidak mencapai nilai 7, maka harus
dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut.

1.2 Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir


1.2.1 Pengertian Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir
Infeksi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata
yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh
tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke
arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat dan zat-zat
racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Infeksi merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah
dan jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi
merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5
kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari
2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50%
kasus, infeksi mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi
kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Infeksi yang baru timbul
dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial
(infeksi yang didapat di rumah sakit).
Infeksi neonatus pada bayi sering dijumpai, apalagi di daerah pedesaan
dengan persalinan dukun beranak. Menghadapi keadaan demikian bidan harus
mampu mengatasi dan segera melakukan rujukan sehingga bayi mendapat
pengobatan yang cepat dan tepat. Menurut Blame (1961) 3 Patogenesis infeksi
pada neonatus:
1. Infeksi pre natal : rubella, sifilis, bakteri (melalui placenta)
2. Infeksi intranatal : KPD, PARTUS LAMA
3. Infeksi post natal : penggunaan alat atau perawatan yang tidak steril
1.2.2 Pembagian Infeksi
1. Infeksi Dini
Terjadi 7 hari pertama kehidupan.
Karakteristik: sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan
amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Infeksi lanjutan/nosokomial
Terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan
pasca lahir.
Karakteristik: Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan
organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering
mengalami komplikasi.
1.2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri, virus, jamur
dan protozoa (jarang). Penyebab yang paling sering dari infeksi awal adalah
Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu.
Infeksi awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV),
enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah,
Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang
paling umum pada infeksi awitan lanjut.
Jika dikelompokan maka didapat:
1. Bakteri gram positif
a. Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
b. Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia
nosokomial.
c. Streptokokus bukan grup B.
2. Bakteri gram negatif
a. Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
b. H. influenzae.
c. Listeria monositogenes.
d. Pseudomonas
e. Klebsiella.
f. Enterobakter.
g. Salmonella.
h. Bakteria anaerob.
i. Gardenerella vaginalis.
Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat
menyebabkan pneumonia dan infeksi dalam rahim, ditandai dengan distres janin
atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam
ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
Adapun faktor yang berpengaruh terhadap infeksi pada neonatus antara
lain:
1. Belum matangnya sistem imun terutama pada bayi prematur.
2. Prosedur invasif mengganggu barrier kulit normal misalnya intubasi,
kateterisasi dan jalur intravaskular.
3. Terlalu penuh dan kurangnya jumlah staf.
4. Penyalahgunaan antibiotik.
5. Ketidakpatuhan kebijakan pengendalian infeksi terutama cuci tangan. (Anik
Maryunani, 2011).
1.2.4 Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan
kekacauan metabolik yang progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat,
complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam
lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
c. Kurangnya perawatan prenatal
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk infeksi neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang
bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin
melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga.
Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak
melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan
C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan
antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar.
Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada
bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi
parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang
luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga
menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi oleh E.coli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa. cara yaitu:
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari
ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini
antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan
amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk
ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes
genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan
diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea,
infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi
lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial.
1.2.5 Tanda dan Gejala
1. Umum:
Panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna:
Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly
3. Saluran napas:
Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler:
Pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
5. Sistem saraf pusat:
Irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol, high-pitched cry
6. Hematologi:
Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan. (Kapita selekta
kedokteran Jilid II, Mansjoer Arief 2008).

Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung.
Gejala dari infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusat.
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun.
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena.
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.
1.2.6 Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolic
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
4. Ikterus/kernicterus
1.2.7 Manifestasi Klinis
Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan banyak organ
(setempat atau sistemik).
1. Dapat ringan, sedang atau berat.
2. Akut, sub akut atau kronis.
3. asimtomatik
4. Ketidakmampuan mentoleransi makanan.
5. Iritabilitas.
6. Lesu
1.2.8 Diagnosa
Gambaran klinisnya tumpang tindih dan mungkin pada awalnya tidak
dapat dibedakan.
1. Penyakit mungkin tidak tampak.
2. Infeksi ibu sering kali asimtomatik.
3. Pemeriksaan laboratorium khusus mungkin diperlukan.
4. Pengobatan spesisfik untuk toksoplasmosis, sifilis dan herpes simpleks
didasarkan pada suatu diagnosis yang akurat dan dapat menurunkan
morbiditas jangka panjang secara bermakna.
