Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk lanjut usia diseluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia

rata – rata 60 tahun ke atas dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia

diperkirakan 1.000 orang perhari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari

penduduk berusia di atas 50 tahun (Padila, 2013).

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati siklus akhir kehidupan manusia

di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang

mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga

tidak dapat melakukan tugasnya sehari – hari lagi (Kholifah, 2016).

Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat

proses degeneratif sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lansia.

Penyakit yang banyak diderita oleh lansia adalah hipertensi 63,5%, masalah gigi

53,6%, penyakit sendi 18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus 5,7%, penyakit

jantung 4,5%, stroke 4,4%, gagal ginjal 0,8% dan kanker 0,4% (Kemenkes RI,

2019).

Penyakit degeneratif yang umum diderita lanjut usia salah satunya adalah

hipertensi. Hal ini terjadi karena semakin tua maka risiko mengalami hipertensi

semakin tinggi, dimana elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun

sehingga menyebabkan peningkatan nadi dan tekana darah. Seseorang yang

1
2

berumur ≥ 45 tahun memiliki risiko hipertensi sebesar 8,5 kali daripada yang

berumur ≤45 tahun. Perubahan tekanan darah yang fisiologis merupakan tanda

penuaan yang normal (Purwanto, 2012).

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit tekanan darah

tinggi merupakan keadaan dimana setelah dilakukan beberapa kali pengukuran,

nilai tekanan darah tetap tinggi dengan nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg

dan diastolik ≥ 90 mmHg. Tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan dari

volume darah yang dipompa jantung dan tekanan aliran darah pada dinding

pembuluh darah arteri. Tekanan darah akan menjadi semakin tinggi jika pembuluh

darah berukuran semakin sempit dan jika volume darah semakin banyak

(Prasetyaningrum, 2014).

Hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar mordibitas di dunia,

sehingga sering disebut sebagai pembunuh diam – diam karena tidak memberikan

gejala yang khas. Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukan

bahwa pravelensi hipertensi di dunia mencapai 1,13 miliar individu, artinya 1 dari

3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penderita hipertensi diperkirakan

akan terus meningkat mencapai 1,5 miliar individu pada tahun 2025.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 pada penduduk umur ≥ 18

tahun di Indonesia terdapat 34,11% penderita hipertensi dimana pravelensi

hipertensi tertinggi berada di provinsi Kalimantan Selatan dengan persentase

sebesar 44,13% dan urutan terendah berada di daerah Papua yakni 22,22%.

Adapun untuk provinsi Gorontalo berada di urutan 20 dari 34 provinsi di

Indonesia dengan persentase 29,64% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).


3

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2018

bahwa terdapat 123.637 lansia dengan jumlah penderita hipertensi sebanyak

23.684 jiwa. Sedangkan untuk pengambilan data awal dilakukan di Yayasan Putra

Mandiri Gorontalo. Yayasan Putra Mandiri Gorontalo dibangun pada tahun 2003,

merupakan salah satu yayasan yang ada di Kecamatan Sipatana, beroperasi di

bidang sosial yaitu pendampingan lansia dan disabilitas. Tercatat ada 200 lansia

yang berada di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo kecamatan Sipatana dengan

jumlah penderita hipertensi sebanyak 43 jiwa.

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama

dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit

jantung koroner), dan otak (stroke) bila tidak terdeteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai. Oleh karena itu diperlukan pengendalian tekanan

darah untuk mengatasi hipertensi, hal ini dapat dilakukan secara farmakologi dan

non farmakologi (Junaedi, Yulianti, & Rinata, 2013).

Penanganan secara farmakologi dapat diberi obat – obat hipertensi berupa

diuretik, betabloker, ACE inhibitor, angiotensin II receptor blocker, antagonis

kalsium, vasodilator (Rusdi, 2009). Adapun untuk penangan hipertensi secara non

farmakologi dapat dilakukan secara herbal, berupa pemberian buah – buahan,

sayur – sayuran, dan daun – daunan yang mengandung kalium, potassium,

kalsium, dan zat – zat penting lainnya (Nisa, 2012).

Salah satu terapi non farmakologi dalam menurunkan hipertensi adalah

mengonsumsi herbal dengan menggunakan labu siam (Sechium edule). Labu siam

atau disebut dengan ketimun Jepang oleh masyarakat Gorontalo, adalah salah satu
4

jenis sayuran yang sering dikonsumsi tetapi tidak secara rutin. Masyarakat

umumnya lebih memilih menjadikan labu siam ini sebagai bahan untuk membuat

sayur lodeh, tumis labu, lalapan dan masakan – masakan lain dengan bahan dasar

labu siam. Labu siam mudah didapat, dengan harga yang terjangkau, serta tidak

ada efek samping.

Labu siam (Sechium edule) mengandung beberapa senyawa kimia yaitu

alkaloid, saponin, dan flavonoid. Salah satu senyawa aktif yang terdapat pada labu

siam (Sechium edule) adalah flavonoid. Flavonoid memiliki efek hipotensi dengan

mekanisme menghambat aktivitas ACE, serta sebagai diuretik (Gunawan &

Mulyani, 2012).

Selain itu, labu siam juga mengandung kalium, asam folat, potassium,

energi, protein, lemak, karbohidrat, serta, gula, kalsium, seng, tembaga, mangan

selenium, vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, vitamn B6, vitamin E. Vitamin K

yang sangan bermanfaat bagi tubuh. Labu siam memiliki banyak manfaat bagi

kesehatan tubuh, oleh karena itu penderita tekanan darah tinggi dianjurkan

mengonsumsi labu siam secara rutin (Nisa, 2012).

