Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MENINGITIS

Oleh:
Lilik maesaroh, S.Kep
NIM 192311101234

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER JEMBER
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
LAPORAN PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1. Konsep Meningitis ....................................................................................... 1
1.1 Definisi Meningitis ................................................................................. 1
1.2 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................ 2
1.3 Epidemiologi .......................................................................................... 3
1.4 Etiologi................................................................................................... 4
1.5 Tanda dan Gejala .................................................................................... 5
1.6. Patofisiologi ........................................................................................... 6
1.7 Pathway.................................................................................................. 8
1.8 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 9
1.9. Penatalaksaan Klinis ............................................................................. 10
2. Penatalaksanaan Keperawatan.................................................................. 11
2.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................... 10
2.2 Diagnosa yang sering muncul (PES) ..................................................... 17
2.3 Perencanaan (Nursing Care Plan) ......................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30
3

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Meningitis

1.1 Definisi Meningitis


Meningitis adalah infeksi pada selaput pelindung yang
mengelilingi otak (meningen) dan sumsum tulang belakang
(Spinal cord) (NHS, 2019). Meningitis adalah suatu inflamasi
pada membran araknoid, piamater, dan cairan serebrospinal
(Ramsdale dan Palmer, 2005) Proses inflamasi terjadi dan
menyebar melalui ruangan subaraknoid di sekeliling otak dan
medula spinalis serta ventrikel (Pemula dkk., 2016). Berbagai
agens dapat menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk
bakteri, virus, jamur, dan zat kimia (Betz, 2009)
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput
meningeal yang bisa diseabkan oleh berbagai mikroorganisme
dengan ditandai adanya gejala spesifik dan sistem saraf pusat
yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat, gejala
peningkatan tekanan intrakranial, dan juga gejala defisit
neurologi (Widaglo, 2011). Penyakit ini disebabkan oleh
beberapa jenis bakteri Neisseria meningitides (Nm) atau biasa
dikenal degan meningococcus (Kemenkes, 2018).
4

1.2 Anatomi fisiologi

Gambar 1. Selaput Meningen

Meninges adalah unit berlapis membran jaringan ikat yang


menutupi otak dan sumsum tulang belakang (Tarwoto et al, 2009). Fungsi
meninges terutama untuk melindungi dan mendukung sistem saraf pusat
(SSP). Ini menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang untuk tengkorak
dan kanal tulang belakang. Meninges membentuk penghalang pelindung yang
melindungi organ-organ sensitif dari CNS terhadap trauma. Hal ini juga berisi
banyak pasokan pembuluh darah yang memberikan darah ke jaringan
SSP. Fungsi penting lain dari meninges adalah bahwa ia menghasilkan cairan
serebrospinal. Cairan bening ini mengisi rongga dari ventrikel serebral dan
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Cairan serebrospinal
melindungi dan memelihara jaringan SSP dengan bertindak sebagai shock
absorber, oleh sirkulasi nutrisi, dan dengan menyingkirkan produk-produk
limbah

Dura mater kadang kala disebut pachimeningen atau


meningen fibrosa karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada
dura mater dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh
darah, dan limfe. Arachnoid adalah membran bagian tengah, tipis dan
bebentuk seperti laba-laba. Sedangkan pia meter berupa lapisan paling dalam,
5

tipis, merupakan membran vaskuler yang membungkus seluruh permukaan


otak. Antara lapisan satu dengan lainnya terdapat ruang meningeal yaitu ruang
epidural yang merupakan ruangan antara tengkorak dan lapisan luar
durameter. Selanjutnya terdapat ruang subdural yaitu ruang antara lapisan
dalam duramter dengan membran arachnoid. Serta ruang subarachnoid yaitu
ruang antara arachnoid dengan pia meter. Pada ruang subarachnoid ini terdapat
cairan serebrospinalis.

