Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

PERAN ANGGOTA SHABARA DALAM MENANGGULANGI


UNJUK RASA DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES
SEMARANG

Oleh :

Akpol
SEMARANG
2012
PERAN ANGGOTA SHABARA DALAM MENANGGULANGI
UNJUK RASA DI WILAYAH HUKUM POLRESTABES
SEMARANG

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Negara Indonesia memandang bahwa manusia memiliki hak dan

kewajiban sama, sehingga Negara perlu mengatur agar pelaksanaan hak dan

kewajiban antar individu tidak saling bersinggungan yang dapat

menimbulkan konflik. Salah satu hak warga Negara yang menarik perhatian

Pemerintah saat ini adalah hak untuk mengeluarkan pendapat, pikiran baik

lisan dan tulisan. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28 Undang-

Undang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan, tertulis dan sebagainya ditetapkan

dengan Undang-Undang.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 28 tersebut di atas Pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum. Adapun tujuan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan

Pendapat di Muka Umum menurut Pasal 4 adalah :

a. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu

pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945,

1
b. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan

berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan

pendapat,

c. mewujudkan iklim yang konduktif bagi berkembangnya partisipasi dan

kreativitas setiap warga Negara sebagai perwujudan hak dan tanggung

jawab dalam kehidupan berdemokrasi,

d. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan

atau kelompok.

Dalam perkembangannya pelaksanaan unjuk rasa yang dilakukan

oleh sebagian masyarakat cenderung melanggar ketentuan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1998, bahkan tidak jarang berakhir dengan pengrusakan

fasilitas umum (kerusuhan massal).

Untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak berdampak luas dan

merugikan masyarakat umum, aparat kepolisian melakukan berbagai upaya

preventif. Upaya preventif tersebut antara lain dengan mensosialisasikan

pemberlakuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum kepada masyarakat umum.

Di samping melakukan upaya preventif tersebut aparat kepolisian

juga mengingatkan mengenai ancaman pidana dalam Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1998, sehingga masyarakat (khususnya pelaku unjuk rasa)

akan tetap mematuhi segala prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah

yang dalam hal ini adalah aparat kepolisian.

2
Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional satu kesatuan dalam

melaksanakan peran sebagai pemelihara keamanan, pemelihara ketertiban

masyarakat, pelaksana penegak hukum serta memberikan perlindungan dan

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya

keamanan dalam negeri.

Dalam pelaksanaan tugasnya pengamanan unjuk rasa, polisi

berpegang pada peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2008

tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pengamanan dan Penanganan Perkara

Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Adapun fungsi kepolisian yang bertugas melaksanakan pengamanan

terhadap unjuk rasa adalah fungsi Sabhara. Namun dalam praktiknya semua

fungsi dari kepolisian selalu dilibatkan dalam upaya menanggulangi unjuk

rasa mulai dari fungsi Satlantas sampai dengan fungsi Reskrim dan Intel.

Bertitik tolak dari kondisi yang demikian, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul : “PERAN ANGGOTA SABHARA

DALAM MENANGGULANGI UNJUK RASA DI WILAYAH HUKUM

POLRESTABES SEMARANG”.

3
2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah peran anggota Shabara dalam menanggulangi unjuk rasa

di wilayah hukum Polrestabes Semarang ?

b. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh anggota Shabara dalam

menanggulangi unjuk rasa di wilayah hukum Polrestabes Semarang dan

bagaimana upaya mengatasinya ?

3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peran anggota Shabara dalam menanggulangi unjuk

rasa di wilayah hukum Polrestabes Semarang.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh anggota

Shabara dalam menanggulangi unjuk rasa di wilayah hukum Polrestabes

Semarang dan bagaimana upaya mengatasinya.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

ilmu pengetahuan khususnya hukum pidana mengenai penanganan

unjuk rasa oleh aparat kepolisian anggota Sabhara.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para

penegak hukum khususnya anggota Sabhara dalam menangani unjuk

4
rasa dan juga memberikan masukan terhadap masyarakat tentang

bagaimana melakukan unjuk rasa yang benar.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

1. Kepustakaan Penelitian

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil

penelitian terdahulu oleh peneliti yang pernah penulis baca yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Tomy Elyastanto pada tahun 2011 dengan judul Peranan

Polri dalam Menangani Organisasi Massa yang Menyampaikan Pendapat di

Muka Umum di Wilayah Hukum Polrestabes Semarang.

