Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

DALAM RANGKA TUGAS PRAKTIK KLINIK MATA KULIAH :


KEPERAWATAN MATERNITAS
DOSEN : ERNI CHAERANI, MKM

Disusun Oleh

Lestari Septie Rizki


181440123

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG


PRODI KEPERAWATAN PANGKALPINANG
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN (ANTE PARTUM ) DENGAN
PLASENTA PREVIA

A. Pengertian
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internal. Dari seluruh kasus perdarahan
antepartum plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh karena
itu, pada kejadian perdarahan atepartum, kemungkinan plasenta previa
harus dipikirkan terlebih dahulu karena darah yang keluar terus-menerus
bisa mengakibatkan ibu anemia bahkan mengalami syok hingga kematian.
( Jurnal Midwifery. 2019 )
Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah
sehingga menutupi sebagian /seluruh ostium uteri internum (implantasi
plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding belakang rahim
atau di daerah fundus uteri). ( Johnston TA . 2011 )
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus. ( Cunningham.2013 )

B. Tujuan perawatan secara umum


Tujuan dari perawatan plasenta previa secara umum adalah untuk
mengatasi terjadinya pendarahan dari vagina selama kehamilan masih
berlangsung. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan cara
menghindari adanya intervensi tertentu pada mulut rahim.
C. Perubahan Fisiologi dan Psikologi
1. Fisiologi
a. Vagina dan Vulva
Hormon estrogen mempengaruhi sistem reproduksi
sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi dan hyperemia pada
vagina dan vulva. Peningkatan vaskularisasi menyebabkan
warna kebiruan pada vagina yang disebut dengan tanda
Chadwick . (Kumalasari, 2015)
b. Serviks Uteri
Serviks bertambah vaskularisasinya dan menjadi
lunak (Soft) yang disebut dengan tanda Goodell. Kelenjar
endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan
mucus. Oleh karena pertambahan dan pelebaran pembuluh
darah, warna menjadi livid yang disebut dengan tanda Chadwick
(Dewi. 2011)
c. Perubahan Kardiovaskuler atau Hemodinamik
Karakteristik yang khas adalah denyut nadi istirahat
meningkat sekitar 10 sampai 15 denyut per menit pada
kehamilan. Oleh karena diagfragma makin naik selama
kehamilan jantung digeser ke kiri dan ke atas. Sementara itu,
pada waktu yang sama organ ini agak berputar pada sumbu
panjangnya. Keadaan ini mengakibatkan apeks jantung
digerakkan agak lateral dari posisinya pada keadaan tidak hamil
normal dan membesarnya ukuran bayangan jantung yang
ditemukan pada radiograf (Dewi .2011)
d. Perubahan pada sistem Pernafasan
Timbulnya keluhan sesak dan pendek nafas. Hal ini
disebabkan karena uterus yang tertekan kea rah diagfragma
akibat pembesaran rahim.Volume tidal (volume udara yang
diinspirasi/diekspirasi setiap kali bernafas normal) meningkat.
Hal ini dikarenakan pernafasan cepat dan perubahan bentuk
rongga toraks sehingga O2 dalam darah meningkat (Kumalasari,
2015 )
e. Perubahan Pada Ginjal
Selama Kehamilan ginjal bekerja lebih berat. Ginjal
menyaring darah yang volumenya meningkat sampai 30-50%
atau lebih, yang puncaknya terjadi pada kehamilan 16-24
minggu sampai sesaat sebelum persalinan. (Pada saat ini aliran
darah ke ginjal berkurang akibat penekanan rahim yang
membesar.) Terjadi miksi (berkemih) sering pada awal
kehamilan karena kandung kemih tertekan oleh rahim yang
membesar. Gejala ini akan menghilang pada Trimester III
kehamilan dan di akhir kehamilan gangguan ini muncul kembali
karena turunnya kepala janin ke rongga panggul yang menekan
kandung kemih (Kumalasari, 2015)
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh dari peningkatan estrogen, progesterone,
dan elastin dalam kehamilan menyebabkan kelemahan jaringan
ikat serta ketidakseimbangan persendian. Pada kehamilan
trimester II dan III Hormon progesterone dan hormon relaksasi
jaringan ikat dan otot-otot. Hal ini terjadi maskimal pada satu
minggu terakhir kehamilan. Postur tubuh wanita secara bertahap
mengalami perubahan karena janin membesar dalam abdomen
sehingga untuk mengompensasi penambahan berat ini, bahu
lebih tertarik ke belakang dan tulang lebih melengkung, sendi
tulang belakang lebih lentur dan dapat menyebabkan nyeri
punggung pada beberapa wanita (Dewi. 2011).
2. Psikologis
a. Trimester I
Trimester pertama ini sering dirujuk sebagai masa penentuan
Penentuan untuk menerima kenyataan bahwa ibu sedang hamil. Segera
setelah konsepsi, kadar hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh
akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual dan muntah pada
pagi hari, lemah,lelah dan membesarnya payudara. Ibu merasa tidak
sehat dan sering kali membenci kehamilannya (Kamariyah. 2014)
b. Trimester II
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran
kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ibu sudah menerima kehamilannya
dan mulai dapat menggunakan energy serta pikirannya secara
konstruktif (Kumalasari, 2015)
c. Trimester III
Trimester ketiga sering kali disebut periode menunggu dan
waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran
bayinya. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul kembali pada
trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya jelek. Disamping
itu, ibu mulai merasa sedih karena akan berpisah dari bayinya dan
kehilangan perhatian khusus yang diterima selama hamil. Pada
trimester inilah ibu memerlukan keterangan dan dukungan dari suami,
keluarga dan bidan (Dewi.2011)

3. Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah
uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai
membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium
uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya Darah yang berwarna merah segar,
sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya
normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan
yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan mulai. (Benirschke K.2012)

D. Keluhan yang mungkin terjadi Gambaran klinis plasenta previa yang


biasanya timbul adalah : perdarahan pada trimester ke III tanpa sebab,
terjadi sewaktu-waktu, tanpa disadari, tanpa nyeri dan terjadinya berulang-
ulang,presentasi janin tidak masuk panggul, letak janin bergeser dan
berubah.
Keluhan yang mungkin dirasakan ibu :
 Trimester 1 : mual, muntah
 Trimester 2 : sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
 Trimester 3 : pendarahan pervagina
(Rosenberg T. 2011)

E. Proses Perawatan Antenatal


1. Data dasar pada trimester 1-3
a. Trimester 1
Pemeriksaan yang pertama dilakukan pada antenatal care adalah :
 Mendiagnosis dan menghitung umur kehamilan
 Mengenali dan menangani penyulit yang mungkin terjadi
pada masa kehamilan
 Mengenali dan mengobati penyakit yang diderita sedini
mungkin
 Menurunkan angka mobiditas dan mortalitas ibu dan anak
 Memberikan nasehat tentang keluarga berencana,
kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi
b. Tremister 2
Ibu dianjurkan melakukan pemeriksaan 1 bulan sekali sampai
umur kehamilan 28 minggu. Pemeriksaan atau data yang
dilakukan :
 Pengenalan komlikasi kehamilan dan pengobatannya
 Penapisan pre eklamsi, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
 Mengulang perencanaan persalinan
c. Trimester 3
Ibu melakukan pemeriksaan setiap 2 minggu :
 Mengenali adanya kelainan letak janin
 Mementapkan rencana persalinan
 Mengenali tanda-tanda persalinan
(Hutahaean.2013)
2. Keluhan umum pada trimester 1-3
a. Trimester 1
 Nyeri ulu hati
 Mual muntah
 Mengidam
 Gangguan berkemih
 Obstipasi
 Varises
 Flour albus
 Mudah lelah
 Perubahan payudara dan rasa nyeri
b. Trimester 2
 Kram otot
 Anemia
 Perubahan libido
c. Trimester 3
 Hemoroid
 Pegal-pegal
 Sering buang air kecil
 Kram dan nyeri pada kaki
 Gangguan pernafasan
 Edema

3. Pemeriksaan fisik ( Leopold manuver )


Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa plasenta previa :
a. Inspeksi : terlihat pendarahan pervagina bewarna merah
segar.
b. Palpasi abdomen : janin sering belum cukup bulan, pada
pemeriksaan fisik obstetrik berupa palpasi abdomen
(leopold manuver) sering dijumpai kelainan letak pada
janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena belum
cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian
terbawah janin belum turun, apabila letak kepala,
biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau
mengolak diatas pintu atas panggul. Bila sudah cukup
pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen
bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.
 Leopold 1 : TFU terpegang anta px dengan pusat,
pada fundus teraba keras
 Leopold 2 : perut sebelah kiri atau kanan masih
dapat teraba
 Leopold 3 : pada bagian terbawah janin teraba
ada satu bantalan yang mengganjal pada segmen
bawah rahim
 Leopold 4 : bagian terbawah janin belum masuk
PAP ( divergen )
c. Inspekulo : dapat diketahui asal pendarahan, apakah dari
dalam uterus, varises yang pecah atau lain-lain
d. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja
operasi karena dengan pemeriksaan dalam akan
menyebabkan pendarahan yang lebih keras.

4. Diagnosa keperawatan
(NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and
classification. 2018)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Mual berhubungan dengan kehamilan
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan sekunder

5. Intervensi keperawatan
(Nursing Interventions Classification (NIC). 2016)
a.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien tidak merasakan nyeri dengan kriteria
hasil :
 Skala nyeri berkurang dari 3 menjadi 1 dalam skala
0-10
 Pasien mengatakan nyeri berkurang.
 Ekpresi wajah tampak rileks.
 Pasien dapat melakukan nafas dalam secara mandiri

Intervensi :
 Kaji ulang lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan
skala nyeri.
 Monitor tanda-tanda vital (TD, N, RR)
 Atur posisi senyaman mungkin
 Ajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologi :
nafas dalam
 Jelaskan penyebab nyeri yang dialami pasien
 Kelola pemberian parasetamol 500 mg per oral jika
perlu

b. Mual berhubungan dengan kehamilan


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam
diharapkan pasien tidak mual dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak muntah
 Nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
 Kaji penyebab mual pasien
 Observasi mual dan muntah
 Ciptakan suasana yang nyaman dan bersih
 Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering
 Berikan pilihan makanan yang disukai pasien dan
makanan yang tidak berbau menyengat, modifikasi
diet
 Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut
 Anjurkan kepada pasien untuk memakan makanan
yang lunak
 Kelola pemberian suplemen dan vitamin : sulfas
ferosus 600 mg/24 jam , albumin 500 mg/24 jam per
oral
 Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
antiemetic

c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan


ketidakadekuatan pertahanan sekunder
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria
hasil :
 Suhu rentang 36,5-37,5oC
 Tidak terlihat tanda gejala infeksi (tumor, rubor,
kalor dolor, fungsio laesa)
Intervensi :
 Observasi suhu aksila dan tanda gejala infeksi
 Lakukan vulva hygiene
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, batasi
pengunjung
 Anjurkan pasien banyak minum : 2 liter per hari
 Ajarkan keluarga dan pasien mengenai tanda dan
gejala infeksi dan cara mencegahnya
 Kelola pemberian antibiotik injeksi cefotaxim 500
mg/12 jam per IV

6. Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan radio-isotop. Plasento grafi
jaringan lunak (soft tissue plasenthografy).
Untuk mencoba melokalisir plasenta
 Sitografi. Kepala ditekan kebawah kearah
pintu atas panggul. Bila jarak kepala dan
kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm,
maka terdapat kemungkinan plasenta previa
(memasukan 40cc larutan NaCL 12,5%
dengan kandung kemih kosong).
 Plasentografi indirek. Menghitung jarak
antara kepala-simfisis dan kepala
promotorium (ibu dalam posisi berdiri atau
duduk setengah berdiri).
 Arteriografi. Dengan memasukan zat kontras
kedalam rongga amnion.dan akan jelas
terlihat di daerah kosong (diluar janin)
dalam rongga rahim.
 Radio isotop plasentografi.
 Ultra sonografi. Tidak membahayakan radiasi
pada janin

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses:


definitions and classification 2018. Jakarta: EGC
Rosenberg T, Pariente G, Sergienko R, Wiznitzer A, Sheiner E.
Critical analysis of risk factors and outcome of placenta previa.
Archives of Gynecology and Obstetrics 2011; 284:47-51.
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri
William, 23 ed: Penerbit buku kedokteran EGC, 2013
Benirschke K, Burton GJ, Baergen RN. Pathology of The Human
Placenta, 6 ed. Berlin: Springer, 2012.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M.
(2016). Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.
Philadelpia: Elsevier.
Serli, Anieq, Nadyah, 2019. Manajemen Asuhan Kebidanan
Antenatal pada Ibu dengan Masalah Plasenta Previa Disertai
Anemia di RSUD Syekh Yusuf Gowa. UIN allaudin makassar. Vol 1
No 2 Tahun 2019
Hutahaean.2013.Perawatan Antenatal.Jakarta: Salemba Medika
Kamariyah, Nurul, Yasi, Siti.2014.Buku Ajar Kehamilan untuk
Mahasiswa dan Praktisi Keperawatan serta Kebidanan.
Jakarta:Salemba Medika.
Johnston TA, Paterson-Brown MS. Placenta Praevia, Placenta
Praevia Accreta and Vasa Praevia: Diagnosis and Management.
RCOG Green–top Guideline No 27 2011.
Dewi, dkk. 2011. Asuhan kehamilan untuk kebidanan. Jakarta:
Salemba medika.
Kumalasari. 2015. Paduan praktik laboratorium dan klinik
perawatan, antenatal, postnatal. Intranatal. Bayi baru lahir dan
kontrasepsi. Jakarta : salemba medika
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM DENGAN MASTITIS

A. Pengertian
Mastitis merupakan kejadian yang ditandai dengan adanya rasa
sakit pada payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara yang
bisa disertai infeksi maupun non infeksi. Kejadian mastitis sekitar 15–21%
ibu menyusui yang terjadi pada 6-8 minggu pertama masa menyusui.
( Ika tristanti. 2019 )
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu. ( Alasiry. 2013 ).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut
juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan
ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban
penyakit bertambah berat (Andriani.2011).

