Anda di halaman 1dari 13

TUGAS LABORATORIUM LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SKALA LABORATORIUM INDUSTRI MAKANAN YOGHURT

Nama :Vinda Avri Sukma

Nim :25116013

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

JURUSAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Yoghurt merupakan produk fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sebagai bakteri starternya (Indratininingsih
dkk., 2004). Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar
sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya total
padatan, sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu, yoghurt
sesuai bagi penderita lactose intolerance atau yang tidak toleran terhadap laktosa
(Wahyudi, 2006). Suganda, 2012). Meningkatnya konsumsi dan permintaan akan
yoghurt ini diantaranya karena yoghurt memiliki citarasa yang khas, asam, segar dan
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Peningkatan kualitas yoghurt dapat
dilakukan dengan mengkombinasikan manfaat antara kultur starter dari bakteri
probiotik dengan substrat pertumbuhan bakteri probiotik yaitu prebiotik. Penggabungan
antara probiotik dengan prebiotik disebut sinbiotik (Gibson & Roberfroid, 2008 dalam
Zain, 2010). Produk sinbiotik diharapkan dapat meningkatkan daya hidup bakteri dan
menyimpan makanan bagi mikroba dalam saluran pencernaan yang dapat meningkatkan
kesehatan inangnya. Salah satu prebiotik yang dapat dimanfaatkan adalah insulin.
Insulin merupakan polisakarida (khususnya fruktan) yang terdiri atas unit-unit fruktosa
dengan ikatan glikosidik β-(2-1) dan terminal glukosa pada ujungnya (Zain, 2010).
Inulin bersifat larut di dalam air, tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan,
tetapi difermentasi mikroflora kolon (usus besar). Oleh karena itu, inulin berfungsi
sebagai prebiotik (Widowati, 2006).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengelolahan skala laboratorium industri makanan yoghurt.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Yogurt merupakan salah satu jenis produk susu fermentasi yang populer di masyarakat.
Yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu “jugurt” yang berarti susu asam. Berdasarkan
SNI 01-2981 tahun 2009, yogurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan
atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yuguchi
et al. (1992) mendefinisikan yogurt sebagai produk koagulasi susu yang dihasilkan
melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus dan Streptococcus salivarus subsp. thermophilus, dengan atau tanpa
penambahan bahan lain yang diizinkan. Yogurt dapat dikategorikan ke dalam produk
probiotik ketika menggunakan bakteri asam laktat yang tergolong probiotik seperti
Lactobacillus acidophilus dan kelompok bifidobakteria sebagai kultur starter campuran
(Tamime dan Robinson 2007). Proses pembuatan yogurt baik yang menggunakan cara
tradisional maupun modern, secara garis besar terdiri atas empat langkah dasar, yaitu
pemanasan, inokulasi, inkubasi, dan pendinginan (Rahman et al. 1992). Pemanasan
yang dilakukan pada produk susu sebelum diinokulasi kultur dilakukan pada suhu 80-
85°C selama 15-30 menit. Proses pemanasan juga bertujuan untuk membunuh mikroba
yang tidak diinginkan sehingga kultur yogurt dapat tumbuh secara optimum,
menguapkan sebagian air dan membebaskan sebagian oksigen sehingga menciptakan
kondisi anaerobik bagi kultur selama proses fermentasi, memecahkan beberapa
komponen susu, dan mendenaturasi dan mengkoagulasi albumin dan globulin susu
(Rahman et al. 1992). Inokulasi kultur starter dilakukan setelah suhu susu turun
sampai sekitar 37°C, yang dianggap sebagai suhu optimum untuk pertumbuhan dan
pembentukan asam oleh kultur starter, penurunan suhu susu sebaiknya dilakukan
dengan cepat, kemudian langsung dilakukan inokulasi kultur starter karena
pertumbuhan kultur akan lebih cepat pada keadaan demikian dibandingkan pada susu
yang didiamkan cukup lama sebelum inokulasi. Hal ini berkaitan dengan suplai
oksigen yang dapat mempengaruhi keberadaan kultur yogurt yang sifatnya anaerob
fakultatif (Nakazawa dan Hosono 1992). Proses inkubasi biasanya dilakukan pada suhu
43-45°C selama 3 sampai 6 jam. Selama inkubasi, kultur starter akan memproduksi
asam laktat dan menyebabkan penurunan pH. Pendinginan merupakan proses akhir
pembuatan yogurt yang berfungsi untuk menghentikan fermentasi atau aktivitas starter
dengan cara mendinginkan pada suhu 5-10°C (Tamime dan Robinson 2007). Yogurt
komersial diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu plain atau natural yogurt, fruit
yogurt, dan flavoured yogurt. Yogurt juga dapat diklasifikasikan menurut kadar
lemaknya. Hal ini berdasar pada jenis susu yang digunakan. Berdasarkan kadar
lemaknya, dikenal tiga macam yogurt, yaitu yogurt berlemak penuh (kadar lemak lebih
dari 3%), yogurt setengah berlemak (kadar lemak 0.5-3%), dan yogurt berlemak rendah
(kadar lemak kurang dari 0.5%) (Tamime dan Robinson 2007). Berdasarkan metode
pembuatannya, yogurt dibedakan menjadi dua jenis yaitu set yogurt dan stirred yogurt.
Set yogurt dibuat dengan menginkubasi susu dalam kemasan kecil sehingga
koagulumnya tidak berubah. Stirred yogurt dibuat dengan menginkubasi susu pada
wadah besar dan setelah inkubasi produk dipindahkan ke dalam kemasan kecil sehingga
memungkinkan perubahan sifat koagulum dan viskositasnya. Stirred yogurt memiliki
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan set yogurt (Tamime dan Robinson
2007). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), viskositas atau kekentalan merupakan
salah satu sifat reologi yang penting dalam produk yogurt. Sifat ini menggambarkan
besarnya hambatan atau resistensi suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan.
Berdasarkan kekentalannya dikenal dua macam yogurt, yaitu drink yogurt dan pudding
yogurt. Drink yogurt bersifat encer, sedangkan pudding yogurt bersifat kental seperti
pudding.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan

CV. Cita Nasional didirikan oleh Bapak H. Rudi Kurnia Danuwijaya pada tanggal
10 November 2000 dan diresmikan oleh Menteri Pertanian dan Perkebunan
Republik Indonesia, Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih Mec. CV. Cita Nasional sudah
memiliki surat izin No. 155/KWDPP.11/3.1/XI/2000 dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, serta 160/11.16/VII/2000 dari SIUPP. Produk yang dihasilkan oleh
perusahaan ini adalah susu pasteurisasi dan homogenisasi serta yoghurt.

3.2 Spesifikasi Bahan Pembuatan Yoghurt Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
yoghurt pada CV. Cita Nasional adalah sebagai berikut :

a. Susu sapi segar Susu sapi segar merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari
beberapa KUD yang memenuhi standar untuk memproduksi yoghurt. Ketika susu dari
KUD datang, akan dilakukan berbagai pengujian sebelum digunakan dalam pembuatan
yoghurt. Pengujianpengujian yang dilakukan adalah uji alkohol, MBRT (Methylen Blue
Reduction Test), organoleptik (aroma, warna dan rasa), pH, karbonat, peroksida, lemak,
berat jenis dan total padatan, dan uji antibiotik. Apabila susu sapi segar tidak memenuhi
standar dari yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, maka akan ditolak.

b. Flavoring Agent Flavor yang digunakan oleh CV. Cita Nasional memiliki bentuk cair.
Merk dari flavoring agent yang digunakan adalah “Quest” dari Quest International
Indonesia, dan dari PT. Cipta Karya Aroma di Semarang. Penambahan flavor memiliki
fungsi untuk memberikan cita rasa dan aroma yang khas.
c. Stabilizer Dalam pembuatan yoghurt di CV. Cita Nasional, stabilizer yang digunakan
adalah jenis pektin. Adanya penambahan stabilizer ditujukan untuk mengurangi tegangan
permukaan supaya produk susu tidak mudah terpisah atau pecah.