Pada penelitian tersebut dijelaskan, bahwa peran Polri adalah sebagai

fungsi pelayanan yaitu memberikan layanan administrasi dalam pemberian

ijin, sebagai pelindung yaitu memberikan perlindungan berupa pengamanan

agar kegiatan dapat berjalan lancar, dan sebagai pengayom yaitu dalam

melaksanakan tugasnya mengamankan/menangani kegiatan penyampaian

pendapat di muka umum lebih mengutamakan tindakan yang bersifat

persuasif dan edukatif.

2. Kepustakaan Konseptual

a. Pengertian Unjuk rasa

Unjuk rasa pada awalnya dikenal dengan istilah demonstrasi, atau

dalam bahasa Inggris disebut dengan demonstration. Demonstrasi atau

unjuk rasa ini biasanya dilakukan untuk mendukung atau menolak suatu

5
kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu instansi, lembaga, perusahaan atau

pemerintah (Poerwadarminto, 1990:112).

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka Umum memberikan

pengertian unjuk rasa sebagai berikut : “Unjuk rasa atau demonstrasi

adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara

demonstratif di muka umum.”

Apabila dilihat, pengertian unjuk rasa dalam Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat

pikiran secara umum lebih ditekankan pada kegiatan mengeluarkan

pikiran secara demonstrasi atau mencolok. Unjuk rasa tersebut dilakukan

di muka umum. Termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau

dilihat setiap orang.

Moeljatno (1984:13) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan di

muka umum tidak harus di hadapan orang, tetapi cukup kiranya

masyarakat menganggap hal tersebut merupakan tempat umum atau

dianggap tempat umum.

Unjuk rasa merupakan salah satu bentuk kemerdekaan

menyampaikan pendapat. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah

hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,

tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian

6
tersebut sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan pendapat di Muka Umum.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan

salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam hukum dasar Indonesia,

yaitu dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-

undang.

Hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum

pada dasarnya merupakan hak yang bersifat universal. Dalam perwujudan

hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum bersifat kontekstual

atau partikularistik seiring dengan perkembangan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan pengertian tersebut dapat

dijelaskan bahwa unjuk rasa mengandung arti sebagai suatu tindakan

yang dilakukan oleh seseorang atau lebih untuk menyampaikan

pikirannya baik disampaikan dengan tulisan dan sebagainya di muka

umum dengan maksud orang lain akan memperhatikan dan

mendengarkan aspirasinya.

b. Pengaturan Unjuk Rasa

Dasar hukum unjuk rasa atau menyampaikan pendapat di muka

umum adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 meliputi Pasal 1 ayat

(1) yang menyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat

7
adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan

lisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998,

kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum juga diatur dalam

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 yang menyatakan

bahwa setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas

menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab

berdemonstrasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Selain mengatur hak warga negara untuk menyampaikan pendapat

di muka umum atau unjuk rasa, undang-undang ini juga mengatur tentang

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang atau kelompok di dalam

menyampaikan pendapat atau unjuk rasa. Tujuannya adalah agar

diperoleh keseimbangan antara hak dan kewajiban serta mampu

mencerminkan rasa keadilan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum merupakan peraturan

perundang-undangan yang bersifat formal. Di satu sisi Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1998 melindungi hak warga negara sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 28 UUD 1945, di sisi lain untuk mencegah

terjadinya tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat

mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan

dan penegakan hukum.

8
Pada asasnya, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998,

menurut Pasal 3 berlandaskan pada :

1. Azas keseimbangan antara hak dan kewajiban

2. Azas musyawarah dan mufakat

3. Azas kepastian hukum

4. Azas profesionalitas

5. Azas manfaat

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tujuan

pengaturan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

adalah :

1. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu

pelaksana hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945.

2. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan

berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan

pendapat.

3. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan

kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung

jawab dalam kehidupan berdemokrasi.

9
4. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengabaikan

kepentingan perorangan atau kelompok.

5. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengabaikan

kepentingan perorangan atau kelompok.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di muka umum mengatur hak dan kewajiban

warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum, bentuk-

bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum. Pasal 5

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 menyatakan bahwa warga negara

yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk

mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan

hukum.

