Orang Kaya Jauh Lebih Tertarik untuk Investasi di Amerika dan Eropa
Ketimbang di Indonesia kenaikan harga dollar
FDI (Foreign Direct Investment) atau aliran investasi asing langsung di suatu negara
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan perekonomian di negara tersebut. Pertumbuhan pasar
di negara penerima akan menentukan prospek keuntungan dari investasi tersebut. Jika
prospeknya terlihat baik, maka aliran FDI akan semakin tinggi dan semakin lancar.
Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat di dalamnya akan semakin baik yang
ditandai dengan meningkatnya pendapatan dan juga daya beli masyarakat. Melihat hal
tersebut, para investor asing (sebagai penyalur dana) pasti sudah mempertimbangkan dan
berspekulasi lebih dulu terhadap prospek perekonomian di Indonesia serta di negara-negara
lainnya.
Para investor tersebut tentu lebih memilih untuk berinvestasi di negara-negara lain
yang dianggap memiliki masa depan perekonomian yang cerah, seperti di Amerika. Itulah
mengapa, permintaan dollar kian meningkat sangat banyak. Jika investor-investor tersebut
sudah memutuskan akan mengalirkan dana investasi ke Amerika, maka mereka perlu
memindahkan dana (yang sudah terlanjur dikirim ke Indonesia) ke Amerika. Untuk
mewujudkan pemindahan itu, mereka akan menukarkan rupiah menjadi dollar USA. Hal ini
membuat supply mata uang dollar USA jadi berkurang, dan sebaliknya, supply mata uang
rupiah jadi meningkat lebih banyak.
Karena wabah virus COVID-19, negara Indonesia terpaksa harus menjalani
ketidakstabilan ekonomi dan politik. Ketidakstabilan inilah yang menghambat dan
mengurungkan niat para investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Impor Meningkat Namun Ekspor Tidak ekspor impor
Peningkatan impor akan membuat permintaan dollar USA meningkat. Dengan
demikian, nilai mata uang rupiah akan berkurang (anjlok) karena terus menerus ditukarkan ke
dalam bentuk dollar. Hal tersebut menyebabkan supply rupiah semakin naik beriringan
dengan permintaan dollar yang juga naik. Penyebab Turunnya Ekspor dari Indonesia ke
Negara Lain antara lain :
Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat
Cina memberikan tarif bea masuk senilai US$ 75 miliar untuk barang-barang yang
diimpor dari Amerika Serikat, seperti produk pertanian, pakaian, mobil, bahan kimia dan
tekstil. Presiden AS, Donald Trump pun juga melakukan hal yang sama. Ia menaikkan tarif
bea masuk sebesar 5% untuk barang-barang yang diimpor dari Cina. Sesuai dengan
pernyataannya, Trump tidak ingin Amerika Serikat bergantung kepada Cina yang berujung
pada defisit perdagangan serta pencurian kekayaan intelektual. Tentu saja, hal tersebut
membawa dampak buruk bagi negara Indonesia terutama dalam hal ekspor. Permasalahan ini
bisa melemahkan ekspor Indonesia dan mempengaruhi ketidakseimbangan nerasa
perdagangan Indonesia.
Ketika perang dagang ini terjadi, kedua negara tersebut akan mengurangi produksi
yang kemudian berdampak pada Indonesia selaku eksportir bahan baku. Selain itu, perang
dagang antara Cina dan AS juga dapat membuat negara lain mengalihkan barang-barang
mereka ke Indonesia (yang sebelumnya akan dikirim ke AS atau Cina).
Impor
Sementara itu, nilai impor Indonesia mencapai US$ 14,26 miliar. Ada kenaikan
sebesar 0.63% dibandingkan bulan sebelumnya (Agustus 2019) dan penurunan sebesar 2.41%
dibandingkan tahun sebelumnya (September 2018).
Menurut pengeluaran barang, berikut ini adalah perkembangan impor pada September 2019:
Besar Bunga yang Diberikan oleh Bank atau Lembaga Keuangan Lainnya
Tingkat suku bunga diatur oleh bank sentral. Jika bank sentral menaikkan suku bunga
dalam jangka waktu yang panjang, maka nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap
negara lainnya akan terus meningkat. Kenaikan suku bunga bisa menunjang penguatan mata
uang yang menarik para investor dalam mencari high return untuk penanaman modalnya,
sehingga permintaan terhadap mata uang tersebut pun naik. Secara sederhananya, besar suku
bunga menentukan nilai mata uang suatu negara. Semakin tinggi suku bunga, maka semakin
tinggi pula permintaan akan mata uang tersebut.
Akibat dampak dari wabah virus corona, bank sentral Amerika Serikat terus berupaya
memangkas suku bunga acuan sehingga membuat rupiah berada di angka Rp14.171 di awal
bulan Maret 2020. Namun, pada 1 April 2020 ini harga dollar USA sudah menyentuh angka
Rp16.382, di mana supply rupiah justru semakin meningkat. Hal ini berdampak semakin
melemahnya nilai mata uang rupiah. Perlu diketahui, dampak naik turunnya nilai tukar mata
uang tidak hanya terjadi ketika perubahan suku bunga diumumkan, tapi juga saat munculnya
isu yang berkaitan dengan peluang perubahan suku bunga.
Pengaruh Politik Terhadap Nilai Tukar Mata Uang Asing Terhadap Rupiah
Tidak hanya aktivitas ekspor-impor, tingkat suku bunga, dan inflasi yang bisa
mengakibatkan melemahnya nilai mata uang rupiah, aktivitas politik juga bisa
mempengaruhinya. Seluruh kebijakan ekonomi dijalankan oleh sebuah negara tidak luput
dari peran politik yang mendasari pembuatannya.
Berikut ini adalah event politik yang berdampak pada nilai mata uang sebuah negara:
Pemilu – Periode pemilu merupakan periode ketidakpastian. Kebijakan yang
dijalankan juga sedang berada dalam kondisi yang tidak pasti sehingga menimbulkan
potensi risiko yang besar. Ini membuat para pemilik dana lebih berhati-hati dan
cenderung lebih memilih untuk mengamankan dana mereka. Karena hal tersebut,
sumber dana yang masuk semakin berkurang dan nilai mata uang pun mengalami
penurunan.
Konflik Antar Negara – Konflik ini akan memunculkan potensi risiko yang sangat
besar bagi aset investasi yang ada di sebuah negara. Seperti, menurunkan kinerja
perdagangan dan perusahaan multinasional. Jika konflik terus berlanjut sampai terjadi
konfrontasi militer, risiko hancurnya aset akan semakin tinggi. Dengan begitu, tidak
ada yang mau menerima risiko tersebut dan memilih untuk mengamankan asetnya di
negara yang lebih aman.
Ketidakpastian Sosial – Kondisi politik yang tidak stabil memiliki pengaruh yang
besar terhadap nilai mata uang. Ketegangan sosial atas kondisi politik tersebut dapat
mengganggu kondisi ekonomi. Hal tersebut berujung penarikan investasi karena
pemerintah dianggap telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Akibatnya, nilai mata
uang semakin menurun.
Kontroversi Politik – Isu dan rumor dari aktivitas para politisi juga mempengaruhi
pergerakan mata uang. Ketika pemerintah mengeluarkan pernyataan atau
pengumuman yang berpotensi mengubah sistem politik dan ekonomi negara tersebut,
nilai mata uang akan mudah ikut berubah.