Dari penjelasan diatas maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian

secara non farmakologi tanpa efek samping dalam menurunkan tekanan darah

tinggi dengan konsumsi jus labu siam pada lansia penderita hipertensi di Yayasan

Putra Mandiri Gorontalo, karena belum terdapat penelitian mengenai pengaruh

konsumsi jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah tinggi di Yayasan Putra

Mandiri Gorontalo dan melihat masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi

obat – obatan yang dibeli secara bebas untuk mengatasi hipertensi.


5

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap penurunan tekanan

darah pada lansia penderita hipertensi di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap penurunan

tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Yayasan Putra Mandiri

Gorontalo.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi nilai tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi sebelum mengonsumsi jus labu siam di Yayasan Putra Mandiri

Gorontalo.

b. Untuk mengidentifikasi nilai tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi setelah mengonsumsi jus labu siam di Yayasan Putra Mandiri

Gorontalo.

c. Untuk mengidentifikasi pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap

penurunan nilai tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di

Yayasan Putra Mandiri Gorontalo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

implementasi baru bagi peneliti dalam penurunan hipertensi pada lansia


6

yang dilakukan dengan pengobatan non farmakologi dengan mengonsumsi

jus labu siam.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan acuan untuk

peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan

pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia penderita hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Akademik

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi

masukan serta untuk menambah pengetahuan dalam penanganan hipertensi

pada lansia secara non farmakologi bagi mahasiswa keperawatan.

b. Bagi Profesi

Diharapakan agar penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi

tenaga kesehatan dalam memberikan pengobatan secara non farmakologi

yaitu pemberian konsumsi jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah

pada lansia penderita hipertensi.

c. Bagi Lansia

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi

tambahan pada lansia penderita hipertensi dalam menurunkan tekanan

darah.
7

E. Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa yang mirip dengan penelitian yang diambil oleh peneliti

yakni :

Tabel 1.

Penelitian Sebelumnya.

Judul, Metode Hasil


Penelitian / Tahun
Observasi Klinik Metode Penelitian eksperimen Hasil uji statistik

Ekstrak Labu Siam Semu (quasy experiment), menunjukkan

(Sechium Edule) rencangan equivalent time- terdapat perbedaan

Sebagai sample design dengan tehnik nilai tekanan darah

Antihipertensi purposive sampling. Metode uji sistolik dengan nilai

(Munawassalmiah, T sampel berpasangan. signifikan p = 0,001

Hajrah, & Rijai, Populasinya yaitu penderita dan nilai tekanan

2018) hipertensi dengan umur 30-50 darah diastolik

tahun di Puskesmas Sempaja dengan nilai

Samarinda dengan sampel signifikan p = 0,009

berjumlah 9 responden. (α = 0,05). Dapat

disimpulkan bahwa

labu siam dapat

menurunkan nilai

tekanan darah pada

pasien hipertensi
Pengaruh Pemberian Jenis penelitian quast Terdapat pengaruh

Perasan Labu Siam eksperimen, rancangan non tekanan darah


8

(Sechium Edule) equivalen comparison group sistolik dan

Terhadap Tekanan pretest – posttest design dengan diastolik sebelum

Darah Pada tehnik non random sampling. dan sesudah

Penderita Hipertensi Metode uji paired t-test. diberikan perasan

(Yanti & Indah, Populasinya adalah penderita labu siam, dengan

2017) hipertensi ringan di wilayah uji statistik T-Test

kerja Puskesmas Tanah didapatkan p-value

Kampung yang berusia 20-50 0,000 (α = 0,05).

tahun dengan sampel berjumlah Kesimpulan

16 responden terdapat pengaruh

bermakna antara

perasan labu siam

terhadap penurunan

tekanan darah pada

penderita hipertensi
Pengaruh Jenis penelitian kuasi Tekanan darah

Pemberian Jus Labu eksperimen dengan pretest and mengalami

Siam terhadap posttest with control group penurunan dari

Perubahan Tekanan design. Dengan tehnik 153,13/93,75 mmHg

Darah Pada Wanita purposive sampling. Metode uji menjadi

Lanjut Usia Dengan T tidak berpasangan, Mann- 133,13/81,88 mmHg

Hipertensi Di Whitney dan Wilcoxon. setelah pemberian

Wilayah Kerja Populasi dalam penelitian ini jus labu siam.

Puskesmas adalah semua wanita lanjut usia Terdapat perbedaan


9

Ngoresan penderita hipertensi dengan yang signifikan pada

(Utami, Cahyanto, & sampel sebanyak 32 responden tekanan darah

Listyaningsih, 2017) sistolik (p = 0,001 <

0,05) dan diastolik (p

= 0,000 < 0,05).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Lanjut Usia

1. Pengertian Lansia

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia

disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mancapai usia lebih dari

60 tahun (Dewi, 2014).

2. Batasan Lanjut Usia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokan lansia menjadi

empat kategori yang meliputi (Padila, 2013) :

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) berusia antara 60-74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) berusia 74-90 tahun, dan

d. Usia sangat tua (very old) yaitu seseorang dengan usia lebih dari 90 tahun.

Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro (Padila, 2013) :

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.

b. Usia dewasa penuh (midlle years) atau maturasi usia 25 – 60/65 tahun.

c. Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun, terbagi atas :

1) Young old, yaitu usia 70-75 tahun.

2) Old, yaitu usia 75-80 tahun.

3) Very old, yaitu usia 80 tahun ke atas.

10
11

Sementara itu penggolongan lansia menurut Direktorat Pengembangan

Ketahanan Keluarga BKKBN, pada azasnya dapat dibedakan (Pandji, 2012) :

a. Kelompok lansia awal (45-54 tahun) merupakan kelompok yang baru

memasuki lansia.

b. Kelompok pra lansia (55-59 tahun).

c. Kelompok lansia 60 tahun ke atas (menurut UU No. 23 tahun 1998 lansia

di Indonesia ditetapkan mulai usia tersebut).

3. Proses Menua

Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seorang telah

melalui tahap – tahap kehidupannya, yaitu neonatus, Toddler, pra sekolah,

sekolah, remaja, dewasa, dan lansia. Menua bukanlah suatu penyakit, akan

tetapi merupakan proses yang berangsur – angsur mengakibatkan perubahan

yang kumulatif, dimana terjadi proses menurunnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan

kematian (Padila, 2013).

Proses menua bersifat individual, dimana proses menua pada setiap orang

terjadi dengan usia yang berbeda. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan atau

life style yang berbeda. Adapun orang yang tergolong lanjut usia

penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi harus diakui

bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya

hipertensi, diabetes mellitus, rematik, asam urat, dimensia senilis, sakit ginjal,

dan lain-lain (Padila, 2013).


12

4. Perubahan – Perubahan Pada Lansia

Menjadi tua atau menua membawa pengaruh serta perubahan

menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan moral spritual, yang keseluruhanya

saling kait mengait antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Lansia

mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan fisiologi pada lansia

diantaranya yaitu (Padila, 2013) :

a. Perubahan pada sistem kardiovaskuler

Elastis dinding aorta menurun, perubahan miokara ; atrofi menurun,

lemak sub endoicard menurun ; fibrosis, menebal, sclerosis, katup –katup

jantung mudah fibrosis dan klasifikasi (kaku), peningkatan jaringan ikat

pada Sa Node, penurunan denyut jantung maksimal pada latihan, cardiac

output menurun, penurunan jumlah sel pada pace maker, jaringan kolagen

bertambah dan jaringan elastis berkurang pada otot jantung, penurunan

elastis pada dinding vena (Padila, 2013).

b. Perubahan pada sistem gastrointestinal

Terjadi artropi mukosa, artropi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel

chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan factor

instrinsic berkurang, ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil,

sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang, proses perubahan

protein menjadi pepton terganggu. karena sekresi asam lambung

berkurang dan rasa lapar juga berkurang (Padila, 2013).


13

c. Perubahan pada sistem respirator

Perubahan seperti menurunnya aktivitas silia, menurunnya refleks

batuk dan muntah, perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru

dan dinding dada, atrofi otot-otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot

- otot pernafasan dapat meningkatkan risiko berkembangnya keletihan otot

- otot pernafasan pada lansia (Padila, 2013).

Perubahan fisiologis yang ditemukan pada lansia yaitu alveoli

menjadi kurang elastik dan lebih berserabut serta berisi kapiler – kapiler

yang kurang berfungsi sehingga kapasitas penggunaan menurun karena

kapasitas difusi paru – paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi

permintaan tubuh (Padila, 2013).

d. Perubahan pada sistem musculoskeletal

Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa

otot, ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi

pada ekstermitas bawah, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat

dan lemak, kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun

dengan bertambahnya usia, kekuatan otot ekstermitas bawah berkurang

sebesar 40% antara usia 30 sampai 80 tahun (Padila, 2013).

e. Perubahan pada sistem endokrin

Perubahan – perubahan yang terjadi pada sistem endokrin yang

dialami oleh dewasa lanjut atau lanjut usia produksi hormon hampir semua

menurun, fungsi paratiroud dan sekesinya tak berubah, pertumbuhan

hormone pituitary ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh
14

darah dan berkurangnya produksi dari ACTH,TSH,FSH dan LH,

menurunnya produksi aldesteron, menurunnya sekresi hormon gonads,

progesteron, estrogen, dan testosterone, dan defisiensi hormonal dapat

menyebabkan hipotirodism (Padila, 2013).

f. Perubahan pada sistem integument

Perubahan pada sistem integument yang terjadi pada lansia yaitu

kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang

keelastisannya karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose,

kelenjar – kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak

begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi, kulit pucar

dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan

menurunnya sel –sel yang memproduksi pigmen, menurunnya aliran darah

dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka kurang baik (Padila,

2013).

g. Perubahan pada sistem neurologi

Perubahan – perubahan yang terjadi pada sistem saraf pada dewasa

lanjut atau lansia yaitu berat otak menurun, hubungan persyarafan cepat

menurun, lambat dalam respon dan waktu untuk berpikir, berkurangnya

penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan

perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu, kurang sensitif terhadap

sentuhan, reflek tubuh akan semakin berkurang serta terjadi kurang

koordinasi tubuh, dan membuat dewasa lanjut usia menjadi cepat pikun

dalam mengingat sesuatu (Padila, 2013).


15

h. Perubahan pada sistem genetourinari

Dewasa lanjut yang berusia 65 tahun akan mengalami kelemahan

dalam kontrol kandung kemih, menyebabkan frekuensi buang air kecil

meningkat, terkadang terjadi ngompol, dan aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50% (Padila, 2013).

i. Perubahan pada sistem sensori

Karena mengalami proses penuaaan, sel telah mengalami perubahan

bentuk maupun komposisi sel tidak normal. Maka secara ototmatis fungsi

indera pun akan mengalami penurunan (Padila, 2013).

Lansia juga mengalami masalah yang terkait dengan perkembangan

emosional, dimana rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat,

sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Lansia

sering marah jika ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi.

Selain itu, lansia juga mengalami masalah spritual. Masalah tersebut berupa

kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan

ibadah, atau masih kurangnya ibadah (Kholifah, 2016).

B. Tinjauan Tentang Hipertensi

1. Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang digunakan oleh

darah untuk melawan dinding pembuluh arteri dan biasa diukur dalam satuan

milimeter air raksa (mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua angka,

yaitu angka tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik
16

merupakan nilai tekanan darah saat fase kontraksi jantung, sedangkan tekanan

darah diastolik adalah tekanan darah saat fase relaksasi jantung

(Prasetyaningrum, 2014).

2. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis

dimana tekanan darah dalam arteri meningkat secara kronik. Hipertensi

merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari

140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi

kerana menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,

hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah

(arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal (Padila, 2013).

3. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu :

a. Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum

dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai

penyebab hipertensi primer yaitu kombinasi faktor pola hidup seperti

kurang bergerak dan pola makan (Manuntung, 2018).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya terkait

dengan kondisi medis lain misalnya kelainan pembuluh darah ginjal,

gangguan kelenjar tiroid atau reaksi terhadap obat – obatan tertentu

(Manuntung, 2018).
17

Tabel 2.

Klasifikasi hipertensi untuk usia 18 tahun ke atas yang ditetapkan oleh

Seventh Report of Joint National Committe on Prevention, Detection,

Evaluation, adn Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

4. Faktor Risiko Hipertensi

Salah satu penyebab utama hipertensi adalah tingginya kadar garam

dalam makanan. Faktor - faktor yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu :

a. Umur

Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap

meningkatnya tekanan darah yang lambat laun dapat menjadi hipertensi

seiring dengan bertambahnya umur mereka (Manuntung, 2018). Semakin

tinggi umur seseorang makan semakin tinggi tekanan darahnya, hal ini

disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar

(Kowalski, 2010).

b. Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria

lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Pria

diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan wanita. Tapi, di usia 60 tahun pravelensi hipertensi


18

pada wanita meningkat yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Kowalski,

2010).

c. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko lain yang turut menentukan

keparahan hipertensi. Semakin besar massa tubuh seseorang, semakin

banyak darah yang dibutuhkan untuk mensuplai oksigen dan nutrisi ke otot

dan jaringan lain. Obesitas meningkatkan jumlah panjangnya pembuluh

darah sehingga dapat meningkatkan resistensi darah yang seharusnya

mampu menempuh jarak lebih jauh. Peningkatan resistensi ini

menyebabkan tekanan darah menjadi lebih tinggi (Junaedi et al., 2013).

d. Kurang Aktivitas Fisik

Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada

orang yang kurang aktivitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih

keras pada tiap kontraksi (Manuntung, 2018).

e. Stres

Stres merupakan faktor yang dapat memicu timbulnya hipertensi

melalui aktivitas sistem saraf simpatis yang mengakibatkan naiknya

tekanan darah secara tidak menentu. Stres merupakan rasa takut atau

cemas dari perasaan dan tubuh seseorang terhadap adanya perubahan dari

lingkungan. Kondisi stres yang membuat tubuh menghasilkan hormon

adrenalin lebih banyak, membuat jantung bekerja lebih kuat dan cepat

(Manuntung, 2018).
19

f. Merokok

Hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin. Penyebab

terjadinya peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap oleh

pembuluh darah kecil dalam paru – paru dan diedarkan oleh pembuluh

darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi

sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin. Hormon yang kuat

ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk

bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Manuntung, 2018).

g. Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

meningkatkan volume dan tekanan darah. Volume darah semakin tinggi

sedangkan lebar pembuluh darah tetap, maka alirannya jadi deras, yang

artinya tekanan darah menjadi semakin meningkat (Kowalski, 2010).

h. Kadar Kalium Rendah

Kalium berfungsi sebagai penyeimbang jumlah natrium dalam cairan

sel. Kelebihan natrium dalam sel dapat dibebaskan melalui filtrasi lewat

ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Jika makanan yang dikonsumsi

kurang mengandung kalium atau tubuh tidak mempertahankannya dalam

jumlah yang cukup, jumlah natrium akan menumpuk. Keadaan ini

meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (Junaedi et al., 2013).

5. Gejala Hipertensi
20

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, pusing, kelelahan, gelisah, dan nyeri dada, yang bisa saja terjadi pada

pada penderita hipertensi (Manuntung, 2018).

6. Bahaya Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan

beberapa kejadian sebagai berikut (Prasetyaningrum, 2014) :

a. Kerusakan jantung, yaitu jantung tidak dapat memompa darah dalam

jumlah cukup ke dalam tubuh

b. Terbentuknya benjolan abnormal pada dinding arteri yang membawa darah

dari jantung ke organ tubuh sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.

c. Pembuluh darah di ginjal menyempit sehingga mengakibatkan kerusakan

ginjal.

d. Penyempitan pembuluh arteri di beberapa bagian tubuh sehingga

mengurangi aliran darah ke jantung, otak, ginjal, dan lutut

7. Komplikasi Hipertensi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat

embolus terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri – arteri yang meperdarahi

otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah –

daerah yang diperdarahin berkurang (Manuntung, 2018).


21

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis

tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.

Karena hipertensi, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark

(Manuntung, 2018).

Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah.

Hipertensi menyebabkan jantung bekerja lebih keras dalam memompa dan

mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sehingga otot jantung akan melemah dan

jantung tidak lagi mampu memompa darah secara efektif (Manuntung, 2018).

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler – kapiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomerolus, protein

akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,

menyebabkan edema (Manuntung, 2018).

8. Tindakan Pencegahan Hipertensi

Memang benar bahwa hipertensi dapat dicegah. Seseorang yang tidak

memiliki tekanan darah tinggi dapat melakukan perilaku hidup sehat untuk

menjaga nilai tekanan darahnya tetap dalam kondisi normal. Beberapa perilaku

hidup sehat yang biasa dilakukan antara lain menerapkan diet DASH

(Dietary Approaches to Stop Hypertension) untuk mewujudkan perilaku

makan sehat, aktif beraktivitas fisik, mempertahankan berat badan normal,

berhenti merokok, dan manajemen stres (Manuntung, 2018).


22

C. Tinjauan Tentang Labu Siam

1.
2. Labu siam atau
Sechium edule
(Jacq.) Sw
3. merupakan salah
satu tumbuhan
suku labu-labuan
4. (Cucurbitaceae)
yang umumnya
digunakan
5. sebagai sayuran.
Labu siam mudah
ditanam
23

6. di mana saja,
baik di dataran
rendah maupun
7. dataran tinggi
1. Definisi Labu Siam

Sechium edule atau lebih dikenal sebagai labu siam adalah tumbuhan dari

famili labu – labuan (Cucurbitaceae) yang dapat dikonsumsi buah dan pucuk

mudanya. Tanaman ini mempunyai sifat tumbuh yang merambat dan

memanjat. Buah labu siam ini berbentuk seperti buah pir, berwarna hijau, dan

mempunyai kulit tipis menyatu dengan dagingnya yang berwarna putih

(Makmur, 2018).

Labu siam termasuk sayuran yang cukup familiar bagi sebagian besar

penduduk Indonesia karena selain tersebar di berbagai daerah yang dikenal

sebagai labu siam, juga sayuran ini mudah ditemui di pasar tradisional sampai

pasar swalayan, baik produk buah sangat muda dan buah biasa maupun pucuk

mudanya (Rukmana & Yudirachman, 2016).

2. Daerah Asal dan Penyebaran Labu Siam

Labu siam bukan tanaman asli Indonesia. Beberapa literatur

menyebutkan tanaman labu siam berasal dari benua Amerika, tepatnya di

kawasan Meksiko dan Amerika Tengah. Konon buah labu siam merupakan

sayuran penting dalam masakan Meksiko (Rukmana & Yudirachman, 2016).


24

Literatur lain memastikan plasma nutfah tanaman labu siam ditemukan di

kawasan Asia, terutama di India Barat Dalam perkembangan selanjutnya

diketahui bahwa labu siam berasal dari wilayah Siam, Thailand. Di Indonesia,

sentra produksi labu siam pada mulanya terpusat di Pacet, tetapi kini terdapat

hampir di seluruh provinsi(Rukmana & Yudirachman, 2016).

3. Klasifikasi dan Morfologi Labu Siam

Nama umum labu siam di antaranya chayote (Inggris), chucu (Brasil),

Pipinola (Hawaii), Sayote (Filipina), ishkus (India), dan labu siam (Indonesia).

Di Indonesia, labu siam mempunyai beberapa nama daerah, seperti lejet atau

wuluh siem (Jawa Barat), waluh jipang (Jawa Tengah), dan manisah (Jawa

Timur) (Rukmana & Yudirachman, 2016).

Struktur morfologi tanaman labu siam terdiri atas akar, batang, daun

bunga, buah, dan biji. Tanaman labu siam memiliki akar tunggang berwarna

keputih-putihan, sistem perakaran menyebar ke semua arah pada radius 30-50

cm dan kedalaman 40 cm. Akar ini dapat membentuk umbi di bawah

permukaan tanah (Rukmana & Yudirachman, 2016).

Daunnya tunggal berbentuk jantung dengan tepi bertoreh, ujung

meruncing, panjang 4 -25 cm, dan lebar 3 -20 cm. Bunga berumah satu

(monoceous), yakni bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman.

Bunga berbentuk hampir bulat dan berukuran besar. Labu siam berbentuk bulat

sampai agak lonjong menyerupai buah alpukat, permukaannya berlekuk,

berwarna hijau keputih - putihan, dan ada beberapa yang memiliki duri. Kulit
25

buah tipis dan berduri jarang. Daging labu siam mengandung banyak air dan

getah (Rukmana & Yudirachman, 2016).

4. Kandungan Gizi dan Manfaat Labu Siam

Labu siam merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang memilki

banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Labu siam banyak mengandung

vitamin, tinggi serat, dan kaya akan mineral. Selain itu, labu siam juga

merupakan tanaman sayur yang sangat rendah akan kalori. Berikut adalah

kandungan gizi tanaman labu siam mentah dalam satiap 100 gram-nya

(Prastya, 2018) :

Tabel 3.

Kandungan Gizi per 100 gram Labu Siam

Kandungan Gizi Jumlah Kandungan Gizi Jumlah


Energi 19 kcal Seng 0,74 mg
Protein 0,82 g Tembaga 0,123 mg
Lemak 0,13 g Mangan 0,189 mg
Karbohidrat 4,51 g Selenium 0,2 μg
Serat 1,7 g Vitamin C 7,7 mg
Gula 1,66 g Air 94,24 g
Kalsium 17 mg Vitamin B-6 0,076 mg
Besi 0,34 mg Vitamin E 0,12 mg
Magnesium 12 mg Vitamin K 4,1 μg
Fosgor 18 mg Folat 93 μg
Kalium 125 mg Natrium 2 mg

Vitamin B-12 0,029 mg Vitamin B-3 0,470 mg

Vitamin B-1 0,025 mg Kolestrol 0 mg

Potassium 125 mg Sodium 2 mg


26

Labu siam dikenal sebagai sayuran menyehatkan. Tanaman ini termasuk

suku labu – labuan yang dapat dimakan buah dan pucuk mudanya. Daun dan

labu siam bermanfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya sangat cocok untuk

merawat penderita hipertensi, arteriosklerosis, serta asam urat (Rukmana &

Yudirachman, 2016).

Selain itu labu siam mempunyai sifat diuretik sehingga dapat membuang

kelebihan garam di dalam tubuh. Banyaknya nutrisi yang terkandung dalam

buah labu siam menjadikan labu siam aman dikonumsi oleh bayi, anak, hingga

lanjut usia. Banyaknya zat – zat dan vitamin yang terkandung dalam buah labu

siam menyebabkan buah ini mempunyai banyak manfaat bagi tubuh. Manfaat

labu siam bagi kesehatan, diantaranya adalah sebagai berikut (Prastya, 2018) :

a. Mencegah kanker

Labu siam adalah jenis tanaman yang memiliki kandungan

antioksidan, yaitu ; apigenin dan juga luteolin. Kedua jenis antioksidan

tersebut dapat bermanfaat untuk melawan dan membersihkan radikal

bebeas penyebab kanker yang ada di dalam tubuh

b. Menurunkan kolestrol

Bagi orang yang memiliki kolestrol berlebih, maka sangat dianjurkan

untuk mengonsumsi labu siam, karenan labu siam tidak memiliki

kandungan lemak jenuh.

c. Sumber stamina

Potassium merupakan salah satu jenis elektrolit yang berguna

sebagai sumber stamina tubuh. Kandungan potassium di dalam labu siam


27

ini sebanyak 125 mg per 100 gram. Labu siam merupakan salah satu bahan

makanan yang mampu menjadi sumber stamina bagi tubuh.

d. Sumber antioksidan

Vitamin C yang ada pada tanaman labu siam yaitu sekitar 7,7 mg.

Vitamin C merupakan salah satu antoksidan yang dapat membantu

mencegah kerusakan sel dan mencegah masuknya radikal bebeas ke dalam

tubuh, dengan mengonsumsi 100 gram labu siam, maka tubuh akan

mendapat sekitar 13% dari total kebutuhan vitamin C setiap harinya.

e. Menurunkan tekanan darah tinggi

Labu siam yang dikonsusmi dalam bentuk minuman, dapat

menurunkan tekanan darah.

f. Mencegah bayi lahir cacat

Labu siam memiliki kandungan B complex, yaitu folat yang cukup

baik. Kandungan folat tersebut sebesar 93 μg dalam 100 gram labu siam,

setara dengan 23% dari kebutuhan folat yang dianjurkan. Folat sendiri

sanagt dibutuhkan pada proses pembelahan sel. Sehingga pada ibu hamil,

folat sangan memmbantu pertumbuhan sang janin dan menghindarkan bayi

dari cacat syaraf

g. Sumber mineral

Labu siam mengandungan berbagai macam mineral, seperti ;

potassium, zat besi, fosfor, dan mineral lainnya. Mineral tersebut sangat

dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga sistem kekebalan, menjaga kekuatan

dan kepadatan tulang serta mempertahankan kesehatan metabolisme.


28

5. Pembuatan Jus Labu Siam

Standar operasional prosedur pembuatan jus labu siam (Nurhalimah,

Milwati, & Sulasmini, 2018),(Utami, Cahyanto, & Listyaningsih, 2018) :

a. Persiapan alat dan bahan :

1) Blender

2) Timbangan

3) Gelas

4) Pisau

5) Sendok

6) Labu siam 100 gram

7) 1 gelas air putih ukuran 150 ml

8) 1 sendok makan gula pasir

b. Prosedur Kerja

1) Siapkan satu buah labu siam mentah yang masih muda

2) Mencuci tangan

3) Satu labu siam dikupas menggunakan pisau

4) Mencuci labu siam yang telah dikupas dengan menggunakan air

bersih yang mengalir

5) Potong labu siam menjadi 8 bagian dan ditimbang menggunakan

timbangan kitchen scale. Pastikan bahwa timbangan tepat berada pada

angka 0 dan pastikan bahwa labu siam sebanyak 100 gram


29

6) Masukan 100 gr labu siam, 1 gelas air putih ukuran 150 ml dan 1

sendok makan gula pasir ke dalam blender.

7) Blender sampai halus

8) Menuangkan jus labu siam ke dalam gelas plastik yang telah

disediakan

9) Bersihkan alat yang telah digunakan

10) Mencuci tangan

11) Masing - masing responden dalam satu hari setiap sore diberikan satu

gelas jus labu siam untuk dikonsumsi selama 7 hari

D. Kaitan Antara Labu Siam dan Hipertensi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan

pola perilaku hidup. Hipertensi masih menjadi masalah karena meningkatnya

prevalensi hipertensi, masih banyak pasien hipertensi yang belum mendapatkan

pengobatan maupun yang telah diobati namun tekanan darahnya belum mencapai

target, dan adanya penyakit serta komplikasi berupa kerusakan organ target

terutama pada jantung dan pembuluh darah yang memperburuk prognosis pasien

hipertensi (Purwanto, 2012).

Terdapat dua jenis terapi hipertensi yaitu dengan farmakologis (medis) dan

non farmakologis (herbal). Terapi non farmakologis adalah suatu pengobatan

dengan olahraga, mengurangi konsumsi rokok dan alkohol, serta diet sayuran atau

buah.

Salah satu makanan yang dapat membantu penurunan hipertensi yaitu labu

siam, yang dimana labu siam mengandung berbagai macam nutrisi dan anti
30

inflamasi sehingga dapat mengobati tekanan darah tinggi. Labu siam (Sechium

edule) mengandung beberapa senyawa kimia yaitu alkaloid, saponopin, dan

flavonoid (Gunawan & Mulyani, 2012).

Salah satu senyawa aktif yang terdapat pada labu siam (Sechium edule)

adalah flavonoid. Flavonoid memiliki efek hipotensi dengan mekanisme

menghambat aktivitas ACE, serta sebagai diuretik. Diketahui ACE memegang

peran dalam pembentukan angiotensin II yang merupakan salah satu penyebab

hipertensi. Angiotensin II menyebabkan pembuluh darah menyempit, sehingga

terjadi peningkatan tekanan darah. ACE inhibitor menyebabkan pembuluh darah

melebar sehingga darah lebih banyak mengalir ke jantung yang mengakibatkan

terjadinya penurunan tekanan darah (Junaedi et al., 2013).

Labu siam kaya akan kalium, dimana kalium berguna bagi tubuh untuk

mengendalikan tekanan darah, sebagai terapi darah tinggi, serta membersihkan

karbondioksida di dalam darah. Kalium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot

dan simpul saraf. Kalium yang tinggi akan membantu menjaga keseimbangan

cairan, sehingga tubuh menjadi lebih segar (Olivia, 2015). Kalium juga

mempunyai efek pompa Na-K yaitu kalium dipompa dari cairan ekstraselular ke

dalam sel, dan natrium dipompa keluar sehingga kalium dapat menurunkan

tekanan darah Penderita tekanan darah tinggi dianjurkan mengonsumsi labu siam

secara rutin (Gunawan & Mulyani, 2012).


31

E. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dirumuskan kerangka

konsep sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Jus Labu Siam Hipertensi


Tekanan Darah

Keterangan :

: Independen

: Dependen

: Pengaruh

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah :

1) Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada pengaruh jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah

pada lansia penderita hipertensi di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo

2) Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia penderita hipertensi di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Pre - Eksperimental dengan

pendekatan one-group pre test - post test design. Dalam penelitian ini, peneliti

akan mengidentifikasi Pengaruh Konsumsi Jus Labu Siam Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Yayasan Putra Mandiri

Gorontalo, dimana jenis penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat

dengan cara melibatkan satu kelompok subjek, kelompok subjek diobservasi

sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi

(Nursalam, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilakukan di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo

dan waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret

2020

C. Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini terbagi atas :

1. Variabel independen (bebas) : Pemberian jus labu siam

2. Variabel dependen (terikat) : Tekanan darah pada lansia


33

D. Definisi Operasional

Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Operasional
Variabel Suatu terapi 1. 100 gr labu SOP - -
independen non siam pemberian
(bebas) : farmakologi 2. Waktu jus labu
Pemberian dengan pemberian siam
jus labu menggunakan 1 x sehari
siam jus labu siam selama 7
yang dibuat hari
oleh peneliti
untuk
penurunan
tekanan darah
Variabel Nilai tekanan Sphygmoma Lembar Interval 1. Normal :
dependen darah pada nometern observasi < 120 dan
(terikat) : saat sebelum dan < 80 mmHg
Tekanan dan seletah stetoskop 2. Pre Hipertensi :
darah pada dilakukan 120 - 139 dan
lansia perlakuan 80 -89 mmHg
3. Hipertensi
Tahap 1 :
140 - 159 dan
90 - 99 mmHg
4. Hipertensi
Tahap 2 :
≥ 160 dan
≥ 100 mmHg
34

E. Populasi dan Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari kemudian dapat ditarik kesimpulannya (Masturoh & Anggita,

2018).

Dalam penelitian ini populasinya adalah lansia yang menderita hipertensi

di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo berjumlah 43 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

digunakan sebagai subjek penelitian, dengan teknik pengambilan sampel secara

sampling. Teknik sampling merupakan cara – cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2015).

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan nonprobability

sampling, jenis purposive sampling dimana teknik penetapan sampel dengan

cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (Nursalam, 2015).

Sampel dalam penelitian ini adalah 38 lansia yang mengalami peningkatan

tekanan darah di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo yang memenuhi kriteria

sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Lansia anggota di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo


35

2) Lansia dengan umur 60 – 75 tahun.

3) Penderita hipertensi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg)

4) Bersedia menjadi responden penelitian.

5) Pasien hipertensi yang tidak sedang mengonsumsi obat antihipertensi.

6) Tidak menjalani terapi komplementer lainnya.

b. Kriteria Eksklusi

1) Lanjut usia ≤ 75 tahun.

2) Lanjut usia yang tidak mengalami hipertensi.

3) Pasien yang memiliki alergi terhadap jus labu siam.

4) Tidak bersedia menjadi responden.

5) Lanjut usia yang tidak patuh mengonsumsi obat.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2018).

Dalam melaksanakan penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan

peneliti adalah, lembar observasi untuk memantau konsumsi jus labu siam setiap

hari, sphygmomanometer dan stetoskop untuk mengukur tekanan darah, SOP

pemeriksaan tekanan darah, SOP pemberian jus labu siam, alat tulis untuk

mencatat hasil pengukuran pada lembar pengumpulan data, dan alat dokumentasi.
36

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer didapatkan secara langsung dari data responden dengan

menggunakan lembar observasi yang dirancang oleh peneliti sendiri untuk

mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan pemberian jus labu

siam pada lansia penderita hipertensi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian orang lain

dan data dari instansi terkait. Data sekunder dalam penelitian ini merupakan

data yang diperoleh dari jurnal, data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo,

data dari Yayasan Putra Mandiri Gorontalo tentang jumlah lansia serta literatur

buku – buku yang digunakan dalam penelitian serta pendukung lainnya.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah bagian dari penelitian setelah pengumpulan data

(Masturoh & Anggita, 2018). Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan

data, maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan data. Pengolahan data

tersebut dengan tahap – tahap sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan. Pengeditan

dilakukan jika kemungkinan data yang masuk tidak memenuhi syarat atau

tidak sesuai dengan kebutuhan. Pengeditan data dilakukan untuk

melengkapi kekurangan atau menghilangkan kesalahan yang terdapat pada


37

data mentah. Kekurangan dapat dilengkapi dengan mengulangi

pengumpulan data (Masturoh & Anggita, 2018).

b. Coding

Coding adalah lembaran kode yang berupa berupa kolom - kolom

untuk merekam data secara manual. Coding dilakukan untuk memudahkan

dalam pengolahan data, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2018).

c. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau software komputer (Notoatmodjo, 2018).

d. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden seleasi

dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2018).

e. Tabulating

Tabulating adalah membuat penyajian data, sesuai dengan tujuan

penelitian (Masturoh & Anggita, 2018).

2. Analisis Data

Analisa yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu dengan :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini


38

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2018).

Rumus yang digunakan :

f
P= ×100 %
n

Keterangan:

P : Persentase

f : Frekuensi

N : Total Sampel

100 % : Bilangan Konstanta

Dalam penelitian ini analisis univariat menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin,

pekerjaan dan variabel tekanan darah dengan mengukur tekanan darah

sebelum dan setelah dilakukan intervensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yaitu variabel

bebas dan variabel terikat yang diduga berhubungan atau berkolerasi

(Notoatmodjo, 2018).

Untuk mengetahui pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum dan

sesudah mendapat perlakuan menggunakakn nilai ∝ = 0,05 dengan

program SPSS (Statistic Product Service Solution) for windows uji paired

t-test.
39

Paired t-test adalah data yang dikumpulkan dari dua sampel yang

saling berhubungan, artinya bahwa satu sampel akan mempunyai dua data.

Penggunaan dari paired t-test adalah untuk menguji efektifitas suatu

perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan dengan

membandingkan rata – rata nilai pre test dan rata-rata nilai post test

(Santoso, 2018).

Uji statistik ini digunakan untuk statistik parametis yang berkorelasi

dengan skala datanya berbentuk interval ataupun rasio. Rumusan paired t-

test untuk menguji hipotesis penelitian apakah perbedaan kelompok

sampel tersebut signifikan atau tidak ditunjukkan dengan rumus di bawah

ini (Santoso, 2018) :

x 1−x 2
s 21 s 22 s s2
t=
√ ( )( √ )
+ −2r 1
n1 n 2 √ n1 n2

Keterangan :

x 1 = rata – rata sampel 1

x 2 = rata – rata sampel 2

s1 = simpangan baku sampel 1

s2 = simpangan baku sampel 2

s21 = varians sampel 1

s22 = varian sampel 2

r = korelasi antara dua sampel


40

Analisis untuk kompratif numerik berpasangan 2 kelompok adalah

uji t berpasangan bila sebaran data normal. Bila sebaran data tidak normal,

uji yang digunakan adalah uji wilcoxon.

Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh konsumsi jus labu siam terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia penderita hipertensi di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo dengan

pengambilan keputusan sebegai berikut :

1) P < ∝ = 0,05 maka H1 diterima yang berarti ada pengaruh jus labu

siam terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi di Yayasan Putra Mandiri Gorontalo

2) P > ∝ = 0,05 H1 ditolak yang berarti tidak ada pengaruh jus labu siam

terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di

Yayasan Putra Mandiri Gorontalo

I. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan anatara pihak peneliti, pihak yang diteiti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut. Etika penelitian ini mencakup juga perilaku peneliti atau

perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh

peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2018).

Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung


41

dengan manusia, maka segi etika penelitin harus diperhatikan. Masalah etika yang

harus diperhatikan antara lain :

1.Lembar persetujuan ( informed concent ).

Responden harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi

atau menolak menjadi responden. Informed concent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang

diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam,

2015).

2.Keadilan (Justice)

Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau dikelurkan dari penelitian. Responden juga

mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan,

untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality)

(Nursalam, 2015).

3.Manfaat (Beneficence)

Partisipasi responden dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian ini tidak dipergunakan dalam hal – hal yang dapat merugikan

subjek dalam bentuk apa pun (Nursalam, 2015).


42

Dalam penelitian diharapkan dapat menghasilkan manfaat yang sebesar –

besarnya dan mengurangi kerugian atau risiko bagi subjek penelitian

(Masturoh & Anggita, 2018).

Anda mungkin juga menyukai