Oleh:
Lilik maesaroh, S.Kep
NIM 192311101234
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Konsep Meningitis
1.1 Epidemiologi
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit
infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena
angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang sangat
berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya
meningitis (Andarsari, 2011). Tingkat kematian meningokokus bisa mencapai
50% apabila tidak ditangani dengan tepat. Meningokokus tersebar di berbagai
belahan dunia namun lebih sering ditemukan di wilayah endemis benua Afrika
yang lebih dikenal dengan African Meningitis Belt (Benua Afrika) yang
membentang dari Senegal di bagian barat hingga Ethiophia di bagian timur
dengan total 26 negara di dalamnya.
perjalanan dengan agenda kegiatan yang bersifat masal (haji, umrah, dan
kegaiatan- kegaiatan level internasional seperti kegiatan olahraga atau
olimpiade). Meskipun musim epidemi meningitis relatif tenang (Januari-Juni
2018), risiko epidemi skala besar tetap tinggi. Sejumlah faktor yang
mengancam kawasan dengan wabah besar memengaruhi jutaan orang sejak
tahun 2015. Diperlukan persiapan yang memadai dan meminimalkan potensi
dampak yang menghancurkan diberbagai wilayah didunia (WHO, 2018).
1.2 Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis memiliki faktor predisposisi seperti
infeksi, operasi otak atau sumsum tulang belakang, fraktur tulang tengkorak
(Erathenurse, 2007). Agen penyebab dari penyakit ini meliputi bakteri, virus
jamur, dan parasit umum lainnya (Hersi dkk., 2019).
a. Virus
1) Virus Mumps
b. Bakteri
c. Jamur.
6.1Pathway
Faktor-faktor predisposisi mencakup: ISNA, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru,
trauma kepala dan pengaruh imunologis
Invansi kuman ke jaringan serebral via vena nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid
Iritasi meningen
kejang
Kelemahan fisik
Resiko
Cemas
injuri Prosedur invansif
lumbal pungsi Risiko
ketidakefe
Gangguan ADL ktifan
perfusi
jaringan
otak
11
12
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang secara umum yang
dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang menderita meningitis
sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat
diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg.
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi dalam enam
dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50
mg/KgBB dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling
rasional melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.
14
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian Keperawatan
2.1.1 Identitas Klien
Berisi identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, nomer rumah sakit,
pekerjaan, status perkawinan, serta tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian dan sumber informasi dari pasien.
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik :
Meningitis
2. Keluhan Utama:
Klien meningitis biasanya mengeluh nyeri hebat di kepala
,kaku kuduk disertai demam tinggi dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awal adanya penyakit.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya.
15
a. Tingkat kesadaran
b. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada
klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
3. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitiss yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis
mengeuh mengalami fotofobia ataiu sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
6.Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
9.Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
21
a. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d peradangan dan
edema pada otak
2. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan tingkat kesadaran
b. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Setelah diberikan asuhan keperawatan Peningkatan perfusi serebral (2550)
peradangan selaput otak selama 1 x 24 jam diharapkan perfusi 1. Monitor aliran oksigen.
jaringan serebral pada klien membaik, 2. Pantau tingkat kerusakan perfusi
dengan jaringan serebral, seperti status
neurologi dan adanya penurunan
Kriteria Hasil: kesadaran.
Perfusi jaringan serebral (0406) 3. Menentukan posisi kepala yang tepat
1. Tekanan darah sistolik klien normal (0, 15, atau 30 derajat) dan monitor
(120 mmHg) (dari skala 2 menjadi respon klien terhadap posisi tersebut.
skala 3) 4. Monitor status respirasi (pola, ritme,
2. Tekanan darah diastolikklien dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2,
normal (80 mmHg) (dari skala 2 PH, dan level bikarbonat)
menjadi skala 3) 5. Monitor nilai lab untuk perubahan
Status neurologi (0909) dalam oksigenasi
3. Peningkatan kesadaran (dari skala 2 6. Monitor tanda-tanda vital
menjadi skala 4) 7. Ukur tekanan darah setelah klien
4. Penurunan tekanan intracranial mendapatkan medikasi/terapi.
(dari skala 3 menjadi skala 4) 8. Pasang tiang pengaman,
gunakan paddle pada sisi tempat tidur
19
2. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas (3140)
1. Kaji frekuensi napas
tingkat kesadaran selama 2 x 24 jam, masalah ketidakefektifan
2. Auskultasi suara napas
pola napas teratasi
3. Pertahankan posisi pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
Status Pernafasan: Ventilasi 0403 4. Monitor status pernafasan dan
1. Frekuensi pernafasan (dari 1 ke 4) oksigen sesuai kebutuhan
2. irama pernafasan ( dari 2 ke 4) 5. Buang sekret klien dengan
3. kedalaman inspirasi (dari 1 ke 5) memotivasi pasien untuk
4. volume tidal (dari 2 ke 5) melakuakan batuk atau menyedot
lendir.
20
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Stabilisasi dan membuka jalan nafas 3120
sekret selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas 1. Posisikan pasien dan kepala sesuai
kembali efektif dengan, kebutuhan
Kriteria Hasil : 2. suksion mulut dan orofaring
Status pernafasan (0415) 3. Observasi kesimetrisan pergerakan
4. hipertermia b.d penyakit : infeksi Setelah dilakukan tindak-an perawatan Perawatan hipertermia (3786)
meningitis selama 1 X 24 jam diharapkan suhu badan 1. Monitor TTV
pasien kembali normal dengan, 2. Observasi dan laporkan tanda gejala
Kriteria Hasil: hipertermi
Termoregulasi (0800) 3. Dorong peningkatan intake cairan
1. Suhu badan normal (dari skala 2 4. Hentikan aktivitas fisik
menjadi skala 4) 5. Berikan cairan intravena
2. RR, Nadi dalam batas normal (dari 6. Kompres air hangat dahi dan aksila.
skala 2 menjadi skala 4) 7. Anjurkan klien untuk tidak memakai
3. Tidak ada perubahan warna kulit (dari selimut
skala 3 menjadi skala4 ) 8. Anjurkan klien memakai baju tipis
4. Kejang berhenti (dari skala 2 menjadi berbahan dingin, tipis dan menyerap
skala 4) keringat
5. Hidrasi adequate (dari skala 3 menjadi 9. Kolaborasikan dengan dokter
skala 4) mengenai pemberian obat antipiretik
Manajemen Lingkungan (6480)
10. Berikan tempat tidur dan kain / linen
bersih dan nyaman
11. Batasi pengunjung
Tingkatkan sirkulasi udara dengan
12. kipas angin
22
5. Nyeri akut b.d agen cedera biologis : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Manajemen nyeri (1400)
meningitis selama 1x 24 jam diharapkan nyeri pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang dengan, komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil : dan faktor presipitasi
Tingkat nyeri (2102) 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Skala nyeri berkurang / menurun (dari ketidaknyamanan
skala 2 menjadi skala 4) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. Kontrol nyeri (dari skala 2 menjadi 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
skala 4) 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Status kenyamanan (2010) 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
3. Kebutuhan tidur dan istirahat keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasi
tercukupi (dari skala 3 menjadi skala Andministrasi Analgetik (2210)
4) 10. Cek instruksi dokter tentang jenis
4. Metode non farmakologi untuk
obat, dosis dan fekkuensi.
mengurangi nyeri (dari skala 3 11. Cek riwayat alergi
menjadi skala 4) 12. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
13. Evaluasi efektifitas analgesik tanda
14. dan gejala (efek sampingan)
23