Cairan serebrospinal yaitu cairan yang mengelilingi ruang


subarakanoid di sekitar otak dan medula spinalis,cairan ini juga mengisi
ventrikel dalam otak. Komposisi cairan ini menyerupai plasma darah dan
cairan intestisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh pleksus koroid dan sekeresi oleh sel-sel ependimal Ada
beberapa fungsi penting cairan serebrospinal, yaitu : mencegah kontak antara
susunan saraf dengan kerangka otak (fossa cranium), menyokong otak
(Sloane, 2014).

1.1 Epidemiologi
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit
infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena
angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang sangat
berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya
meningitis (Andarsari, 2011). Tingkat kematian meningokokus bisa mencapai
50% apabila tidak ditangani dengan tepat. Meningokokus tersebar di berbagai
belahan dunia namun lebih sering ditemukan di wilayah endemis benua Afrika
yang lebih dikenal dengan African Meningitis Belt (Benua Afrika) yang
membentang dari Senegal di bagian barat hingga Ethiophia di bagian timur
dengan total 26 negara di dalamnya.

Selama tahun 2018, WHO melaporkan sebanyak 15574 kasus suspek


meningitis dengan 1.074 kematian. Indonesia beresiko sebagai importasi
kasus Meningokokus yang cukup tinggi mengingat jumlah jamaah haji dan
umroh dan juga TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sangat besar. Di samping itu
adanya mobilitas yang sangat tinggi baik keluar atau dari dalam Indonesia juga
memberikan kontribusi dalam meningkatkan risiko importasi. Pelaku
6

perjalanan dengan agenda kegiatan yang bersifat masal (haji, umrah, dan
kegaiatan- kegaiatan level internasional seperti kegiatan olahraga atau
olimpiade). Meskipun musim epidemi meningitis relatif tenang (Januari-Juni
2018), risiko epidemi skala besar tetap tinggi. Sejumlah faktor yang
mengancam kawasan dengan wabah besar memengaruhi jutaan orang sejak
tahun 2015. Diperlukan persiapan yang memadai dan meminimalkan potensi
dampak yang menghancurkan diberbagai wilayah didunia (WHO, 2018).

1.2 Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis memiliki faktor predisposisi seperti
infeksi, operasi otak atau sumsum tulang belakang, fraktur tulang tengkorak
(Erathenurse, 2007). Agen penyebab dari penyakit ini meliputi bakteri, virus
jamur, dan parasit umum lainnya (Hersi dkk., 2019).

a. Virus

1) Virus Mumps

2) Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, Varicella-


zoster, measles dan influenza

3) Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga


lainya (Atboviruses)

4) Virus lain yang jarang ditemukan LCMV (lymphocytic


choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.

b. Bakteri

Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada


anak-anak dan orang dewasa muda adalah bakteri neisseria
meningitidis. Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal
dengan penyakit meningokokus, bakteri penyebab meningitis
bervariasi menurut kelompok umur. Selama usia bulan pertama
bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut yaitu
streptokokus grup B, basili enterik gram negatif, dan listeria
monocytogenes.
7

c. Jamur.

Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari dua kelompok


seperti, jamur patogen dan oportunistik. Jamur pathogenic
adalah beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi manusia
normal setelah inhalasi atau implantasi spora. Jamur patogen
menyebabkan histoplasmosis, blastocytosis, coccidiodomycosis
dan paracoccidioidomycosis. Kelompok kedua adalah
Kelompok jamur oportunistik kelompok ini tidak menginfeksi
orang normal penyakit yang termasuk di sini adalah
aspergillosis candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis dan
nocardiosis.

1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari dari meningitis (Nurarif, 2013)
seperti : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori,
kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi,
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan
brudinzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi
meningococal).
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) gambaran klinis
yang muncul pada anak dengan meningitis antara lain :
1. Pada fase akut gejala yang muncul antara lain :
a. Lesu
b. Mudah terangsang
c. Hipertermia
d. Anoreksia
e. Sakit kepala
2. Peningkatan tekanan intrakranial. Tanda-tanda
terjadinya tekanan intrakranial:
a. Penurunan kesadaran
b. Muntah yang sering proyektil (menyembur)
c. Tangisan yang merintih
d. Sakit kepala
8

3. Kejang baik secara umum maupun lokal


4. Kelumpuhan ekstremitas (paresis atau paralisis)
5. Gangguan frekwensi dan rama pernafasan (cepat
dengan irama kadang dangkal dan kadang dalam)
6. Munculnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti ;
kaku kuduk, regiditas umum, refleksi Kernig dan
Brudzinky positif
9

6.1Pathway
Faktor-faktor predisposisi mencakup: ISNA, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru,
trauma kepala dan pengaruh imunologis

Invansi kuman ke jaringan serebral via vena nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan serebral

Eksudat meningen Gannguan metabolism Hipoperfusi


serebral
Thrombus daerah korteks dan aliran
darrah serebral

Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel,


dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi /septicemia jaringan otak

Iritasi meningen

Sakit kepala dan demam Perubahan fisiologis intrakrnial

Hipertermi Nyeri akut Peningkatan permeabilitas darah ke otak


Edema serebral dan peningkatan
TIK
10

Adhesi Perubahan tingkat Perubahan


Penekanan area fokal Perubahan system Bradikardi
menyebabkan kesadaran, perubahan gastrointestinal
kortikal pernapasan:
kelumpuhan saraf prilaku, disorientasi,
cheyne-stokes
fotofobia, peningkatan
sekresi ADH

Koma Mual dan


Regiditas nukal, tanda muntah
kerning dan Brudzinki Risiko deficit
positif Kematian Ketidak efektifan
cairan bersihan jalan
Ketidakefektifan napas
pola napas

kejang
Kelemahan fisik

Resiko
Cemas
injuri Prosedur invansif
lumbal pungsi Risiko
ketidakefe
Gangguan ADL ktifan
perfusi
jaringan
otak
11
12

1.3 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Smeltzer dan C, 2002) pemeriksaan penunjang meningitis sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan pungsi lumbal
Pemeriksaan ini berfungsi menganalisis jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
a. Meningitis serosa: terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan
protein normal,kultur (-).
b. Meningitis purulenta: terdapat tekanan meningkat,cairan
keruh,jumlah sel darah putih dan protein
meningkat,glukosa menurun,kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah(LED), kadar glukosa, kadar ureum,
elektrolit dan kultur.
a. Meningitis serosa dan purulenta hanya terdapat
peningkatan leukosit
b. Meningitis Tuberkulosis terjadi peningkatan LED.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Meningitis Serosa: dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkindilakukan CT Scan.

b. Meningitis Purulenta: dilakukan foto kepala (periksa


mastoid,sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
13

7. Penatalaksanaan medis meningitis

Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang secara umum yang
dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang menderita meningitis
sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat
diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg.
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi dalam enam
dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50
mg/KgBB dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling
rasional melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.
14

2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian Keperawatan
2.1.1 Identitas Klien
Berisi identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, nomer rumah sakit,
pekerjaan, status perkawinan, serta tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian dan sumber informasi dari pasien.
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik :
Meningitis
2. Keluhan Utama:
Klien meningitis biasanya mengeluh nyeri hebat di kepala
,kaku kuduk disertai demam tinggi dan penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awal adanya penyakit.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya.
15

2.1.3 Pengkajian Fungsional berdasarkan (Muttaqin, 2008)


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Mendeskripsikan pola kesehatan dan kesejahteraan klien
dan bagaimana kesehatan dikelola termasuk sistem
keluarga.
2. Pola nutrisi/ metabolik
Berisi tentang pengukuran antopometri, biomedical sign,
diet pattern, dan clinical sign. Pada klien meningitis
menunjukkan gejala yang berbeda, namun kebanyakan
menujukkan adanya penurunan berat badan karena intake
makanan dan cairan berkurang, seringkali ditemukan
tanda-tanda dehidrasi. Karena kebutuhan oksigen
meningkat untuk otak sehingga berisiko gangguan perfusi
perifer yang ditandai dengan kadar Hb yang turun,
sedangkan leukosit meningkat.
3. Pola eliminasi
Pada klien meningitis dengan penurunan kesadaran akan
memiliki permasalahan pada perawatan diri eliminasi
sehingga seringkali dipasang kateter urin dan pispot untuk
pembuangan hasil eliminasi dari atas tempat tidurnya.
Untuk gangguan pada sisitem eliminasi jarang ditemukan,
hanya apabila pasien dehidrasi makan eliminasi cairan juga
akan sedikit, sedangkan pasien dengan bantuan NGT saat
makan juga akan memiliki sedikit hasil eliminasi feses.
4. Pola aktivitas & latihan
Pada klien meningitis yang tidak terlalu parah dan dapat
menjaga kesadarannya masih memiliki kemampuan untuk
beraktifitas seuai energi yang dimiliki. Namun apabila
dengan komplikasinya biasanya mengalami penurunan
kesadaran sehingga aktifitas hariannya seperti toileting,
mobilitas, ROM dilakukan dengan bantuan petugas dan
keluarga sehingga untuk mencegah terjadinya luka
16

decubitus dan atropi perawat perlu melakukan ROM dan


mobilisasi ringan pada pasien.
17

5. Pola tidur & istirahat


Pada klien meningitis dengan keluhan nyeri dan fotopobia
akan kesulitan tidur dan merasakan ketidaknyamanan
disekitar lingkungan yang terang dan ramai. Apabila
adanya ketidakefektifan jalan nafas, biasanya klien akan
mengorok karena jalur nafas tersumbat mucus.
6. Pola kognitif & perceptual
Klien dengan meningitis akan mempengaruhi kognitifnya
karena terdesaknya otak dengan eksudat dan CSS, apabila
sudah terjadi abses maka kemungkinan dampaknya lebih
parah akan semakin besar.
7. Fungsi dan keadaan indera
Pada klien meningitis gejala yang ditunjukkan adalah
fotopobia yaitu sensitive terhadap cahaya dan diplopodia
yaitu sensitive terhadap suara dikarenakan adanya iritasi
pada nervus kranial
8. Pola persepsi diri
Pada klien meningitis memiliki permasalahan yang
berbeda, namun kebanyakan tidak menunjukkan
permasalah pada persepsi dirinya namun juga tidak
menutup kemungkinan adanya stressor tersendiri yang
dirasakan.
9. Pola seksualitas & reproduksi
Pada klien meningitis memiliki permasalahan yang
berbeda, namun kebanyakan tidak menunjukkan
permasalah pada seksualitasnya namun juga tidak menutup
kemungkinan adanya stressor tersendiri yang dirasakan.
10. Pola peran & hubungan
Pada klien meningitis dukungan dari keluarga sangat
penting karena penyakit ini termasuk dalam
kegawadaruratan medis yang perlu pengambilan keputusan
yang cepat, apabila klien tidak sadarkan diri, maka
keluarga yang berhubungan baik akan mewakilkan.
18

11. Pola manajemen koping-stress


Pada klien meningitis memiliki permasalahan yang
berbeda, namun kebanyakan menunjukkan kecemasan dan
keputusasaan dalam menghadapi penyakitnya baik dari
klien dan juga keluarga.

12. Sistem nilai & keyakinan


Pada klien meningitis memiliki permasalahan yang
berbeda, namun kebanyakan tidak menunjukkan
permasalah pada nilai dan keyakinan namun juga tidak
menutup kemungkinan adanya stressor tersendiri yang
dirasakan.
19

2.1.4 Pemeriksaan Fisik (Muttaqin, 2008).


Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).
Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal, yaitu 38-41 derajat celius, dimulai dari fase sistemik,
kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Tanda-tanda vital yang
menunjukkan gejala meningitis pada umumnya :

1. Tekanan darah tinggi

2. Suhu tinggi > 38 derajat celius

3. Nadi bradikardi < 16 kali permenit

4. Frekuensi pernafasan meningkat

a. Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar


pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian
asuhan keperawatan.

b. Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada
klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.

c. Pemeriksaan saraf kranial

1. Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan fungsi


penciuman.

2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan


papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
20

disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya


peningkatan TIK.

3. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitiss yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis
mengeuh mengalami fotofobia ataiu sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.

4.Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada


otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

5.Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

6.Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

7.Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.

8.Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomnastoideus dan trapezius.


Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(regiditas nukal)

9.Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
21

peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi


sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba,
nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaa tubuh.
Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.

a. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d peradangan dan
edema pada otak
2. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan tingkat kesadaran

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret

4. Nyeri akut b.d agen cedera biologis : iritasi meningitis

5. Hipertermia b.d inflamasi pada meningen dan peningkatan


metabolisme umum

6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman


kematian.
18

b. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Setelah diberikan asuhan keperawatan Peningkatan perfusi serebral (2550)
peradangan selaput otak selama 1 x 24 jam diharapkan perfusi 1. Monitor aliran oksigen.
jaringan serebral pada klien membaik, 2. Pantau tingkat kerusakan perfusi
dengan jaringan serebral, seperti status
neurologi dan adanya penurunan
Kriteria Hasil: kesadaran.
Perfusi jaringan serebral (0406) 3. Menentukan posisi kepala yang tepat
1. Tekanan darah sistolik klien normal (0, 15, atau 30 derajat) dan monitor
(120 mmHg) (dari skala 2 menjadi respon klien terhadap posisi tersebut.
skala 3) 4. Monitor status respirasi (pola, ritme,
2. Tekanan darah diastolikklien dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2,
normal (80 mmHg) (dari skala 2 PH, dan level bikarbonat)
menjadi skala 3) 5. Monitor nilai lab untuk perubahan
Status neurologi (0909) dalam oksigenasi
3. Peningkatan kesadaran (dari skala 2 6. Monitor tanda-tanda vital
menjadi skala 4) 7. Ukur tekanan darah setelah klien
4. Penurunan tekanan intracranial mendapatkan medikasi/terapi.
(dari skala 3 menjadi skala 4) 8. Pasang tiang pengaman,
gunakan paddle pada sisi tempat tidur
19

2. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas (3140)
1. Kaji frekuensi napas
tingkat kesadaran selama 2 x 24 jam, masalah ketidakefektifan
2. Auskultasi suara napas
pola napas teratasi
3. Pertahankan posisi pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
Status Pernafasan: Ventilasi 0403 4. Monitor status pernafasan dan
1. Frekuensi pernafasan (dari 1 ke 4) oksigen sesuai kebutuhan
2. irama pernafasan ( dari 2 ke 4) 5. Buang sekret klien dengan
3. kedalaman inspirasi (dari 1 ke 5) memotivasi pasien untuk
4. volume tidal (dari 2 ke 5) melakuakan batuk atau menyedot
lendir.
20

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Stabilisasi dan membuka jalan nafas 3120
sekret selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas 1. Posisikan pasien dan kepala sesuai
kembali efektif dengan, kebutuhan
Kriteria Hasil : 2. suksion mulut dan orofaring
Status pernafasan (0415) 3. Observasi kesimetrisan pergerakan

1. Kepatenan jalan nafas (dari 2 ke 4) dinding dada

2. Saturasi oksigen dalam batas normal( 4. Monitor saturasi oksigen (SpO2)

dari 2 ke 5) 5. Monitor status pernafasan

3. Frekuensi nafas (dari 2 ke 4)


21

4. hipertermia b.d penyakit : infeksi Setelah dilakukan tindak-an perawatan Perawatan hipertermia (3786)
meningitis selama 1 X 24 jam diharapkan suhu badan 1. Monitor TTV
pasien kembali normal dengan, 2. Observasi dan laporkan tanda gejala
Kriteria Hasil: hipertermi
Termoregulasi (0800) 3. Dorong peningkatan intake cairan
1. Suhu badan normal (dari skala 2 4. Hentikan aktivitas fisik
menjadi skala 4) 5. Berikan cairan intravena
2. RR, Nadi dalam batas normal (dari 6. Kompres air hangat dahi dan aksila.
skala 2 menjadi skala 4) 7. Anjurkan klien untuk tidak memakai
3. Tidak ada perubahan warna kulit (dari selimut
skala 3 menjadi skala4 ) 8. Anjurkan klien memakai baju tipis
4. Kejang berhenti (dari skala 2 menjadi berbahan dingin, tipis dan menyerap
skala 4) keringat
5. Hidrasi adequate (dari skala 3 menjadi 9. Kolaborasikan dengan dokter
skala 4) mengenai pemberian obat antipiretik
Manajemen Lingkungan (6480)
10. Berikan tempat tidur dan kain / linen
bersih dan nyaman
11. Batasi pengunjung
Tingkatkan sirkulasi udara dengan
12. kipas angin
22

5. Nyeri akut b.d agen cedera biologis : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Manajemen nyeri (1400)
meningitis selama 1x 24 jam diharapkan nyeri pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang dengan, komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil : dan faktor presipitasi
Tingkat nyeri (2102) 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Skala nyeri berkurang / menurun (dari ketidaknyamanan
skala 2 menjadi skala 4) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. Kontrol nyeri (dari skala 2 menjadi 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
skala 4) 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Status kenyamanan (2010) 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
3. Kebutuhan tidur dan istirahat keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasi
tercukupi (dari skala 3 menjadi skala Andministrasi Analgetik (2210)
4) 10. Cek instruksi dokter tentang jenis
4. Metode non farmakologi untuk
obat, dosis dan fekkuensi.
mengurangi nyeri (dari skala 3 11. Cek riwayat alergi
menjadi skala 4) 12. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
13. Evaluasi efektifitas analgesik tanda
14. dan gejala (efek sampingan)
23

6. Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 5820 Pengurangan kecemasan


Ansietas berhubungan
selama 2x 24 jam Ansietas pasien dapat 1. Tenangkan klien
dengan krisis situasi, teratasi. 2. Berikan informasi tentang
ancaman kematian. diagnosa prognosis dan tindakan
Kriteria Hasil :
3. jelaskan tentang prosedur termasuk
Kontrol ansietas 1402 sensasi yang akan dirasakan selama
Kriteria hasil: prosedur
1. Mengurangi penyebab kecemasan ( dari 4. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik
skala 1 menjadi 5) pada tingkat kecemasan
2. Memantau intensitas kecemasan ( dari 5. Gunakan pendekatan dan
skala 2 menjadi 5) sentuhan
3. Menggunakan strategi koping yang 6. Temani pasien untuk mendukung
efektif (dri 2 ke 4 ) keamanan dan penurunan rasa takut
7. Sediakan aktifitas untuk menurunkan
ketegangan
8. Intruksikan kemampuan klien untuk
menggunakan teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Andarsari, M. R. (2011). Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Meningoensefalitis


(Penelitian Dilakukan di Instalasi Rawat Inap Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Dr. Soetomo Surabaya). Retrieved from http://repository.unair.ac.id/id/eprint/9572
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC
Kemenkes. 2018. Meningitis Meningokokus Tingkat Kan Fokus Kesehatan Haji, Umrah, Dan
Pelaku Perjalanan Ke Negara Endemis. Indonesia. 2018. Halaman 8–11
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
NHS Choices UK (2019). Health A-Z. Meningitis
Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika : Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1, Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Sloane, 2014. Cerebral Foliage. Department of Internal Medicine. Pages 2201
Smeltzer dan S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8. Jakarta: EGC
Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan . Edisi :4
.Jakarta
Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta : Sagung Seto
WHO. 2018. WHO Situation Report on Meningococcos in West Afric

Anda mungkin juga menyukai