Selanjutnya pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998

menyatakan bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka

umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

1. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain

2. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum

3. Mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

4. Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum

5. Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

10
Mengenai bentuk-bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di

muka umum, diterangkan dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14 Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1998. Pasal 9 menyebutkan bahwa bentuk

penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan :

1. unjuk rasa atau demonstrasi

2. pawai

3. rapat umum dan atau mimbar bebas

c. Tujuan Unjuk Rasa

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring

merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi,

demokratisasi, desentralisasi, transparan dan akuntabilitas telah

melahirkan berbagai paradigma baru dalam lingkungan masyarakat.

Unjuk rasa dan demonstrasi di masa pemerintahan orde baru

hampir tidak pernah ada, sekarang ini telah menjadi bagian dari

kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari dalam hidup berbangsa dan

bernegara, baik di tingkat pusat maupun di daerah dengan tujuan untuk

menuntut berbagai perubahan terhadap beberapa bentuk kebijakan

pemerintah maupun swasta yang dirasa tidak sesuai dengan atau

mengabaikan kepentingan masyarakat, khususnya kelompok yang

berunjuk rasa.

Pola gerakan atau aksi masal dengan pergerakan massa turun ke

jalan dalam wujud unjuk rasa, demonstrasi, pawai keliling, dapat

dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

11
1. Gerakan aksi yang disebut “Norm Oriented” yang bertujuan untuk

merubah suatu ukuran (norma) yang berlaku dengan mengganti yang

baru. Misalnya gerakan atau aksi buruh yang menuntut kenaikan

upah, dan apabila tuntutan tersebut dipenuhi, maka gerakan atau aksi

tersebut akan berhenti dengan sendirinya.

2. Gerakan atau aksi yang disebut “Value Oriented” lebih didorong

untuk mengganti nilai lama menjadi nilai yang baru. Misalnya

gerakan reformasi, selain menuntut turunnya Presiden Soeharto juga

menuntut adanya perubahan sistem ketatanegaraan dan perubahan

sistem pengaturan tata kehidupan masyarakat di segala aspek (politik,

sosial budaya, ekonomi, dan Hankam).

Dalam perkembangannya unjuk rasa atau demonstrasi telah

mampu ikut memberi warna terhadap beberapa kebijakan pemerintah

yang sedang dan akan diputuskan yang berkaitan dengan kepentingan

masyarakat banyak. Akan tetapi dalam perjalanannya ada beberapa

kelompok masyarakat yang dalam melaksanakan unjuk rasa atau

demonstrasi tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada,

bahkan cenderung berupa “unjuk kekuatan” secara fisik, baik jumlah

massanya maupun kualitas massanya yang berani, emosional dan militant

yang mendorong terjadinya perbuatan anarki yang berakibat terjadinya

bentrokan dengan polisi, dan biasanya Polisi selalu berada di pihak yang

dipersalahkan.

12
Resiko kerja polisi di peringkat teratas, karena sulit diprediksi

idealnya profesi polisi yang standar seperti yang diatur PBB, karena itu

negara-negara maju perlindungan hukum terhadap kepolisian terlaksana

dengan baik, tetapi perlindungan hukum Polri sampai saat ini belum tegas

sehingga Polri tersudutkan. Mengawali reformasi, hendaknya upaya-

upaya untuk meningkatkan citra Polisi sudah diagendakan ke dalam

rancangan undang-undang (Anton Tabah, 2001:134).

d. Tugas Pokok Fungsi Sabhara

Fungsi Sabhara adalah melaksanakan kegiatan-kegiatan preventif

dan represif dalam rangka menciptakan stabilitas kamtibmas serta

melaksanakan dinas kepolisian lain. Adapun fungsi dari satuan Sabhara

adalah sebagai berikut :

1) Pelaksanaan tugas-tugas pengamanan (penjagaan, pengaturan,

pengawalan, patroli dan pelayanan unjuk rasa / pengendalian masa)

dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat

2) Pelaksanaan tugas penanganan tindak pidana ringan (TIPIRING) dan

pengamanan tempat kejadian perkara (PTKP) dalam rangka pelayanan

kepada masyarakat terkait masalah pelanggaran dan tindak pidana

3) Pelaksanaan SAR terbatas dan masalah – masalah kontijensi

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh satuan Sabhara adalah

sebagai berikut :

1) Urusan pembinaan operasi

13
a) Membuat prencanaan tugas sesuai dengan perkiraan intelijen

harian

b) Memfloating anggota pada objek-objek yang memerlukan

pengamanan

c) Memberikan bimbingan teknis pada unit shabara polsek

d) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data untuk evaluasi

pelaksanaan tugas shabara

e) Membuat perencanaan pelatihan peningkatan fungsi

2) Urusan administrasi dan tata usaha

a) Membuat rencana kegiatan satuan fungsi shabara;

b) Membuat rencana anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung

pelaksanaan tugas

c) Membuat surat perintah dalam setiap pelaksanaan tugas – tugas

fungsi shabara

d) Membuat anev pelaksanaan tugas (bulanan, semester dan tahunan)

3) Unit Turjawali

a) Melaksanakan pengaturan pada tempat – tempat yang berpotensi

kerawanan laka lantas, laka kerja, ganguan lalu lintas dan

gangguan kamtibmas lainnya

b) Melaksanakan penjagaan baik pada pos-pos tetap (Mako, Rumdin

pejabat) maupun pos-pos sementara seperti keramaian, kegiatan

masyarakat dan instansi

14
c) Melaksanakan pengamanan pada tempat kejadian perkara

kriminalitas

d) Melaksanakan pengamanan pada tempat kejadian perkara

kriminalitas

4) Unit Pam Obvit

a) Melaksanakan penjagaan terhadap objek vital pemerintah dan

swasta

b) Melaksanakan pengawalan terhadap personil dan materil objek

vital pemerintah dan nasional

5) Unit Dalmas

a) Melaksanakan pelayanan dan pengamanan terhadap kegiatan

unjuk rasa

b) Melaksanakan pengamanan terhadap kejadian – kejadian

kontijensi (bencana alam, laka KA, laka pesawat) dan pelaksanaan

SAR terbatas

3. Kerangka Berfikir
Urusan Pembinaan
Operasi

Urusan Administrasi
dan Tata Usaha

Polri Sabhara Unit Turjawali

Unit Pam Obvit

Unit Dalmas Unjuk rasa

15
Polri memiliki peran sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan

masyarakat. Tiga fungsi Polri tersebut harus dilihat dalam perspektif individu,

masyarakat dan negara, masing-masing merupakan sebuah sistem dan secara

keseluruhan adalah sebuah sistem yang memproses masukan program-

program pembangunan untuk menghasilkan keluaran berupa kemakmuran,

keadilan dan kesejahteraan.

Polri sebagai institusi yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap

ketertiban dan keamanan masyarakat, merupakan institusi yang secara

langsung berhadapan dengan kegiatan unjuk rasa. Adapun fungsi kepolisian

yang terlibat langsung dalam pengamanan unjuk rasa adalah fungsi Sabhara

khususnya unit Dalmas (Pengendalian Massa).

Tugas pengendalian massa dalam bentuk mengatasi unjuk rasa, huru

hara atau demonstrasi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1998, tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan

peraturan pelaksanaannya.

C. METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah termasuk kualitatif

yaitu penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Filsafat postpositivisme

memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks,

dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif, sedangkan

16
yang dimaksud dengan obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang

apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak

begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut (Sugiyono, 2009:15).

2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah peran anggota Sabhara dalam

menanggulangi unjuk rasa di wilayah hukum Polrestabes Semarang. Dalam

hal ini adalah bagaimana anggota Sabhara menanggulangi unjuk rasa,

hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam penanggulangan unjuk

rasa, serta bagaimana upaya mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah Polrestabes

Semarang.

4. Sumber Data

Oleh karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka

sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primer

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

17
e) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

f) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan,

Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di

Muka Umum.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder diambil dari literatur, buku-buku dan makalah-

makalah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas yaitu

mengenai penanggulangan unjuk rasa oleh fungsi Sabhara.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk atas bahan hukum primer dan

sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,

percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan (Moleong,

2002:135).

18
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

tak terstruktur atau wawancara bebas terpimpin, yaitu wawancara dengan

membuat pedoman pertanyaan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang

menghendaki jawaban yang luas. Wawancara ini dapat dikembangkan

apabila dianggap perlu agar mendapat informasi yang lebih lengkap, atau

dapat pula dihentikan apabila dirasakan telah cukup informasi yang

didapatkan atau diharapkan.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan Kasat Sabhara,

maupun beberapa anggota Sabhara di Polrestabes Semarang.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja,

sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk

kemudian dilakukan pencatatan. Rahman (1999 : 77) mengatakan bahwa

observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan metode observasi langsung

yaitu di Polrestabes Semarang. Pengamatan dilakukan sendiri secara

langsung di tempat yang menjadi objek penelitian.

Adapun manfaat dari observasi menurut Patton dalam Sugiyono

(2009:313) adalah sebagai berikut :

a. Peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam

keseluruhan situasi sosial sehingga dapat diperoleh pandangan yang

holistik atau menyeluruh.

19
b. Peneliti akan memperoleh pengalaman langsung sehingga

dimungkingkan menggunakan pendekatan induktif.

c. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang

lain khususnya yang berada dalam lingkungan itu yang tidak

terungkapkan dalam wawancara.

d. Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden

sehingga memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

e. Peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga

memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi

sosial yang diteliti.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenai hal-hal

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen,

paper, lager, agenda dan sebagainya.

Metode dokumentasi digunakan dalam penelitian karena beberapa

alasan, antara lain :

a. Dokumen merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian

c. Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang

alamiah

d. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih

memperluas ilmu pengetahuan terhadap yang diselidiki.

20
6. Validitas Data

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada

obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Macam-

macam validitas yaitu :

a. Validitas internal berkenaan dengan akurasi desain penelitian dengan

hasil yang dicapai.

b. Validitas eksternal berkenaan dengan derajad akurasi apakah hasil

penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi di mana

sampel tersebut diambil.

Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan

teknik triangulasi sumber. Menurut Patton dalam bukunya Moleong,

triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu

yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan

(Lexy Moleong, 2002:178) :

a. membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

b. membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi

c. membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

d. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

21
7. Analisis Data

Menurut Patton dalam Moleong (2002 : 103), analisis data adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar. Bagdan dan Tailor dalam Moleong

(2002:103), mendefinisikan bahwa analisis data merupakan proses merintisi

usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide)

seperti disarankan oleh data-data sebagai usaha untuk memberikan bantuan

pada tema dan hipotesis itu.

Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pada

pengorganisasian data, sedang yang ke dua menekankan maksud dan tujuan

analisis data. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis adalah

proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis

kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2002 : 103).

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 4 tahap yaitu

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan data

(verifikasi data).

a. Pengumpulan Data

Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai

dengan hasil observasi dan wawancara mengenai peran anggota Sabhara

dalam menanggulangi unjuk rasa yang terjadi di wilayah hukum

Polrestabes Semarang.

22
b. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses merangkum, memilih hal-

hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema da

nplanya dan membuang yang tidak perlu sehingga diperoleh gambaran

yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,

2009:338).

c. Penyajian Data

Menurut Matte B. Milles (dalam Soedjadi, 1992 : 17), sajian data

adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman dalam

Sugiono (2009:341) menyatakan bahwa yang sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.

d. Kesimpulan Data (Verifikasi Data)

Dari data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi, kemudian

peneliti mencari makna hasil penelitian. Peneliti berusaha mencari pola,

hubungan serta hal-hal yang sering timbul. Dari hasil penelitian atau data

yang diperoleh peneliti membuat kesimpulan-kesimpulan kemudian

diverifikasi.

23
8. Jadwal Penelitian

Persiapan : 15 hari

Pengumpulan data : 30 hari

Analisa data : 30 hari

Penulisan Laporan : 15 hari

Jumlah : 90 hari

24
DAFTAR PUSTAKA

Anton Tabah. Membangun Polri yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia).
Jakarta : Mitra Hardhasuma, 2001.

Kepolisian Republik Indonesia. Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara POLRI


di Lapangan. Jakarta, 2006.

Lexi Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya,


2002.

Moeljatno. Kejahatan-Kejahatan terhadap Ketertiban umum (Open bare Oerde).


Jakarta : Bina Aksara, 1984.

Momo Kelana. Hukum Kepolisian. Jakarta : FTIK, 1991.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif


dan R&D. Bandung : Alfabeta.

WJS. Poerwadarminto. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Hasta, 1990.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan


Pendapat di Muka Umum.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008


tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan
Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

25

Anda mungkin juga menyukai