Yang Diinginkan
Bagi sebagian orang, perubahan mungkin menakutkan. Namun, perubahan juga membawa
harapan. Sebagian besar dari kita tentu ingin berubah menjadi lebih baik; bekerja lebih
baik, dan memperoleh hasil yang lebih baik. Intinya, sebagian besar orang sebetulnya
tertarik melakukan perubahan. Sayangnya, banyak dari kita tidak tahu harus mulai dari
mana, atau malah terhantui dengan kegagalan di masa lalu ketika inisiatif perubahan
membuahkan kegagalan.
Kegagalan adalah proses pembelajaran dan bagian dari perjalanan. Bagaimanapun, kita
ingin segala hal yang kita lakukan memberikan hasil yang diharapkan.
The story about change yang bercerita tentang sekelompok penguin tadi menjadi sebuah
refleksi bahwa perubahan akan selalu ada dalam setiap kondisi. Perubahan menjadi sebuah
proses yang terus akan dilalui. Dalam bukunya yang berjudul “Leading Change” Kotter juga
mengemukakan bahwa untuk memulai proses perubahan ada beberapa langkah yang harus
dibangun. Berikut delapan langkah yang dijelaskan Kotter dalam bukunya demi menuju
perubahan yang diinginkan.
Di banyak kasus, urgensi yang paling memotivasi didorong oleh sosok pemimpin. Jika
transformasi meliputi seluruh sendi perusahaan, maka di tangan CEO-lah keberhasilan fase
pertama dalam proses transformasi ini berada. Ketika level urgensi tidak terpompa
sepenuhnya, transformasi tidak bisa membuahkan kesuksesan dan masa depan perusahaan
tak ubahnya seperti telur di ujung tanduk.
Lalu bagaimana kita mengetahui level urgensi cukup tinggi? Menurut pengamatan Kotter,
level urgensi telah cukup untuk melakukan perubahan ketika 75% manajemen menyatakan
akan adanya kebutuhan yang mendesak untuk berubah, agar perubahan bisa berhasil.
Walaupun inisiatif perbaikan seringkali dimulai oleh satu atau dua orang saja, namun
inisiatif yang sukses mampu menghimpun lebih banyak massa dan membentuk koalisi
kepemimpinan yang kuat.
Kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari para karyawan kunci sangat penting dalam
tahap kedua ini. Orang-orang perlu diyakinkan bahwa perubahan itu perlu. Mengelola
perubahan saja bukan menjadi satu-satunya jalan keluar, karena betapapun bagusnya ide
perubahan, keberhasilannya bergantung dari eksekusi para individunya.
Dalam usaha transformasi yang sukses, chairman, presiden, atau manajer umum, ditambah
lima hingga lima puluh orang lainnya, bersatu dan mengembangkan komitmen bersama
untuk meningkatkan keunggulan kinerja perusahaan melalui perubahan. Koalisi semacam
ini, dalam banyak kasus yang diamati Kotter, sangat powerful untuk memastikan
kesuksesan –dalam hal titel, ekspertis, informasi, reputasi dan hubungan kerja.
Sedikit tips dari Kotter: jika Anda tidak bisa mengkomunikasikan visi dalam waktu kurang dari
lima menit kepada seseorang dan mendapatkan reaksi yang menyiratkan pemahaman dan
ketertarikan, artinya Anda belum melalui tahap ini dengan sukses dalam rangkaian proses
transformasi perusahaan.
Apa yang Anda lakukan dengan visi Anda setelah Anda membuatnya akan menentukan
keberhasilan Anda dalam memimpin perubahan. Pesan yang mungkin Anda sampaikan
dalam visi Anda adalah tentang keadaan ‘di luar ‘ yang makin sulit diprediksi namun
menuntut perusahaan untuk tetap dalam keadaan yang siap menghadapi persaingan.
Sehingga dengan keadaan seperti itu, Anda perlu berkomunikasi cukup sering dan
menunjukkan effort Anda dalam setiap upaya yang Anda lakukan (walk the talk).
Tanpa adanya kemampuan komunikasi yang kredibel, hati dan pikiran karyawan tidak
akan bisa dimenangkan. Eksekutif yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik
menanamkan pesan-pesan yang tersirat dalam aktivitas sehari-harinya. Mereka
mendiskusikan dan berbicara tentang peranan masing-masing level karyawan untuk
mendukung transformasi.
Perubahan dimulai ketika sejumlah besar individu dalam perusahaan telah teryakinkan
untuk mencoba pendekatan baru, mengembangkan ide-ide baru, dan memberikan peran
kepemimpinan. Seiring dengan prosesnya, semakin besar massa yang memiliki visi
bersama dan sepakat untuk memulai proses transformasi. Hingga titik tertentu,
komunikasi yang efektif mengenai arah tujuan perusahaan yang baru.
Namun, pertanyaannya adakah pihak atau individu yang menolak perubahan? Atau apakah
ada proses atau struktur yang mengambat proses Anda melakukan perubahan?
Dalam paruh pertama proses transformasi, tidak ada organisasi yang memiliki cukup
momentum, waktu dan kekuatan untuk menyingkirkan semua hambatan sekaligus. Namun
pilihlah salah satu hambatan terbesar dan singkirkanlah. Jika penghambat tersebut adalah
karyawan, perlakukanlah ia dengan adil dan sesuai dengan visi baru perusahaan. Namun
tindakan nyata menjadi sesuatu yang esensial, baik untuk memotivasi karyawan dan
menjaga kredibilitas usaha menuju perubahan itu sendiri. Seiring berjalannya waktu,
perusahaan harus memikirkan cara-cara untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
proses menuju perubahan.
Transformasi membutuhkan banyak waktu. Sebagian besar orang tidak mampu menempuh
perjalanan jauh jika mereka tidak melihat sedikit titik terang dalam 12 atau 24 bulan, yang
akan menandakan bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar dan makin mendekati
tujuan akhir. Tanpa ada kemenangan-kemenangan kecil, akan ada banyak orang yang
menyerah dan kehilangan kesabaran. Inisiatif-pun menjadi basi.
Kemenangan kecil dalam jangka pendek tidak hanya membawa dampak positif untuk moral
karyawan. Perusahaan-pun akan merasakan keuntungannya, baik peningkatan
produktivitas, kualitas, bahkan revenue. Kemenangan-kemenangan kecil ibaratnya cicilan
yang akan melunasi target berupa kemenangan besar yang menjadi bagian dari visi
perusahaan.
Langkah #7: Menguatkan Perubahan
Kotter berpendapat bahwa banyak inisiatif perubahan gagal karena kemenangan yang
dinyatakan terlalu dini. Perubahan yang benar-benar nyata terjadi tidak dalam waktu
sekejap. Kemenangan yang dicapai dalam jangka pendek hanya tahap awal dari apa yang
perlu dilakukan untuk mencapai perubahan jangka panjang.
Perubahan akan bertahan ketika telah menjadi “cara perusahaan melakukan segala
sesuatu,” ketika perubahan tersebut telah masuk kedalam urat nadi yang mengalirkan
darah ke seluruh sendi perusahaan. Hingga perubahan (perilaku yang baru) telah berakar
kuat dalam norma-norma sosial dan shared value di perusahaan, perubahan tersebut rentan
terhadap degradasi ketika tekanan untuk melakukan perubahan telah melonggar.
Ada dua faktor yang menentukan keberhasilan integrasi perubahan kedalam budaya
perusahaan:
Pertama: usaha untuk menunjukkan kepada setiap orang bahwa pendekatan, perilaku, dan
cara kerja yang baru memang memberikan dampak besar dalam peningkatan kinerja yang
terjadi.
Untuk membuat sebuah perubahan berhasil, Kotter mengatakan diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh dari setiap elemen di dalam organisasi. Ketika Anda merencanakan
dengan hati-hati serta membangun fondasi yang tepat, maka melakukan upaya-upaya
perubahan pun akan lebih mudah sehingga peluang Anda untuk berhasil memimpin
perubahan pun lebih besar.***