TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu fakta sejarah menunjukan gerakan yang mampu merubah tatanan
masyarakat didunia adalah gerakan massa atau gerakan kolektif dalam jumlah
banyak yang salah satu bentuknya adalah “unjuk rasa”. Fakta itu nampak dalam
adalah “dihapadan orang banyak, atau orang lain termasuk juga ditempat yang
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
1
Lihat Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
1
Beberapa bentuk kegiatan penyampaian pendapat dimuka umum setidaknya
sebagai berikut:2
seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran, dengan lisan, tulisan, dan
umum.
Jadi “Unjuk Rasa atau Demonstrasi” yang menjaid fokusan penelitan penulis
dalam hal penelitian hukum ini merupakasan salah satu bentuk cara untuk
Undang-Undang.
Umum
Unjuk rasa menjadi salah satu bentuk cara untuk menyampaikan pendapat
2
Lihat Pasal 1 Ayat 4,5,6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
2
diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
3
perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat dimuka
umum.5
Akan dalam praktinya, yang penting dalam perlindungan hak asasi dalam
penyampaian pendapat dimuka umu oleh warga negara, aparatur pemerintah wajib
bertanggungjawab untuk:
d. Menyelenggakan pengamanan
Jauh istilah polisi lahir sebagai sebuah organ, kata “polisi” telah dikenal
dalam bahasa Yunani, yakni “politeia”. Kata “politeia” digunakan sebagai title
buku pertama Plato yakni “politeia” yang mengandung makna suatu negara yang
ideal sesuai dengan cita-citanya, suatu negara bebas dari pemimpin negara yang
5
Lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum
6
Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, Laskbang Pressindo Group, Cetaka I,
Yogyakarta, Hal. 2
4
Kemudian dikenal sebagai bentuk negara, yaitu negara polisi (polizeistaat)
dalam negara polisi dikenal dua konsep polisi (polizei), yakni sicherheit polizei
yang berfungsi sebagai penjaga tata tertib dan keamanan, dan verwaltung polizei
dan menggunakan istilah “politei” di Belanda. Hal ini sebagai akibat dan
pengaruh dari bangunan system hukum Belanda yang banyak di anut di negara
Belanda.8
adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
Undang dengan Polri mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan
lembaga polisi.
adalah sebagai organ atau lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur
dalam organisasi negara, sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan wewenang
5
dan lembaga kepolisian.10 Dalam implementasinya KNRI bertujuan untuk
2000 tentang Peran TNI dan KNRI dalam Pasal 6 ayat 1 dan 2 menyatakan
“KNRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
dengan frasa yang sama pada Pasal 5 ayat 1 Undang Undang No.2 Tahun 2002
tentang KNRI serta ditambah frasa yang dilakukan “dalam rangka terpeliharanya
6
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 13 Artinya Kepolisian merupakan
wewenang Kepolisian terbagi dalam wewenang umum yang diatur dalam pasal 15
dalam pasal 15 ayat 2, dan wewenang dalam bidang proses pidana yang diatur
13
Ibid Hal. 5
14
Ibid Hal. 13 lihat Pasal 9 ayat 1 dan 2
7
B.1. Definisih Hak Asasi Manusia
Istilah hak asasi manusia berasal dari bahasa perancis Droits L'Homme
yang artinya hak-hak manusia. Dalam bahasa inggris menjadi Human Rights dan
memiliki hak-hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh pemerintah dan
Fundamental Rights.15
sebagai manusia.16 Maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis
mempunyai hak-hak tersebut. Inilah prinsip utama HAM yang bersifat universal
dan hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable).17 Artinya seburuk apapun
perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan
seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki
hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai
makhluk insani.
15
Ni Ketut Sri Utari (Et-all), 2016, Hukum Hak Asasi Manusia, Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar. Hal. 13
16
Rohana K.M. Smith, 2008, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Penerbit PUSHAM UII, Cetakan
Pertama, Yogyakarta. Hal. 11
17
Ibid.
8
Konsep HAM ini bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory).
Sedangkan hak kodratir berangkat dari teori hukum kodrati (natural law theory).18
Konsep hak unilah yang dianut dalam hukum dan HAM di Indonesia,
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.19
Jadi dapat disimpulkan bahwa HAM adalah sesuatu yang ada, melekat
pada setiap diri, yang bukan produk aturan, negara maupun pemberian
dan martabatnya.
Pada pokoknya HAM teridiri dari dua jenis yakni non derogable rigths dan
derogable rigths. Non Derogable Rigths adalah hak asasi manusia yang tidak
9
4) Hak beragama
7) Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Salah satu hak dasar setiap orang atau warga negara adalah Pasal 28C
sekelompok orang, sebuah perusahaan atau organisasi) yang memiliki hak dan
subyek hukum lainnya melalui perjanjian, dan subyek hukum lainnya dapat
demikian juga merupakan subyek hukum hak asasi manusia. Defnisi negara tidak
berubah dan selalu diidentifkasi sama dalam berbagai produk hukum internasional
serta mempunyai empat karakteristik yaitu (1) populasi tetap;(2) wilayah yang
21
UUD 45 dan Perubahanya, Penerbit Redaksi Tangga Pustaka, Cetakan Pertama,2009, Jakarta
Selatan. Hal. 31
22
Rohana K.M. Smith, Op.cit. Hal. 52
10
tetap; (3) pemerintahan; (4)kemampuan untuk melakukan hubungan dengan
negara-negara lain.23
pelanggaran hak asasi manusia biasanya justru dilakukan oleh negara, baik
asasi manusia terhadap warga negaranya atau warga negara lain, maupun
atau ditiadakannya hak asasi manusia warga negaranya atau warga negara
lain.24
Yang cukup dalam hal Negara sebagai aktor pemangku kewajiban atas
23
Ibid. Hal. 53
24
Ibid.
25
Ibid. Hal. 54
11
Dengan demikian pandangan ini menjadi doktrin bahwa negara, pemerintah
Aktor non negara sebagai pemangku kewajiban ini adalah oragnisasi yang
negara yang memiliki hak dan kewajiban yang timbul dari norma hukum
pemangku kewajiban ini terdiri dari (1). Korporasi Multinasional, (2) Kelompok
Selain subyek hukum hak asasi manusia sebagai pemilik wewenang dan
tanggung jawab, pemilik hak juga dianggap sebagai subyek dalam hukum hak
asasi manusia internasional. Yang termasuk pemilik hak di sini tentu saja adalah
sebagai kelompok rentan pelanggaran hak asasi manusia. 28 Subjek ini terdiri dari
berkembang pesat dan diadopsi oleh berbagai negara maju maupun berkembang
26
Ibid. Hal. 55
27
Ibid. Hal. 56-57
28
Ibid.
29
Ibid. Hal.58
12
dibelahan dunia. Salah satunya Indonesia dalam mengadopsi hukum HAM dalam
Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan HAM. Inilah yang menjadi cikal bakal instrumen HAM Nasional,
melalui unjuk rasa, secara khusus hak tersebut diatur dalam Konvensi
30
Kementrian Luar Negeri RI, 2020, Indonesia dan Hak Asasi Manusia, dalam
https://kemlu.go.id/, yang diakses Pada 15 September 2020
13
Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik yang diratfikasi dengan UU No. 12
Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik, yang didalamnya mengatur tentang hak
menyampaikan pendapat.
perdamaian, keamanan dan stabilitas suatu negara. Tetapi apa yang dimaksud
dengan pelanggaran hak asasi manusia? Pertanyaan krusial ini penting pula
mendapat porsi pembahasan dalam buku ini. Alasannya bukan hanya karena
Manusia, yang memberikan defnisi hukum terhadap istilah pelanggaran hak asasi
31
Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
14
hak asasi manusia dengan hukum nasional inilah yang membedakan apa yang
Dalam rumusan yang lain, pelanggaran HAM adalah “tindakan atau kelalaian oleh
negara terhadap norma yang belum dipidana dalam hukum pidana nasional tetapi
merupakan norma hak asasi manusia yang diakui secara internasional”. Inilah
biasa.
bertanggungjawab adalah negara, bukan individu atau badan hukum lainnya. Jadi
sebetulnya yang menjadi titik tekan dalam pelanggaran hak asasi manusia adalah
baik yang harus dilakukan akan tetap tidak dilakukan, seperti membiarkan warga
negara.
32
Rohana K.M. Smith, Op.Cit. Hal. 67
33
C. de Rover, To Serve and to Protect (International Committee of the Red Cross, 1988). Hal.
455, dalam Rohana K.M. Smith, Op.Cit. Hal. 69
15
C.2. Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia
seseorang maupun kelompok orang, termasuk aparat negara baik yang disengaja
maupun tidak sengaja, atau karena kelalain yang secara melawan hukum,
1. Individu
2. Kelompok orang
3. Negara
pelanggaran hukum. Dimana secara termninologi hukum, bahwa ada yang disebut
16
non kementrian.35 Penggolongan lembagan negara di Indonesia dapat
telah melakukan pelanggaran HAM. Hal ini terutama jika negara tidak berupaya
35
Ibid. Hal. 7
36
Ibid.
17
rights (hak-hak yang tidak dapat disimpangi dan dikurang-kurangi) dan
Jauh sebelum Pelaku No-Negara (non State Actor) dijadikan sebagai pelaku
kewajiban atau entitas legal dalam hukum HAM internasional. Akan tetapi pasaca
perang dingin, permasalah HAM meluas pada perlaku aktor-aktor non negara (non
State Actor).38
Salah satu elemen penting yang haru sdiperhatikan dalam hal ini adalah
kebijakan negara yang berdampak negatif terhadap hak asasi manusia bagi seluruh
Ada beberapa contoh permasalahan hak asasi manusia yang timbul sebagai
akibat pengaruh pelaku non negara yang berakibat terjadinya pelanggaran HAM
disuatu wilayah terutama pada bidang sipil, ekonomi, sosial, budaya yaitu:
a. Perburuhan.
Ada beberapa hal yang berakibat pada pelanggaran HAM terkait
dengan permasalahan perburuhan di Indonesia, misalnya aktor non
state mempengaruhi pemerintah sehingga mengeluarkan kebijakan
pemberian upah yang kecil dan pembayaran gaji yang tidak
memperhatikan standar biaya hidup minimal di wilayah tertentu.
Bisa juga tindakan kontrol yang ekstra ketat terhadap organisasi
37
Ibid.
38
Ibid. Hal. 8
18
perburuhan dengan membayar aparat keamanan (polisi dan tentara)
untuk menghadapi organisasi buruh yang ada.
b. Lingkungan
Permasalahan HAM oleh aktor non-negara yang berdampak pada
hak lingkungan, antara lain: (1). Privatisasi sumber daya alam di
sekitar wilayah operasi perusahaan yang berdampak negatif pada
kesejahteraan masyarakat berupa sulitnya mendapatkan air bersih.
(2). Pembukaan lahan-lahan pertanian dan hutan untuk
pengembangan perusahaan yang berdampak pada hilangnya lahan-
lahan masyarakat adat dan kerusakan lingkungan.
c. Kelompok rentan
(1). Anak, ketika perusahaan memperkerjkan anak dengan tujuan
menekan biaya produksi karena pekerja anak bisa dibayar dengan
sangat murah. Banyak terjadi kasus anak di bawah umur bekerja di
perusahaan pertambangan. (2). Masyarakat adat, ketika perusahaan
membuka lahan usaha dengan memanfaatkan lahan-lahan komunal
milik masyarakat adat, sebagaimana kasus Mesuji dan kasus lahan
sawit di Kalimantan. (3). Perempuan, ketika perempuan yang
bekerja sebagai buruh tidak mendapatkan hak-hak cuti haid,
menyusui serta jam kerjanya yang melampaui batas.
d. Kehidupan yang layak bagi.
Ada beberapa kasus perusahaan yang beroperasi di suatu wilayah
tidak dibarengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar dan membangun insfrastruktur seperti sarana
jalan dan jembatan yang layakbagi masyarakat di sekitarnya.39
aksi unjuk rasa karena menolak suatu kebijakan dapat menjadi korban pelangaran
HAM dalam bentuk kekerasan atau penyiksaan yang aktornya adalah negara
39
Ibid. Hal. 9
19
Menurut Rohana K.M. Smith dkk, bahwa pelanggaran hak asasi manusia
HAM akan tetapi negara juga yang berdalih atau menyangkal bahwa negara tidak
mengeluarkan kebijakan atau bahkan penangangan masa unjuk rasa yang menolak
kebijakan negara tersebut adalah yang sudah sesuai dengan prosedur penanganan
masa aksi, dan menuduh bahwa masa aksilah yang melakukan tindakan yang
melanggar hukum.
kelalaian negara atas norma yang belum masuk dalam pidana nasional namun
menjadi bagian dari hak yang diakui secara internasional. Oleh karenanya, titik
1. Pelanggaran HAM
40
Rohana K.M. Smith, Op.Cit. Hal. 70.
20