d. Susu skim Susu skim bubuk yang digunakan oleh CV. Cita Nasional diproduksi oleh
Murray Goulburn Cooperative co. Ltd, yang diimpor langsung dari Australia. Susu skim
berfungsi sebagai proses pembuatan biang yoghurt dan pembuatan yoghurt. Susu skim
digunakan dalam pembuatan biang yoghurt karena memiliki kandungan lemak yang
rendah, yaitu 0,6-1,25% dan kandungan gizinya sehingga cocok untuk pertumbuhan
mikrobia. Kandungan laktosa pada susu skim sekitar 52,9% yang digunakan sebagai energi
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Pembuatan yoghurt dengan adanya
penambahan susu skim akan menyebabkan tekstur hasil akhir menjadi lembut dan semi
solid, serta akan menambah nilai gizi pada yoghurt.

e. Pemanis (Gula) Pemanis yang digunakan oleh CV. Cita Nasional adalah gula pasir. Gula
pasir yang akan digunakan untuk produk susu pasteurisasi & homogenisasi dan yoghurt
akan diuji secara organoleptik dan uji pH menggunakan pH meter. Susu segar sebanyak
100 liter biasanya akan ditambahkan gula sebanyak 7 kg.

f. Pewarna Pewarna adalah zat warna yang dibuat secara sintetis atau bisa didapatkan dari
ekstraksi pigmen yang bisa bersumber dari tanaman atau bahan lain.

g. Biang Yoghurt CV. Cita Nasional menggunakan kultur instan dalam pembuatan biang
yoghurt. Nama dagang yang dari kultur ini adalah “YOGOURTMET”. Di dalam kultur
instan tersebut terkandung bakteri Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus
dan Lactobacillus acidophillus.
3.3 Proses pembuatan Yoghurt

A. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku dalam pembuatan yoghurt pada CV. Cita Nasional adalah susu sapi
segar, pewarna, flavor, susu skim dan biang yoghurt. Susu segar yang berasal dari
KUD, diambil sampel terlebih dahulu untuk dianalisa di laboratorium. Tujuan dari
pengambilan sampel ini adalah untuk menentukan susu yang dikirim oleh KUD
layak atau tidak untuk pembuatan yoghurt. Pengujian khusus yang dilakukan di CV.
Cita Nasional untuk pembuatan yoghurt antara lain uji alkohol, antibiotik dan
organoleptik

B. Proses Pembuatan Biang

Berikut ini adalah proses pembuatan starter yoghurt di CV. Cita Nasional yang
dilakukan oleh pegawai Quality Control, langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Pembuatan Starter (bibit) F1 Pertama-tama 2 liter aquades dipanaskan sampai


mencapai suhu 43°C. Lalu susu skim sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam
aquades yang sudah dipanaskan, dan dicampur rata. Kemudian 10 gram bubuk
starter instan “YOGHURTMET” dimasukkan dan dicampur rata. Setelah itu
diinkubasi di dalam oven selama 5 jam pada suhu 43°C. Pembuatan starter F1 ini
disimpan di dalam kaleng plastik 2,5 kg. Di dalam bubuk starter instan
“YOGOURTMET” terkandung 3 jenis bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus,
Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus acidophilus.

2. Pembuatan Starter (bibit) F2 Sebanyak 30 liter aquades dipanaskan sampai


mencapai suhu 43°C. Kemudian susu skim sebanyak 4 kg dicampurkan ke dalam
aquades yang bersuhu 43°C tersebut. Setelah itu dimasukkan 1 liter starter F1 dan
dicampur hingga rata. F2 merupakan turunan kedua dari starter F1, dan yoghurt
yang dihasilkan oleh CV. Cita Nasional merupakan turunan ketiga dari starter F1
tersebut. CV. Cita Nasional menggunakan starter F2 karena terkait dengan biaya
produksi yang dikeluarkan.

