Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakaan Penelitian

Kepustakaan penelitian adalah suatu studi terhadap literatur yang

menyajikan informasi tentang hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh

para ahli atau sarjana yang mempunyai topik yang sama. Kepustakaan

penelitian ini akan diperoleh suatu gambaran tentang kondisi yang hampir sama

dan di gunakan bagi peneliti untuk membuat suatu perbandingan, memperbaiki

kekurangan, serta mengembangkan hasil penelitian yang telah di gunakan.

Dalam rangka melengkapi kepustakaan penelitian maka penulis

menggunakan dua buah hasil penelitian yang dianggap relevan serta berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Yang pertama adalah

hasil penelitian dari Firman Yoga Rizki Wiratomo mahasiswa Univeristas

Brawijaya Malang yang berjudul “Penyidikan Terhadap Penjual Minuman Keras

Beralkohol “Oplosan” di Kota Malang Yang Konsumennya Meninggal Dunia

(Studi Di Polres Kota Malang)”.

Penelitian yang dilakukan oleh Firman Yoga Rizki Wiratomo merupakan

penelitian deskriptif yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk

mengidentifikasikan dan mengkaji peraturan hukum yang terdapat pada

masyarakat serta mendeskripsikan upaya pihak kepolisian dalam mengatasi

1
2

masalah tentang penjualan minuman keras beralkohol yang beredar di

masyarakat. Regulasi yang mengatur tentang peredaran minuman keras

beralkohol di Kota Malang terdapat pada Peraturan Daerah (PERDA) Kota

Malang Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengawasan , Pengendalia n dan

Pelarangan Penjualan Minuman Beralkohol.

Hasil penelitian menyebutkan, bawha kasus-kasus penjualan minuman

keras oleh Satuan Samapta Bhayangkhara (SABHARA) dari Tahun 2013

sampai 2014. Dari data ungkap kasus yang didapat dari SABHARA

menunjukkan adanya 14 kasus yang terjadi, diantaranya 5 kasus di tahun 2013

dan 9 kasus terjadi di tahun 2014. Berdasarkan data peristiwa tersebut

SABHARA juga mengungkap kasus korban mati akibat minuman keras

beralkohol “oplosan” yang tercatat terdapat 15 kasus korban meninggan dan 5

diantaranya masih berada dibawah umur.

Penelitian tersebut menyimpulkan, bahwa pihak kepolisian telah

melakukan penyidikan terhadap menjual minuman keras beralkohol dengan

cara mendadak 2 kali dalam seminggu yang diadakan pada hari selasa dan

kamis baik dari minimarket, toko-toko, dan tidak luput pula warung-warung yang

dianggap menjual minuman keras beralkohol dari golongan A, B dan C yang

dilakukan setelah diadakannya sidak lalu lintas. Untuk memaksimalkan kinerja

pihak kepolisian setidaknya pihak kepolisian melakukan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai penjualan minuman keras beralkohol dan juga

memperkenalkan masyarakat dengan bahayanya mengkonsumsi minuman

keras berlakohol tersebut agar masyarakat dapat mengerti bahayanya

mengkonsumsi minuman keras beralkohol. Dan bagi masyarakat yang melihat

atau menduga adanya transaksi jual beli minuman keras beralkohol dapat
3

melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian agar pihak kepolisian dengan

cepat mencari dan menangkap tersangka yang menjual minuman keras

beralkohol secara ilegal.

Hasil penelitian kedua yang dijadikan bahan acuan dalam penelitian ini

adalah penelitian Marchya Odetha Cessarina Kandow, Universitas Brawijaya

Malang yang berjudul “Penegakan Hukum Tindak Pidana Peredaran Miras di

Kabupaten Blitar”.

Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah metode pendekatan

yuridis sosiologis. Lokasi yang peneliti ambil dengan alasan pemilihan lokasi di

kabupaten blitar karena wilayah kabupaten sangat luas bahkan dalam kegiatan

ekonomi sudah mulai berkembang pesat.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pelaksanaan penegkan hukum

menurut peraturan perda nomor 8 tahun 2002 tentang larangan pengedaran

minuman beralkohol di kabupaten Blitar. Dilakukan oleh Bupati yang dibantu tim

pengawas dan penertiban. Untuk memberi efek jera Bagi para pengedar atau

penjual yang bersikap curang atau melakukan jual-beli secara illegal. upaya ini

merupakan usaha pemerintah dalam meminimalisasi terjadinya kriminalitas.

Bagi para pengedar atau penjual secara illegal yang melakukan pelanggaran,

Satpol PP segera menindak tegas dan tidak sekedar member sanksi

administrasi saja, tapi langsung ditutup usaha tersebut hal ini karena melihat

pengalaman sebelumnya pihak penjual menganggap remeh karena hanya

diberi sanksi saja.

Penegakan hukum juga dilakukan oleh Polres Kabupaten Blitar yang

merupakan salah satu aparat hukum yang bekerja dibawah naungan POLRI

(Kepolisian Republik Indonesia). Dalam penegkan hukumnya polisi hanya


4

dikenakan tindak pidana Ringan bagi pengedar miras yaitu penjual miras ilegal.

Pasal yang digunakan pasal 300 ayat 1 KUHP. Dalam data yang diperoleh

semua kasus yang terjadi semua penjual melanggar perda Kabupaten Blitar

No.8 tahun 2002. Dalam hal ini pihaknya serta para pihak lainnya meminta

untuk perda miras yang berlaku di kabupaten blitar untuk direvisi karena banyak

sekali kekurangan, banyak sekali para pejual yang tidak jera untuk mengulangi

perbuatannya. Perda ini belum efektif dan belum berefek jera bagi pengguna,

pengedar, dan produsen.

2.2 Kepustakaan Konseptual

Kepustakaan konseptual merupakan suatu studi terhadap literatur yang

berupa konsep serta teori yang berkaitan dengan permasalahan yang ada

dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan beberapa teori dan konsep

sebagai pisau analisis yang secara detail.

2.2.1 Tinjauan tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

2.2.2.1 Pengertian Polri

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Kepolisian adalah

segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian kepolisian

menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, adalah merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,


5

serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat diberikan penjelasan,

bahwa kepolisian pada dasarnya merupakan alat negara yang memiliki peran

bagi terpeliharanya ketertiban dan keamanan masyarakat. Selain menjaga

ketertiban serta keamanan di dalam masyarakat, kepolisian juga masih

mengemban tugas serta peran untuk pelayanan masyarakat untuk

mendapatkan keadaan yang aman dan nyaman bagi kehidupan bermasyarakat

dan bernegara.

Mengenai pengertian anggota Polri diatur dalam Bab 1 Ketentuan Umum

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, yaitu pegawai negeri pada

Kepolisian Republik Indonesia. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 menyebutkan, bahwa pegawai negeri sipil pada kepolisian

Republik Indonesia terdiri atas :

a. Anggota Kepolisian Republik Indonesia

b. Pegawai Negeri Sipil

Terhadap pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

kepegawaian. Akan tetapi yang menjadi subjek pada penulisan skripsi ini

adalah anggota kepolisian Republik Indonesia yang bertugas sebagai aparat

penegak hukum dan diberi wewenang untuk menggunakan senjata api dalam

menjalankan tugasnya.

Pasal 21 UU No. 2 Tahun 2001 menjelaskan, bahwa untuk diangkat

menjadi anggota Polri, seorang calon harus memenuhi syarat sekurang-

kurangnya sebagai berikut :


6

a. Warga Negara Indonesia,

b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

d. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang

sederajat,

e. berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun,

f. sehat jasmani dan rohani,

g. tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan,

h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela,

i. lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian.

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

amanah dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, serta

terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia. Kepolisian Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian

Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional satu kesatuan dalam

melaksanakan peran sebagai pemelihara keamanan, pemelihara ketertiban

masyarakat, pelaksana penegak hukum serta memberikan perlindungan dan

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya

keamanan dalam negeri.


7

2.2.2.2 Fungsi Polri

Fungsi Polri sangat terkait dengan tugas-tugas kepolisian. Fungsi

kepolisian merupakan bagian dari tugas negara. Logeman memberikan

gambaran mengenai fungsi kepolisian sebagai suatu lingkungan pekerja

tertentu (tetap) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan tugas

kepolisian. Jadi tiap fungsi adalah lingkungan pekerja tertentu (tetap) dalam

hubungannya dengan keseluruhan tugas (Momo Kelana, 1991:29).

Fungsi Polri adalah untuk menegakkan hukum, memelihara keteraturan

dan ketertiban dalam masyarakat, mendeteksi dan mencegah terjadinya

kejahatan serta memeranginya. Menurut Suparlan (1999) dalam

http://dhanielsimamora.blogspot.com fungsi polisi adalah sebagai berikut :

1) Polisi menegakkan hukum dan bersamaan dengan itu menegakkan keadilan

sesuai dengan hukum yang berlaku, yaitu menegakkan keadilan dalam

konflik kepentingan yang dihasilkan dari hubungan antara individu,

masyarakat dan negara (yang diwakili oleh pemerintah) dan antar individu

serta antar masyarakat;

2) Memerangi kejahatan yang menganggu dan merugikan masyarakat, warga

masyarakat dan negara;

3) Mengayomi warga masyarakat, masyarakat dan negara dari ancaman dan

tindak kejahatan yang menganggu dan merugikan.

4) Tiga fungsi polisi tersebut harus dilihat dalam perspektif individu,

masyarakat dan negara, masing-masing merupakan sebuah sistem dan

secara keseluruhan adalah sebuah sistem yang memproses masukan

program-program pembangunan untuk menghasilkan keluaran berupa

kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan. Dalam proses-proses yang


8

berlangsung tersebut, fungsi polisi adalah untuk menjaga agar keluaran

yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan menjaga agar

individu, masyarakat dan negara yang merupakan unsur-unsur utama dan

sakral dalam proses-proses tersebut tidak terganggu atau dirugikan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, fungsi dan peran Polri dalam

masyarakat dilihat sebagai pranata atau institusi yang ada dalam masyarakat

Indonesia dan peranan Polri dilihat sebagai peranan dari petugas Polri dalam

masyarakat Indonesia.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi

kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi

kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan

keadilan.

Guna mewujudkan peran Polri sebagai pelindung, pengayom, dan

pelayan masyarakat maka tugas Polri dirumuskan sebagai berikut :

1. Melaksanakan deteksi dini terhadap kecenderungan sosial politik, sosial

ekonomi, sosial budaya, kerawanan kamtibmas antara lain: kejahatan yang

berdimensi baru, kejahatan kekerasan, kejahatan yang melibatkan

kelompok massa serta kejahatan ekonomi agar dapat dicegah sedini

mungkin supaya tidak menjadi ancaman yang lebih luas.

2. Melakukan kegiatan preventif dalam rangka menangkal gangguan

kamtibmas melalui kegiatan bimbingan masyarakat dan pembinaan potensi

masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam


9

sisbinkamtibmas (Sistim Bimbingan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat)

swakarsa.

3. Meningkatkan kegiatan preventif dalam rangka mencegah terjadinya

kejahatan dan pelanggaran, memberikan bantuan pertolongan dan

perlindungan kepada masyarakat serta mengamankan kegiatan masyarakat

baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional.

4. Meningkatkan kegiatan represif dalam rangka menegakkan hukum dan

menindak tegas setiap pelaku tindak pidana yang meliputi empat jenis

kejahatan/tindak pidana yaitu: kejahatan konvensional, kejahatan

transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara dan kejahatan yang

berimplikasi kontijensi.

5. Menyiapkan tindakan kepolisian lainnya, khususnya dalam menanggulangi

gangguan kamtibmas berkadar tinggi dan meresahkan masyarakat.

6. Menyiapkan personil dan perlengkapan dalam rangka penugasan operasi

kepolisian di wilayah Aceh, Maluku, dan Papua serta daerah konflik lainnya.

7. Melaksanakan pengamanan Pemilu tahun 2004 melalui penyediaan

perlengkapan pasukan, penyediaan personil pengamanan pemilu, dan

mengamankan jalannya pemilu sesuai dengan tahapan yang telah

ditetapkan

8. Melaksanakan pembangunan kekuatan dan meningkatkan kegiatan

pembinaan kekuatan baik di bidang pembinaan sistem perawatan personil,

pemeliharaan materiil maupun meningkatkan kegiatan fungsional lainnya.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi

kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,


10

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi

kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan

keadilan.

Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu

fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat yang secara teoritis melekat sebagai tugas dan tanggungjawab

pemerintah atau negara, sehingga penyelenggaraan kepolisian tidak

terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan, karena itu penyelenggaraan

kepolisian harus bertumpu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik

(algemene beginselen van behoorlijk bestuur) sebagai landasan hukum tidak

tertulis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam rangka mewujudkan

good governance, penyelenggaraan kepolisian bertumpu pada konsep

Kepolisian yang baik (good police) yang dijabarkan dalam rumusan standar

kepolisian yang baik (good police standard). Indikator kepolisian yang baik

apabila dalam penyelenggaraan kepolisian bebas dari tindakan maladministrasi

(Sadjijono, http://www.library@lib.unair.ac.id)

Pengembangan fungsi kepolisian menurut ketentuan Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri dalam melaksanakan tugasnya dibantu

oleh :

a. Alat-alat kepolisian hukum

b. Penyidik pegawai negeri sipil

c. Bentuk-bentuk pengawasan swakarsa

Pengetahuan fungsi kepolisian tersebut harus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang menjadi hukum dasar bagi Polri. Dalam

melaksanakan fungsi kepolisian meliputi seluruh wilayah Negara Republik


11

Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas

tersebut dan daerah hukum.

2.2.2.3 Tugas Kepolisian Republik Indonesia

G. Gewin memberikan perumusan yang lebih luas mengenai tugas Polisi

yaitu bagian daripada tugas negara, perundang-undangan dan pelaksanaan

untuk menjamin tata tertib ketentraman dan keamanan, menegakkan negara,

menanamkan pengertian ketaatan dan kepatuhan (Sadjijono,

http://www.library@lib.unair.ac.id).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia telah diatur mengenai tugas dan wewenang Polri.

1. Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diatur dalam Pasal 13

dan 14 UU No. 2 Tahun 2002. Seperti yang dinyatakan dalam pasal 13 UU

No. 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas

pokok yaitu :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

2. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagai mana dimaksud dalam Pasal

13 UU No. 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

b. Menyelenggarakan segala dalam menjamin keamanan, ketertiban

dan kelancaran lalu lintas di jalan.


12

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan Peraturan Perundang-Undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk

pengaman swakarsa.

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan Peraturan Perundang-

undangan lainnya.

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian.

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana yang

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung

tinggi hak asasi manusia.

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.

l. Melaksanakan tugas lagi sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan.
13

m. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Tugas Polisi sebagai penegak hukum untuk melindungi kepentingan

masyarakat terhadap tindak pidana yang melanggar jiwa, kehormatan,

kemerdekaan dan melanggar kepentingan hukum masyarakat dan negara.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian ini bersifat represif. Tugas

represif tersebut dapat dibagi menjadi represif yustisial (penyidikan) dan

represif non yustisial (pemeliharaan ketertiban) (Sadjijono,

http://www.library@lib.unair.ac.id).

2.2.2.4 Wewenang Kepolisian Republik Indonesia

Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diatur dalam

Pasal 15 dan 16 UU No. 2 Tahun 2002. Wewenang Kepolisian Negara Republik

Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2002

adalah :

1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik

Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan.

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum.

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian.
14

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan.

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang.

i. Mencari keterangan dan barang bukti.

j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional

k. Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

l. Memberikan bantuan pengaman dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara

waktu.

2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan lainnya berwenang :

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan

kegiatan masyarakat lainnya.

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor.

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik.

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak dan senjata tajam.

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan

terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan.


15

g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis

kepolisian.

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam

menyidik dan memberantas kejahatan internasional.

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang

asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi

terkait.

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi

Kepolisian internasional.

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup

tugas kepolisian.

3) Tata Cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) huruf a dan b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang proses

pidana juga dinyatakan dalam Pasal 16 UU No. 2 tahun 2002, yaitu :

1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 dan 14 U No. 2 tahun 2002 di bidang proses pidana,

Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan.

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan.

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan.
16

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi.

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan.

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf 1 adalah

tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi

syarat sebagai berikut :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.

b. Selaras dengan kewajiban umum yang mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan.

c. Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya.

d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa.

e. Menghormati hak azasi manusia.

Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana tersebut di atas,

harus didasarkan pada beberapa azas antara lain :

1. Azas legalitas

Legal berarti sah menurut undang-undang. Azas legalitas ialah azas

dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan pada undang-undang atau


17

peraturan perundang-undangan. tindakan yang tidak didasarkan kepada

peraturan perundang-undangan, adalah tindakan yang melawan hukum.

Azas ini menuntut agar segala tindakan yang dilakukan berdasarkan

ketentuan undang-undang yang mengatakan secara jelas. Setiap tindakan

yang dapat dilakukan atau diharuskan, dinyatakan secara harfiah dalam

undang-undang tersebut.
18

2. Azas oportunitas

Azas oportunitas berarti waktu yang tepat atau kesempatan yang baik

untuk berbuat sesuatu atau peluang. Menurut kamus hukum oportunitas

ialah suatu prinsip yang mengizinkan penuntut umum untuk tidak melakukan

tuntutan terhadap seorang tersangkapun dalam hal akan dapat

membuktikan seandainya tersangka benar telah melakukan tindak pidana.

Menurut R Soebekti dan R Tjitrosudibio (1983:88), penuntut umum berhak

men’dep” ialah mendeponir suatu perkara apabila kepentingan umum

menuntut pendapatnya menghendaki pendeponiran itu.

3. Azas plichmatigheid

Azas plichmatigheid ialah yang memberikan keabsahan bagi tindakan Polri

yang bersumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum. Kewajiban

untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum memungkinkan

melakukan tindakan berdasarkan azas kewajiban, apabila tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. namun demikian

polisi dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri asalkan untuk

memelihara ketertiban dan keamanan umum.

Sebaliknya dari azas kewajiban adalah azas oportunitas yang

memberikan wewenang untuk bertindak terhadap perkara-perkara tertentu demi

kepentingan umum, walaupun bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan tersebut mewajibkan untuk bertindak. Sedangkan azas kewajiban

memungkinkan untuk dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sebagai kelanjutan dari azas legalitas, maka azas plichtmatigheid

memungkinkan sesuatu tindakan oleh polisi, tetapi dengan pembatasan yaitu

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.


19

Sama halnya menentukan batas-batas kewajiban dan sekaligus untuk

membatasi tindakan-tindakan kepolisian, maka dipergunakan empat azas

yaitu :

1. Azas keperluan (Notwending; Nootzakelikj)

Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil apabila memang

diperlukan untuk meniadakan suatu gangguan atau untuk mencegah

terjadinya suatu pelanggaran. Karena kalau tindakan yang diperlukan tidak

dilakukan, maka gangguan tersebut akan berlangsung terus atau ancaman

bahaya gangguan akan terjadi.

2. Azas masalah sebagai patokan

Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan dikaitkan dengan

masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa tindakan kepolisian harus

memakai pertimbangan-pertimbangan yang obyektif, tidak boleh mempunyai

motif pribadi.

3. Azas tujuan sebagai ukuran

Azas ini menghendaki tindakan yang betul-betul bertujuan untuk mencapai

sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya suatu

gangguan.

4. Azas keseimbangan

Azas ini menghendaki bahwa dalam suatu tindakan kepolisian harus

dipelihara suatu keseimbangan antara sifat keras lunaknya tindakan atau

sarana yang digunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya suatu

gangguan atau berat ringannya obyek yang harus ditindak pada pihak lain.
20

2.2.2 Tinjauan tentang Tindak Pidana Minuman Keras

2.2.2.1 Pengertian Minuman Keras

Minuman Keras Minuman keras adalah segala jenis minuman yang

memabukkan sehingga dengan meminumnya menjadi hilang kesadaran, yang

termasuk minuman keras seperti arak (khamar) yang banyak mengandung

alkohol (http://romiandhikarni.blogspot.com).

Minuman keras disingkat miras, minuman suling, atau spirit adalah

minuman beralkohol yang mengandung etanol yang dihasilkan dari penyulingan

(yaitu berkosntrasi lewat destilasi), etanol diproduksi dengan cara fermentasi

biji-bijian, buah atau sayuran (http://ithinkeducation.blogspot).

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 12 Tahun 2012

Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Minuman Beralkohol, yang dimaksud

dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang

diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara

fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara

memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain

atau tidak maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan

ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol yang

berasal dari fermentasi.

KUHP mengatur mengenai masalah penyalahgunaan alkohol atau tindak

pidana minuman keras yang tersebar dalam beberapa pasal, antara lain Pasal

300; Pasal 492; Pasal 536; Pasal 537; Pasal 538; Pasal 539 KUHP.

Pasal 300 KUHP menyebutkan bahwa diancam dengan pidana penjara

paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :
21

1. Barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang

memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk; Perdagangan

wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam

dengan pidana penjara paling lama enam tahun

2. Barang siapa dengan sengaja membikin mabuk seorang anak yang

umurnya belum cukup enam belas tahun;

3. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang

untuk minum minuman yang memabukan.

Pada Pasal 300 ayat (2) KUHP selanjutnya disebutkan bahwa jika perbuatan

mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun. Jika perbuatan mengakibatkan kematian, yang

bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Jika

yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya,

dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.

Pasal 492 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dalam keadaan

mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban, atau

mengancam keamanan orang lain, atau melakukan sesuatu yang harus

dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan

tertentu lebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang

lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana

denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah. Jika ketika melakukan

pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi

tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena hal yang dirumuskan dalam

pasal 536, dijatuhkan pidana kurungan paling lama dua minggu.

Pasal 536 KUHP menyatakan sebagai berikut :


22

1) Barang siapa terang dalam keadaan mabuk berada di jalan umum,

diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua

puluh lima rupiah.

2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama atau

yang dirumuskan dalam pasal 492, pidana denda dapat diganti dengan

pidana kurungan paling lama tiga hari.

3) Jika terjadi pengulangan kedua dalam satu tahun setelah pemidanaan

pertama berakhir dan menjadi tetap, dikenakan pidana kurungan paling

lama dua minggu.

4) Pada pengulangan ketiga kalinya atau lebih dalam satu tahun, setelah

pemidanaan yang kemudian sekali karena pengulangan kedua kalinya

atau lebih menjadi tetap, dikenakan pidana kurungan paling lama tiga

bulan.

Pasal 538 KUHP menyatakan bahwa penjual atau wakilnya yang

menjual minuman keras yang dalam menjalankan pekerjaan memberikan atau

menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak di bawah umur enam

belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu atau

pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 539 menyatakan bahwa barang siapa pada kesempatan diadakan

pesta keramaian untuk umum atau pertunjukkan rakyat atau diselenggarakan

arak-arakan untuk umum, menyediakan secara cuma-cuma minuman keras

atau arak dan atau menjanjikan sebagai hadiah, diancam dengan pidana

kurungan paling lama dua belas hari atau pidana denda paling tinggi tiga ratus

tujuh puluh lima rupiah.


23

Selain dalam KUHP, minuman keras juga diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor:22/MENKES/SK/II/1998. Peraturan ini mengatur

mengenai masalah penyalahgunaan standarisasi dan labelisasi yang tersebar

dalam bab V tentang sanksi Pasal 12 yang bunyi pasalnya :

1) Barangsiapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan

minuman beralkohol yang tidak memenuhi standar mutu, sebagaimana

dimaksud pasal 3, pidana sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun

1992 tentang kesehatan dan atau undang-undang nomor 7 tahun 1996

tentang pangan.

2) Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan minuman beralkohol yang

dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud

pasal 6 dipidana sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 1992

tentang kesehatan dan atau undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang

pangan.

2.2.2.2 Penggolongan Minuman Keras

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:22/MENKES/SK/II/1998,

secara garis besar penggolongan minuman keras adalah sebagai berikut :

1. Minuman keras golongan A

Golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol 1% sampai

dengan 5%; misalnya: Bir Bintang, Green San, Angker Bir, Zero,

heineken.

2. Minuman keras golongan B

Golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol lebih dari 5%

sampai dengan 20% misalnya: anggur malaga, anggur kolesom, whisky

drum, anggur orang tua.


24

3. Minuman keras golongan C

Golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol lebih dari 20%

sampai dengna 55%; misalnya: Jenever, Jhony Wolker, Mension Mouse,

Mc Donald atau brandy, Scotch Brandy. % yang dimaksud adalah volume

atau volume pada suhu 20 derajat Celsius.

2.2.3 Optimalisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), optimalisasi berasal

dari kata optimal artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimalkan berarti

menjadikan paling baik atau paling tinggi. Sedangkan optimalisasi adalah

proses mengoptimalkan sesuatu, dengan kata lain proses menjadikan sesuatu

menjadi paling baik atau paling tinggi. Jadi, optimalisasi adalah suatu proses

mengoptimalkan sesuatu atau proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik.

2.3 Kerangka Berfikir

Peredaran minuman keras merupakan bentuk pelangaran yang perlu

mendapat perhatian serius dalam upaya penanganannya. Untuk memudahkan

penulis dalam melaksanakan penelitian disusunlah kerangka berfikir yang

berkaitan dengan optimalisasi penanganan minuman keras oleh Polsek

Magelang Selatan.
25

KERANGKA BERPIKIR

Instrumen Input
- UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI
- UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

KONDISI SAAT INI SUBJEK METODE OBJEK KONDISI YG


- Reserse DIHARAPKAN
- Kapolres - Preemtif
Pemberantasan Miras - Shabara
- Kapolsek - Preventif Meniadakan
belum optimal - Intel
- Tokoh Masyarakat - Represif miras dari
- Babinkamtimas
masyarakat

- Penegakan hukum FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


belum berjalan INTERNAL EKSTERNAL
maksimal
- Tingkat kesadaran - SDM yang memilik i
- Peraturan Perundang-
hukum masyarakat kemampuan
undangan
rendah - Sarana dan prasarana
- Masyarakat
- Sumber daya yang memadai
aparat kurang

FEED BACK
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, karena dengan pendekatan kualitatif dapat digali informasi baru yang

dapat memberi pengetahuan lebih rinci tentang fenomena yang jarang dapat

diungkap dengan pendekatan kuantitatif. Farouk muhammad dan H.Djaali

(2005: 88) menyebutkan bahwa :

Penelitian kualitatif dimulai dengan adanya suatu masalah yang


biasanya spesifik dan di teliti secara khusus sebagai suatu masalah yang
akan diangkat ke permukaan tanpa adanya maksut untuk
mengeneralisasi. Proses penelitian kualitatif mempunyai suatu periode
berulang yang berulang ulang, sehingga keadaan yang sesungguhnya
dapat diungkap secara cermat dan lengkap.

Parsudi Suparlan (1994 : 6) menyebutkan, bahwa pendekatan kualitatif

merupakan pendekatan melalui analisis terhadap gejala gejala sosial dan

budaya masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran

mengenai pola pola yang berlaku umum, selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan teori teori objektif.

Menurut Burhan Bungin dalam bukunya Penelitian Kuantitatif,

mengatakan bahwa :

Dalam tradisi penelitian kualitatif,proses penelitian dan ilmu


pengetahuan tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian

26
27

kuantitatif, karena sebelum hasil hasil penelitian kualitatif memberi


sumbangan kepada ilmu penegtahuan, tahapan penelitian kualitatif
melampaui berbagai tahapan berfikir kritis alamiah, yang mana seorang
peneliti memulai berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai
fakta atau fenomena fenomena sosial, memulai pengamatan
dilapangan, kemudian menaganalisisnya dan kemudian berupaya
melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Burhan Bungin.
2005: 6).

Proses, pemaknaan, dan pemahaman merupakan tiga hal penting yang

harus dilakukan secara kualitatif. Oleh karena penelitian ini melihat interaksi

manusia dan proses yang dilakukan, dalam hal ini adalah bagaimana penyidik

Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang khususnya Unit Pelayanan

perempuan dan anak (PPA) mengimplementasikan penegakan hukum dalam

menangani persoalan hukum yang di hadapi oleh seorang anak di kota

semarang. Dalam penelitian ini akan di gambarkan secara komprehensif

bagaimana penyidikan yang dilakukan penyidik Satuan Reserse Kriminal

Polrestabes Semarang khususnya Unit Pelayanan perempuan dan anak (PPA)

dalam melakukan penanganan tindak pidana anak dengan memperhatikan

hubungan antara konsep dan teori yang tertulis di UU dengan fakta yang terjadi

dilapangan. Informasi dan data yang didapat akan dianalisis dan disajikan

sebagai hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

3.2 Fokus Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka yang

menjadi fokus penelitian adalah optimalisasi penanganan minuman keras oleh

Polsek Magelang Selatan.


28

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di wilayah hukum Polsek Magelang

Selatan Kota Magelang.

3.4 Sumber Data

Sumber data adalah sumber yang digunakan penulis untuk

mendapatkan data-data yang diperlukan saat mengadakan penelitian. Sumber

data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan

sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pegumpul data,sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang

lain atau lewat dokumen. Kedua sumber tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber primer diperoleh melalui :

a. Wawancara dengan sejumlah narasumber yang berasal Polsek

Magelang Selatan yaitu :

1) Kanit Reskrim Polsek Magelang Selatan

2) Babinkamtibmas di wilayah hukum Polsek Magelang Selatan

3) Tokoh masyarakat di wilayah hukum Polsek Magelang Selatan

4) Tokoh agama di wilayah hukum Polsek Magelang Selatan

5) Masyarakat di wilayah hukum Polsek Magelang Selatan.

b. Observasi terhadap perilaku Babinkamtibmas, masyarakat, sarana dan

prasarana di Polsek Magelang Selatan.

2. Sumber sekunder diperoleh melalui studi dokumen mengenai hal hal yang

berkaitan penanganan minuman keras di wilayah hukum Polsek Magelang

Selatan seperti peraturan perundang-undangan, peraturan daerah, buku


29

laporan dan lain-lain yang dapat memberikan petunjuk kepada peneliti

dalam pelaksanan penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif menurut Farouk dan

Djaali (2005: 103), adalah “mengandalkan kecermatan pengumpulan data untuk

memperoleh hasil penelitian yang valid. Untuk itu, maka teknik yang digunakan

adalah wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen”.

3.5.1 Wawancara

Farouk Muhammad dan Djaali dalam bukunya Metode Penelitian Sosial

mengatakan bahwa secara umum yang disebut wawancara adalah cara

menghimpun bahan bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab

secara lisan, sepihak dan berhadapan muka dan dengan arah tujuan yang telah

ditentukan.

Wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan

dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan oleh

orang yang diwawancarai. Hal ini berguna untuk memperoleh informasi dan

data yang tajam dan mendalam yang diinginkan penulis.

3.3.2 Observasi

Sedangkan untuk observasi sendiri dilakukan bertujuan untuk

mendukung data dan informasi dari hasil wawancara. Dalam melakukan

observasi penulis melakukan pengamatan dari objek yang akan diteliti dan

melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala yang ada. Dalam hal ini penulis
30

mengamati tentang pelaksanaan penanganan minuman keras di Polsek

Magelang Selatan.

3.3.3 Telaah Dokumen

Selain itu untuk mendukung hasil data wawancara dan observasi akan

dilakukan pula telaahan dokumen. Dengan telaahan dokumen ini akan

diperiksa berkas atau dokumen yang terkait dengan fokus permasalahan

penelitian. Menurut Farouk dan Djaali (2005), telaah dokumen adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan untuk menelaah dokumen yang ada untuk

mempelajari pengetahuan atau fakta yang hendak diteliti.

3.6 Validitas Data

Validitas data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir

penelitian. Oleh sebab itu suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau perbandingan terhadap data tersebut (Lexy Moleong,

2002 : 198).

Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan

teknik triangulasi sumber. Menurut Patton dalam bukunya Moleong,

triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu

yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan

(Lexy Moleong, 2002:178) :

a. membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

b. membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi


31

c. membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

d. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

3.7 Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan teknik analisis data untuk mengolah data data

yang diperoleh saat penelitian. Teknik analisis data yang dilakukan memiliki

tujuan untuk menghasilkan kesimpulan kesimpulan penelitian.

Menurut Miles dan Hubermann (1985) sebagaimana dikutip Farouk

Muhammad dan H. Djaali (2005: 97), ada tiga unsur utama dalam proses

analisis data pada penelitian kualitatif, yaitu reduksi data , sajian data dan

penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah bagian dari proses analisis dimana

penulis menyeleksi data, mempertegas, membuat fokus dan membuang hal

yang tidak penting,mengatur ulang data sehingga dapat dibuat kesimpulan

kasar yang diperoleh selama melakukan penelitian. Sajian data adalah suatu

susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan

penelitian.dan penarikan kesimpulan adalah proses penulis memahami apa

yang diteliti menurut pemahamannya, sajian data biasanya dirancang agar

memudahkan pembaca untuk memahami penelitian . Setelah melalui proses

analisis, selanjutnya data disajikan secara deskriptif kualitatif dalam penarikan

kesimpulan, dengan tujuan memberikan gambaran hasil penelitian. Menurut

Muhammad dan Djaali (2005: 98) kesimpulan yang dibuat kemudian perlu di

verifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil meninjau

secara sepintas pada catatan untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat .
32

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Diagram

. Analisis data model (Huberman and Milles) 1984

Anda mungkin juga menyukai