1.2.9 Pencegahan
Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai
menderita:
1. Korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan,
2. Persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir,
3. Kemoprofilaksis intrapartum
4. Selektif nampak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pada
infeksi bakteri neonatus.
5. Personal hygiene pada bayi (mandi, membersihkan mata. kuku, telinga dan
hidung)
a. Memandikan Bayi
Memandikan bayi adalah salah satu upaya untuk mencegah infeksi
pada bayi. Selain itu mandi juga merangsang kelancaran peredaran darah
bayi untuk membantu relaksasi.
b. Membersihkan Mata
Ada kalanya pada mata atau kelopak mata bayi terdapat kotoran
yang menempel di selaput mata atau di sudut mata. Kondisi mata bayi
baru lahir seringkali bengkak dan sembab. Selain itu, seringkali matanya
juga berair dan mengeluarkan kotoran. Jika mata bayi hanya sedikit
mengeluarkan kotoran dan tidak membuat kedua kelopak matanya
lengket, maka kondisi ini masih normal. Namun, jika kotorannya cukup
banyak dan menyebabkan mata bayi menempel terus, kompreslah
matanya dengan kapas yang telah dicelupkan ke air hangat. Kotoran yang
menumpuk pada mata bayi dapat menyebabkan infeksi pada mata bayi.
c. Membersihkan Telinga
Hal ini berfungsi untuk mencegah adanya infeksi telinga pada bayi.
Pada infeksi telinga, kuman memasuki kerongkongan dan hidung lalu
bepergian ke tuba eustachius hingga ke telinga bagian tengah. Tuba
eustachius menghubungkan kerongkongan ke telinga bagian dalam dan
bertugas untuk menyamakan tekanan timbal balik di kedua sisi gendang
telinga itu. Tanpa tuba ini, telinga anda akan terasa sakit dan meletup-
letup serat seperti tersumbat untuk sementara waktu ketika anda memanjat
ke tempat yang tinggi atau terbang. Selain membuat tekanan tetap
seimbang, tuba ini melindungi telinga bagian tengah, membuka dan
menutup sewajarnya, serta mengalirkan akumulasi cairan serta kuman
yang tidak diinginkan.
Tuba kecil inilah yang membuat lebih banyak mendapat infeksi
telingan dibanding anak-anak yang lebih tua. Bila tuba eustachius
menutup, cairan di dalam telinga bagian tengah ini menjadi terperangkap.
Ada prinsip umum dari tubuh manusia bahwa cairan yang terperangkap
selalu mendatangkan infeksi. Cairan yang terperangkap ini berperan
sebagai bahan gizi untuk kuman yang tumbuh di dalam cairan,
membuatnya tebal seperti nanah. Cairan yang tebal ini menyebabkan
tekanan pada gendang telinga, memproduksi rasa nyeri, terutama ketika
anak sedang berbaring. Inilah alasan yang membuat infeksi telinga lebih
terasa menyakitkan pada malam hari ketika anak berbaring, namun
kadang-kadang tampak lebih baik pada siang hari.
6. Perawatan tali pusat,
7. Sterilisasi peralatan
8. Pencucian tangan sebelum kontak dengan bayi adalah hal yang sangat
penting.
1.2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama perawatan bayi segera setelah lahir adalah membersihkan
jalan nafas, memotong tali pusat dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu
tubuh bayi, identifikasi dan pencegahan infeksi. Pencegahan infeksi yang
dilakukan pada bayi baru lahir adalah perawatan tali pusat dan pemberian salep
mata.
Cara atau upaya pencegahan infeksi Menurut Depkes RI (2000), berbagai
upaya yang dilakukan untuk mencegah infeksi pada bayi baru lahir yaitu:
1. Pencegahan infeksi pada tali pusat
Merawat tali pusat untuk menjaga luka tetap bersih. Jangan
mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke tali pusat. Perawatan tali pusat
dilakukan dengan membungkus tali pusat memakai kasa steril dan kering.
2. Pencegahan infeksi pada kulit
Kontak kulit bayi dan ibu sedini mungkin setelah lahir menyebabkan
terjadinya kolonisasi mikro organisme ibu yang cenderung bersifat non
pathogen, dan juga antibodi yang terkandung di dalam air susu ibu. Di
samping itu lakukan rawat gabung ibu dan bayi dapat menghilangkan
bahaya bayi terkena infeksi silang
3. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
Segera setelah lahir kedua mata bayi diberi salep mata tetrasiklin 1%
atau salep mata eritromisin 0,5% dalam 1 jam setelah lahir. Upaya
profilaksasi untuk gangguan pada mata tidak akan efektif jika pemberiannya
lewat 1 jam pertama.
4. Imunisasi
Pada usia bayi neonatal perlu mendapatkan imunisasi untuk
menghindari penyakit. Imunisasi yang didapatkan adalah:
a. BCG
Mengandung kuman hidup dari biakan bacillus calmate quirine
untuk mencegah TBC. Diberikan pada bayi segera setelah lahir dengan
dosis 0,05 ml secara intracutan di daerah musculus deltoideus
b. Polio
Mengandung virus polio tipe 1,2,3 yang hidup dan sudah
dilemahkan. Tiap 2 tetes mengandung 0,1 ml tipe 1,2,3. Diberikan secara
tetes ke dalam mulut bayi sebanyak 2 tetes segera setelah lahir. Polio I, II,
III, IV diberikan dengan interval 4 minggu
c. Hepatitis B
Diberikan sedini mungkin, dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian imunisasi BCG.
Kebijakan program pemerintah imunisasi HB 1 diberikan pada umur
0-7 hari. Dosis pemberian 0,5 ml diberikan secara IM pada antero lateral
paha. Imunisasi berikutnya diberikan dengan interval 4 minggu (Depkes
RI dan PATH, 2005)

Pencegahan infeksi saluran pernafasan


Dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi tidak boleh dibawa
berpergian keluar, di rumah hubungan dengan orang dewasa harus sedikit
mungkin. Jika salah satu anggota keluarga ada yang menunjukkan tanda- tanda
flu atau pilek, Ia tidak boleh mengurus bayi atau perlengkapan bayi sampai
benar-benar sembuh.
Biasanya anak-anak di rumah harus diajari agar tidak memegang bayi,
terutama bayi hanya boleh dipegang atau dicium pada kakinya dan tidak boleh
pada tangan atau mukanya. Kebersihan itu sendiri sangat diperlukan untuk
mencegah infeksi pada bayinya. Ketelitian ibu untuk mencuci tangan sebelum
memegang bayi dan kebersihan akan pakaiannya dan pakaian bayi amat
penting.
Ada sumber lain yang menyebutkan, jika penatalaksanaan pencegahan
infeksi dapat dilakukan dengan cara:
1. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
c. Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormon)
batasi cairan
d. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e. Awasi adanya hiperbilirubinemia
f. Lakukan transfuse tukar bila perlu
g. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya
digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida
seperti Gentamicin. Pada infeksi nasokomial, antibiotic diberikan dengan
mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial
biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi
ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic
yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis,
antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.
Pada masa Antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,
asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila
diperlukan. Pada masa Persalinan. Perawatan ibu selama persalinan
dilakukan secara aseptik. Pada masa pasca persalinan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap
bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.

1.3 Rawat Gabung Pada Bayi Baru Lahir


1.3.1 Konsep Dasar Rooming-In (Rawat Gabung)
Rooming in sering juga disebut dengan rawat gabung yaitu menyatukan
antara ibu dan bayinya dalam satu kamar, agar antara ibu dan bayinya terjalin
suatu hubungan batin dan ibu bisa menjadi lebih dekat dengan bayinya
(Pusdiknakes, 2000). Bayi yang lahir di rumah dan juga yang lahir di lembaga
kesehatan hendaknya dijaga agar tetap berada bersama ibunya selama 24 jam
sehari, sebaiknya ditempat tidur yang sama, diruangan yang hangat (sedikitnya
bersuhu 25˚C). Bila ibu dan bayi berada bersama-sama, maka akan lebih mudah
menjaga agar bayi tetap hangat dan juga untuk menyusuinya atas permintaan.
Pada lembaga kesehatan, rooming in atau rawat gabung bertujuan agar bayi
tidak terkena infeksi yang ditularkan dalam rumah sakit. Dalam pelaksanaannya
bayi harus selalu dekat ibunya semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang
karena ini bukanlah hal yang baru lagi.