B. Tujuan perawatan secara umum


Tujuan dari perawatan secara umum adalah diantaranya untuk
memperbaiki sirkulasi darah, serta untuk mengetahui secara dini kelainan
pada puting susu ibu dan melakukan usaha untuk mengatasinya.

C. Perubahan fisiologi dan psikologi


1. Fisiologi
Perubahan fisik yang mengalami mastitis dapat terlihat adanya
bentuk yang tidak simetris antara kwartir kanan dan kiri. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya peradangan yang menyebabkan
pembengkakan, adanya warna kemerahan, dan adanya respon rasa
sakit bila di palpasi, serta produksi susu yang menurun. Mastitis
kronis dapat menyebabkan terjadinya ganggren yang disertai dengan
pernanahan dengan infeksi berbagai macam bakteri.
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras
dan kadang terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting
teregang menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut
untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi
yang sama dengan payudara yang terkena.
(Amir .2014)

2. Psikologi

Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan


gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.Stres
dan kelelahan, wanita yang merasa nyeri dan demam sering
merasa lelah dan ingin istirahan, tetapi tidak jelas apakah
kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.

Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam


tiga periode yaitu sebagai berikut :

a. Periode Taking In
 Berlangsung 24 - 48 jam setelah melahirkan
 Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu
menjaga komunikasi yang baik
 Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain,
mengharapkan segala sesuatu kebutuhan dapat
dipenuhi orang lain
 Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
perubahan tubuhnya
 Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya
ketika melahirkan secara berulang-ulang
 Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat
tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan
tubuhnya seperti sediakala
 Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan
peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan
menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
b. Periode Taking Hold
 Berlangsung tiga sampai 10 hari setelah melahirkan
 Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dalam merawat bayi
 Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah
tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali
dukungan dari orang-orang terdekat
 Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa
percaya dirinya
 Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang
air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti
duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi
diri dan bayinya
c. Periode Letting Go
 Berlangsung 10 hari setelah melahirkan
 Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke
rumah
 Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
 Keinginan untuk merawat bayi meningkat
 Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang
berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby
blues
(Suryaningsih.2013)
3. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara
dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun
semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses
noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis
ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan
tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya mammae menjadi
tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen (terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium)
dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu
respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah
terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada
mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi
terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura atau robekan atau
perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry atau tempat masuknya bakteri. Proses
selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae. (Amir.2016)

D. Keluhan yang mungkin terjadi


 Nyeri saat disentuh
 Terasa bengkak dan mengeras seperti benjolan
 Mengeluarkan cairan putih kekuningan seperti nanah
 Kulit kemerahan
 Demam
(Wiknjosastro.2011)
E. Proses perawatan posnatal
1. Data dasar ( tanda infeksi dan pendarahan )
a. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir perdarahan dibagi menjadi
dua yaitu:
 Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama
akibat antonia uteri, retensio plaseta, sisa plasenta, laserasi
jalan lahir dan involusio uteri
 Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24
jam. Penyebab perdarahan sekunder adalah sub involusio
uteri, retensio sisa plasenta, infeksi postpartum.

b. Infeksi
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada
genitalia setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga
mencapai 38ºC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi postpartum
mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-
kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan
postpartum. Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang
tidak steril, luka robekan jalan lahir, perdarahan, pre eklamsia, dan
kebersihan daerah perineum yang kurang terjaga. Infeksi masa
postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor pemungkin, antara lain
pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.
(Mitayani, 2011).

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya
baik.
2) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat
kesadarannya adalah compos mentis.
3) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
b. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan
normal 120/80 mmHg
 Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-
110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
 Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya
16-20x/menit.
 Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
2) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
3) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis,
karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
6) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).
Tidak ada gangguan pada area ini.
7) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
8) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
9) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
10) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.

11) Kelenjar getah bening


Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena mastitis.
12) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat
lesi atau luka pada puting panyudara, panyudara teraba keras dan
tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di lakukan
palpasi terdapat pus.
13) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.
Tidak ada gangguan pada derah toraks.
 Cordis:
 Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
 Pulmo: 
 Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
 Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
14) Abdomen
 Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena
post partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi: tympani
 Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

3. Diagnosa keperawatan
(NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and classification.
2018)
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya
menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan

4. Intervensi keperawatan
(Nursing Interventions Classification (NIC). 2016)
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat
teratasi.
Kriteria Hasil:
 Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
 Ibu dapat beraktifitas dengan normal
 Suhu tubuh menurun
 Payudara tidak bengkak lagi dan lunak
 Nyeri mulai berkurang atau hilang
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan
intensitas nyeri).
 Berikan kompres hangat.
 Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan perawatan
payudara.
 Anjurkan klien untuk tidak menggunakan penyangga yang
terlalu ketat.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotic.
 Kolaborasi dalam melakukan insisiden biopsy jika ada
abses.

b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya


menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pemberian ASI
pada bayi efektif.
Kriteria Hasil:
 Ibu dapat menyusui bayinya dengan rileks
 Bayi mau menyusu lagi
 Tidak ada lagi puting susu luka atau lecet
Interensi :
 Anjurkan ibu untuk mengoleskan baby oil pada puting sebelum
dan sesudah menyusui.
 Ajarkan cara menyusui yang tepat agar tidak terjadi luka pada
putting.
 Lakukan perawatan payudara dan anjurkan ibu untuk
melakukan perawatan payudara secara tepat.
 Anjurkan ibu menyusui dengan menggunakan puting susu
secara perlahan-lahan.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terdapat
tanda dan gejala terjadinya infeksi.
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Mamae tidak merah dan regang lagi
 Tidak ada tanda infeksi
Intervensi :
 Kaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi.
 Lakukan perawatan luka atau abses dengan set yang steril.
 Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
 Kolaborasi dalam melakukan insisi atau biopsy dan
pemberian antibiotik.
 Berikan informasi pentingnya menjaga personal hygiene.

Pendidikan kesehatan :
1) Teknik menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan
ibu menyusui secara on demand, yaitu menyusui kapanpun
bayi meminta. Ibu tidak menggunakan jadwal dalam
menyusui dan tidak memberikan batas waktu untuk bayi
menyusui. Menyusui secara on demand merupakan cara
terbaik untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi
ASI. Ibu dianjurkan untuk menyusui dengan durasi yang
cukup lama dan tidak terlalu sebentar, minimal ibu menyusui
selama 5-7 menit 8 kali sehari. Ibu yang memerah ASI dan
menyimpannya ketika bayi sudah kenyang dan payudara
masih terasa penuh hanya berjumlah 11 orang, Hal ini dapat
menyebabkan bendungan dan payudara bengkak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan ibu tidak
mengeluarkan dan mengoleskan air susu pada puting sebelum
dan sesudah menyusui. Mengoleskan puting dengan ASI
penting untuk desinfektan dan menjaga kelembapan puting
susu agar tidak mudah kering dan pecah-pecah.
(Armita.2017)

2) Nutrisi post partum


Gizi atau makanan harus mengandung gizi
seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran dan
buah-buahan ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
 Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih
500 kalori tiap hari
 Makan dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral
 Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
 Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post
partum
 Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit
(Padila, 2014).
3) Senam nifas
Senam nifas sebagai salah satu bentuk latihan fisik,
akan memberi dampak terhadap sistem kardiovaskuler, aliran
darah otot dan curah jantung meningkat begitu pula pada
sistim pernafasan dan sistem metabolik dalam perubahan
ATP dan ADP dengan pelepasan energi ke otot untuk
berkontraksi. Kontraksi pada uterus akan mempercepat
proses involusi uterus yaitu perubahan retrogresif pada uterus
yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus. Uterus yang
berkontraksi dengan baik secara bertahap akan berkurang
ukurannnya, sampai tidak dapat dipalpasi lagi diatas simpisis
pubis. (Nurniati Tianastia Rullynil.2014)

Teknik melakukan senam nifas :


a) Hari pertama
Berbaring dengan lutut ditekuk. Tempatkan tangan
di atas perut di bawah area iga-iga. Napas dalam dan
lambat melalui hidung tahan hingga hitungan ke-5 atau ke-
8 dan kemudian keluarkan melalui mulut, kencangkan
dinding abdomen untuk membantu mengosongkan paru-
paru. Lakukan dalam waktu 5-10 kali hitungan.
b) Hari kedua
Berbaring terlentang, lengan dikeataskan diatas
kepala, telapak terbuka keatas. Kendurkan lengan kiri
sedikit dan renggangkan lengan kanan. Pada waktu yang
bersamaan rilekskan kaki kiri dan renggangkan kaki kanan
sehingga ada regangan penuh pada seluruh bagian kanan
tubuh. Lakukan 5-10 kali gerakan.
c) Hari ketiga
Sikap tubuh terlentang tapi kedua kaki agak
dibengkokan sehingga kedua telapak kaki menyentuh
lantai. Lalu angkat pantat ibu dan tahan hingga hitungan
ke-3 atau ke-5 lalu turunkan pantat ke posisi semula dan
ulangi gerakan hingga 5-10 kali.
d) Hari keempat
Sikap tubuh bagian atas terlentang dan kaki ditekuk
±45º kemudian salah satu tangan memegang perut setelah
itu angkat tubuh ibu ± 45º dan tahan hingga hitungan ke-3
atau ke-5. Lakukan gerakan tersebut 5-10 kali.
e) Hari kelima
Sikap tubuh masih terlentang kemudian salah satu
kaki ditekuk ± 45º kemudian angkat tubuh dan tangan
yang berseberangan dengan kaki yang ditekuk usahakan
tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara
bergantian dengan kaki dan tangan yang lain. Lakukan
hingga 5-10 kali.
f) Hari keenam
Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki
sehingga paha membentuk sudut ± 90º lakukan secara
bergantian dengan kaki yang lain. Lakukan 5-10 kali

5. Pemeriksaan penunjang (Ika Tristantia.2019)


Deteksi mastitis umumnya didasarkan pada indicator peradangan,
seperti jumlah sel somatik , sitokin inflamasi, aktivitas enzim (mis,
LDH atau NAGase), dan konduktivitas listrik laboratorium dan
pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan.
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur
dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
 pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan
respons yang baik dalam 2 hari
 terjadi mastitis berulang
 mastitis terjadi di rumah sakit
 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang
berat.

Pada post partum pemeriksaan penunjang atau laboratorium :

 Darah : hemoglobin dan hematokrit 12-24 jam post partum (


jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE ), eritrosit,
leukosit, trombosit.
 Klien dengan dower kateter di perlukan culture urine
DAFTAR PUSTAKA

Armita Iriyana Hasanah.2017. HubunganTeknik Menyusui dengan Risiko


Terjadinya Mastitis pada Ibu Menyusui di Desa Kemuning Kecamatan Arjasa
Kabupaten Jember. Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 (no.2), Mei, 2017.

Ika Tristanti.2019. mastitis (literature review). Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan


dan Kebidanan Vol.10 No.2 (2019) 330-337

Andriani.2011.perawatan payudarah pasca melahirkan.jogjakarta: nuhamedika

Alasiry, E. 2013. Buku Indonesia Menyusui : Mastitis. IDAI : Jakarta.

Padila.2014. keperawatan maternitas. Yogyakarta : nuhamedika

Mitayani. 2011. Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: salemba medika

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018. Jakarta: EGC

Nurniati Tianastia Rullynil.2014. Pengaruh Senam Nifas terhadap Penurunan


Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partum di RSUP DR. M. Djamil Padang.
Artikel penelitian.Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3).

Amir, L. H., dan The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee.


2014. ABM Clinical Protocol 4: Mastitis, Revisied March 2014. Breastfeeding
Medicine 9(5). 239-243.

Wiknjosastro GH (2011). Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 133-135.

Amir, H. L., Griffin, L., Cullinane, M., & Garland, M. S,. 2016. Probiotics and
Mastitis : Evidence Based Marketing. Internatinal Breastfeeding Journal.
LAPORAN PENDAHULUAN CA MAMAE

A. Pengertian
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling
banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya
pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel
tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor
(kanker) (Wijaya & Putri, 2013).
Kanker payudara adalah pertumbuhan sel payudara yang tidak
terkontrol dan membentuk neoplasma yang jahat dan jika tidak ditahan
atau dicegah pertumbuhannya dapat menyebabkan kematian.
( Evamona Sinuraya.2016)
Kanker payudara adalah suatu penyakit seluler yang dapat timbul
dari jaringan payudara dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan
untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel ( suzanna E.2012).

B. Tujuan perawatan secara umum


Tujuan perawatan secara umum adalah untuk mencegah atau
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor resiko yang diduga sangat erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara, banayak
pencegahan yang dapat dilakukan salah satunya adalah pencegahan primer
atau supaya tidak terjadinya kanker secara sederhana adalah mengetahui
faktor-faktor resiko kanker payudara, seperti yang telah disebutkan diatas,
dan berusaha menghindarinya. Prevensi primer agar tidak terjadi kanker
payudara saat ini memang sangat sulit yang bisa dilakukan adalah dengan
meniadakan atau memperhatikan beberapa faktor resiko yang erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudrara.

C. Perubahan Fisiologi dan Psikologi

1. Fisiologi
Perubahan fisiologi yang dialami sebagai indikasi kanker payudara
masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan
jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
 Terdapat massa utuh (kenyal)
 Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan,
bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
 Nyeri pada daerah massa
 Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area
mammae.
 Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat
distorsi ligamentum cooper.
 Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari
dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk
menimbulkan dimpling.
 Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor
berkeriput seperti kulit jeruk)
 Pengelupasan papilla mammae
 Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta
keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
 Ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.
(Luwia.2011)
2. Psikologi
Dampak psikologis yang dialami oleh tiap orang berbeda-beda
tergantung pada tingkat keparahan (stadium), jenis pengobatan yang
dijalani dan karakteristik masing-masing penderita. Sekitar 30,0%
penderita kanker mengalami permasalahan penyesuaian diri dan 20,0
% didiagnosis mengalami depresi. Dampak psikologis yang sering
dirasakan oleh pasien kanker payudara yaitu berupa ketidakberdayaan,
kecemasan, rasa malu, harga diri menurun, stres dan amarah.
( Fratiwi Oetami.2014)

3. Patofisiologi

Tumor atau neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah


dengan ciri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang
tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya.Neoplasma yang
maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang
tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan
menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar
ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan
secara biokimia terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas
tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi transformasi maligna dan
berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase :
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi
faktor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam
terjadinya kanker pada manusia. Kontak dengan karsinogen
membutuhkan waktu bertahun-tahun samapi bisa merubah
jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari
sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat
yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat
karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan
individu.
2. Fase in situ: 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi
pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga
mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan
akhirnya ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi
meleui membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh
darah serta limfe. Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung
antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran
ke tempat-tempat lain bertambah.
(Torre A. 2016), (Corwin. 2010)
D. Keluhan yang mungkin terjadi
Keluhan utama
 Benjolan di payudara
 Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
 Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
 Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
 Benjolan ketiak dan edema lengan
Keluhan tambahan
 Nyeri tulang ( vetebra, femur )
 Sesak dan lain sebagainya
(Paduan penatalaksanaan kanker payudara)

E. Proses perawatan
1. Data dasar
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat
serangkaian faktor genetik, hormonal dan kemudian kejadian
lingkiungan dapat menunjang terjadinya kanker
payudara.menjelaskan, penyebab dari kanker payudara masih belum
jelas, tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan
munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan familial.
a. Wanita risiko tinggi daripada pria (99:1)
b. Usia: risiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
c. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga kanker payudara
pada ibu/saudara perempuan
d. Riwayat menstrual
 Early menarche (sebelum 12 tahun)
 Late menopause (setelah 50 tahun)
e. Riwayat kesehatan
f. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 30
tahun, menggunakan alat kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan terapi estrogen.
g. Terapi radiasi: terpapar dari lingkungan yang terpapar
karsinogen.
h. Life style: diet lemak tinggi, mengkonsumsi alcohol
(minum 2x sehari), obesitas, trauma payudara, status
sosial ekonomi tinggi, merokok.
(Wijaya & Putri, 2013)
2. Pemeriksaan Fisik yang dilakukan secara fokus
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status
lokalis,regionalis,dan sistematik.biasanya pemeriksaan fisik
dimulai dengan menilai status generalis (tanda vital
pemeriksaan menyeluruh tubuh ) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis
skunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai
status lokalisasi dan regionalis, pemeriksaan ini dilakukan
secara sistematis inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan
dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi
lengan di samping, di aksila dan sekitar klavikula yang
bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumur primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening. Palpasi
payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang
(suspine). Kedua payudara di palpasi secara sistematis.
( paduan penatalaksanaan kanker payudara)

a. Pengkajian keperawatan
1) Identitas
2) Keluhan utama ada benjolan pada payudara dan lain-lain
keluhan serta sejak kapan riwayat penyakit (perjalanan
penyakit, pengobatan yang telah diberikan) faktor
etiologi/risiko.
3) Konsep diri mengalami perubahan pada sebagian besar
klien dengan kanker mammae.
4) Pemeriksaan klinis. Mencari benjolan karena organ
payudara dipengaruhi oleh faktor hormone antara lain
esterogen dan progesterone, maka sebaiknya
pemerikasaan ini dilakukan saat pengaruh hormonal ini
seminimal mungkin/setelah menstruasi ± 1 minggu dari
akhir menstruasi.
5) Inspeksi
 Simetri mammae kanan-kiri
 Kelainan papilla. Letak dan bentuk, adakah putting
susu, kelainan kulit, tanda radang, peaue d’orange,
dimpling, ulserasi, dan lain-lain. Inspeksi ini juga
dilakukan dalam keadaan kedua lengan diangkat
keatas untuk melihat apakah ada bayangan tumor di
bawah kulit yang ikut bergerak atau adakah bagian
yang tertinggal, dimpling dan lain-lain.
6) Palpasi
 Klien berbaring dan diusahakan agar payudara
tersebar rata atas lapangan dada, jika perlu
punggung diganjal bantal kecil.
 Konsistensi, banyak, lokasi, infiltrasi, besar, batas,
dan operabilitas.
 Pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar aksila)
 Adakah metastase nudus (regional) atau organ jauh
 Stadium kanker (sistem TNM UIIC, 1987)

3. Diagnosa keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipermetabolik
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
4. Intervensi keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cemas berkurang.
NOC :
 Anxiety control
 Coping
Kriteria Hasil :
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontol cemas
 Vital sign dalam batas normal
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Intervensi :
 Identifikasi pengalaman klien sebelumnya terhadap
penyakit yang dideritanya.
 Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
 Beri kesempatan klien untuk mengeksplorasi
perasaannya. Beri informasi dengan emosi wajar dan
ekspresi yang sesuai.
 Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping.
Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
 Catat koping yang tidak efektif, seperti kurang
interaksi sosial, ketidakberdayaan, dll.
 Anjurkan untuk mengembankan interaksi dan
support system.
 Berikan lingkungan yang aman dan nyaman.
 Pertahankan kontak klien, bicara dan sentuhan yang
wajar.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis


Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam
diharapkan nyeri berkurang
NOC :
 Pain Level,
 Pain control,
 Comfort level
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
 Identifikasi nyeri, lokasi, durasi, dan intensitas
 Evaluasi terapi: pembedahan, radiasi, kemoterapi,
bioterapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara
menghadapinya.
 Berikan pengalihan seperti reposisi, aktivitas
menyenangkan seperti mendengarkan music atau
menonton TV
 Menganjurkan teknik penanganan stress (teknik
relaksasi, visualisasi, bimbingan), berikan sentuhan
terapeutik.
 Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
 Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan
klien.
 Berikan analgetik sesuai dengan indikasi seperti
morfin, methadone, narkotik, dll
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien
mengetahui penyakitnya.
NOC :
 Kowlwdge : disease process
 Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi :
 Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnose,
pengobatan dan akibatnya.
 Tentukan persepsi klien tentang kanker dan
pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman
klien lain yang menderita kanker.
 Beri informasi yang akurat dan factual
 Baerikan bimbingan kepada klien dan keluarga sebelum
mengikuti prosedur pengobatan, terapi yang lama, dan
komplikasi
 Anjurkan pada klien untuk memberikan umpan balik.
 Review klien/keluarga tentang status nutrisi yang optimal
 Anjurkan klien untuk mengkaji membrane mukosa
mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema,
ulcerasi.
 Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.

d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan hipermetabolik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien
memenuhi.
NOC :
 Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
 Minitor intake makanan setiap hari, apakah klien
makan sesuai dengan kebutuhannya.
 Timbang ukur berat badan.
 Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan
pembesaran kelenjar parotis
 Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dengan intake cairan yang adekuat
 Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau
bising. Hindarkan makanan yang terlalu pedas, manis,
dan asin.
 Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya
makan dengan keluarga.
 Anjurkan teknik relaksasi, visualisasi, latihan moderate
sebelum makan.
 Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem
anoreksia yang dialami klien

e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan


Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat.
NOC :
 Respiratory status : Ventilation
 Respiratory status : Airway patency
 Vital sign Status
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)
Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium meliputi :
1) Morfologi sel darah
2) Laju endap darah
3) Tes faal hati
4) Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam
serum atau plasma
5) Pemeriksaan sitologik. Pemeriksaan ini memegang peranan
penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting
payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi

b. Tes diagnosis lain


Non invasif
1) Mamografi
Yaitu radiogram jaringan lunak sebagai pemeriksaan
tambahan yang penting. Mamografi dapat mendeteksi massa yang
terlalu kecil untuk dapat diraba. Dalam beberapa keadaan dapat
memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang
teraba. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring
pada wanita-wanita yang asimptomatis dan memberikan
keterangan untuk menuntun diagnosis suatu kelainan.
2) Radiologi (foto roentgen thorak)
3) USG
Teknik pemeriksaan ini banyak digunakan untuk membedakan
antara massa yang solit dengan massa yang kistik. Disamping itu
dapat menginterpretasikan hasil mammografi terhadap lokasi massa
pada jaringan patudar yang tebal/padat.

4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras/radiopaque
melaui intra vena, bahan ini akan diabsorbsi oleh massa kanker dari
massa tumor. Kerugian pemeriksaan ini biayanya sangat mahal.

5) Positive Emission Tomografi (PET)


Pemeriksaan ini untuk mendeteksi ca mamae terutama untuk
mengetahui metastase ke sisi lain. Menggunakan bahan radioaktif
mengandung molekul glukosa, pemeriksaan ini mahal dan jarang
digunakan.

Invasif
1) Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa
payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan
keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum
dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
2) Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan
antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan
dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi
kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak
diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk
kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini
merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
3) Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan
stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu
jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh
ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan
nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
4) Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
5) Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat

Hasil biopsy dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan


pemeriksaan histologik secara frozen section.
(Davey.2010)

DAFTAR PUSTAKA

Davey, P., 2010. At a Glance Medicine. Erlangga, Jakarta.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Suzanna E, Sirait T, Rahayu PS. 2012. Registrasikanker berbasis rumah sakit di


rumah sakit kanker. Pusat kanker nasional. Indonesia jurnal of cancer.
Evamona Sinuraya.2016. Quality of Life of Breast Cancer Patients (Ca Mamae) in
poly oncology dr. Pirngadi Hospital Medan. Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 1, No.
1 Juni 2016.

Fratiwi Oetami.2014. Psychological Impact of Breast Cancer Treatment in


Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Bagian Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Luwia.2011.problematica dankeperawatan payudara. Cetakan 1. Jakarta:kawan


pustaka

Torre A, Lindsay. 2016. Surveillance and Health Services Research, American


Cancer Society, , Atlanta.

Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai