PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kecenderungan ke arah kebaikan maupun
kejahatan dam dengan akal manusia dapat membedakan keduanya, karenanya
manusia harus membentuk dirinya ke arah kesempurnaan, serta menurut
logika al-Qur`an manusia memiliki segala kesempurnaan yang potensial dan
harus mengarahkan dirinya untuk menerapkan kecenderungan-kecenderungan
ke dalam tindakan yang pantas. Disinilah eksistensi manusia bisa mengarah ke
tingkat yang melebihi malaikat bahkan bisa jatuh ke arah yang lebih buruk
dari binatang yang paling buas.
Manusia dalam pandangan filsafat barat pada abad ke-20, terkenal
dengan filsafat eksistensinya, memandang manusia sebagai terbuka, manusia
adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Untuk itulah
manusia bereksistensi dalam arti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat,
menjadikan dan merencanakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu eksistensi?
2. Bagaimana eksistensi dan peranan manusia dalam pandangan filsafat?
3. Bagaimana eksistensi dan peranan manusia dalam pandangan islam?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 183.
2
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 185.
3
Dr. Muhammad Kristiawan M.Pd, Filsafat Pendidikan The Choice is Yours, (Yogyakarta:
Valia Pustaka, 2016), h. 226.
2
bahwa dirinya ada. Bereksistensi oleh Heidegger disebut Dasein, dari kata da
(disana) dan sein (berada) sehingga kata ini berarti berada di sana, yaitu di
tempat. Manusia senantiasa menempatkan diri di tengah-tengah dunia
sekitarnya sehingga ia terlibat dalam alam sekitarnya dan bersatu dengannya.
Sekalipun demikian manusia tidak sama dengan dunia sekitarnya, tidak sama
dengan benda-benda, sebab manusia sadar akan keberadaannya itu. Ajaran
eksistensialisme tidak hanya satu. Sebenarnya eksistensialisme adalah suatu
aliran filsafat yang bersifat teknis, yang terjelma dalam berbagai macam
sistem, yang satu berbeda dengan yang lain.4 Sekalipun demikian ada juga
ciri-ciri yang sama, yang menjadikan system itu di antaranya adalah sebagai
berikut.
1) Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia
berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara
khas manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh
karena itu, bersifat humanistis.
2) Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti
menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi,
merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari
keadaannya.
3) Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia
adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada
hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih sesama
manusia.
4) Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkrit,
pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda.
Heidegger memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan
segala sesuatu, Marcel kepada pengalaman keagamaan dan Jaspers
kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam seperti kematian,
penderitaan, perjuangan dan kesalahan.
4
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd, Filsafat Pendidikan The Choice is Yours, (Yogyakarta:
Valia Pustaka, 2016), h. 227.
3
Martin Heidegger (1889-1976) dilahirkan di Baden, Jerman, dan
mempunyai pengaruh besar terhadap beberapa filosof di Eropa dan Amerika
Selatan. Ia menerima gelar Doktor dalam bidang filsafat dari Universitas
Freiburg di mana ia mengajar dan menjadi asisten Edmund Husserl (pencetus
fenomenologi). Menurut Heiddegger, eksistensialisme lebih dikenal sebagai
bentuk gaya berfilsafat, pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya
di tengah-tengah makhluk lainnya. Heidegger dianggap mempunyai pengaruh
yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistensialisme. Ia berusaha
mengartikan makna keberadaan atau apa artinya bagi manusia untuk berada.
Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan mendasar dalam cakupan wilayah
ontology (ajaran tentang yang berada). Karangannya yang sangat berkesan
ialah Being and Time dan Introduction to Metaphysics. Kebanyakan tulisannya
membahas persoalan-persoalan seperti “What is being?” (apa maknanya bila
suatu entitas dikatakan ada?), “Why is there something rather than nothing at
all?,” begitu juga judul-judul tentang eksistensi manusia, kegelisahan,
keterasingan, dan mati. Heidegger sangat kritis pada manusia zaman sekarang.
Manusia yang hidup pada zaman modern hidup secara dangkal dan sangat
memperhatikan kepada benda, kuantitas, dan kekuasaan personal. Manusia
modern tidak mempunyai akar dan kosong oleh karena telah kehilangan rasa
hubungan kepada wujud yang sepenuhnya.
Benda yang konkrit harus ditingkatkan, sehingga manusia itu terbuka
terhadap keseluruhan wujud. Hanya dengan menemukan watak dinamis dari
eksistensilah, manusia dapat diselamatkan dari kekacauan dan frustasi yang
mengancamnya. Seseorang hanya hidup secara otentik sebagai suatu anggota
dari kelompok yang hanya tergoda dengan benda-benda dan urusan hidup
sehari-hari. Tetapi, jika ia mau, manusia dapat hidup secara otentik dan
memusatkan perhatiannya pada kebenaran yang ia dapat mengungkapkannya,
menghayati kehidupan dalam contoh kematian, dan begitu memandang
hidupnya dengan perspektif yang baru.5
Memahami eksistensialisme, memang bukan hal yang mudah. Banyak
pendapat perihal definisi dari eksistensi. Tapi, secara garis besar, dapat ditarik
benang merah, diantara beberapa perbedaan devinisi tersebut. Bahwa, para
5
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd, Filsafat Pendidikan The Choice is Yours, (Yogyakarta:
Valia Pustaka, 2016),h. 228-229.
4
eksistensialis dalam mendefinisikan eksistensialisme, merujuk pada sentral
kajiannya yaitu cara wujud manusia.
Pemahaman secara umum, eksistensi berarti keberadaan. Akan tetapi,
eksistensi dalam kalangan filsafat eksistensialisme memiliki arti sebagai cara
berada manusia, bukan lagi apa yang ada, tapi, apa yang memiliki aktualisasi
(ada). Cara manusia berada di dunia berbeda dengan cara benda-benda.
Bendabenda tidak sadar akan keberadaannya, tak ada hubungan antara benda
yang satu dengan benda yang lainnya, meskipun mereka saling berdampingan.
Keberadaan manusia di antara benda-benda itulah yang membuat manusia
berarti. Cara berada benda-benda berbeda dengan cara berada manusia. Dalam
filsafat eksistensialisme, bahwa benda hanya sebatas “berada”, sedangkan
manusia lebih apa yang dikatakan “berada”, bukan sebatas ada, tetapi
“bereksistensi”. Hal inilah yang menunjukan bahwa manusia sadar akan
keberadaanya di dunia, berada di dunia, dan mengalami keberadaanya berada
di dunia. Manusia menghadapi dunia, mengerti apa yang dihadapinya, dan
mengerti akan arti hidupnya. Artinya, manusia adalah subjek, yang menyadari,
yang sadar akan keberadaan dirinya. Dan barang-barang atau benda yang
disadarinya adalah objek.6 Manusia mancari makna keberadaan di dunia bukan
pada hakikat manusia sendiri, melainkan pada sesuatu yang berhubungan
dengan dirinya.
Manusia dalam dunianya, menggunakan benda-benda yang ada
disekitarnya. Di sinilah peran aktif manusia yang harus menentukan hakikat
keberdaan dirinya di dunia ini dan mendorong dirinya untuk selalu beraktifitas
sesuai dengan pilihan dirinya dalam mengambil jalan hidup di dunia. Dengan
segala peristiwa kesibukannya, maka manusia dapat menemukan arti
keberadaanya.
B. Eksistensi Manusia dan Peranannya dalam Pandangan Islam
Manusia ada karena diciptakan, sebagaimana makhluk-makhluk yang
lain mereka ada di muka Bumi karena diciptakan oleh Allah SWT. Dengan
kata lain adanya manusia bukan adanya sendiri, melainkan karena diadakan.7
Dalam surat al-Baqarah ayat 29, Allah Berfirman:
6
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung : Rosda
Karya, 2006), h. 218-219.
7
Hadari Nawawi, Hakekat Manusia Menurut Islam, (Surabaya : Al-Ikhlash, 1993), h. 80.
5
Kedudukan manusia di alam ini yang sering diangkat oleh para pakar
adalah sebagai hamba yang harus beribadah kepada Allah SWT. hal ini
biasaya didasarkan pada petunjuk ayat yang berbunyi:
8
Abdul Fatah, Kehidupan Manusia Di Tengah-Tengah Alam Materi, (Jakarta : Rineka Cipta,
1995), h. 16.
9
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Surabaya: Pustaka Islam, 1973), h. 185.
6
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Ad-Dzariyat: 56)
Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diberi potensi
mengembangkan diri dan kemanusiaannya. Potensi-potensi tersebut merupkan
modal dasar bagi manusia dalam menjalankan berbagai fungsi dan
tanggungjawab kemanusiaannya. Agar potensi-potensi itu menjadi actual
dalam kehidupan perlu dikembangkan dan diiringi pada penyempurnaan-
penyempurnaan melalui upaya pendidikan, karena itu diperlukan penciptaan
arah bangun pendidikan yang menjadikan manusia layak untuk mengembang
misi Ilahi. Beribadah berarti mencakup keseluruhan kegiatan manusia dalam
hidup di dunia ini, termasuk kegiatan duniawi sehari-hari, jika kegiatan itu
dilakukan dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri
kepada Tuhan, yakni sebagai tindakan bermoral yakni untuk menempuh hidup
dengan kesabaran penuh bahwa makna dan tujuan keberadaan manusia ialah
“perkenan” atau ridha Allah SWT.
Sesuatu yang amat penting untuk diingat mengenai Ibadat atau
Ubudiyah ini ialah bahwa dalam melakukan amal perbuatan itu seseorang
harus hanya mengikuti petunjuk agama dengan referensi kepada sumber-
sumber seci(Kitab dan Sunnah), tanpa sedikitpun hak bagi seseorang untuk
menciptakan sendiri cara dan pola mengerjakannya. Justru suatu kreasi,
penambahan atau invasi di bidang ibadat dalam pengertian khusus ini akan
tergolong sebagai penyimpangan keagamaan(Bid’ah, Heresy) yang terlarang
keras.10
10
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadinah,
1992), h. 58.
7
Untuk itu dalam berhubungan dengan sesame harus kita niatkan untuk
mencari ridha Allah, sehingga perbuatan negative yang merugikan orang lain
akan terhindari. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Ma`idah ayat 2:
8
jawab bagi keberhasilan dan kegagalannya di depan Tuhan dan di depan
sejarah. 11
11
Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, (Surakarta: Pustaka Pelajar, 1995),h. 9-10.
12
Said Agil Husin Al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur`ani Dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005),h. 71.
13
Majid Fakhry, Etika Dalam Islam, (Surakarta: Pustaka Pelajar, 1996),h.116.
9
menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang
digantikannya).14
14
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, h.156.
15
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, h.157.
16
Fakhruddin Muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhr al-Razi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), h.180.
10
semakin banyak yang dapat dimanfatkan dari alam raya ini. Karena ketika
itu mereka semua akan saling membantu dan bekerja sama dan Tuhan di atas
mereka akan merestui.
Semakin kokoh hubungan manusia dengan alam raya dan semakin
dalam pengenalan tehadapnya, akan semakin banyak yang dapat
diperolehnya melalui alam raya ini. Dan keharmonisan hubungan
melahirkan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Perkembangan inilah
yang merupakan arah yang dituju oleh masyarakat religious yang Islami
sebagaimana digambarkan oleh al-Qur’an yang mengibaratkan masyarakat
Islam yang ideal:
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksistensi berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa latin
existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan aktual. Dari
kata ex berarti keluar dan sistere yang berarti muncul atau timbul. Beberapa
pengertian secara terminologi, yaitu pertama, apa yang ada, kedua, apa yang
memiliki aktualitas (ada), dan ketiga adalah segala sesuatu (apa saja) yang di
dalam menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Menurut Heiddegger, eksistensialisme lebih dikenal sebagai bentuk
gaya berfilsafat, pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya di
tengah-tengah makhluk lainnya. Manusia dalam dunianya, menggunakan
benda-benda yang ada disekitarnya. Di sinilah peran aktif manusia yang harus
menentukan hakikat keberdaan dirinya di dunia ini dan mendorong dirinya
untuk selalu beraktifitas sesuai dengan pilihan dirinya dalam mengambil jalan
hidup di dunia. Dengan segala peristiwa kesibukannya, maka manusia dapat
menemukan arti keberadaanya.
12