Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK

Disusun Oleh

Kelompok 5

ADINDA ROSA AMALIA NIM P07220218001


AKMALIA NUR ALISA NIM P07220218002
LOIS GREIS DOMBULAN NIM P07220218011
MARIA REGOLINDA OLO NIM P07220218012
PRISKA NIM P07220218026
TIKA NOORJANAH NIM P07220218034
SYAHNA SEPYIARA Y. A. NIM P07220218033
WILLY BUDIMAN M. NIM P07220218037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai
pencipta atas segala kehidupan yang kita lihat, kita dengar dan kita rasa yang
senantiasa memberikan rahmat, hidayahdan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini kami
akan membahas mengenai “Asuhan Keperawatan Tumor Otak”.

 Dalam kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih


dengan hati yang tulus kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini semoga Allah senantiasa membalas dengan kebaikan
yang berlipat ganda.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang akan datang. Harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Samarinda, 15 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................2
D. Metode Penulisan........................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian....................................................................................3
B. Etiologi Tumor Otak...................................................................5
C. Jenis-jenis Tumor Otak...............................................................5
D. Patofisiologi................................................................................6
E. Gejala Spesifik Tumor Otak yang b/d lokasi..............................7
F. Tumor Otak Primer....................................................................8
G. Tumor Otak Sekunder.................................................................14

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK

A. Pengkajian Keperawatan.............................................................18
B. Diagnosa Keperawatan................................................................20
C. Intervensi keperawatan................................................................23

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................28
B. Saran ...........................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otak adalah sumber kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga
yang sekecil-kecilnya, hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur
oleh otak. Dalam waktu yang bersamaan otak harus menjalankan beribu-
ribu aktivitas sekaligus. Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak
pada kongenital yang menempati ruang dalam tengkotak. Tumor-tumor
selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga
dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan neoplasma terjadi akibat
dari komprensi dan infiltrasi jaringan.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel
abnormal secara sangant cepat pada daerah central nervus system (CNS).
Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang ada
disekitarnya, mengakibatkan gangguan neurologis (gangguan fokal akibat
tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan
adanya nyeri kepala, nausea, vomitus, dan papil edema. Penyebab dari
tumor otak belum diketahui secara pasti. Namun ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa
tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter,
kongenital, viris, toxin, dan defisiensi immunologi, ada juga yang
menyatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
“bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor otak?”

1
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan dapat menyusun asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor otak.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengintervensikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan tumor otak.
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang penyusun gunakan untuk menulis dan menyusun
makalah ini adalah metode studi pustaka yaitu sebuah metode penulisan
karya tulis dengan mencari informasi dari berbagai jenis referensi, mulai
dari literatur buku, internet, televisi, dan jenis referensi lainnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tumor ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan
adanya pertumbuhan massa (solid/padat) atau jaringan abnormal dalam
tubuh yang meliputi tumor jinak (benigna tumor) dan tumor ganas
(malignant tumor).
Penyakit tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel abnormal di dalam
atau disekitar otak secara tidak wajar dan tidak terkendali (Wh.
Sastrosudarmo, 2010).
Brain tumor merupakan neoplasma, baik yang jinak maupun ganas,
dan lesi-lesi desak ruang yang lain, yang berasal dari inflamasi kronik
yang tumbuh dalam otak, meningen atau tengkorak ( David Ovedoff,
(2002).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan
tengkorak (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Penyebaran ini bisa terjadi satu area atau beberapa otak yang berbeda.
Berdasarkan pengertian diatas, penyusun menyimpulkan bahwa
tumor otak adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada otak dan bersifat
jinak maupun ganas yang dapat berasal dari otak itu sendiri ataupun

3
penyebaran dari kanker pada organ-organ tubuh yang lain seperti kanker
payudara, kanker paru, prostate, ginjal, dan lain-lain.

Perbedaan tumor maligna dan benigna dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Karakteristik Tumor Jinak Tumor Ganas


Diferensiasi Baik, struktur Tidak baik (anaplasia),
(kemiripan sel menyerupai jaringan struktur tidak menyerupai
dengan sel awal asal jaringan asal yang ditandai
yang normal) dengan perubahan
pleomorfisme,
hiperkromatik dan ukuran
nukleus hampir menutupi
sitoplasma
Laju pertumbuhan  Progresif dan  Tidak terduga,
lambat umumnya cepat namun
 Dapat berhenti bisa terjadi secara
tumbuh dan lambat
menciut (jarang  Mitosis banyak dan
terjadi) abnormal
 Mitosis jarang dan
normal
Invasi lokal  Tidak menginvasi  Infiltrasi progresif,
atau menginfiltrasi invasi dan destruksi
 Massa berbatas jaringan sekitar
jelas  Massa tidak berbatas
 Membentuk simpai jelas
Metastasis Tidak ada Ada
(penyebaran sel
tumor ke organ lain
yag jaraknya
berjauhan)

4
B. Etiologi Tumor Otak
Ada beberapa faktor penyebab pertumbuhan tumor otak (Wh.
Sastrosudarmo, 2010) meliputi :
1. Keturunan (genetik). Apabila terdapat garis keturunan yang
menderita kanker tumor/kanker otak maka dianjurkan untuk
menjaga kesehatan.
2. Riwayat trauma/benturan. Benturan yang keras ataupun cidera
kepala ringan tetap diwaspadai, karena perubahan jaringan yang
terbentur bisa menjadi penyebab tumbuhnya jaringan abnormal di
otak.
3. Pola hidup (life style). Pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok, makanan kurang serat dan lain-lain dapat menjadi
penyebab kanker/tumor.
4. Karsinogenik. bahan karsinogenik secara umum juga dapat
menjadi penyebab kanker/tumor seperti, minyak yang dipakai
berulang-ulang, bahan kimia yang terhirup atau tercampur dengan
makanan.
5. Radiasi. Radiasi bahan kimia bisa menjadi pemicu tumbuhnya
kanker/tumor.

C. Jenis-jenis Tumor Otak


Ada beberapa tipe-tipe yang berbeda dari tumor otak (Wh. Sastrosudarmo,
2010), yaitu :
1. Glioma, yaitu kategori tumor yang dimulai dari organ atau bisa pula
tulang belakang. Tumor tersebut berasal dari sel-sel glial. Glioma
sendiri dibagi menjadi 3 klasifikasi yang berkelainan, diantaranya :
a. Astrocytomas, berasal dari sel astrosit, kategori yang umum dan
dapat ditemukan pada anak-anak dan orang tua.
b. Ependymomas, yaitu jenis tumor yang berasal dari sel ependymal.

5
c. Oligodendrogliomas, yakni jenis tumor yang berkembang dari sel
oligodendrocytes yang menciptakan zat lemak putih menutupi
saraf kepada otak yang dinamakan myelin
2. Craniopharyngiomas, yaitu tumor yang tumbuh pada besic otak atau
diatas kelenjar pitutari sehingga jarang ditemukan.
Craniopharyngiomas adalah jenis tumor yang tidak menyebar, namun
sel tumor ini tumbuh di struktur yang utama sehingga menyebabkan
kondisi yang paling parah. Umumnya dapat mengganggu penglihatan
dan kestabilan hormon tubuh.
3. Meningioma, yaitu kategori tumor yang umum dialami oleh
perempuan dewasa dan lanjut usia. Sel tumor tumbuh di jaringan yang
menutupi membran otak. Tumor meningioma rata- rata bersifat jinak.
4. Hemingioma, yaitu tumor yang jarang ditemukan. Namun tumor ini
tumbuh di batang otak sehingga menjadi yang paling sulit diobati.
Bahkan tumor ini disebur sebagai sindrom langka yang dinamakan
Sindrom Von Hippel Lindau (VHL).
5. Schwannomas Vestibular atau Neuromas Akustik. Schwannomas
Vestibular tumbuh dari sel- sel Schwan di luat saraf, sering terjadi dari
telinga sampai menuju otak. Tumor ini menyebabkan penderitanya
mengalami gangguan pendengaran.

D. Patofisiologi
Tumor otak terjadi karena adanya proliferansi atau pertumbuhan
sel abnormal secara sangat cepat pada daerah Central Nervous System
(CSN). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat
di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal
akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Perubahan suplai
darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut
dan dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskular primer. Serangan
kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi,

6
invasi, dan perubahan suplai dara ke dalam jaringan otak. Peningkatan
TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya massa
dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
cerebrospinal. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak
yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang
menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kurasakan sawar diotak, menimbulkan peningkatan
volume intrakranial dan meningkatkan TIK. Peningkatan TIK
membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-berbulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial
timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volume CSS, andungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-
sel parenkim otak, kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan
mengakibatkan herniasi unkus sereblum (Newton, 2009)

E. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:


1. Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian. Bila tumor menekan
jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal.
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy. Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym.
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s.
3. Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului
dengan aura atau halusinasi. Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan
gejala afasia dan hemiparese. Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia
dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.

7
4. Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan
obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial
mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan
kesadaran.
6. Tumor di cerebello pontin angie
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma. Dapat dibedakan
dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran. Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
7. Tumor hipotalamus
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe Gangguan
fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil
pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan

8. Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari
otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

F. Tumor Otak Primer


Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai kanker otak ganas yaitu
tumor sel glial (glioma), meliputi glioma derajat rendah (astrositoma grade
I/II, oligodendroglioma), glioma derajat tinggi (astrositoma anaplastik
(grade III), glioblastoma (grade IV), anaplastik oligodendroglioma).

8
Tumor otak primer adalah sel-sel tumor yang berasal dari jaringan otak itu
sendiri.

Prinsip Penanganan Tumor Primer Secara Umum


1. Manifestasi klini s
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari
lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering
ditemukan adalah peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat
disertai muntah proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang,
penurunan fungsi kognitif. Pada glioma derajat rendah gejala yang
biasa ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat tinggi lebih
sering menimbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan
intrakranial meningkat.
2. Diagnostik
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual,
penurunan nafsu makan, muntah proyektil, kejang, defisit
neurologik (penglihatan dobel, strabismus, gangguan
keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb), perubahan
kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual,
penurunan nafsu makan, muntah proyektil, kejang, defisit
neurologik (penglihatan dobel, strabismus, gangguan
keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb), perubahan
kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.
b. Pemeriksaan Fungsi Luhur
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada
kanker otak, khususnya pada tumor glioma derajat rendah,
limfoma, atau metastasis. Fungsi kognitif juga dapat
mengalami gangguan baik melalui mekanisme langsung akibat

9
destruksi jaras kognitif oleh kanker otak, maupun mekanisme
tidak langsung akibat terapi, seperti operasi, kemoterapi, atau
radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi luhur berguna
untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan
fungsional kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan post
tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi). Bagi keluarga,
penilaian fungsi luhur akan sangat membantu dalam merawat
pasien dan melakukan pendekatan berdasarkan hendaya.
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
- Darah lengkap
- Hemostasis
- LDH
- Fungsi hati, ginjal, gula darah
- Serologi hepatitis B dan C
- Elektrolit lengkap
- Pemeriksaan radiologis
- CT Scan dengan kontras
- MRI dengan kontras, MRS, DWI PET CT (atas
indikasi)

Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI


dengan kontras. CT scan berguna untuk melihat adanya
tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis dan sangat
baik untuk melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada
tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran jaringan
lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS
sangat baik untuk menentukan daerah nekrosis dengan
tumor yang masih viabel sehingga baik digunakan sebagai

10
penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan diagnosis
banding, demikian juga pemeriksaan DWI.

Pemeriksaan positron emission tomography (PET)


dapat berguna pascaterapi untuk membedakan antara tumor
yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat radiasi.

 Pemeriksaan cairan serebrospinal


Dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dan flowcytometry
untuk menegakkan diagnosis limfoma pada susunan saraf
pusat atau kecurigaan metastasis leptomeningeal atau
penyebaran kraniospinal, seperti ependimoma.
3. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Penurunan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan
neuroemergency akibat peningkatan tekanan intrakrani-al. Hal
ini terutama diakibatkan oleh efek desak ruang dari edema
peritumoral atau edema difus, selain oleh ukuran massa yang
besar atau ventrikulomegali karena obstruksi oleh massa
tersebut. Edema serebri dapat disebabkan oleh efek tumor
maupun terkait terapi, seperti pasca operasi atau radioterapi.
Gejala yang muncul dapat berupa nyeri kepala, mual dan
muntah, perburukan gejala neurologis, dan penurunan
kesadaran. Pemberian kortikosteroid sangat efektif untuk
mengurangi edema serebri dan memperbaiki gejala yang
disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah dapat
terlihat dalam 24-36 jam. Agen yang direkomendasikan adalah
deksametason dengan dosis bolus intravena 10 mg dilanjutkan
dosis rumatan 16-20mg/hari intravena lalu tappering off 2-16
mg (dalam dosis terbagi) bergantung pada klinis. Efek samping
pemberian steroid yakni gangguan toleransi glukosa, stress-

11
ulcer, miopati, perubahan mood, peningkatan nafsu makan,
Cushingoid dan sebagainya. Sebagian besar dari efek samping
tersebut bersifat reversible apabila steroid dihentikan.
b. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan
diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial,
mengurangi kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi
lain. Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi
dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak
memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi
rendah). Teknik operasi meliputi membuka sebagian tulang
tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor. Tumor diangkat
sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli
patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor.
Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak dalam.
Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi
target dengan komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning).
Pasien akan dipasang frame stereotaktik di kepala kemudian
dilakukan CT scan. Hasil CT scan diolah dengan software
planning untuk ditentukan koordinat target. Berdasarkan data
ini, pada saat operasi akan dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala dan dibuat satu lubang (burrhole) pada tulang
tengkorak. Kemudian jarum biopsi akan dimasukkan ke arah
tumor sesuai koordinat. Sampel jaringan kemudian dikirim ke
ahli patologi anatomi.
pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibatn
sumbatan cairan otak, dapat dilakukan pemasangan pirau
ventrikuloperitoneal (VP shunt).
Pada glioma derajat rendah dilakukan reseksi tumor secara
maksimal dengan tujuan utama perbaikan gejala klinis. Pada
pasien dengan total reseksi dan subtotal reseksi tanpa gejala

12
yang mengganggu, maka cukup dilakukan follow up MRI
setiap 3 – 6 bulan selama 5 tahun dan selanjutnya setiap tahun.
Bila operasi tetap menimbulkan gejala yang tidak dapat
dikontrol dengan obat simtomatik, maka radioterapi dan
kemoterapi merupakan pilihan selanjutnya.
Pada glioma derajat tinggi maka operasi dilanjutkan dengan
radioterapi dan kemoterapi.
Pilihan teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah
anestesi umum untuk sebagian besar kasus, atau sedasi dalam
dikombinasikan dengan blok kulit kepala untuk kraniotomi
awake (sesuai indikasi).
c. Radioterapi
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pascaoperasi, atau pada kasus rekuren yang
sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi.
Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai adalah 3D
conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic
radiosurgery / radiotherapy, dan IMRT.
d. Kemoterapi sistemik dan terapi target (targeted therapy)
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhantumor
dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien
semaksimal mungkin. Kemoterapi biasa digunakan sebagai
kombinasi dengan operasi dan/atau radioterapi.
e. Tatalaksana Nyeri
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri
kepala. Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini
berbeda dengan nyeri kanker pada umumnya. Nyeri kepala
akibat kanker otak bisa disebabkan akibat traksi langsung
tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala klinis nyeri
biasanya bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya, yang

13
disebut nyeri neuropatik. Pada kasus ini pilihan obat nyeri
adalah analgesik yangtidak menimbulkan efek sedasi atau
muntah karena dapat mirip dengan gejala kanker otak pada
umumnya. Nyeri kepala tersering adalah akibat peningkatan
tekanan intrakranial, yang jika bersifat akut terutama akibat
edema peritumoral. Oleh karena itu tatalaksana utama bukanlah
obat golongan analgesik, namun golongan glukokortikoid
seperti deksamethason atau metilprednisolon intravena atau
oral sesuai dengan derajat nyerinya.
f. Tatalaksana kejang
Epilepsi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
pasien kanker otak. Tiga puluh persen pasien akan mengalami
kejang sebagai manifestasi awal. Bentuk bangkitan yang paling
sering pada pasien ini adalah bangkitan fokal dengan atau tanpa
perubahan menjadi umum sekunder. Oleh karena tingginya
tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak yang
mengalami kejang harus diberikan antikonvulsan. Pemilihan
antikonvulsan ditentukan berdasarkan pertimbangan dari profil
efek samping, interaksi obat dan biaya.
g. Tatalaksana gizi
Skrining gizi dengan malnutrition screening tools (MST), bila
skor ≥3 (rawat inap), atau skor MST ≥2 (rawat jalan) dengan
kondisi khusus (sakit kritis, kemoterapi, radiasi, hemodialisis)
ditangani bersama tim spesialis gizi klinik
h. Perawatan paliatif
Dilakukan pada pasien-pasien yang dinyatakan perlu
mendapatkan terapi paliatif dan dilakukan terapi secara
multidisiplin bersama dokter penanggung jawab utama, serta
dokter gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan ahli terapi paliatif.
G. Tumor Otak Sekunder
1. Epidemiologi

14
Lesi metastasis dapat tumbuh di parenkim otak (sekitar 75%) maupun
di leptomeningeal.Sebanyak 80% metastasis soliter berada di hemisfer
serebri.Lokasi otak dengan insidens tertinggi berada di posterior dari
fissuraSylvii dekat pertemuan antara lobus temporal, parietal dan
oksipital. Banyak metastasis tumbuh di daerah perbatasan antara
substansiagrisea dan alba. Sebanyak 16% metastasis soliter berada di
serebellum.
2. Diagnosis : Diagnosis tumor otak sekunder ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dijumpai tanda dan
gejala seperti pada tumor otak primer, yang dapat berupa:
a) Tanda peningkatan tekanan intrakranial : sakit kepala,
mual/muntah
b) Gejala fokal : kelumpuhan/paresis tanpa gangguan sen-sorik,
penekanan saraf kranialis
c) Kejang
d) Perubahan perilaku, letargi, penurunan kesadaran
b. Pemeriksaan penunjang
a) CT scan otak
Pada 50% kasus pemeriksaan CT scan otak terdapatgambaran
lesi metastasis soliter (tunggal) sejak pasien pertama kali
mendapatkan gangguan klinis neurologis. Gambaran CT scan
umumnya dapat berupa lesi bulat, berbatas tegas dengan
peritumoral edema yang lebih luas (fingersof edema). Bila
terdapat lesi multipel maka jumlah lesi terbanyak yang tampak
adalah jumlah yang paling benar (Chamber’srule).
b) MRI otak
Bila dilanjutkan dengan MRI otak hanya <30% pasien
didapatkan lesi soliter. Pemeriksaan MRI lebih sensitif
daripada CT scan terutama di daerah fossa posterior.

15
3. Tatalaksana
a. Pembedahan
Konfirmasi diagnosis merupakan langkah penting dalam terapi
metastasis otak, oleh karena itu apabila tumor primer tidak
diketahui maka perlu dilakukan pengambilan sampel tumor di otak.
Pada metastasis soliter dapat dilakukan operasi kraniotomi dan
eksisi tumor apabila:
a) Lokasi dapat dicapai melalui operasi terbuka
b) Terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan
tekanan intrakranial)
c) Diagnosis tidak diketahui.

Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat


dipertimbangkan bila:

a) Suatu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi


tersebut menyebabkan gejala klinis yang jelas dan atau
mengancam jiwa
b) Bila semua lesi dapat diambil semua saat operasi
c) Diagnosis tidak diketahui

Operasi biopsi stereotaktik dapat dipertimbangkan apabila :

a) lesi letak dalam,


b) lesi multiple berukuran kecil,
c) toleransi pasien kurang baik,
d) penyakit sistemik yang berat, diagnosis tidak diketahui.
b. Radiasi eksterna
a) Wholebrainradiotherapy (WBRT)
 Indikasi : WBRT dapat diberikan sebagai terapi utama,
kombinasi dengan SRS, atau setalah operasi.
 Teknik dan target radiasi : WBRT dapat diberikan
dengan teknik konvensional 2D lapangan opposing

16
lateralatau dengan radioeterapikonformal 3D. Lapangan
radiasi harus mencakup keseluruhan isi intrakranial.
Pastikan bahwa fossakraii anterior, fossakranii media,
dan basis kranii masuk ke dalam lapangan.
 Dosis radiasi : Sampai saat ini masi belum ada
kesepakatan mengenai dosis dan fraksinasi paling
optimal untuk WBRT. Namun umumnya digunakan
dosis adalah 30 Gy dalam 10 fraksi diberikan selama 2
minggu.Untuk pasien dengan performa yang buruk, 20
Gy/5 fraksi merupakan pilihan yang baik untuk dapat
dipertimbangkan
b) Stereotacticradiosurgery (SRS)
 Indikasi : Stereotacticradiosurgery (SRS) dapat
dilakukan sebagai terapi tunggal atau sebagai terapi
kombinasi dengan wholebrainradiotherapy (WBRT),
dengan atau tanpa operasi.
 Teknik radiasi :
 SRS dapat dilakukan dengan linear
accelerator(linacbasedSRS), gamma knife(Cobalt-based
SRS), atau proton. Untuk SRS dengan
streotacticheadframe(framebasedSRS), GTV
merupakan lesi yang menyangat pasca kontras yang
terlihat di MRI, tanpa penambahan margin baik untuk
CTV maupun PTV. Sementara untuk SRS tanpa frame
(frameless SRS), ditambahkan margin 1-2 mm untuk
PTV.
 Dosis radiasi : Dosis biasanya dipreskripsikan pada
isodosis 50% untuk gamma knife, dan 80% untuk linac-
basedSRS. Dosis marginal maksimal adalah 24, 18 atau
15 gy sesuai dengan volume tumor yang
direkomedasikan

17
c. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak
sekunder, antara lain:
a) Pemberian kortikosteroid untuk gejala klinis akibat edema otak.
Dosis awal deksametason 10-20 mg iv, kemudian 4x5 mg iv
selama 2-3 hari sampai gejala klinis membaik.
Tapperingoffdimulai setelah gejala klinis terkontrol.
b) Pemberian H2 antagonis seperti ranitidine 2x150 mg
c) Pemberian anti konvulsan seperti fenitoin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUMOR OTAK
A. Pengkajian
1. Keluhan utama :
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri kepala muntah-
muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya keluhan nyeri kepala, mual, muntah, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya
penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan koma.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada masa sebelumnya. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4. Riwayat penyakit keluarga

18
Kaji adanya hubungan keluhan tumor intrakranial pada generasi
terdahulu
5. Pengkajian psikososiopsiritual
Apakah timbul ketakutan dan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya sendiri salah. Apakah klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mulai marah, tidak kooperatif, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil, dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
6. Pemeriksaan fisik
Pernapasan : inspeksi adanya kegagalan pernapasan disebabkan
adanya kompresi pada medula oblongata. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan
bunyi tambahan.
Darah : kompresi pada medula oblongata didapatkan adanya
kegagalan sirkulasi. TD : normal, heart rate normal.
Otak : nyeri kepala, muntah dan papiledema.
Pengkajian saraf kranial :
a. Saraf I : pada klien tumor intrakranial yang tidak mengalami
kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II : gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian
tertentu dari lintasan visual.
c. Saraf III, IV, dan VI : adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral
dari sara VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya
glioblastoma multiformis.
d. Saraf V : pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan
saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf yang lain.
Pada neurolema yang menekan saraf ini akan didapatkan adanya
paralisis wajah unilateral.
e. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

19
f. Saraf VIII : pada neurolema didapatkan adanya tuli resepsi. Tumor
lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran
yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis
atau korteks yang berbatasan.
g. Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat
kesulitan membuka mulut.

Sistem motorik : gangguan pergerakan, hipotonia terhadap regangan


atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya dan
hiperekstensibilitas, gangguan berpakaian.

Refleks : gerakan involunter : kejang umum

Sistem sensorik : nyeri kepala bersifat dalam, terus-menerus, tumpul


dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri paling hebat waktu pagi hari
dan menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan
tekanan intrakranial, seperti membungkuk, batuk, atau mengejan pada
waktu buang air besar.

Perkemihan : inkontinensia urine

Pencernaan : kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah


pada fase akut.

Aktivitas : kesulitan berkativitas, kehilangan sensori dan mudah lelah.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(peningkatan tekanan intrakranial)
Tujuan : nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh
klien
Kriteria hasil : Tingkat Nyeri (L. 08066)
setelah dilakukan intervensi selama 3 jam, maka tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria hasil :
 Keluhan nyeri sedang

20
 Meringis cukup menurun
 Gelisah sedang
 Kesulitan tidur sedang
 Muntah cukup menurun
 Mual cukup menurun
 Pupil dilatasi cukup menurun
 Perasaan depresi cukup menurun
 Proses berpikir sedang
 Fokus sedang
 Fungsi berkemih cukup membaik
 Perilaku cukup membaik (4)
 Pola tidur cukup membaik (4)
 Nafsu makan cukup membaik (4)
2. Risiko Perfusi Serebral tidak Efektif (D.0017) berhubungan dengan
tumor otak
Tujuan : perfusi jaringan secerbral kembali normal
Kriteria hasil : Perfusi Serebral (L. 02014)
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, maka
perfusi serebral meningkat, dengan kriteria hasil :
 Tingkat kesadaran cukup meningkat
 Kognitif sedang
 Tekanan intra kranial cukup menurun
 Sakit kepala menurun
 Gelisah cukup menurun
 Kecemasan cukup menurun
 Nilai rata-rata tekanan darah cukup membaik
 Kesadaran cukup membaik
 Refleksi saraf sedang

21
3. Risiko Cidera (D. 0136) berhubungan dengan perubahan fungsi
kognitif
Tujuan : untuk mengurangi risiko terjadinya cedera kepala
Kriteria Hasil : tingkat cedera (L. 14136)
setelah dilakukan intervensi keperawatan 2x 24 jam, maka tingkat
cedera menurun, dengan kriteria hasil :
 Ekspresi wajah kesakitan cukup menurun
 Gangguan kognitif sedang
 Tekanan darah cukup membaik
4. Gangguan integritas kulit atau jaringan (D. 0129) berhubungan dengan
efek samping terapi radiasi
Tujuan : integritas kulit atau jaringan membaik
Kriteria hasil : integritas kulit dan jaringan (L. 14125)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, maka
integritas kulit dan jaringan meningkat, dengan kriteria hasil :
 Kerusakan jaringan cukup menurun
 Kerusakan lapisan kulit cukup menurun
 Nyeri sedang
 Pertumbuhan rambut sedang
 Kemerahan cukup menurun
5. Gangguan Komunikasi Verbal (D. 0119) berhubungan dengan
penurunan sirkulasi serebral.
Tujuan : meningkatkan teknik komunikasi tambahan pada individu
dengan gangguan bicara.
Kriteria hasil : komunikasi verbal (L. 13118)
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka
komunikasi verbal meningkat, dengan kriteria hasil :
 Kemampuan berbicara cukup meningkat
 Kemampuan mendengar cukup meningkat
 Kesesuaian ekspresi wajah atau tubuh cukup meningkat

22
 Kontak mata cukup meningkat
 Respons perilaku cukup membaik
 Pemahaman komunikasi cukup membaik.

6. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) berhubungan dengan


ketidakseimbanagan ventilasi/perfusi.
Tujuan : memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan
mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan.
Kriteria hasil : Pertukaran Gas (L.01003)
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka
pertukaran gas meningkat, dengan kriteria hasil :
 Pusing cukup menurun
 Penglihatan kabur cukup menurun
 Gelisah menurun
7. Ansietas (D. 0080) berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
Tujuan : perasaan cemas yang dirasakan berkurang
Kriteria hasil : Tingkat Ansietas (L. 09093)
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x 24 jam, maka
tingkat ansietas menurun, dengan kriteria hasil:
 Verbalisasi khwatir akibat kondisi yang dihadapi cukup
menurun
 Perilaku gelisah cukup menurun
 Perilaku tegang cukup menurun
 Keluhan pusing cukup menurun
 Konsentrasi cukup membaik

C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(peningkatan tekanan intrakranial)

23
Intervensi utama: manajemen nyeri (I. 08238)
Observasi :
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat atau memperingan nyeri
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitas istirahat tidur

Edukasi :

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredekan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian analgetik


2. Risiko Perfusi Serebral tidak Efektif (D.0017) berhubungan dengan
tumor otak
Intervensi utama : manajemen peningkatan tekanan intrakranial (I.
10194)
Observasi :
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK
 Monitor tanda dan gejala peningkatanTIK
 Monitor cairan serebro-spinalis

24
 Monitor status pernapasan

Terapeutik :

 Berikan posisi semi-fowler


 Cegah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubuh normal
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang.

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu


 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu

3. Risiko Cidera (D. 0136) berhubungan dengan perubahan fungsi


kognitif
Intervensi utama : manajemen keselamatan lingkungan (I. 14513)
Observasi
 Identifikasi kebutuhan keselamatan fungsi kognitif
 Monitor perubahan keselamatan lingkungan
Teraupetik
 Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan misal
fisik,biologi,kimia
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko.
4. Gangguan integritas kulit atau jaringan (D. 0129) berhubungan dengan
efek samping terapi radiasi
Intervensi utama : perawatan integritas kulit (L. 11353)
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

25
 Ubah posisi tiap dua jam jika tirah baring
 Gunakan produk berbahan ringan dan hipoalergi pada kulit
sensitif

Edukasi

 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5. Gangguan Komunikasi Verbal (D. 0119) berhubungan dengan
penurunan sirkulasi serebral.
Intervensi utama : promosi komunikasi defisit bicara (I. 13491)
Observasi
 Identifikasi prioritas metode komunukasi yang digunakan
sesuai dengan kemampuan
 Identifikasi sumber pesan secara jelas

Teraupetik

 Fasilitasi mengungkapkan isi pesan dengan jelas


 Dukung pasien dan keluarga menggunakan komunikasi
efektif

Edukasi

 Jelaskan perlunya komunikasi efektif


 Ajarkan memformulasikan pesan dengan tepat.
6. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) berhubungan dengan
ketidakseimbanagan ventilasi/perfusi.
Intervensi utama :Pemantauan Respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
 Auskultasi bunyi napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru-paru .

26
Teraupetik

 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien .

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantuan .


7 Ansietas (D. 0080) berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
Intervensi utama : reduksi ansietas (I. 09314)
Observasi
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)

Terapeutik

 Ciptakan suasana yang terapeutik untuk menumbuhkan


kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
 Pahami situasi yang menimbulkan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
 Latih teknik relaksasi.

27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor otak adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada otak dan
bersifat jinak maupun ganas yang dapat berasal dari otak itu sendiri
ataupun penyebaran dari kanker pada organ-organ tubuh yang lain seperti
kanker payudara, kanker paru, prostate, ginjal, dan lain-lain.
Tumor yang berasal dari otak itu sendiri dinamakan tumor primer dan
tumor yang berasal dari kanker pada organ tubuh yang lain dinamakan
tumor sekunder.
B. Saran
Demikian sedikit informasi dari kelompok 5. Tentu masih banyak
sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran
yang membangun masih sangat kami butuhkan demi kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi saat ini. Ucapan terima kasih layaknya pantas

28
kami persembahkan bagi dosen pembimbing kami dan para pembaca.
Terakhir, ucapan maaf yang sebesar – besarnya perlu kami ucapkan jika
dalam penulisan ini kami banyak melontarkan kata – kata yang kurang
berkenan.

DAFTAR PUSTAKA

Sastrosudarmo Wh. 2010. Kanker The Silent Killer. Jakarta : Garda Media

National Cancer Institute. Adult Brain Tumors Treatment. July 2015.

Scanlon C. Brain Tumors. In: Marian M, Roberts S, editors. Clinical Nutrition for
Oncology Patients. Boston: Jones and Bartlett Publishers, 2010, p.32150.J

Kalkanis SN, Kondziolka D, Gaspar LE etal: The role of surgical resection in the
management of newly diagnosed brain metastases: a systematic review and
evidence-based clinical practice guideline, J Neurooncol (2010) 96:33–43

Goetz P, Ebinu JO, Roberge D, Zadeh G: Current Standards in the Management


of Cerebral Metastases, International Journal ofSurgicalOncologyVolume 2012
(2012)

CerebralMetastases: HandbookofNeurosurgery, Greenberg MS, 6thedition, 2006

29
Soffietti R, P. Cornu P, Delattre JY etal: BrainMetastases,
EuropeanHandbookofNeurologicalManagement, Chap.30, vol.1, 2nd ed.,
Blackwell, 2011

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat nasional Indonesia

30

Anda mungkin juga menyukai