Disusun Oleh
A. Pengertian
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internal. Dari seluruh kasus perdarahan
antepartum plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh karena
itu, pada kejadian perdarahan atepartum, kemungkinan plasenta previa
harus dipikirkan terlebih dahulu karena darah yang keluar terus-menerus
bisa mengakibatkan ibu anemia bahkan mengalami syok hingga kematian.
( Jurnal Midwifery. 2019 )
Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah
sehingga menutupi sebagian /seluruh ostium uteri internum (implantasi
plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding belakang rahim
atau di daerah fundus uteri). ( Johnston TA . 2011 )
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus. ( Cunningham.2013 )
3. Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah
uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai
membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium
uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya Darah yang berwarna merah segar,
sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya
normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan
yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan mulai. (Benirschke K.2012)
4. Diagnosa keperawatan
(NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and
classification. 2018)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Mual berhubungan dengan kehamilan
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan sekunder
5. Intervensi keperawatan
(Nursing Interventions Classification (NIC). 2016)
a.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien tidak merasakan nyeri dengan kriteria
hasil :
Skala nyeri berkurang dari 3 menjadi 1 dalam skala
0-10
Pasien mengatakan nyeri berkurang.
Ekpresi wajah tampak rileks.
Pasien dapat melakukan nafas dalam secara mandiri
Intervensi :
Kaji ulang lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan
skala nyeri.
Monitor tanda-tanda vital (TD, N, RR)
Atur posisi senyaman mungkin
Ajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologi :
nafas dalam
Jelaskan penyebab nyeri yang dialami pasien
Kelola pemberian parasetamol 500 mg per oral jika
perlu
6. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radio-isotop. Plasento grafi
jaringan lunak (soft tissue plasenthografy).
Untuk mencoba melokalisir plasenta
Sitografi. Kepala ditekan kebawah kearah
pintu atas panggul. Bila jarak kepala dan
kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm,
maka terdapat kemungkinan plasenta previa
(memasukan 40cc larutan NaCL 12,5%
dengan kandung kemih kosong).
Plasentografi indirek. Menghitung jarak
antara kepala-simfisis dan kepala
promotorium (ibu dalam posisi berdiri atau
duduk setengah berdiri).
Arteriografi. Dengan memasukan zat kontras
kedalam rongga amnion.dan akan jelas
terlihat di daerah kosong (diluar janin)
dalam rongga rahim.
Radio isotop plasentografi.
Ultra sonografi. Tidak membahayakan radiasi
pada janin
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
Mastitis merupakan kejadian yang ditandai dengan adanya rasa
sakit pada payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara yang
bisa disertai infeksi maupun non infeksi. Kejadian mastitis sekitar 15–21%
ibu menyusui yang terjadi pada 6-8 minggu pertama masa menyusui.
( Ika tristanti. 2019 )
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu. ( Alasiry. 2013 ).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut
juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan
ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban
penyakit bertambah berat (Andriani.2011).
2. Psikologi
a. Periode Taking In
Berlangsung 24 - 48 jam setelah melahirkan
Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu
menjaga komunikasi yang baik
Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain,
mengharapkan segala sesuatu kebutuhan dapat
dipenuhi orang lain
Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
perubahan tubuhnya
Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya
ketika melahirkan secara berulang-ulang
Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat
tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan
tubuhnya seperti sediakala
Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan
peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan
menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
b. Periode Taking Hold
Berlangsung tiga sampai 10 hari setelah melahirkan
Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dalam merawat bayi
Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah
tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali
dukungan dari orang-orang terdekat
Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa
percaya dirinya
Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang
air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti
duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi
diri dan bayinya
c. Periode Letting Go
Berlangsung 10 hari setelah melahirkan
Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke
rumah
Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
Keinginan untuk merawat bayi meningkat
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang
berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby
blues
(Suryaningsih.2013)
3. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara
dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun
semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses
noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis
ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan
tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya mammae menjadi
tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen (terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium)
dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu
respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah
terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus
menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada
mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi
terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura atau robekan atau
perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry atau tempat masuknya bakteri. Proses
selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae. (Amir.2016)
b. Infeksi
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada
genitalia setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga
mencapai 38ºC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi postpartum
mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-
kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan
postpartum. Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang
tidak steril, luka robekan jalan lahir, perdarahan, pre eklamsia, dan
kebersihan daerah perineum yang kurang terjaga. Infeksi masa
postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor pemungkin, antara lain
pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.
(Mitayani, 2011).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya
baik.
2) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat
kesadarannya adalah compos mentis.
3) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
b. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan
normal 120/80 mmHg
Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-
110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya
16-20x/menit.
Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
2) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
3) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis,
karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
6) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).
Tidak ada gangguan pada area ini.
7) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
8) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
9) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
10) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.
3. Diagnosa keperawatan
(NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and classification.
2018)
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya
menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
4. Intervensi keperawatan
(Nursing Interventions Classification (NIC). 2016)
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat
teratasi.
Kriteria Hasil:
Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
Ibu dapat beraktifitas dengan normal
Suhu tubuh menurun
Payudara tidak bengkak lagi dan lunak
Nyeri mulai berkurang atau hilang
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan
intensitas nyeri).
Berikan kompres hangat.
Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan perawatan
payudara.
Anjurkan klien untuk tidak menggunakan penyangga yang
terlalu ketat.
Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotic.
Kolaborasi dalam melakukan insisiden biopsy jika ada
abses.
Pendidikan kesehatan :
1) Teknik menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan
ibu menyusui secara on demand, yaitu menyusui kapanpun
bayi meminta. Ibu tidak menggunakan jadwal dalam
menyusui dan tidak memberikan batas waktu untuk bayi
menyusui. Menyusui secara on demand merupakan cara
terbaik untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi
ASI. Ibu dianjurkan untuk menyusui dengan durasi yang
cukup lama dan tidak terlalu sebentar, minimal ibu menyusui
selama 5-7 menit 8 kali sehari. Ibu yang memerah ASI dan
menyimpannya ketika bayi sudah kenyang dan payudara
masih terasa penuh hanya berjumlah 11 orang, Hal ini dapat
menyebabkan bendungan dan payudara bengkak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan ibu tidak
mengeluarkan dan mengoleskan air susu pada puting sebelum
dan sesudah menyusui. Mengoleskan puting dengan ASI
penting untuk desinfektan dan menjaga kelembapan puting
susu agar tidak mudah kering dan pecah-pecah.
(Armita.2017)
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.
Amir, H. L., Griffin, L., Cullinane, M., & Garland, M. S,. 2016. Probiotics and
Mastitis : Evidence Based Marketing. Internatinal Breastfeeding Journal.
LAPORAN PENDAHULUAN CA MAMAE
A. Pengertian
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling
banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya
pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel
tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor
(kanker) (Wijaya & Putri, 2013).
Kanker payudara adalah pertumbuhan sel payudara yang tidak
terkontrol dan membentuk neoplasma yang jahat dan jika tidak ditahan
atau dicegah pertumbuhannya dapat menyebabkan kematian.
( Evamona Sinuraya.2016)
Kanker payudara adalah suatu penyakit seluler yang dapat timbul
dari jaringan payudara dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan
untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel ( suzanna E.2012).
1. Fisiologi
Perubahan fisiologi yang dialami sebagai indikasi kanker payudara
masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan
jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan,
bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
Nyeri pada daerah massa
Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area
mammae.
Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat
distorsi ligamentum cooper.
Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari
dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk
menimbulkan dimpling.
Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor
berkeriput seperti kulit jeruk)
Pengelupasan papilla mammae
Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta
keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
Ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.
(Luwia.2011)
2. Psikologi
Dampak psikologis yang dialami oleh tiap orang berbeda-beda
tergantung pada tingkat keparahan (stadium), jenis pengobatan yang
dijalani dan karakteristik masing-masing penderita. Sekitar 30,0%
penderita kanker mengalami permasalahan penyesuaian diri dan 20,0
% didiagnosis mengalami depresi. Dampak psikologis yang sering
dirasakan oleh pasien kanker payudara yaitu berupa ketidakberdayaan,
kecemasan, rasa malu, harga diri menurun, stres dan amarah.
( Fratiwi Oetami.2014)
3. Patofisiologi
E. Proses perawatan
1. Data dasar
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat
serangkaian faktor genetik, hormonal dan kemudian kejadian
lingkiungan dapat menunjang terjadinya kanker
payudara.menjelaskan, penyebab dari kanker payudara masih belum
jelas, tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan
munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan familial.
a. Wanita risiko tinggi daripada pria (99:1)
b. Usia: risiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
c. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga kanker payudara
pada ibu/saudara perempuan
d. Riwayat menstrual
Early menarche (sebelum 12 tahun)
Late menopause (setelah 50 tahun)
e. Riwayat kesehatan
f. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 30
tahun, menggunakan alat kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan terapi estrogen.
g. Terapi radiasi: terpapar dari lingkungan yang terpapar
karsinogen.
h. Life style: diet lemak tinggi, mengkonsumsi alcohol
(minum 2x sehari), obesitas, trauma payudara, status
sosial ekonomi tinggi, merokok.
(Wijaya & Putri, 2013)
2. Pemeriksaan Fisik yang dilakukan secara fokus
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status
lokalis,regionalis,dan sistematik.biasanya pemeriksaan fisik
dimulai dengan menilai status generalis (tanda vital
pemeriksaan menyeluruh tubuh ) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis
skunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai
status lokalisasi dan regionalis, pemeriksaan ini dilakukan
secara sistematis inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan
dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi
lengan di samping, di aksila dan sekitar klavikula yang
bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumur primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening. Palpasi
payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang
(suspine). Kedua payudara di palpasi secara sistematis.
( paduan penatalaksanaan kanker payudara)
a. Pengkajian keperawatan
1) Identitas
2) Keluhan utama ada benjolan pada payudara dan lain-lain
keluhan serta sejak kapan riwayat penyakit (perjalanan
penyakit, pengobatan yang telah diberikan) faktor
etiologi/risiko.
3) Konsep diri mengalami perubahan pada sebagian besar
klien dengan kanker mammae.
4) Pemeriksaan klinis. Mencari benjolan karena organ
payudara dipengaruhi oleh faktor hormone antara lain
esterogen dan progesterone, maka sebaiknya
pemerikasaan ini dilakukan saat pengaruh hormonal ini
seminimal mungkin/setelah menstruasi ± 1 minggu dari
akhir menstruasi.
5) Inspeksi
Simetri mammae kanan-kiri
Kelainan papilla. Letak dan bentuk, adakah putting
susu, kelainan kulit, tanda radang, peaue d’orange,
dimpling, ulserasi, dan lain-lain. Inspeksi ini juga
dilakukan dalam keadaan kedua lengan diangkat
keatas untuk melihat apakah ada bayangan tumor di
bawah kulit yang ikut bergerak atau adakah bagian
yang tertinggal, dimpling dan lain-lain.
6) Palpasi
Klien berbaring dan diusahakan agar payudara
tersebar rata atas lapangan dada, jika perlu
punggung diganjal bantal kecil.
Konsistensi, banyak, lokasi, infiltrasi, besar, batas,
dan operabilitas.
Pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar aksila)
Adakah metastase nudus (regional) atau organ jauh
Stadium kanker (sistem TNM UIIC, 1987)
3. Diagnosa keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipermetabolik
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
4. Intervensi keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan cemas berkurang.
NOC :
Anxiety control
Coping
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi :
Identifikasi pengalaman klien sebelumnya terhadap
penyakit yang dideritanya.
Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
Beri kesempatan klien untuk mengeksplorasi
perasaannya. Beri informasi dengan emosi wajar dan
ekspresi yang sesuai.
Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping.
Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
Catat koping yang tidak efektif, seperti kurang
interaksi sosial, ketidakberdayaan, dll.
Anjurkan untuk mengembankan interaksi dan
support system.
Berikan lingkungan yang aman dan nyaman.
Pertahankan kontak klien, bicara dan sentuhan yang
wajar.
Intervensi :
Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnose,
pengobatan dan akibatnya.
Tentukan persepsi klien tentang kanker dan
pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman
klien lain yang menderita kanker.
Beri informasi yang akurat dan factual
Baerikan bimbingan kepada klien dan keluarga sebelum
mengikuti prosedur pengobatan, terapi yang lama, dan
komplikasi
Anjurkan pada klien untuk memberikan umpan balik.
Review klien/keluarga tentang status nutrisi yang optimal
Anjurkan klien untuk mengkaji membrane mukosa
mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema,
ulcerasi.
Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium meliputi :
1) Morfologi sel darah
2) Laju endap darah
3) Tes faal hati
4) Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam
serum atau plasma
5) Pemeriksaan sitologik. Pemeriksaan ini memegang peranan
penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting
payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
Invasif
1) Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa
payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan
keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum
dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
2) Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan
antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan
dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi
kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak
diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk
kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini
merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
3) Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan
stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu
jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh
ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan
nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
4) Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
5) Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika