Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

TANTRUM

OLEH

KELOMPOK 5

1. Yumiati Leda Bouka


2. Desgodles S.N Wunga
3. Defiktorian dominggus

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kepada Allah SWT, karena limpahan rahmat, dan
hidayahNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari makalah masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
harapkan kritikan dan masukan dari yang membangun dalam penyusunan makalah
ini. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang,18 april 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakan..............................................................................................1


1.2 Tujuan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

2.1 Definisi temper tantrum..............................................................................3


2.2 Manifestasi Klinis......................................................................................3
2.3 Etiologi temper tantrum.............................................................................6
2.4 Pencegahan temper trantum ......................................................................8
2.5 Penatalaksanaan temper tantru...................................................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................18

3.1 Kesimpulan...................................................................................18
3.2 Saran...............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang
lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola
koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin
pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya (Azis, 2005).

Anak usia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan dan belajar
menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi. Rasa
kecewa, marah, sedih dan sebagainya merupakan suatu rasa yang wajar dan
natural. Namun seringkali, tanpa disadari orang tua ‘menyumbat’ emosi yang
dirasakan oleh anak. Misalnya saat anak menangis karena kecewa, orangtua
dengan berbagai cara berusaha menghibur, mengalihkan perhatian, memarahi dsb
demi menghentikan tangisan anak. Hal ini menurut sebenarnya membuat emosi
anak tak tersalurkan dengan lepas. Jika hal ini berlangsung terus menerus,
akibatnya timbullah yang disebut dengan tumpukan emosi. Tumpukan emosi
inilah yang nantinya dapat meledak tak terkendali dan muncul sebagai temper
tantrum.

Temper tantrum adalah ledakan emosi yang kuat yang terjadi ketika anak
balita merasa lepas kendali. Tantrum adalah demonstrasi praktis dari apa yang
dirasakan oleh anak dalam dirinya. Ketika orang-orang membicarakan

4
tantrum,biasanya hanya mengenai satu hal spesifik, yaitu kemarahan yang
dilakukan oleh anak kecil. Hampir semua tantrum terjadi ketika anak sedang
bersama orang yang paling dicintainya. Tingkah laku ini biasanya mencapai titik
terburuk pada usia 18 bulan hingga tiga tahun, dan kadang masih ditemui pada
anak usia lima atau enam tahun, namun hal tersebut sangat tidak biasa dan secara
bertahap akan menghilang.

Dariyo (2007:34) mengatakan jika temper tantrum merupakan kondisi


yang normal terjadi pada anak-anak berumur 1-3 tahun, apabila tidak ditangani
dengan tepat dapat bertambah sampai umur 5-6 tahun. Kemampuan untuk
mengolah atau mengatur emosi memegang peranan penting dalam perkembangan
kepribadiannya. Oleh karena itu anak yang mudah mengatur emosinya maka ia
akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Ekspresi emosi yang baik pada anak dapat menimbulkan penilaian sosial
yang menyenangkan, sedangkan ekspresi emosi yang kurang baik seperti
cemburu, marah, atau takut dapat menimbulkan penilaian sosial yang tidak
menyenangkan atau disebut dengan tantrum. Anak yang bersikap seperti itu akan
dijauhi teman, dinilai sebagai anak yang cengeng, pemarah, atau julukan-julukan
lain. Penilaian yang diperoleh anak dari lingkungannya dapat membentuk konsep
diri negatif, dan pada akhirnya anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya (Raufi, 2006).

Saat anak mengalami tantrum, banyak orangtua yang beranggapan bahwa


hal tersebut merupakan sesuatu yang negatif, dan pada saat itu juga orangtua
bukan saja bertindak tidak tepat tetapi juga melewatkan salah satu kesempatan
yang paling berharga untuk membantu anak menghadapi emosi yang normal
(marah, frustrasi, takut, jengkel) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan
cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang
merasakan emosi tersebut.

Meluapkan kemarahan dengan tindakan-tindakan yang berbahaya dan


menimbulkan cedera adalah salah satu bentuk tantrum agar anak mendapatkan apa
yang ia inginkan. Perwujudan tantrum pada anak yang dapat menimbulkan resiko

5
cedera tersebut dapat berupa menjatuhkan badan ke lantai, memukul kepala, atau
melempar barang, hal ini diduga merupakan bentuk awal dari temper tantrum
pada saat anak sudah mampu mengekspresikan rasa frustasinya. Jika temper
tantrum telah terlanjur muncul dalam bentuk perilaku yang membahayakan dan
berpotensi menimbulkan kerusakan, maka tindakan intervensi harus segera
dilakukan. Semakin besar anak, tenaga juga semakin kuat dan akan semakin sulit
bagi orang tua untuk mengendalikan atau mencegah tingkah lakunya yang tak
terkendali. Selain itu timbunan emosi ini juga dapat mengarah pada ‘kerusakan’
lain baik secara fisik ataupun bentuk perilaku berbohong, menyalahkan orang lain,
menutup diri, merebut milik orang lain secara paksa dan sebagainya (Rulie, 2011).

Akibat yang ditimbulkan dari temper tantrum ini cukup berbahaya,


misalnya anak yang melampiaskan kekesalannya dengan cara berguling-guling
dilantai yang keras dapat menyebabkan anak menjadi cedera. Anak yang
melampiaskan amarahnya dapat menyakiti dirinya sendiri, menyakiti orang lain
atau merusak benda yang ada disekitarnya. Jika benda-benda yang ada disekitar
anak merupakan benda keras maka akan sangat berbahaya karena anak dapat
tersakiti dan mengalami cedera akibat dari tindakan tantrumnya. Anak yang
mengalami tantrum ini sebenarnya digunakan untuk mencari perhatian sehingga
orangtua sebisa mungkin untuk menjauhkan anak dari perhatian umum ketika
mengalami tantrum dan sekaligus menjauhkan anak dari benda-benda yang
berbahaya agar anak tidak mengalami cedera.

Menurut psikolog Michael Potegal (dalam Hayes, 12: 2003) terdapat dua
jenis tantrum yang berbeda dengan landasan emosional dan tingkah laku yang
berbeda yaitu, tantrum amarah (anger tantrum) yang diperlihatkan dengan cara
menghentakkan kaki, menendang, memukul, berteriak, dan tantrum kesedihan
(distress tantrum) yang diperlihatkan dengan cara membanting diri, menangis
terisak-isak, serta berlari menjauh. Tantrum dapat terjadi karena kesedihan dan
amarah, juga karena kebingungan dan ketakutan.

Penelitian lain menunjukkan bahwa penyebab utama tantrum pada anak


adalah konflik mereka dengan orang tua, yang paling umum konflik mengenai
makanan dan makan (16,7 %), konflik karena meletakkan anak di kereta dorong,

6
kursi tinggi untuk bayi, tempat duduk di mobil, dan sebagainya (11,6 %), konflik
mengenai pemakaian baju (10,8 %). Ada kejadian puncak yang menunjukkan
bahwa tantrum lebih banyak terjadi menjelang tengah hari dan petang saat anak
lapar ataupun lelah (Hayes, 16: 2003).

Penanganan terhadap perilaku anak yang menyimpang merupakan


pekerjaan yang memerlukan pengetahuan khusus tentang ilmu jiwa dan
pendidikan. Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat
diterapkan dalam kehidupan keluarga. Apabila pola-pola yang diterapkan orang
tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik, bahkan akan
mempertambah buruk perilaku anak (Al-Istanbuli, 2002).

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan


kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-
unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-
benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia
masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara pada waktu kecil diajar
makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan
sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk
kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa.

1.2 tujuan
1. Untuk mengetahui definisi temper trantum
2. Untuk mengetahui manifestasi temper tantrum
3. Untuk mengetahui etiologi temper trantum
4. Untuk mengetahui pencegahan temper tantrum
5. Untuk mengetahui penatalksanaan temper trantum

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TEMPER TANTRUM


Tantrum adalah masalah perilaku yang dialami oleh anak-anak prasekolah
yang mengekspresikan kemarahan mereka dengan tidur dilantai, meronta-ronta,
berteriak, dan biasanya menahan napas (Syamsuddin, 2013). Sedangkan temper
tantrum adalah suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada saat anak
menunjukkan sikap negativistik atau penolakan (catatan kaki). Pada dasarnya,
temper tantrum atau amukan terjadi pada anak yang belum mampu mengontrol
emosinya dan mengungkapkan amarahnya secara tepat. Penyebab temper tantrum
yang lain adalah sikap orang tua yang tidak konsisten(catatan kaki).
Perilaku tantrum dimaksudkan untuk “memaksa” orang lain memenuhi
kebutuhan atau keinginan. Tantrum yang pertama merupakan usaha untuk
menunjukkkan ketidakpuasan atau frustasi. Perilaku tantrum yang terus diulang
merupakan perilaku yang dipelajari (learned behavior). Perilaku temper tantrum
ini biasanya mencapai puncaknya pada usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun,
bahkan kadang masih dijumpai pada anak usia lima tahun sampai dengan enam
tahun (Purnamasari, 2005).

Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak yang bermasalah terhadap
perkembangan emosi dengan ciri (Rosmala Dewi, 2005:95), yaitu :
a. Marah berlebihan, seperti ingin merusak diri dan barang di sekelilingnya.
b. Tidak dapat mengungkapkan keinginannya
c. Takut yang sangat kuat, sehingga mengganggu orang disekitarnya
d. Pemalu, hingga menarik diri dari lingkungannya
e. Hipersensitiv ( sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggung dan
pandangan cenderung negatif).

8
Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap “ sulit”,
dengan ciri-ciri sebagai berikut (Soetjiningsih & Ranuh, 2013) :
 Memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar yang tidak teratur
 Sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru
 Lambat beradaptasi terhadap perubahan
 Mood (suasanan hati) lebih sering negative
 Mudah terprovokasi, mudah marah atau kesal
 Sulit dialihkan perhatiannya.

Secara umum, tantrum jarang terjadi pada anak yang lebih besar. Anak
bermain dan bertindak normal seperti biasa diantara kondisi tantrum pertama
dengan kondisi tantrum berikutnya. Rujukan perlu dilakukan, jika terjadi hal-hal
seperti berikut ini :
 Tantrum parah berlangsung dalam waktu yang lama dan sering
terjadi.
 Anak memiliki masalah berbicara atau orangtua tidak mengetahui
apa yang diinginkan anak.
 Tantrum semakin parah terjadi pada umur 3-4 tahun.
 Anak memperlihatkan tanda-tanda sakit selama terjadi tantrum atau
menahan napas sehingga pingsan.
 Anak melukai dirinya sendiri dan orang lain selama tantrum.

2.2 MANIFESTASI TEMPER TANTRUM


Tantrum adalah rasa marah yang diekspresikan sacara imatur, yaitu bila
anak mengungkapkan emosinya sebelum mencapai milestone perkembangan
emosi anak seusianya. Tidak peduli apakah orangtuanya adalah orangtua yang
sabar dan baik hati, anak bisa memiliki suatu masalah tantrum. Saat anak
menginjak umur 3 tahun, bisa mulai mengajarkan kepada mereka untuk
mengekspresikan apa yang mereka rasakan (“kamu merasa marah karena…”).
Orangtua perlu mengajarkan kepada anak bahwa marah itu normal, tetapi harus
memilki korelasi dengan perasaan yang dirasakan. Orangtua harus
memperkenalkan berbagai macam emosi pada anak, dan mengajarkan bagaimana

9
mengelola emosi tersebut. Misal, dengan cara menghitung angka sampai 10 dapat
membantu mereka untuk mengontrol perasaan marah tersebut. Pada usia sekolah
tantrum jarang terjadi.

Anak yang belum bisa mengedalikan emosinya secara total. Misalnya,


mengamuk, menghentakkan kaki, menjerit, dan melemparkan badannya ke lantai,
kadang-kadang rilaku itu merupakan bagian dari perkembangan yang normal.
Tantrum biasanya hanya ditujukan kepada orangtuanya. Hal ini merupakan cara
yang dilakukan seorang anak untuk mengungkapkan perasaannya. Orangtua harus
mengetahui bagaimana cara menangani tantrum jika hal itu terjadi dan bagaimana
cara mencegahnya. Hampir semua anak pernah mengalami tantrum, tapi pada
umur 4 tahun, pengendaliandiri sebagai besar anak sudah mulai berkembang dan
tantrum berhenti dengan sendirina.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah


beberapa contoh perilaku tantrum menurut tingkatan usia :

Dibawah usia 3 tahun


1. Menangis 7. Melengkungkan punggung
2. Menggigit 8. Melempar badan ke lantai
3. Memukul 9. Memukul-mukulkan tangan
4. Menendang 10. Menahan napas
5. Menjerit 11. Membentur-benturkan kepala
6. Memekik 12. Melempar-lempar barang

Usia 3 sampai 4 tahun


1. Perilaku-perilaku tersebut 5. Membanting pintu
diatas 6. Merengek
2. Mengjentak-hentakkan kaki 7. Mengkritik
3. Berteriak-teriak
4. Meninju

Usia 5 tahun keatas

10
1. Perilaku-perilaku tersebut pada dua kategori usia diatas
2. Memaki
3. Menyumpah
4. Memukul kakak, adik, atau temannya
5. Mengkritik diri sendiri
6. Memecahkan barang dengan sengaja
7. Mengancam

2.3 ETIOLOGI TEMPER TANTRUM


Ada beberapa penyebab dasar terjadinya tantrum, antara lain anak mencari
perhatian,lelah, atau tidak nyaman. Tantrum kadang terjadi karena anak frustasi
pada dunia, misalnya tidak mendapatkan yang dia inginkan. Frustasi pada anak
bukan sesuatu yang tidak dapat diterima karena justru ia akan belajar mengenal
orang lain, objek, atau dirinya sendiri. Sebelum menginjak umur dua tahun, anak
mulai membangun rasa percaya diri yang kuat pada dirinya. Ia ingin belajar
mandiri untuk mengekpresikan dirinya dan untuk menguasai lingkungan
disekitarnya lebih dari yang sebenarnya yang mampu ia atasi. Anak akan merasa
bisa melakukan sendiri atau menginginkan sesuatu itu. Ketika usia balita anak
mulai menyadari bahwa ia tidak dapat melakukannnya sendiri dan tidak
mendapatkan semua yang diinginkan, maka terbentuklah tantrum . Tantrum dan
tingkah laku agresif dapat berkembang sebagai hasil dari ganjaran yang tidak
sesuai (inappropriate reinforcement). Perilaku “baik” (constructive behavior)
tidak mendapatkan ganjaran, tetapi hanya perilaku “nakal” (naughty behavior)
yang mendapat perhatian dari orangtua atau guru. Anak kemudian belajar bahwa
dia dapat menerima ganjaran berupa perlakuan (treats) dan perhatian kasih sayang
(loving attention) dengan menjadi “nakal” (by being naughty), dan menjadi
“good” berarti kurang diperhatikan atau diberi ganjaran. Ganjaran yang diberikan
secara tidak konsisten dapat menyebabkan anak menjadi khawatir atau menarik
diri, karena anak tidak mengetahui apakah ia akan dihukum atau diberi ganjaran
untuk perilakunya. Anak dihadapkan kepada suatu kebingungan (ambiguity).
Tantrum sering ditemukan pada anak-anak ang terlampau dimanjakan
(overindulgent), atau orangtua yang terlampau mencemaskannya (oversolicious),

11
atau orangtua yang terlampau melindungi (overprotective). Walaupun tantrum
pada mulanya merupakan perasaan tidak senang pada perlakuan fisik, tantrum
juga dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk mendapatkan hadiah-hadiah
(gratification), atau menguasai keluarganya melalui cetusan marah (outburst), atau
merupakan suatu hasil meniru dari orangtua atau anggota keluarga lainnya.
Tantrum biasanya terjadi pada anak umur 18 bulan – 4 tahun. Tantrum ini
disebut otonomi diri, yaitu rasa mampu berbuat sesuai kehendak (autonomy vs
shame and doubt). Pada umur 1-3 tahun, timbul beberapa kebebasan dari
ketergantungan total pada oragtua. Kebebasan fisik berupa mulai belajar berjalan
dan kemudian berlari.
Penyebab tantrum erat kaitannya dengan kondisi keluarga, seperti anak
terlalu banyak mendapatkan kritikan dari anggota keluarga, masalah perkawinan
pada orang tua, gangguan atau campur tangan ketika anak sedang bermain oleh
saudara yang lain, masalah emosional dengan salah satu orangtua, persaingan
dengan saudara dan masalah komunikasi serta kurangnya pemahaman orangtua
mengenai tantrum yang meresponnya sebagai sesuatu yang mengganggu dan
distress. (Fetsch & Jacobson, dikutip syamsyuddin, 2013).
Banyak orangtua terkejut dengan bagaimana begitu cepat anak mereka
yang sempurna dan bahagia menjadi pemarah. Orangtua perlu memeriksa apa
yang terjadi, yang menyebabkan perubahan perilaku secara mendadak tersebut.
Tantrum menjadi lebih buruk dan lebih sering terjadi, akibat dari berbagai alasan
di bawah ini :
 Lapar. Anak yang lapar akan lebih sulit dibuat senang.
 Sangat kelelahan. Anak yang tidak tidur siang atau tidak mendapatkan
tidur yang cukup pada malam sebelumnya biasanya akan lebih mudah
marah.
 Tidak berdaya. Anak yang tidak mampu menyelesaikan tugasnya
(mengancingkan baju, menumpukkan balok).
 Perubahan mendadak. Anak di paksa berubah dari satu aktivitas ke
aktivitas lainnya, lebih mudah menjadi marah dan bertingkah laku
berlebihan.

12
 Mencari perhatian. Seorang anak yang tidak mendapatkan perhatian
saat marah, terkadang dapat membentuk kebiasaan memiliki tantrum.
 Tidak mendapatkan benda yang diinginkan, membuat anak sedih atau
tersinggung.
 Benda miliknya yang diambil paksa.
 Orangtua tidak mengeri apa yang diinginkan atau dikatakan anak,
membuat anak frustasi. Demikian pula, jika anak tidak mengerti apa
yang dikatakan atau diperintahkan orangtuanya, membuat anak
menjadi frustasi juga.
 Tidak punya kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan atau
kebutuhannya.
 Anak yang merasa cemas, tertekan atau terganggu.
 Ketidakmampuan memecahkan masalah , mengakibatkan anak
kecewa.

Pada umumnya bila kebutuhan emosional dan fisik seorang anak


terpenuhi, anak akan jarang bertingkah laku berlebihan. Jika temper tantrum tidak
ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan beberapa akibat (Rita, 2005)
seperti :
a. Anak akan menjadikan tantrum sebagai “senjata” untuk dipenuhi
keinginannya, serta kurang dapat menunda keinginannya.
b. Perkembangan intelektual dan sosial anak temper tantrum kurang
seimbang.
c. Anak tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan luar
d. Anak tidak bisa memecahkan masalah
e. Anak tidak bisa mengambil keputusan dan tumbuh dewasa karena dengan
melewati tantrum akan membuat anak tumbuh dewasa.

2.4 PENCEGAHAN TEMPER TAMTRUM


Untuk mengatasi beberapa akibat perilaku temper tantrum tersebut, orang
tua dan pendidik perlu melakukan pencegahan atau intervensi. Beberapa hal

13
yang berkenaan dengan intervensi yaitu intervensi secara umum dan khusus.
Intervensi secara umum meliputi pencegahan masalah yaitu :
1) Pastikan anak tidak kekurangan perhatian.
2) Cobalah untuk mempertahankan kebiasaan untuk berlaku positif
(memberi penghargaan jika mereka bersikap baik)
3) Kenali sifat dan kebiasaan anak
4) Temani mereka belajar dan bermain, untuk menunjukkan bahwa
orang tua peduli dan memiliki perhatian pada kegiatan anaknya
5) Evaluasi cara orangtua mendidik anak selama ini (apakah terlalu
keras atau terlalu memanjakan anak)
6) Memberikan saluran bagi anak untuk mengungkapkan emosi anak
7) Mengurangi frustasi dengan menawari anak banyak pilihan
aktivitas untuk mengisi waktu luang

Mah (2008) menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk


mencegah tantrum, yakni perlunya mengidentifikasi konsekuensi dari tantrum,
maksudnya bahwa orang tua perlu mengetahui adakah perilaku dari orangtua atau
orang lain disekitar anak justru mendorong dan memberikan penguatan terhadap
terjadinya tantrum. Jika ada maka perlu dihilangkan. Selain itu, perlu juga
diwujudkan atau dibangun suatu sistem reward (penghargaan) untuk menjaga
anak tetap berperilaku terkontrol. Memberikan penghargaan atau hadiah pada saat
tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab akan mengkondisikan anak untuk selalu
mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih tua perlu diajarkan dan dilatih
dengan coping skill dalam menghadapi situasi yang dapat membuat dia tantrum.
Lorenz (2010) juga memberikan pandangan tentang bagaimana mencegah
terjadinya tantrum ketika akan melakukan perjalanan atau mengunjungi suatu
tempat. Sebelum berangkat penting sekali membangun kesepahaman dengan
anak. Orang tua perlu menjelaskan apa yang akan dilakukan, dimana, dan berapa
lama kegiatan tersebut, lalu minta persetujuan anak. Ceritakan perilaku yang
diharapkan dan tidak diharapkan oleh orang tua. Tentu saja disampaikan dengan
kalimat positif, lembut, dan menggunakan kata-kata yang meminta (mengharap)
dan menggunakan ungkapan yang dapat dirasakan oleh anak. Jika sudah sampai di

14
tempat yang dikunjungi dan anak melanggar kesepakatan tersebut, maka tugas
orangtua untuk mengingatkan. Ini juga merupakan cara untuk mengajarkan nilai
konsistensi pada anak. Jika tetap menuntut, maka ada satu cara yang dapat
dilakukan orangtua, yang disebut making a game out of the child’s demand, yakni
keterampilan berbahasa untuk keluar dari tuntutan anak, sebagai contoh dapat
dilihat pada percakapan di bawah ini :

Anak : “saya mau permen !”


Orangtua : “ mama mau roket untuk pergi ke bulan”
Anak : “beri saya permen”
Orangtua : “mama akan memberi permen jika ade memberi roket”
Anak : “ini (seolah-olah memberi roket)”
Orangtua : “ini (seolah-olah memberi permen”)
Anak : “tapi ini Cuma boongan”
Orangtua : “ade juga memberi mama roket boongan”
Anak : “tapi saya tidak punya roket beneran”
Orangtua : “mama juga tidak punya permen beneran”

Tavris (2008) memberikan beberapa panduan untuk orangtua guna


mencegah terjadinya tantrum yakni, mengalihkan perhatian anak, mencoba
menemukan alasan kemarahan, menghindari rasa malu kepada anak perihal rasa
marah, ajarkan anak mengenai intensitas tingkat kemarahan, atur secara jelas
batasan harapan akan manajemen kemarahan sesuai dengan usia, kemampuan dan
tempramennya, mengembangkan komunikasi terbuka dengan anak dan empati
dengan memberikan pemahaman akan efek yang bisa ditimbulkan dari sikap
mereka terhadap orang lain.

2.5 PENATALAKSANAAN TEMPER TANTRUM


Bagaimana baiknya orangtua memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
anak , tetapi ada kemungkinan anaknya mengalami tantrum. Sebaiknya orangtua
menghindari rasa marah dan bersalah apabila anaknya tantrum. Jarang anak

15
bertingkah laku berlebihan untuk membuat orang tuanya marah. Perilaku itu
mungkin membuat dia sendiri juga takut.
Pada umur-umur tertentu, anak menggunakan tantrum untuk berekspresi.
Anak tidak mengetahui bagaimana cara mengekspresikan keinginan mereka.
Dengan kesabaran dan cinta, orang tua dapat membantu anaknya untuk
mengekspresikan keinginan mereka melalui kata-kata dan menunjukkkan
kemarahan melalui cara yang sesuai. Dibawah ini dijelaskan cara-cara yang dapat
diikuti untuk mengontrol tantrum :
 Orangtua tetap tenang. Mungkin hal ini sulit untuk dilakukan,
tetapi orangtua sebaiknya tetap tenag dan memegang kendali. Hal
ini membantu orangtua mengingatkan diri bahwa tantrum adalah
suatu hal yang alami dan bukan merupakan suatu reaksi yang
buruk untuk mengungkapkan rasa frustasi dan kemarahan.
Orangtua marah hanya akan membuat anak tambah bingung dan
frustasi.
 Jangan mengubah “ tidak ” menjadi “ ya “. Jangan mengubah
keputusan yang telah dibuat hanya untuk membuat anak
menghentikan pemulihan yang bersifat sementara tetapi kekuatan
anak akan bertambah karena diizinkan dan akan membuatnya lebih
sulit untuk dihadapi dikemudian hari. Anak akan memperoleh
manfaat bila memiliki orangtua yang menjalankan aturan. Anak
harus tahu siapa yang memegang kendali. Bersifat hangat,
sungguh-sungguh, dan konsisten adalah dasar dalam membesarkan
anak.
 Memindahkan anak. Jika anak mengalami tantrum pada tempat
keramaian, pindahkan anak ke tempat lain yang lebih
tenang.tantrum anak ini dapat mengganggu dan memalukan dan
tidak ada gunanya untuk membiarkannya tetap disana. Orangtua
dan anak mungkin dapat duduk didalam mobil sampai anak tenang
atau pulang ke rumah.
 Orangtua yang memindahkan diri. Jika anak ada di tempat aman
(misalnya: kamar tidur), tinggalkan anak selama beberapa menit

16
dan biarkan dia menjadi tenang. Tanpa penonton untuk “
pertunjukkannya ”, anak akan lebih mudah berhenti.
 Tenangkan anak. Jika anak mulai menyakiti dirinya selama
tantrum (missal: memukulkan kepalanya di lantai), orangtua harus
menghentikan setenang mungkin. Tenangkan anak dan selama
memeluknya katakana “ Kamu sangat marahsaat ini, ayah dan ibu
tidak akan membiarkan kamu melukai diri sendiri. Ayah atau ibu
disini dan kami mencintaimu.”
 Bicarakan sesudahnya. Jangan mencoba bicara pada anak tentang
kelakuannyaketika dia marah.tunggu tantrumna hilang, lalu
diskusikan dengan si anak bagaimana cara dia mengendalikan
marah dan frustasi.
 Jangan mencoba berbincang untuk menyakinkan anak sepanjang
ledakan kemarahan. Perasaan anak seperti laut emosi, tidak dalam
keadaan mental yang siap untuk mendengarkan logika atau alasan.
 Jangan mengancam dengan hukuman.

1. Terapi temper tantrum


Terapi permain puzzle (Faruq, 2007: 36) puzzle merupakan alat permainan
edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan
dengan cara membongkar pasang keping puzzle berdasarkan pasangannya. Selain
melatih matematika anak, permainan puzzle juga dapat melatih anak untuk
sabardalam mengerjakan permainan puzzle ini, karena membutuhkan waktu yang
cukup banyak untuk membongkar pasang kepingan-kepingan puzzle ini.

Terapi finger painting adalah teknik melukis dengan mengoleskan cat pada
kertas basah dengan jari atau dengan telapak tangan (Salim, 1991 dalam Hardi
Mulyana Wibawa, ___: 8). Point terpenting dari shaw adalah gerakan. Dalam
aktivitas ini, bukan hanya tangan saja yang bergerak tetapi seluruh tubuh.
Ada berbagai kelebihan finger fainting sebagai terapi temper tantrum pada
anak usia dini ( Downs, 2008 dalam Hardi Mulyana Wibawa,___:5), yaitu :

17
1) Finger fainting adalah salah satu metode yang menyenangkan yang
membuat anak mengungkapkan perasaannya secara bebas tanpa
tertekan. Dari hasil penelitian dikatakan bahwa dari berbagai
metode gambar dalam mengurangi agresivitas anak, hanya finger
fainting yang paling efektif dalam menurunkan perilaku agresif
anak.
2) Finger fainting dapat membuat membuat anak dan remaja duduk
diam dalam waktu lima menit atau lebih. Selain itu finger fainting
mempunyai kadungan spiritual seperti yoga.

Anak-anak yang mengalami tekanan dapat mengeluarkan bebabn di alam


bawah sadar dengan cara mengaduk-aduk cat diatas kertas atau dengan menciprat-
cipratkan air. Dengan aktivitas tersebut, anak memindahkan energi-energi yang
kurang baik ke bentuk yang tidak membahayakan (Beaty, J: 2006 dalam Hardi
Mulyana Wibawa, ___: 8 ). Sebuah film dokumenter menggambarkan temuan dari
ilmuan yang mengungkapkan bahwa belaian dan sentuhan pada cat
mengakibatkan pelepasan endorfin adalah zat kimia yang dapat membawa rasa
enak (BBC, 2004 dalam Hardi Mulyana Wibawa, _____:8) ke dalam aliran darah,
penurunan tekanan syaraf, frustasi dan kemarahan (Suratno, 2005: 107).

18
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Temper tantrum adalah ledakan kemarahan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa terencana.
Pada anak-anak, ini bukan hanya untuk mencari perhatian dari orang dewasa saja. Ketika
mengalami tantrum, anak-anak cenderung melampiaskan segala bentuk kemarahannya. Baik itu
menangis keras-keras, berteriak, menjerit-jerit, memukul, menggigit, mencubit.Penyebab temper
tantrum yaitu : lelah ,orangtua selalu mengekang, frustasi ,sifat dasar anak emosional ,dan
keinginan tak dipenuhi .Penyebab kecemasan pada anak : masalah kehidupan ,fisiologis
,lingkungan dan kepribadian.

Gejala temper tantrum mengekspresikan kemarahannya, biasanya mereka akan berbaring


di lantai, menendang, berteriak, menggigit, mencubit, dan terkadang menahan napas. Tantrum ini
bukan hanya untuk mencari perhatian orang dewasa saja, tapi juga cenderung melampiaskan
kemarahannya. Gejala kecemasan pada anak yaitu tubuh berkeringat secara berlebihan ,dada
terasa sesak ,mengalami gangguan tidur ,dan berdebar detak jantung secara cepat dan Orang tua
dapat belajar bagaimana memelihara dan menegakkan disiplin secara efektif. Terlalu permisif
dengan disiplin yang longgar membuat segala sesuatu harus dipenuhi. Sebaliknya, terlalu otoriter
tidak baik dalam pengasuhan anak, coba sekali-kali gunakan gaya pengasuhan dengan lebih
mendengarkan suara anak. Gaya pengasuhan otoriter adalah gaya pengasuhan yang belum
mengakui hak-hak anak. Intinya adalah keseimbangan dalam pengasuhan, kapan orangtua perlu
bertindak disiplin dan kapan perlu mendengarkan keinginan dan hak anak.
3.2 Saran

Sebagai seorang guru kita harus paham mengenai permasalahan yang di alami oleh setiap anak
,sehingga kita dapat membantu mengatasi setiap permasalahan yang dialami oleh anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agustine. (2008). Mengapa anak trantrum/marah-marah dan cara penangananya.


http://yani. Widianto. Com/2012/05/03/mengapa-anak tantrum marah-
marah dan cara penanganannya/. (akses:10 september 2013).

Hurlock, elisabet, H. (1978) perkembangan anak jilid 1. Jakarta;erlangga.

Millar dan Schumacher. (2003). Metode penelitian. Jakarta;PT. gramedia pustaka


umum.

Psikologi zone. (2012). Pengertian, sebab, dan cara mengatasi temper tantrum.
(Online) tersedia: http://www.psikologizone.com /pengetian-sebab-dan-
cara-mengatasi-temper-tantrum/065113939. (akses:10 september 2013).

Radyah. (2010). Hubungan pola asuh orang tua terhadap intensitas temper
tantrum pada anak autis SLB bakti luhur malang

https: lib atmajaya. ac.id./default. Aspx?tabID=61&SRC=k&id=41269(akses: 10


september 2013).

20

Anda mungkin juga menyukai