1.3.2 Pengertian Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak bersama sama
atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu,
setiap saat, ibu tersebut dapat menyusui anaknya.
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan,
kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh seharinya.
Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya semenjak
dilahirkan sampai saatnya pulang. Ini sesungguhnya bukan hal yang baru.
Bahkan di daerah pedesaan hampir 80% ibu melahirkan segera melakukan rawat
gabung di rumahnya masing-masing.
Rawat gabung dapat bersifat:
1. Kontinu
Dengan bayi tetap berada di samping ibunya terus menerus, atau
2. Parsial
Ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam seharinya.
Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari dirawat di kamar bayi.
1.3.3 Tujuan Rawat gabung
1. Bantuan emosional
Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam
proses persalinan si ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat dengan
bayinya. Si ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangisnya serta
memperhatikannya disaat buah hatinya tidur. Hubungan ibu dan bayi ini
sangat penting ditumbuhkan pada saat-saat awal dan bayi akan memperoleh
kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayangnya (bonding
effect).
2. Penggunaan ASI
Dari segala sudut pertimbangan maka ASI adalah makanan terbaik bagi
bayi. Dan produksi ASI akan makin cepat dan makin banyak bila menyusui
dilakukan sesegera dan sesering mungkin. Pada hari-hari pertama yang
keluar adalah kolostrum yang jumlahnya sedikit. Tetapi hal itu tak perlu
dikhawatirkan karena kebutuhan bayi masih sedikit.
3. Pencegahan infeksi
Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang akan
sulit dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi silang dapat
dihindari. Kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi, akan
melapisi seluruh permukaan mukosa dari saluran pencernaan bayi, dan
diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi.
Kekebalan ini akan mencegah infeksi terutama terhadap diare.
4. Pendidikan kesehatan
Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara.
Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat,
perawatan payudara dan nasihat makanan yang baik, merupakan bahan-
bahan yang diperlukan si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur,
menggendong bayi dan merawat diri akan mempercepat mobilisasi, sehingga
si ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan.
1.3.4 Manfaat Rawat Gabung
Dalam rawat gabung suami dan keluarga dapat membantu ibu dalam
menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu akan
mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah
hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.
Rooming in akan membantu memperlancar pemberian ASI. Karena dalam
tubuh ibu menyusui ada hormon oksitosin. Hormon ini sangat berpengaruh pada
keadaan emosi ibu. Jika ibu tenang dan bahagia karena dapat mendekap
bayinya, maka hormon ini akan meningkat dan ASI pun cepat keluar sehingga
bayi lebih puas mendapatkan ASI. Manfaat rooming in bagi bayi akan lebih
cepat menyesuaikan dengan waktu tidur dan bangun dengan ibu. Selain itu jika
bayi menangis akan langsung di dekap ibu sehingga bayi akan tenang
mendengrakan detak jantung ibu.
Adanya rawat gabung sangat menguntungkan bagi ibu karena dapat
menurunkan angka kesakitan pada bayi seperti ibu dapat memberi ASI eksklusif
kepada bayinya yang dapat memberikan system kekebalan tubuh pada bayi.
Rooming in juga akan membantu menurunkan angka kematian ibu, dengan
dilakukannya rooming in akan menurunkan terjadinya perdarahan post partum
yaitu dengan cara ibu memberikan ASI eksklusif.
Dalam sumber lain juga disebutkan manfaat rawat gabung baik bagi ibu,
bayi, keluarga dan petugas, yaitu:
1. Bagi ibu
a. Aspek psikologi
1) Antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-
mother bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan badan antara ibu dan
bayi
2) Dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat
bayinya
3) Memberikan rasa percaya kepada ibu untuk merawat bayinya. Ibu
dapat memberikan ASI kapan saja bayi membutuhkan, sehingga akan
memberikan rasa kepuasan pada ibu bahwa ia dapat berfungsi dengan
baik sebagaimana seorang ibu memenuhi kebituhan nutrisi bagi
bayinya. Ibu juga akan merasa sangat dibutuhkan oleh bayinya dan
tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini akan memperlancar
produksi ASI.
b. Aspek fisik
1) Involusi uteri akan terjadi dengan baik karena dengan menyusui akan
terjadi kontraksi rahim yang baik
2) Ibu dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat mempercepat
mobilisasi
2. Bagi bayi
a. Aspek psikologi
1) Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh terhadap
perkembangan pskologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu
merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
2) Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, dan ini merupakan
dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak
b. Aspek fisik
a. Bayi segera mendapatkan colostrum atau ASI jolong yang dapat
memberikan kekebalan/antibodi
b. Bayi segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya
c. Kemungkinan terjadi infeksi nosokomial kecil
d. Bahaya aspirasi akibat susu botol dapat berkurang
e. Penyakit sariawan pada bayi dapat dihindari/dikurangi
f. Alergi terhadap susu buatan berkurang
3. Bagi keluarga
a. Aspek psikologi
Rawat gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk
memberikan support pada ibu untuk memberikan ASI pada bayi
b. Aspek ekonomi
Lama perawatan lebih pendek karena ibu cepat pulih kembali dan
bayi tidak menjadi sakit sehingga biaya perawatan sedikit.
4. Bagi petugas
a. Aspek psikologi
Bayi jarang menangis sehingga petugas di ruang perawatan tenang
dan dapat melakukan pekerjaan lainnya.
b. Aspek fisik
Pekerjaan petugas akan berkurang karena sebagian besar tugasnya
diambil oleh ibu dan tidak perlu repot menyediakan dan memberikan susu
buatan.
1.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi Rawat Gabung
Kendatipun gagasan rawat gabung telah dicanangkan dan berhasil dengan
baik dan memuaskan, namun masih terdapat beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan untuk melakukan rawat gabung, yaitu sebagai berikut.

1.3.6 Pelaksanaan Rawat Gabung


Di berbagai senter situasi dan kondisinya bisa berbeda sehingga di sini
akan diambil satu contoh yang bisa dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat yang ada. Pelaksanaan rawat gabung hendaknya merupakan
akhir dari kegiatan yang telah dimulai dari perawatan pranatal di poliklinik
sampai di kamar bersalin dan kemudian di ruangan rawat gabung. Hal itu
dimaksudkan untuk mempersiapkan ibu-ibu agar sudah mulai melakukan
adaptasi, mengerti dan akhirnya tidak canggung menerima konsep rawat
gabung itu.
1. Di Poliklinik Kebidanan:
a. Ibu-ibu diberikan penyuluhan tentang: kebaikan ASI dan perawatan
gabung, perawatan payudara, makanan ibu hamil, perawatan bayi dan
lain-lain.
b. Lebih baik bila ada ruangan untuk memutar film tentang cara
perawatan payudara, keluarga berencana, cara memandikan bayi,
merawat tali pusat dan lain sebagainya.
c. Melayani konsultasi dalam masalah kesehatan ibu dan anak.
d. Membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktivitas -
aktivitas, problems yang dijumpai dan lain sebagainya.
2. Di Kamar Bersalin:
a. Bayi yang memenuhi syarat perawatan gabung dilakukan perawatan
bayi baru lahir seperti biasa. Kriteria yang diambil sebagai patokan
untuk dapat dirawat bersama ibunya adalah:
d. Nilai Apgar lebih dari 7
e. Berat badan > dari 2500 gr dan kurang dari 4000 gr
f. Masa kehamilan lebih dari 36 minggu dan kurang dari 42 minggu
g. Lahir spontan
h. Tidak ada infeksi intrapartum
i. Ibu sehat
j. Tidak ada komplikasi persalinan baik pada ibu maupun pada bayinya
k. Tidak ada kelainan bawaan yang berat
b. Dalam setengah jam pertama setelah lahir, bayi segera disusukan
kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran ASI.
c. Memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawatan gabung,
terutama bagi yang belum mendapat penyuluhan di poliklinik.
l. Mengisi status secara lengkap dan benar.
m. Persiapan agar ibu dan bayinya dapat bersama-sama keruangan.
n. Memberitahukan kepada petugas di ruangan Perin atol ogi dan bahwa
ada bayi yang akan dirawat serta pengurusan administrasinya.
3. Di Ruang Perawatan:
1. Bayi diletakkan dalam tempat tidur yang ditempatkan di samping tempat
tidur ibu.
2. Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali
keadaan-keadaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan kepada
dokter jaga.
3. Bayi boleh menyusu bila bayi/ibu menginginkan.
4. Bayi tidak boleh diberi susu dari botol. Bila terpaksa/sesuai dengan
indikasi medis bayi dapat diberi susu formula dengan menggunakan
sendok/cangkir/pipet/sonde lambung.
5. Ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk
merawat payudaranya.
6. Keadaan bayi sehari-hari dicatat dalam status.
7. Bila bayi sakit/perlu observasi lebili teliti, maka bayi dipindahkan ke
ruang perawatan khusus bayi barn lahir.
8. Bila ibu dan bayi sudah boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan
tentang cara-cara merawat bayi dan memberikan ASI serta perawatan
payudara dan makanan ibu menyusui. Kepada ibu diberikan brosur yang
berhubungan dengan itu dan dipesan agar memeriksakan bayinya satu
minggu kemudian.
9. Status yang sudah lengkap, dikirim ke ruangan follow-up (Klinik
Laktasi/Poliklinik).
4. Di Ruangan Poliklinik/Ruangan Rawat Jalan:
Biasanya dilakukan di Poliklinik Kebidanan atau di Klinik Laktasi.
Pemeriksaan di ruangan poliklinik meliputi pemeriksaan bayi dan
keadaan ASI. Yang dikerjakan di ruangan ini ialah:
a. Menimbang berat badan bayi.
b. Memperhatikan payudara ibu, apakah ada kelainan yang mengganggu
proses laktasi.
c. Anamnesis mengenai makanan bayi yang diberikan serta keluhan yang
timbul.
d. Mengecek keadaan ASI.
e. Memberi nasihat mengenai makanan bayi, cars menyusukan bayi, pera-
watan payudara, perawatan bayi dan makanan ibu menyusui.
f. Memberikan peraturan makanan bayi.
g. Pemeriksaan bayi oleh ahli anak.
h. Pemberian immunisasi menurut aturannya.
1.3.7 Sasaran Dan Syarat
1. Bayi lahir dengan spontan, baik presentasi kepala atau bokong
2. Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat dilakukan setelah
bayi cukup sehat, reflek hisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi dsb
3. Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum, RG dilakukan
segera stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya 4-6 jam
setelah operasi.
4. Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal 7)
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
8. Bayi dan ibu sehat
1.3.8 Persyaratan Rawat Gabung Yang Ideal
1. Bayi
a. Ranjang bayi tersendiri yang mudah terjangkau dan dilihat oleh ibu
b. Bagi yang memerlukan tersedia rak bayi
c. Ukuran tempat tidur anak 40 x 60 cm
2. Ibu
a. Ukuran tempat tidur 90 x 200 cm
b. Tinggi 90 cm
3. Ruang
a. Ukuran ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m
b. Ruang dekat dengan ruang petugas (bagi yang masih memerlukan
perawatan)
4. Sarana
a. Lemari pakaian
b. Tempat mandi bayi dan perlengkapannya
c. Tempat cuci tangan ibu
d. Setiap kamar mempunyai kamar mandi ibu sendiri
e. Ada sarana penghubung
f. Petunjuk/sarana perawatan payudara, bayi dan nifas, pemberian makanan
pada bayi dengan bahasa yang sederhana
g. Perlengkapan perawatan bayi
5. Petugas
a. Rasio petugas dengan pasien 1 : 6
b. Mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan RG
1.3.9 Model Pengaturan Ruangan Rawat Gabung
a. Satu kamar dengan satu ibu dan anaknya
b. Empat sampai lima orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada kamar yang
lain bersebelahan dan bayi dapat diambil tanpa ibu harus meninggalkan
tempat tidurnya
c. Beberapa ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1 ruangan kaca yang
kedap udara
d. Model dimana ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama
e. Bayi di tempat tidur yang letaknya disamping ibu
1.3.10 Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan
a. Menggalakkan penggunaan ASI
b. Kontak emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih erat
c. Ibu segera dapat melaporkan keadaan-keadaanbayi yang aneh
d. Ibu dapat belajar merawat bayi
e. Mengurangi ketergantungan ibu pada bidan
f. Membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam merawat bayi
g. Berkurangnya infeksi silang
h. Mengurangi beban perawatan terutama dalam pengawasan
2. Kerugian
a. Ibu kurang istirahat
b. Dapat terjadi kesalahan dalam pemberian makanan karena oengaruh orang
lain.
c. Bayi bisa mendapatkan infeksi dari pengunjung
d. Pada pelaksanaan ada hambatan teknis/fasilitas

Anda mungkin juga menyukai