3. Pembuatan yoghurt

Proses Pembuatan Yoghurt Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan yoghurt


pada CV. Cita Nasional adalah susu segar, susu skim, gelatin. Susu segar yang
berasal dari KUD tidak boleh mengandung antibiotik. Apabila dalam pengujian
antibiotik negatif, maka susu segar, skim, dan gelatin dicampur ke dalam tangki
pencampuran pada suhu 55°C sampai 60°C selama 15 menit melalui PHE (Plate
Heat Exchanger) agar bahan dapat tercampur rata. Setelah selesai proses
pencampuran, susu dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 detik. Lalu susu
dialirkan kembali ke PHE dan diturunkan suhunya menjadi 35°C-40°C.

Setelah proses homogenisasi dan pasteurisasi selesai, selanjutnya susu dialirkan ke


tangki inkubasi yang berdaya tampung 8.000 liter. Inkubasi dilakukan pada suhu
42-45°C dan ditambahkan susu skim dan biang kultur yang pengeceran kedua
sebanyak 2% - 3% lalu diaduk hingga rata. Lama proses inkubasi yaitu 5-6 jam, dan
indikator adalah tingkat keasaman yang sudah ditentukan oleh CV. Cita Nasional.
pH yoghurt yang dihasilkan adalah 4-4,5. Sebelum dilakukan pengemasan dan
pendinginan, yoghurt diuji terlebih dahulu.

Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dalam pembuatan yoghurt adalah gula,
pektin (pengental), pewarna dan flavor. Bahan-bahan tersebut ditambahkan setelah
proses inkubasi selesai. Produk yoghurt cup 150 ml memiliki varian rasa
diantaranya adalah anggur, stroberi, mangga dan blueberry. Yoghurt dalam kemasan
botol dengan volume 250 ml memiliki varian rasa stroberi dan plain. Kemasan cup
yang digunakan dari bahan polypropylene (PP) yang bersifat ringan dan kuat. Pada
kemasan botol 250 ml diproduksi oleh PT. Innovative Plastik Packaging, Jakarta.
Kemasan cup maupun botol sudah menggunakan mesin filler secara otomatis.
Pengemasan untuk yoghurt cup sudah menggunakan mesin sealing secara otomatis,
sedangkan pada yoghurt kemasan botol, terkadang tutup botol masih ditutup secara
manual apabila mesin penyegel tidak dapat menutup botol dengan rapat. Yoghurt
cup dan botol setelah dikemas dimasukkan ke dalam krat supaya lebih mudah dalam
distribusi ke konsumen. Lalu yoghurt disimpan pada cold storage. Mesin filling
yoghurt cup dan yoghurt botol.

3.4 Analisis Mutu

Susu segar dari KUD-KUD, akan diambil sampel terlebih dahulu sebelum masuk ke
dalam tangki penampungan susu segar. Susu segar yang datang akan segera diambil sampel
dengan mengaduk truk yang berisi susu segar menggunakan pengaduk stainless steel yang
sebelumnya sudah disterilisasi dengan air panas. Kemudian susu segar diambil sebanyak 2
liter. Lalu dilakukan pengujian kualitas susu, diantaranya adalah uji pH, organoleptik,
temperatur, alkohol, pemalsuan susu (glukosa, pati, lemak nabati), kadar lemak, padatan
total, antibiotik, serta Methylen Blue Reduction Test (MBRT). Parameter penerimaan susu
segar pada CV. Cita Nasional dapat dilihat pada Lampiran 4.  Uji Methylen Blue
Reduction Test (MBRT) Pengujian MBRT merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui total keseluruhan bakteri yang terkandung di dalam susu. Uji MBRT adalah
pengukuran waktu yang digunakan bakteri untuk mereduksi methylen blue. Apabila
semakin cepat methylene blue habis, maka semakin banyak pula kandungan bakteri yang
ada di kandungan susu tersebut. Waktu yang ditentukan oleh CV. Cita Nasional dalam
pengujian ini adalah minimal 2 jam.

Uji Antibiotik Dalam pembuatan yoghurt pengujian antibiotik sangat penting untuk
dilakukan. Hal ini dikarenakan antibiotik akan menentukan hidup dan mati dari bakteri
inokulum. Tahapannya adalah susu dipanaskan hingga mencapai suhu 25-27°C, lalu susu
diambil dengan menggunakan “dokter beta” sampai batas volume pipet. Kemudian susu
dituang ke dalam wadah sampel “dokter beta” dengan hati-hati dan diratakan sampai ke
seluruh permukaan wadah. Kemudian dipstick dicelupkan dan dipastikan semua ujung
tercelup. Didiamkan selama 5 menit lalu diamati. Apabila terdapat 3 garis muncul pada
dipstick maka antibiotik negatif, namun apabila yang muncul 1 atau 2 atau 3 garis samar-
samar maka antibiotik dinyatakan positif. Jika dinyatakan postif susu tersebut tidak bisa
digunakan untuk pembuatan yoghurt, hal ini dapat menyebabkan bakteri tidak bisa tumbuh.

3.4.1 Pengawasan Mutu Proses Produksi Yoghurt

Setelah susu segar negatif dari pengujian antibiotik, dan juga saat pengujian MBRT
dianggap layak untuk diproduksi, susu segar akan dipindahkan ke dalam tangki
penyimpanan susu segar melalui pipa. Lalu starter yoghurt dicampurkan ke dalam
susu yang sudah layak produksi tersebut, dan diinkubasi pada suhu 43°C selama 5
jam. Kemudian sampel diukur keasamannya, yaitu 4-4,5. Setelah mencapai pH yang
sesuai dengan standar, lalu ditambahkan gula, perasa sesuai dengan pesanan
konsumen. Pengawasan mutu yang dilakukan saat proses produksi diantaranya
adalah diatur suhu serta pH yang sesuai dengan pertumbuhan mikoorganisme dalam
membuat yoghurt tersebut. Hal ini dilakukan agar yoghurt yang diproduksi layak
untuk dikonsumsi konsumen.

3.4.2 Pengawasan Mutu Produk Akhir Yoghurt

Produk yang sudah dikemas, sebelum dipasarkan ke konsumen terlebih dahulu


dikontrol kualitasnya untuk memastikan produk yoghurt memiliki kualitas yang
baik dan aman dikonsumsi. Pengambilan sampel dilakukan saat yoghurt sudah
dikemas. Pengambilan sampel ini dilakukan sebagai bentuk kontrol mutu pada
produk sebelum dipasarkan ke konsumen pada hari ke-0. Pengujian yang dilakukan
oleh CV. Cita Nasional diantaranya adalah uji organoleptik, alkohol, pH, suhu,
kandungan lemak total, brix, uji tekstur, kekentalan dan padatan total. CV. Cita
Nasional belum menentukan standar untuk produk yoghurt yang diproduksi, oleh
karena itu CV. Cita Nasional menerapkan Standar sesuai dengan SNI Yoghurt tahun
2009. Setiap kali produksi CV. Cita Nasional akan mengambil sampel sebanyak 12
cup dan botol yoghurt secara acak untuk dilakukan pengujian harian.

3.4.3 Uji Organoleptik

Parameter pengujian organoleptik diantaranya adalah warna, rasa dan bau. Yang
melakukan pengujian ini adalah panelis terlatih dari tim QC CV. Cita Nasional.

3.4.4 Uji Suhu

Pengujian suhu dilakukan menggunakan termometer, dengan mencelupkan ke


dalam produk hingga didapatkan suhu yang stabil. Suhu yang ditetapkan oleh CV.
Cita Nasional pada produk yoghurt adalah 7-8°C. Untuk pengujian suhu dilakukan
ulangan sebanyak 3 kali dalam sekali produksi yoghurt.

3.4.5. Uji Alkohol

Uji alkohol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui baik atau tidaknya kualitas
yoghurt yang diproduksi. Pertama 2 ml sampel susu dimasukkan ke tabung reaksi,
kemudian dimasukkan alkohol 71% dengan perbandingan 1:1, lalu dilakukan
pengocokan. Mulut tabung ditutup dengan ibu jari, lalu dibalikkan posisinya.
Hasilnya negatif apabila didapatkan emulsi susu utuh, dan apabila positif maka
emulsinya akan pecah dan tidak layak untuk dikonsumsi.

3.4.6 Uji pH

Alat yang digunakan untuk pengujian pH adalah pH meter. Pertama, dilakukan


standarisasi dengan mengalirkan katoda pH meter menggunakan air hingga
menunjukkan nilai pH yang netral. Kemudian katoda dicelupkan ke dalam sampel
yoghurt sampai menunjukkan angka pH yang tetap. Standar yang sudah ditetapkan
oleh CV. Cita Nasional untuk produk yoghurt adalah 4-4,5.

3.4.7 Uji Brix


Pengujian brix dilakukan untuk mengetahui tingkat kemanisan pada yoghurt yang
sudah diproduksi. Pada pengujian ini menggunakan alat brix refractometer. Mula-
mula kaca prisma refractometer dibilas menggunakan air dan dikeringkan
menggunakan tissue. Kemudian sejumlah sampel diambil menggunakan pipet dan
diteteskan ke atas kaca prisma refractometer. Setelah itu refractometer diarahkan ke
tempat dengan sumber cahaya sehingga skala brix dapat terlihat.

3.4.8 Uji Kadar

Lemak Total Pengujian kadar lemak dilakukan dengan menggunakan tabung


butirometer. Pertamatama 10 ml larutan H2SO4 91% dimasukkan ke dalam tabung
butirometer. Kemudian sampel yoghurt diambil menggunakan pipet gondok
(standar Funce Gerber) dan dimasukkan ke dalam butirometer. Lalu ditambahkan
amil alkohol sebanyak 1 ml. Kemudian butirometer ditutup serapat mungkin dan
dikocok, dan dimasukkan ke dalam sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan
1500 rpm.

3.4.9 Uji Padatan Total

Pengujian padatan total dilakukan dengan menggunakan moisture analyzer.


Pertamatama sampel yoghurt sebanyak 5 gram diteteskan ke dalam cawan petri, lalu
penutup moisture analyzer dikatupkan dan diatur proses pemanasannya 140°C.
Yang terlihat pada skala moisture analyzer adalah % kadar air, dan untuk
mengetahui padatan total dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut : % Padatan total = 100% - % moisture Berbeda dengan pengawasan mutu
produk susu pasteurisasi dan homogenisasi yang diproduksi oleh CV. Cita Nasional
yang setiap hari sudah dilakukan pengujian harian. Untuk produk yoghurt belumlah
dilakukan pengujian secara berkala.
BAB IV

KESIMPULAN

Susu sapi segar Susu sapi segar merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari
beberapa KUD yang memenuhi standar untuk memproduksi yoghurt. Ketika susu dari
KUD datang, akan dilakukan berbagai pengujian sebelum digunakan dalam pembuatan
yoghurt. Pengujianpengujian yang dilakukan adalah uji alkohol, MBRT (Methylen Blue
Reduction Test), organoleptik (aroma, warna dan rasa), pH, karbonat, peroksida, lemak,
berat jenis dan total padatan, dan uji antibiotik.

Yoghurt merupakan produk fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus


thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sebagai bakteri starternya

Daftar Pustaka

Adriani, L., Indryati, N., Tanuwiria, U. H., Mayasari, N. 2008. Aktivitas Lactobacillus
acidophilus dan Bifidobacterium terhadap Kualitas Yoghurt dan Penghambatannya pada
Helicobacter pylori. Jurnal Bionatura, 10 (2) : 129-140.

Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai